PENDAHULUAN
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan
Orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah
undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik , atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus
murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis
tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat
sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal
disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak di dalam
skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan
disebut pseudokriptorkismus atau testis retraktil. Keadaan ini terjadi karena reflek
otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan
aktifitas
fisik.
Kelainan
ini
tidak
perlu
diobati.
spontan, sehingga pada usia 1 tahun angka kejadian menurun hingga 0,7-0,9%.
Setelah 1 tahun, sudah jarang mengalami desensus spontan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Etiologi
Testis maldesensus dapat terjadi karena :
- Gubernakulum testis
- Kelainan intrinsik testis
- Defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis.
dengan
hanya
menggunakan
pemeriksaan
fisik
testis.
ini
juga
memerlukan
biaya
yang
mahal.
digunakan dalam pembedahan saat ini, dalam survey oleh The American
Academy of Pediatrics, Urology Section, terdapat 5,428 kasus, dimana 75%
menggunakan teknik laparoskopi untuk mengevaluasi testes yang tidak teraba.
Komplikasi yang ditimbulkannya hanya 4%. Melalui laparoskopi dicari
keberadaan testis mulai dari dari fossa renalis hingga anulus inguinalis internus,
dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan daripada melakukan eksplorasi
melalui pembedahan terbuka.
Penanganan retraktil testes ini dapat dilakukan tanpa tindakan pembedahan
keluhan akan hilang dengan sendirinya pada saat pasien menginjak masa
pubertas.Pasien dengan retraktil testes ini harus dimonitor selama 6 12 bulan
karena jika tidak dimonitor maka akan dapat menyebabkan undesensus testis
bawaan, selain itu juga anak laki laki dengan retraktil testis tidak mempunyai
resiko tinggi untuk timbulnya keganasan atau infertilitas.
Maldesensus testis didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan sonografi.
Pada pemeriksaan fisik, testis lebih mudah diraba bila penderita pada posisi
skrotum dan hipertrofi testis kontralateral. Sonografi dan magnetic resonance
imaging (MRI) dapat membantu untuk menemukan lokasi testis yang tidak
teraba; akurasi MRI adalah 90% untuk testis intraabdomen. Laparoskopi sudah
ditetapkan sebagai prosedur diagnostik dan terapeutik jika diduga terdapat retensi
abdomen. Pada prosedur ini, posisi testis di abdomen dapat ditemukan dan
diletakkan ke skrotum dengan menggunakan teknik sesuai dengan kondisi
anatomis. Tes stimulasi human chorionic gonadotrophin (HCG), sebagai bukti
adanya jaringan testis yang menghasilkan testosteron, sebaiknya dilakukan
sebelum operasi eksplorasi pada testis yang tidak teraba bilateral.
5. Diagnosis Banding
Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba
berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula.
Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca
dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil
atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati.
Selain itu maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis
memang tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak terbentuk
testis atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat
neonatus.
6. Terapi
Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke
tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan
asumsi bahwa jika dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun
sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna,
maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun.
a. Medikamentosa
Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama
pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih
belum memuaskan. Hanya diberikan untuk testis yang retensi karena terapi ini
tidak efektif untuk testis ektopik. Obat yang diberikan adalah suntikan HCG
intramuskular (1500 IU/m2 dua kali seminggu selama 4 minggu) atau
luteinizing hormone releasing hormone (LHRH) berupa semprotan nasal (400
g, tiga kali sehari). Kedua metode terbukti efektif pada 20-30% kasus. Penting
untuk melakukan follow-up karena dapat terjadi kegagalan setelah beberapa
waktu {reascend 10 - 25%).
b. Operasi
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2)
mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan
terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis
mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis.
peritoneum
dibuka
dan
dilakukan
orkhido-funikulolisis
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Adult and Pediatric Urology 4th edition (January 15, 2002): by Jay Y.,
Md. Gillenwater (Editor), Stuart S., Md. Howards (Editor), John T., Md.
Grayhack (Editor), Michael, Md. Mitchell (Editor), Bauer By Lippincott
Williams & Wilkins Publishers.
2. Nelson text book Pediatric, 16th edition (2002): by behrman.
3. IDAI, 2005, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak,
Badan Pnerbit IDAI, Jakarta.
4. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2005. Panduan
Penatalaksanaan (Guidelines) Pediatric Urology (Urologi Anak)
di Indonesia.
5. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6. EGC: Jakarta.
6. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi, ed. 2. 2009.
Sagung Seto : Jakarta.
7. Sjamsuhidajat, R & Jong Wim De. Buku-Ajar Ilmu Bedah.
Ed.2. EGC: Jakarta.