Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PROFIL INDUSTRI

1.1

Sejarah Industri
Pangan industri rumah tangga (PIRT) Sohu dan Basreng RIZKY berdiri

sejak tahun 1998, sampai saat ini belum mendapatkan sertifkat PIRT yang secara
resmi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Pemilik dari PIRT RIZKY
yaitu bapak Tikno dengan latar belakang pendididkan lulusan SD.
1.2

Geografi Wilayah Industri


Industri rumahan sohu dan basreng terletak di Desa Ciapus RT 01 RW 01

Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Luas lahan 15x7
m2, dengan jarak ke Puskesmas 2 kilometer. Industri rumahan ini dekat dengan
pasar Banjaran Kota dan rumah penduduk yang padat sehingga keadaan
sekitarnya kotor dan berdebu serta jarak dari indusrti rumahan dengan
pembuangan sampah 200 meter.
1.3

Sumber Daya Manusia Di Industri


Sumber daya manusia yang ada sebanyak 9 orang yang terdiri 7 laki-laki

dan 2 perempuan dengan usia rata-rata 15 sampai 25 tahun. Mayoritas pendidikan


lulusan SMP dan SMA. Jam kerja dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore,
waktu istirahat hanya ketika menunggu panasnya minyak goreng dan
mendidihnya air rebusan.

1.4

Sarana Prasarana Industri


Sarana prasarana industri rumahan sohu dan basreng terdiri dari tiga

ruangan dan dua lantai yang bersatu dengan rumah pemilik. Lantai satu terdiri dari
dua ruangan, untuk ruangan pertama pada lantai satu dengan ukuran 2,5x2 m2
sebagai tempat pembuatan adonan sohu dan basreng, alat yang digunakan pada
ruangan pertama diantaranya triplek ukuran 50x50 cm sebanyak 10 buah, wadah
tahu 10 buah, rak 1 buah, 3 kursi duduk, 3 ember adonan dan 3 tampah. Kondisi
ruangan lantai kramik, berdinding tembok yang terlihat licin dan kotor, langitlangit ditutup triplek dengan kondisi kotor.

Gambar 1.1. Kondisi Ruangan Pertama Lantai Satu


Ruangan kedua pada lantai satu dengan ukuran 6x5 m2 sebagai tempat
penggorengan sohu dan basreng dengan wajan besar permanen 2 buah, merebus
baso 2 buah tabung langseng, penampungan baso sementara, kipas angin untuk
mentiriskan baso, menyimpan gas, terigu dan minyak sayur dibawah tangga.
Diruangan ini terdapat WC untuk mandi karyawan, pengambilan air untuk

merebus baso dan sebagai tempat pembuangan minyak dan air bekas rebusan
baso.

Gambar 1.2. Kondisi Ruangan Kedua Lantai Satu

Lantai dua terdapat dua ruangan besar, satu ruangan sebagai tempat
penyimpanan bahan dasar dintaranya bawang putih, terigu dan sebagai tempat
bubuk dari sohu hasil pemilihan untuk dijual ke peternak ayam dan ikan. Satu
ruangan lain sebagai tempat pengemasan sohu dan basreng ke plastik dengan
sebelumnya ditiriskan dulu dengan kipas angin supaya ketika dimasukan kedalam
plastik tidak menguap.

Gambar 1.3. Kondisi Ruangan Lantai Dua

1.5

Bahan-Bahan Dalam Pengolahan Hasil Industri


Bahan-bahan dalam pembuatan sohu dan basreng dengan bahan dasar ikan

kuniran 80 kg, 100 kg tepung aci, bawang putih 2 kg, garam bata 4, petcin 2 ons,
dan plastik. Bahan dasar ini didapatkan dari pasar yang jaraknya tidak jauh dari
industri rumahan RIZKY yang habis dalam sehari dan tidak menyimpan bahan
dasar selama beberapa hari kedepan.

Gambar 1.4. Tempat Penyimpanan Bahan Baku


1.6

Proses Pengolahan Hasil Industri


Proses pengolahan dilakukan di dua tempat yaitu pasar dan rumah. Untuk

dipasar sebagai tempat pengolahan bahan dasar dan dirumah sebagai tempat

pengolahan adonan, penggorengan dan pengepakan kedalam plastik. Adapun


tahap-tahapan rincinya sebagai berikut :
a. Pengolahan di pasar
1. Ikan kuniran di giling sebanyak 80 kg sampai halus
2. Penggilingan bumbu dari bawang putih
3. Pembuatan adonan dengan penggilingan, yaitu mencampurkan ikan
kuniran, bumbu, tepung aci, daram bata dan petcin.
4. Tunggu samapai semua bahan bercampur
5. Setelah semua bahan menjadi satu adonan kemudian dibawa kerumah
b. Pengolahan di rumah
1. Bahan adonan dibawa keruangan bawah pertama
2. Bahan adonan di bentuk mnjadi soun dan basreng dengan rasio soun 60
persen dan basreng 40 persen. Pekerja yang diruangan bawah pertama
sebanyak tiga orang.
3. Soun dan basreng sudah dibentuk kemudian di bawa ke tempat bawah ke
dua untuk dilakukan penggorengan.
4. Pada tempat penggorengan terdiri dari empat orang yang bertanggung
jawab. Ketika minyak untuk penggorengan sudah siap dan air untuk
basreng sudah mendidih maka pada saat itu semua soun dan basreng
digoreng dan direbus. Penggorengan soun membutuhkan waktu 30 menit
dalam sekali penggorengan dan untuk basreng membutuhkan waktu 40
menit.
5. Ketika sudah mateng soun dan basreng diangkat dan ditiriskan dengan
bantuan kipas angin.
6. Setelah ditiriska basreng dan soun dibawa ke lantai atas untuk pemilihan
dan pengemasan kedalam plastik. Sumber daya manusia yang bertanggung
jawabnya dua orang.
7. Barang sisa pemilihan disimpan diplastik untuk dijual ke peternak ikan
dan ayam.

Gambar 1.5. Proses Produksi


1.7

Jaminan Kesehatan Pekerja


Jaminan kesehatan ditanggung oleh pemilik perusahaan, bila ada yang

karyawan yang sakit langsung berobat ke dokter terdekat dan bila diberikan waktu
untuk istirahat selama 1 hari. Namun ketika karyawan sakit berat pemilik
perusahaan menyuruh pulang kerumahnya untuk sementara waktu sampai

sakitnya sembuh. Pemilik perusahaan menyediakan peralatan P3K seperti obat


sakit kepala, batuk, betadin dan plester.

BAB II
HIGIENE PERUSAHAAN, ERGONOMI, KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA (HIPERKES)

2.1 Sanitasi Lingkungan Industri


Bangunan PIRT baso, sohu dan cuankie ini terdiri dari dua lantai. Tata
letak bangunan disesuaikan dengan urutan produksi yaitu pencetakan, dan
pemasakan di lantai bawah dan pengeringan serta pengemasan di lantai atas.
Namun untuk tempat penyimpanan bahan baku terletak di lantai atas, samping
tempat pengemasan produk jadi. Setiap ruang produksi dipisahkan oleh dinding
yang kedap air. Lantai di setiap ruang terbuat dari keramik yang kedap air, kecuali
tempat penyimpanan bahan baku sebelum penggilingan terbuat dari kayu. Pada
ruang pencetakan dan penggorengan tidak ada jendela maupun ventilasi, sehingga
ketika proses penggorengan dan perebusan berlangsung, asap yang dihasilkan
tidak dapat keluar. Penerangan di ruang pencetakan dan pemasakan hanya
bersumber dari lampu dan cahaya yang masuk sedikit dari atap. Penyimpanan
produk jadi memiliki penerangan yang hanya bersumber dari lampu. Sedangkan
tempat pengeringan dan pengemasan terletak di luar ruangan sehingga cahaya
langsung dari luar.
Jamban berada dibagian belakang dari ruang produksi. Jamban tersebut
dilengkapi dengan dinding dan lantai yang kedap air, ditutup dengan atap dan
terdapat pintu, penerangan hanya berasal dari lampu, dan tidakterdapat ventilasi.
Jamban juga dilengkapi dengan WC jongkok, namun untuk saluran pembuangan
jamban menuju ke selokan.Sumber air yang mengalir berasal dari sumur gali.

10

Tidak terdapat tulisan peringatan bahwa apabila karyawan telah menggunakan


jamban, harus mencuci tangan dengan sabun antiseptik.
Tidak terdapat sarana khusus untuk pencucian alat, karena tempat
pencucian peralatan bersatu dengan jamban karyawan. Sumber air untuk
pencucian bersatu dengan sumber air untuk perebusan dan mandi karyawan yang
berasal dari sumur gali. Walaupun air tersebut tidak berbau, namun berwarna
keruh keputihan. Tidak terdapat air panas yang dapat digunakan untuk
membersihkan peralatan tertentu, yang berguna untuk melarutkan sisa lemak.
Tempat cuci tangan terletak di bagian belakang dari ruang produksi.
Walaupun dilengkapi dengan sumber air yang mengalir, namuntidak dilengkapi
dengan sabun antiseptik dan alat pengering tangan seperti lap tangan atau handuk
yang bersih. Tempat cuci tangan ini tidak terawat dengan baik karena terlihat
kotor, dan tidak pernah digunakan. Selain itu pipa saluran pembuangan
mengalami kebocoran, sehingga apabila digunakan, air akan menetes ke lantai.
Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan basreng, sohu, dan
cuankieialah minyak sisa penggorengan dan air perebusan. Limbah ini langsung
dibuang ke jamban karyawan yang sekaligus sebagai tempat pencucian peralatan.
2.1.1 Tempat Penyimpanan Bahan Baku
Tempat penyimpanan bahan baku sebelum dilakukan penggilingan terletak
di lantai dua samping tempat pengemasan. Kondisi ruangan kurang rapi dan
penerangan pun kurang. Tempat penyimpanan dekat dengan tempat menyimpan
produk jadi yang gagal. Sedangkan tempat ikan diletakkan di freezer yang ada di
samping tangga. Atap bangunan terbuat dari genting dan tidak dilapisi plafon,
dinding samping terbuat dari tembok, dan lantai terbuat dari kayu. Tempat
penyimpanan bahan baku sebelum digiling terlihat jarang dibersihkan karena atap,
dinding, dan lantai terlihat kotor.

11

Tempat penyimpanan bahan yang sudah digiling, hanya diletakkan begitu


saja di gerobak dan di lantai bagian belakang tempat pemasakan. Tidak ada tempat
khusus penyimpanan bahan yang telah digiling.

Penyimpanan bahan sebelum digiling

2.1.2

Penyimpanan produk gagal

Freezer penyimpan ikan


Penyimpanan bahan setelah digiling
Gambar 2.1. Tempat Penyimpanan Bahan Baku
Tempat Pengolahan dan Peralatan Produksi
Tempat pencetakan memiliki langit langit yang dilapisi plafon, namun

terlihat jarang dibersihkan dan terdapat jaring laba laba. Dinding ruangan terbuat
dari tembok dan lantai terbuat dari keramik yang kedap air, namun terlihat kotor
dan jarang dibersihkan. Peralatan yang digunakan antara lain baskom plastik
tempat adonan dan garpu untuk mengambil adonan, yang mudah dibersihkan.
Namun untuk tempat hasil pencetakan hanya disimpan di potongan kayu triplek.

12

Gambar 2.2. Tempat pencetakan


Tempat penggorengan dan perebusan memiliki atap yang terbuat dari
genting dan tidak dilapisi plafon. Dinding terbuat dari tembok kedap air namun
warna putihnya sudah terlihat kusam dan kotor. Lantai terbuat dari keramik kedap
air, namun terasa licin dan terlihat kotor. Sumber air untuk perebusan berasal dari
sumur gali yang ditampung di ember tempat pencucian alat sekaligus jamban
karyawan.Air tidak berbau namun berwarna keruh keputihan.

13

Penyimpanan sebelum digoreng

Penyimpanan produk setelah digoreng

Penggorengan

Alat merebus

Penyimpanan produk setelah direbus


Lantai ruang memasak
Gambar 2.3. Tempat Penggorengan, Perebusan dan Penyimpanan Adonan

14

Atap dan sumber cahaya ruang memasak

Sumber air

Gambar 2.4. Pencahayaan dan Sumber Air


2.1.3

Tempat Menyimpan dan Mengemas Hasil Produksi


Tempat menyimpan dan mengemas hasil produksi terletak di lantai dua.

Tempat pengemasan terletak di luar/ di teras tempat penyimpanan produk. Atap


berlapis plafon dan lantai terbuat dari keramik. Sedangkan penerangan bersumber
dari cahaya luar. Hasil produksi dibawa dengan menggunakan wadah besar yang
terbuat dari plastik, kemudian disimpan di tempat pengeringan. Setelah kering,
hasil diambil dengan menggunakan piring plastik dan disimpan diwadah yang
sama saat membawa hasil produk dari tempat pemasakan. Setelah itu produk
dikemas dengan menggunakan plastik. Lalu setiap 10 kemasan dibungkus lagi
dengan menggunakan kantong plastik/keresek.
Tidak ada label yang dilengkapi dengan nama produk, nomor izin, nama
dan alamat PIRT, berat bersih, maupun sertifikat halal dan masa kadaluarsa.
Tempat penyimpanan hasil produksi memiliki atap berlapis plafon, dinding
tembok dan lantai keramik, sedangkan penerangan berasal dari lampu dan jendela.
Produk yang telah dikemas disimpan begitusaja di lantai, tanpa dialasi oleh
apapun. Tidak ada prinsip FIFO (First In First Out), karena produk yang telah jadi
dalam satu hari langsung dipasarkan.

15

Ruang pengemasan

Tempat pengeringan

Ruang penyimpanan
Gambar 2.5. Tempat Penyimpanan dan Pengemasan Produk

2.2
Perilaku Pekerja dalam Pengolahan Hasil Industri
2.2.1 Kesehatan Karyawan
Karyawan yang dibolehkan untuk bekerja adalah karyawan dalam keadaan
sehat.Apabila terdapat karyawan yang sakit maka pemilik usaha membiarkan
karyawannya untuk tidak masuk kerja dan beristirahat di rumah. Hasil dari
inspeksi sarana industry rumah tangga ini, menunjukkan hasil yang baik. Hal ini
dikarenakan karyawan yang bekerja dalam keadaan sehat.
2.2.2 Kebersihan Karyawan
Karyawan terlihat cukup menjaga kebersihan badannya. Sebagian
karyawan juga mengenakan pakaian kerja yang cukup bersih. Namun tidak
disertai dengan penutup kepala, sarung tangan, masker dan sepatu kerja.

16

Penggunaan celemek hanya dilakukan oleh sebagian kecil karyawan. Karyawan


selalu mencuci tangan sebelum memulaidan sesudah kegiatan mengolah produk.
Hasil dari inspeksi sarana industry rumah tangga ini, menunjukkan hasil
yang kurang baik. Hal ini dikarenakan sebagian karyawan tidak memakai
perlengkapan pakaian kerja dan tidak semua karyawan menggunakan pakaian
bersih.

Gambar 2.6. Karyawan Saat Proses Produksi


2.2.3

Kebiasaan Karyawan
Karyawan yang bekerja tidak terlihat sambil makan dan minum, berbicara,

merokok, meludah, bersin atau batuk kearah produk yang sedang diolah. Namun
terlihat sambil bermain handphone dan terdapat karyawan yang mengenakan
perhiasan seperti gelang. Hal ini dapat mengakibatkan pencemaran produk.Hasil

17

dari inspeksi sarana industry rumah tangga ini, menunjukkan hasil yang kurang
baik.

Gambar 2.7. Kebiasaan Karyawan


2.3

Ergonomi
Karyawan yang mencetak basreng, sohu dan siomay, bekerja dengan posisi

duduk dilantai dialasi dengan dingklik. Secara ergonomi posisi initidak baik untuk
bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama, tentunya harus diikuti dengan
istirahat sejenak. Karyawan yang mencetak makanan ini bekerja dalam posisi
duduk sepanjang hari. Apabila karyawan merasa pegal, mereka berhenti sejenak
untuk istirahat. Karyawan yang bertugas untuk menggoreng dan merebus bahan
makanan, bekerja dalam posisi berdiri sepanjang hari. Sama halnya dengan
karyawan yang bertugas mencetak bahan makanan, mereka beristirahat sejenak
untuk duduk apabila sudah terasa pegal. Ketika sedang menggoreng produksi
makanan, karyawan tidak menggunakan APD seperti pakaian lengan panjang,
masker, ataupun sarung tangan. Hal ini dapat membahayakan keselamatan
karyawan.Karyawan yang bertugas mengemas produk jadi, bekerja dengan posisi

18

duduk di lantai tanpa alas dan tanpa meja.Mereka bekerja sepanjang hari dan
apabila merasa sudah pegal, mereka beristirahat sejenak.
Hal ini dapat meningkatkan terjadi risiko cedera yang didapatkan oleh
karyawan. Sering kali setiap karyawan mengeluhkan nyeri leher dan nyeri
pinggang. Meskipun hal ini sering mereka rasakan dan mengganggu aktifitas
mereka dalam pembuatan makanan, namun tidak mempengaruhi jumlah produksi
makanan yang dihasilkan.

2.4.

Gambar 2.8. Posisi Karyawan Saat Bekerja


Kesehatan Kerja
Karyawan yang bekerja di PIRT ini dalam keadaan sehat. Pada PIRT

tersebut tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Pengobatan baru


diberikan pada karyawan yang sakit. Karyawan diperbolehkan tidak masuk kerja
jika sakit berat. PIRT ini belum memiliki jaminan kesehatan pekerja
(JAMSOSTEK) ataupun jaminan kesehatan lainnya (ASKES, JAMKESMAS),
sehingga menggunakan biaya sendiri.

19

Sirkulasi udara di ruang bangunan kurang baik, karena ventilasi yang


tersedia jumlahnya tidak sebanding dengan besarnya bangunan. Tidak ada bau
yang mengindikasikan bahan olahan makanan yang basi dan bau bahan kimia
yang menyengat, hanya terdapat bau bahan olahan makanan saja. Tidak ada asap
pembakaran sampah dari luar ruangan, maupun asap dari dalam ruangan dari
pengolahan makanan, yang tercium ataupun yang terlihat. Akan tetapi lokasi serta
lingkungan ruang produksi sempit, lantai licin, penerangan kurang, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan pada pekerja.

Gambar 2.9. Tempat Proses Penggorengan dan Perebusan Bahan

20

Gambar 2.10. Pencahayaan Ruangan

Gambar 2.11. Ventilasi Dan Pencahayaan

21

Gambar 2.12. Pencahayaan Ruangan dan Sirkulasi Udara

Gambar 2.13. Kotak P3K yang Terletak di Dinding Bangunan


Berdasarkan pedoman pemeriksaan sarana industry rumah tangga, industry
rumah tangga (IRT) pembuatan basreng ini mendapatkan nilai kurang.Hal ini
Karena masih terdapat lingkungan produksi yang kurang sehat sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan pada pekerja.

22

2.5.

KeselamatanKerja
Pada lingkungan kerja terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan

kecelakaan kerja, kemungkinan kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada


lingkungan kerja industri basreng ini diantaranya adalah :
1) Kemungkinan terkena cipratan minyak panas pada saat proses penggorengan
2) Kemungkinan terkena air panas pada saat proses perebusan
3) Kemungkinan terjatuh atau terpeleset karena lantai yang licin
4) Kemungkinan nyeri pinggang akibat terlalu lama duduk
5) Timbul penyakit yang diakibatkan kontaminasi bahan makanan akibat tidak
menggunakan alat perlindungan diri
Sarana tempat pengolahan keselamatan kerja karyawan cukup beresiko
terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan pedoman pemeriksaan sarana
industry rumah tangga, industry rumah tangga (IRT) pembuatan basreng ini
mendapatkan nilai kurang.

Gambar 2.14. Proses Pencetakan Bahan

23

Gambar 2.15. Proses Perebusan Bahan

Gambar 2.16. Proses Penggorengan Bahan

24

Gambar 2.17. Pemadam Kebakaran Sederhana


2.6.

Dampak Industri Terhadap Lingkungan Sekitar


Tempat produksi ini berdempetan langsung dengan perumahan warga dan

masih bergabung dengan rumah pemilik. Pada industry olahan basreng ini
terdapat limbah yang cukup berbahaya terhadap lingkungan. Limbah padat hasil
sisa produksi dibuang ke tempat sampah atau tempat pembuangan kompleks
perumahan sedangkan limbah cair hasil sisa produksi mengotori lingkungan
sekitar karena dibuang melalui saluran pembuangan air ataupun selokan di depan
industri rumah tangga (IRT) basreng tersebut. Berdasarkan pedoman pemeriksaan
sarana industry rumah tangga, industry rumah tangga (IRT) pembuatan basreng ini
mendapatkan nilai kurang.

25

Gambar 2.18. Saluran Pembuangan Air Limbah Industri di Dalam


Bangunan

Gambar 2.19. Saluran Pembuangan Air Limbah Di Luar Bangunan

26

2.7.

Peran Serta Puskesmas


Peran serta Puskesmas yang dilakukan yaitu memantau secara langsung

keadaan tempat industri dan juga mengevaluasinya, dimana Puskesmas memantau


kebersihan hiperkes setiap satu kali setiap tahunnya.

27

BAB III
PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN

3.1.

Penentuan Prioritas Masalah di Industri


Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada PIRT RIZKY

tersebut, dapat ditarik beberapa identifikasi masalah diantaranya adalah :


Tabel 3.1.
Identifikasi Masalah
No Permasalahan
A
B
C
D
E
F
G
H
I

Kebiasaan karyawan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker,
sarung tangan, alas kaki dan celemek selama melakukan proses produksi dan
pengolahan PIRT sohu dan basreng
Kebiasaan karyawan tidak pernah mencuci tangan sebelum mengolah adonan dan
membungkus hasil pengolahan PIRT sohu dan basreng
Kebiasaan beberapa karyawan memakai baju lengan pendek dan celana pendek
selama proses produksi dan pengolahan PIRT sohu dan basreng
Kebiasaan beberapa karyawan menggunakan handpone (HP) selama proses
pembungkusan PIRT sohu dan basreng
Jenis lantai keramik dengan kondisi lantai licin membuat beberapa karyawan
mengeluhkan ada yang terpeleset namun tidak sampai jatuh
Jumlah ventilasi yang ada sebanyak 2 buah sehingga sirkulasi udara terganggu dan
terasa pengap diruangan penggorengan PIRT sohu dan basreng
Jamban yang tersedia digunakan tidak hanya sebagai mandi karyawan namun juga
airnya sebagai bahan untuk merebus basreng dan baso
Tempat tidur karyawan disatukan dengan pengemasan sohu dan basreng, dengan
satu kamar untuk perempuan bersatu dengan penyimpanan sohu dan basreng jadi.
Tata letak untuk penyimpanan tabung gas berada dekat proses penggorengan

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diketahui maka dilakukan penetapan


prioritas masalah dengan menggunakan teknik kriteria matriks.

28

Tabel 3.2.
NO

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Teknik Kriteria Matriks Penentuan Prioritas Masalah Upaya P3M

DAFTAR
MASALAH

A
B
C
D
E
F
G
H
I

I
P

RI

DU

SB

PB

PC

4
4
4
4
4
4
5
4
4

5
4
4
4
4
4
5
4
4

5
4
4
5
5
5
3
4
4

4
4
3
4
4
4
2
3
4

4
4
4
4
4
4
3
4
4

4
4
3
4
3
4
4
3
3

5
5
3
3
4
3
4
3
3

5
5
5
5
5
4
5
5
4

5
5
5
3
5
4
5
5
4

JUMLAH
IXTXR

775
725
625
560
700
448
650
625
416

PRIORITAS

1
2
6
7
3
8
4
5
9

Setelah dilakuakan penentuan prioritas masalah dengan metode kriteria


matriks didapatkan nilai prioritas terbesar adalah, sehingga masalah yang akan
dicari jalan keluarnya adalah kebiasaan karyawan tidak menggunakan alat
pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan, alas kaki dan celemek selama
melakukan proses produksi dan pengolahan PIRT sohu dan basreng.
3.2.

Penentuan Cara Pemecahan Masalah Prioritas


Berdasarkan prioritas masalah yang terjadi pada PIRT Sohu dan Basreng

tersebut yaitu kebiasaan karyawan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD)
seperti masker, sarung tangan, alas kaki dan celemek selama melakukan proses
produksi dan pengolahan PIRT sohu dan basreng, maka pemecahan masalah yang
kami ambil adalah dengan menyediakan alat pelindung diri untuk jangka waktu
satu bulan, diharapkan untuk kedepannya pemilik dapat menyediakan alat
pelindung diri bagi keselamatan karyawan.

29

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada PIRT Sohu dan Basreng RIZKY
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah mengenai penggunaan alat
pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan, alas kaki dan celemek selama
melakukan proses produksi. Maka dari itu dilakukan penanggulan masalah berupa
sosialisasi

kepada

pihak

penanggungjawab

PIRT

tentang

pentinganya

menggunakan APD ada saat bekerja.


4.2. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka saran yang
dapat kami berikan diantaranya :
a. Tenaga Kesehatan
Memberikan penyuluhan kepada pengelola industri non formal tentang
pentingnya penggunaan APD.
b. Pengelola PIRT
Lebih memperhatikan kesehatan dari karyawannya dan meningkatkan
kedisiplinan mengenai sikap kerja untuk menghindari penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja.

30

c. Peneliti
Dapat melakukan observasi lebih lanjut ke jenis industri non formal
lainnya untuk mengamati masalah-masalah yang terjadi disana.

Anda mungkin juga menyukai