Anda di halaman 1dari 2

Penyakit Lupus merupakan penyakit sistem imun,

sistem imun yang seharusnya

melindungi tubuh malah berbalik menyerang sel, jaringan dan organ tubuh diri sendiri. Ibarat
pagar makan tanaman, atau jeruk makan jeruk. Secara sederhana digambarkan sebagai prajurit
yang seharusnya berperang melawan musuh-musuhnya, pada Lupus malah menyerang
masyarakat yang seharusnya ia lindungi.Penyakit Lupus sendiri tidak mematikan, namun
kerusakan yang ditimbulkan olehnya sangat

mematikan. Pada Systemic Lupus

dapat

menyebabkan peradangan dan kerusakan sel, jaringan dan organ tubuh secara menyeluruh dan
acak, jika tidak ditangani dengan baik atau jika diketahui pada fase yang terlambat maka
kerusakan organ inilah yang menyebabkan pasien Lupus sulit diselamatkan.

Begitu pula

dengan pengobatannya, meskipun sampai saat ini belum ditemukan obat pastinya, bahkan
dikatakan masih meminjam obat-obatan penyakit lain, pengobatan yang diberikan tergantung
pada berat ringannya Lupus dan kerusakan yang ditimbulkan pada organ tubuh.
Di dunia, prevalensi LES berkisar dari 17-48 kasus per 100.000. prevalensi tertinggi
terjadi pada orang dengan usia 40-60 tahun. Biasanya menyerang wanita 2-3 kali lebih banyak
daripada pria. LED berkisar 50-85% dari kasus lupus eritematosus kuntaneus. Pasien dengan
LED jarang mengalami penyakit sistemik yang kalihatan secara klinis. Lesi dapat timbul sebagai
jaringan parut atau atropi. Lesi yang alopesia sanga mengganggu. LED biasanya menyerang pada
ras arfika amerika dan jarang pada kaukasia dan asia. LED dapat timbul di berbagai umur tapi
terutama pada umur 20-40 tahun, dengan rata rata umur 38 tahun. LED juga berkisar antara 1530% dari populasi kasus LES. 5 % kasus LED dapat mengarah ke LES.Data YLI menunjukkan
bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012
menjadi 13.300 jiwa per April 2013.Disamping itu, paling tidak lebih dari lima juta orang di
seluruh dunia terkena penyakit Lupus, dimana penyakit itu menyerang sebagian besar wanita
pada usia produktif.
Pada tahun 1982, American Rheumatism Association (ARA) menetapkan kriteria baru
untuk klasifikasi SLE yang diperbarui pada tahun 1997. Kriteria SLE ini mempunyai selektivitas
96%. Diagnosa SLE dapat ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan ditemukan 4 atau
lebih kriteria dari 11 kriteria yaitu :

1. Ruam malar : eritema persisten, datar atau meninggi, pada daerah hidung dan pipi.
2. Ruam diskoid : bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat dan
sumbatan folikel, dapat terjadi jaringan parut.
3. Fotosensitivitas : terjadi lesi kulit akibat abnormalitas terhadap cahaya matahari.
4. Ulserasi mulut : ulserasi di mulut atau nasofaring, umumnya tidak nyeri.
5. Artritis : artritis nonerosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak,
atau efusi.
6. Serositis meliputi:
a. Pleuritis : adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura atau
adanya efusi pleura.
b. Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau terdengarnya bunyi gesekan perikard
atau efusi perikard.
7. Kelainan ginjal
a. Proteinuria yang lebih besar 0,5 g/dL atau lebih dari 3+
b. Ditemukan eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau campuran.
8. Kelainan neurologis : kejang tanpa sebab atau psikosis tanpa sebab.
9. Kelainan hematologik : anemia hemolitik atau leukopenia (kurang dari 400/mm3) atau
limfopenia (kurang dari 1500/mm3), atau trombositopenia (kurang dari 100.000/mm3)
tanpa ada obat penginduksi gejala tersebut.
10. Kelainan imunologik : anti ds-DNA atau anti-Sm positif atau adanya antibodi
antifosfolipid
11. Antibodi antinukleus : jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi
atau pemeriksaan yang ekuivalen pada setiap saat dan tidak ada obat yang menginduksi
sindroma lupus (Delafuente, 2002).

Anda mungkin juga menyukai