PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan penyakit yang sangat sering sekali dijumpai di RS di
mana pun. Di Indonesia angka yang menderita apendisitis dan apendektomi sangat
besar sekali dibandingkan dengan jumlah yang menderita penyakit yang lainnya.
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering dipakai
di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Fungsi organ Apendiks tidak diketahui namun sering menimbulkan masalah
kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup leosekal. Apediks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosonga tidak efektif,
dan lumennya kecil, apendiks cendrung menjaadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi (apendisitis). (brunner & suddarth, 1997).
Apendisitis adalah obstruksi dari usus buntu yang menyebabkan peradangan,
ulserasi dan nekrosis. Jika nekrosis menyebabkan usus buntu rupture, maka isis usus
akan mengalir keruangan peritoneal, selanjutnya menyebabkan peritonitis. Penyakit
usus buntu sering ditemukan pada pasien berusia antara 10-30 tahun bila terjadi pada
usia lebih tua dari itu, maka kemungkinannya bias sangat serius. (Charlene J. Reeves
dkk. 2001)
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: PNS
Alamat
Masuk RS
: 05 Agustus 2014
No. RM
: 218485
: Sdr. HBH
KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan bawah.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSU Haji Medan dengan keluhan nyeri perut di daerah kanan
bawah disertai demam (+), mual-mual(+), muntah(+) dan merasa lemas. Nyeri
dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit bersifat terus-menerus dan
menetap. Nyeri mulanya dirasakan di daerah sekitar pusar, kemudian berpindah ke
perut kanan bawah. Pasien juga meneluh nafsu makan berkurang dan badan terasa
lemas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan BAB. BAK pasien juga lancar, tidak ada
rasa nyeri saat BAK, warna kuning normal dan tidak disertai darah.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Compos Mentis
Kesadaran
Vital Sign
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 37,80C
HR: 88x/mnt
RR 22x/mnt
STATUS GENERALIS
Kepala
: Simetris, mesochepal
Mata
Hidung
: Discharge (-/-)
Mulut
Telinga
Leher
Thorax
-
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
-
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
: Status lokalis
Ekstremitas
: Superior
: Edema (-/-)
Inferior
: Edema (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap:
WBC
: 10,0
RBC
: 4,57
Hb
: 14,9
MCV
: 99
MCH
: 32,6
MCHC
: 32,9
Kimia Darah:
- GDA
: 102
FOTO RONTGEN
Pemeriksaan dengan barium sulfat di dapati gambaran contrast tidak merata
dan appendix tampak segmented
Score
1
1
1
2
1
1
2
1
10
In case
1
1
1
2
1
1
2
1
10
DIAGNOSIS KLINIS
Appendisitis Akut
DD:
-Gastroenteritis
-Kolik ureter
TERAPI
Pro. Appendiktomi
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
Inj. Keterolac 1gr/ 8 jam
Inj. Ranitidin 1gr/12 jam
PROGNOSIS
Dubia at bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai
penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah
mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian
besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih
banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1.2
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.1 Sebagai faktor pencetus berupa
penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.3
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan
periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang
selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.3
Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani
pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam. Bila
pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi, perjalanan
pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan dari rumah sakit
dalam beberapa hari.11
B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara
berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi, yaitu
sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara internasional insiden
apendisitis
jarang
ditemukan
pada
mereka
yang
mempunyai
kebiasaan
mengkonsumsi serat.4
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu
6
sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus menyerang perempuan. 2.5
Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai dengan 30 tahun,
dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan
usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun. 5.7 Meskipun jarang, pernah dilaporkan
kasus apendisitis neonatal dan prenatal.1 Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun
dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.7
Penelitian menunjukkan bahwa apendisitis supurative akut sebenarnya
berbeda dengan apendisitis akut, dimana insiden apendisitis supuratif akut dapat
mengenai semua umur, sedangkan pada apendisitis akut sebagian besar mengenai
usia puberitas.14
C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI
1. Anatomi
Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin worm = cacing)
merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)
yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm di bawah ileocecal
junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di sekum (menonjol dari dinding
posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2)
Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.5.8.9 Sekum merupakan bagian pertama usus besar.
Proksimal dimana apendiks melekat pada terminal ileum pada usus halus
berhubungan dengan sekum. Pada hubungan ini valvula ileocecal mengatur
masuknya chyme ke dalam kolon. Apendiks mempunyai mesenterium sendiri yang
disebut sebagai meso-apendiks, yang gambarannya dapat membantu membedakannya
dengan sekum yang tidak mempunyai mesenterium.5
Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu.1
Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi retrosekal
(65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lain-lain.1 Pada posisinya
yang normal, Appendix vermiformis terletak pada dinding abdomen di bawah titik Mc
Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan
ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan pangkal apendiks.Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak
dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. 1 Pada
kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.1
10
11
sebagian kecil orang. Genetik mungkin sebagai faktor lainnya, dimana sebagai
contohnya apendisitis dapat ditemukan pada keluarga dengan varian genetik dimana
seseorang cenderung untuk mengalami obstruksi pada lumen apendiks. 2 Obstruksi ini
berakibat buruk pada apendiks karena fisiologi normal sekresi musinous oleh mukosa
ke dalam lumen dapat menyebabkan edema.5
Obstruksi lumen apendiks tersebut oleh apendikolith menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.3 Peningkatan tekanan intraluminal
selanjutnya akan menyebabkan penekanan pada pengaliran vena apendiks. Dimana
vena apendiks menjadi kolaps sehingga tekanannya menjadi berkurang untuk
pengaliran vena, di samping itu juga menyebabkan tidak efektifnya pengaliran
limfatik. Perubahan siklus dinamik ini menyebabkan iskemia pada apendiks.
Beberapa kondisi tersebut mempermudah invasi bakteri (diapedesis bakteri) pada
dinding lumen yang selanjutnya berkembang proses inflamasi. Inflamasi ini
merupakan promotor terhadap terjadinya edema dan eksudasi yang menyebabkan
pembengkakan hebat dan ulserasi mukosa. 3.5 Pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.3
Yang selanjutnya seperti lingkaran setan, dimana apabila tidak diobati maka
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan invasi bakteri yang lebih hebat dan menembus dinding, iskemia dan
inflamasi hebat, serta pembengkakan yang lebih hebat.3.5 Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut.3 Apendisitis
supuratif akut sebagian besar berhubungan dengan obstruksi lumen apendiks oleh
fekalith atau hiperplasia.14
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan terbentuknya gangren.3.5 Stadium ini disebut dengan apendisitis
ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tersebut pecah, akan terjadi apendisitis
12
13
dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual (61-92% kasus), dan
muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak. Ketika muntah berlangsung,
beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit perut yang hebat. Pada saat muntah
mendahului terjadinya nyeri ini menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.2.4
Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut
kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk.1.12 Tidak semua orang yang menderita apendisitis mengalami
semua gejala tersebut.2
Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi
membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten.4 Bila letak apendiks retrosekal
retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih
ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas
mayor yang menegang dari dorsal.1
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.1.4 Disamping itu peradangan apendiks dekat dengan vesika
urinaria maupun ureter dapat menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria.
Cystitis pada pasien laki-laki jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki
dipertimbangkan jika terjadi inflamasi apendiks dekat dengan pelvis.4
Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang
kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri
tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.
Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang kesakitan. Tetapi
pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih jelas nyeri tekan dan
nyeri lepas di perut kanan bawah.15
14
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam
beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.1
1. Tanda Awal :
Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan
anoreksia
2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc.Burney :
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
F. DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dalam kasus
apendisitis, seorang dokter akan mengajukan banyak pertanyaan antara lain: Keluhan
utama ? Dialami sejak kapan ? Lokasinya ? Pola nyeri ? Berat ringannya gejala ?
15
16
b. Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa
disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak spesifik. 1.4 Nyeri tekan
perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien dengan situs inversus atau anatomi
apendiks yang panjang sampai pada kuadran perut kiri bawah, hal ini jarang. 4 Defans
muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut
kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.2.4.12 Pada
apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya nyeri.1 Dapat pula ditemukan nyeri perut kanan bawah apabila tekanan di
perut kiri bawah dilepaskan yang disebut sebagai tanda Blumberg.1
c. Perkusi
Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini menandakan terjadi
proses inflamasi pada apendiks.2
d. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.1
Pemeriksaan fisis lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan uji psoas,
maupun pemeriksaan uji obturator.1.2..4.12
a. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis
pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
pada saat dilakukan colok dubur.1
b. Pemeriksaan uji psoas
Uji psoas merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, tindakan
17
tersebut akan menimbulkan nyeri.1.2.4 Uji psoas ini ditemukan pada sebagian kecil
pasien dengan apendisitis akut.4 Uji psoas dilakukan pada apendiks yang letaknya
retrosekal.12
c. Pemeriksaan uji obturator
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.2 Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri
pada apendiks pelvis.1.4
3. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. 1
Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan
labolatorium (pemeriksaan darah rutin, kimia darah, urinalisis, C-Reactive Protein),
pemeriksaan radiologi, dan tes lainnya (Clinical Score).4
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya
infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit.1 Akan terjadi leukositosis ringan
(10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan
peningkatan jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih
pada kasus dengan komplikasi.1.3.4 Demam ditemukan pada 4% pasien dengan
apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil
kurang dari 75%.4
Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik.
Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya dehidrasi, atau
kelainan elektrolit maupun cairan.2
18
Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi traktus urinarius. 2.3 Satu
studi pada 500 pasien dengan apendisitis akut menampakkan adanya gejala traktus
urinarius seperti disuria dan nyeri panggul kanan. Satu dari tujuh pasien mengalami
puyria dengan 10 Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan lebih dari 3
eritrosit/LPB. Seorang dokter mungkin melakukan pemeriksaan urinalisis untuk
melihat kehamilan pada seorang wanita dalam usia subur (mereka yang mempunyai
periode menstruasi yang teratur).2
Pemeriksaan C-Reactive Protein
C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh hati yang
merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum meningkat setelah 6-12 jam pada
inflamasi akut jaringan. Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada orang dewasa dengan
kombinasi leukosit <10.500/ml, neutrofil <75%, dan CRP normal (99-100%),
memberikan hasil negative terhadap apendisitis akut.4
b. Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen
USG
abdomen
merupakan
metode
lainnya
yang
digunakan
untuk
19
Tidak invasif
20
CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang
penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan
abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak mengingat
efek radiasi yang ditimbulkan).4.12
Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi yang
tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya (sensitifitas dan
spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%,
spesifitas: 95%)4.12, dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat dibandingkan
dengan USG abdomen untuk mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak
remaja.4 Keuntungan lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk
mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya. 4.5 Kerugiannya antara lain pasien akan
terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada
pemakaian kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui
mulut, dan pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum. 4
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk
membedakan periappendiks flegmon dengan abses.6
menunjukkan adanya obstruksi usus atau perforasi, benda asing dan pada kasus yang
jarang dapat memperlihatkan adanya apendikolith pada apendiks. 1.6 Adanya
apendikolith pada pasien dengan gejala apendisitis yang jelas adalah besar
kemungkinan merupakan apendisitis, tetapi ini hanya berlangsung pada beberapa
kasus (10% kasus).4
21
Gambar 8. Menunjukkan foto polos abdomen posisi supine yang diambil pada
pasien dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang hebat. Adanya lesi pada
tulang panggul kanan yang mungkin menyebabkan nyeri. Foto polos abdomen dapat
digunakan untuk mengevaluasi kasus lain yang yang menyebabkan nyeri akut
maupun kronik abdomen.
c. Clinical Diagnostic Score
Pemeriksaan lainnya yaitu melalui sistem skoring. Yang terkenal adalah yang
dikenal dengan istilah MANTRELS Score (Skor Alvarado).
22
Characteristic
Score
A = Anorexia
N = Nausea and vomiting
T = Tenderness in RLQ
R = Rebound pain
E = Elevated temperature
L = Leukocytosis
S = Shift of WBC to the left
Total
Nilai :
1
1
2
1
1
2
1
10
<4
: bukan
4-7
: ragu-ragu (observasi)
>7
G. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.1 Gastroenteritis adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan
apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit
akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri
tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas.
Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat
menegakkan diagnosis.3
Adenitis mesenterikum, divertikulitis Meckeli, enteritis regional, amubiasis,
ileitis akut, perforasi ulkus duodenik, kolik ureter, salfingitis akut, kehamilan ektopic
terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis.
Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri perut
di kuadran kanan bawah. Berikut ini memperlihatkan beberapa diagnosa banding
apendisitis.3
Tabel . Diagnosa Banding Apendisitis
23
H. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu
dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi apendektomi,
3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi.3
1. Penatalaksanaan Sebelum Operasi
Penatalaksanaan pada pasien apendisitis dimulai dengan memelihara pasien
dari makanan maupun minuman apapun sebagai persiapan operasi. Drips intravena
untuk hidrasi pasien. Antibiotik diberikan secara intravena seperti cefuoxamine dan
metronidazole untuk membunuh bakteri dan mengurangi infeksi perut maupun
komplikasi postoperative pada luka di perut. 12 Antibiotik yang digunakan merupakan
antibiotik gram negative spektrum luas dan anaerobik.4 Bagaimanapun secara umum,
apendisitis tidak dapat diobati hanya dengan pemberian antibiotik saja, tetapi
memerlukan operasi.2
24
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik. Foto abdomen dan torak tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
gejala.3
2. Operasi Apendiks
Pembedahan pada kasus apendisitis akut dilakukan oleh ahli bedah dengan
mengangkat apendiks. Pada operasi ini diperlukan kerja sama dengan ahli anestesi,
dan biasanya anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi umum jika lambung
kosong (tidak terisi makanan sejak 6 jam yang lalu), dapat pula dengan menggunakan
anestesi spinal.12 Operasi dapat saja dengan membuat insisi kecil pada perut bagian
bawah (apendektomi) atau dengan menggunakan laparoskop yaitu membuat insisi
kecil sebanyak tiga atau empat buah. Pada kasus lain yang dicurigai apendisitis dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan laparoskopi. Laparoskopi lebih disukai pada
operasi terbuka karena insisi lebih kecil sehingga luka yang dihasilkan sedikit, waktu
perawatan di rumah sakit lebih cepat, dan nyeri lebih sedikit.2.4 Kerugiannya yaitu
membutuhkan biaya yang lebih mahal, dan waktu operasi kira-kira 20 menit lebih
lama dibandingkan dengan open apendektomi.4 Pembedahan laparoskopi dikenal juga
sebagai minimally invasive surgery (MIS), bandaid surgery, atau keyhole surgery,
atau pinhole surgery yang merupakan tehnik operasi modern pada abdomen dengan
membuat insisi kecil (biasanya 0.5-1.5cm).17
Operasi laparoskopi apendektomi ini berhasil kira-kira 90% pada apendisitis
perforasi. Kontraindikasinya pada pasien dengan intra-abdominal adhesi yang
signifikan.4
25
Appendix terinfeksi
26
Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS
(Spina Iliaka Anterior Superior) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral
(titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, setelah itu akan
tampak peritoneum parietal (mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang
disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang
27
lebih besar, mengkilat, lebih kelabu/putih, dan tidak mempunyai haustrae dan
taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli.3
Tehnik inilah yang paling sering digunakan karena keuntungannya tidak mungkin
terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada
alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena
penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit
diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan
memotong otot secara tajam.3
Insisi menurut Roux (Muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama
dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus dinding otot perut
tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya
adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.
Kerugiannya bahwa diagnosis harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih
banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak,
masa istirahat pasca operasi lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu
pasien, nyeri pasca operasi lebih sering, kadang-kadang ada hematoma yang
terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.3
Insisi Pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rectus abdominis
dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya,
tehnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendisitis yang belum pasti dan kalau
perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan
ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan
memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi
diperlukan jahitan penunjang.3
3. Penatalaksanaan Pascaoperasi
Pascaoperasi apendektomi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
28
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, maka
pasien dipuasakan terus sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai dari 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk ditempat tidur selama
2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat duduk dan berdiri di luar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan diperbolehkan pulang.3
4. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.3
I. KOMPLIKASI
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi
progresif dan perforasi.3 Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur.
Ruptur terjadi apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan
tepat. Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anakanak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan
peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi
perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada
beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi kematian.2
J. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya
tidak ada.3.12 Waktu penyembuhan bergantung pada usia, kondisi pasien, keadaan gizi,
komplikasi dan berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya
29
penyembuhannya berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih
muda (sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Seorang
dokter menganjurkan agar pasien tidak mengkonsumsi alkohol setelahnya.12
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.
Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2th ed. Jakarta.
Buku Kedokteran EGC; 2002. 639-46
2. Anonyma.
Appendicitis.
Available
from
URL;
30
James
Garrett,
editors.
Available
from
URL;
Appendectomy
Series.
Available
from
URL;
http://health.allrefer.com/health/appendectomy-appendectomy-series-2.html. Last
up date July 22, 2007.
10. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Lambung dan Duodenum. In; Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCaerty Wilson, editors. Patofisiologi. 4 th ed. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. 401-2.
11. Hobler.
Appendicitis.
Available
from
URL;
Human
Anatomy.
Available
from
URL;
31
14. Hadi Sujono. Nyeri Epigastrik; Penyebab dan Pengelolaannya. Available from
URL;
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik
.html. Last up date July 22, 2007.
15. Forbes Alastair. Colon II. In Alastair Forbes, JJ. Misiewicz, Carolyn C Compton,
Marc S Levine, M Shafi Quraishy, Stephen E Rubesin, Paul J Thuluvath. Atlas of
Clinical Gastroenterology. 4th ed. USA. Elsevier Mosby; 2005. 188-9.
16. Anonyma.
Laparoscopic
Surgery.
Available
from
URL;
32