BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman
multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah,
dll.). Keanekaragaman tersebut harus dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan. Keaneka
ragaman tersebut tersebar di seluruh daerah. Untuk menggali potensi daerah yang saat ini
hampir dilupakan karena terlalu banyaknya infomasi dan budaya dari luar yang masuk
tanpa adanya filter atau saringan, budaya kita menganggap bahwa sesuatu yang berasal
dari luar selalu dinilai lebih hebat tanpa memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah.
Untuk menyaring budaya luar yang masuk begitu deras ke dalam kehidupan masyarakat
maka dibutuhkan suatu lembaga atau tempat yang dianggap mampu menjadi pusat untuk
menanamkan nilai-nilai cinta tanah air dimulai dari daerah sendiri dengan mengembangkan
potensi daerah (sda, sdm, geografis, budaya, historis) yang memiliki nilai ekonomi yang
kompetitif, salah satunya adalah satuan pendidikan.
Satuan Pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program
pendidikan di setiap satuan pendidikan perlu memberikan wawasan yang luas kepada
peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya melalui pembelajaran muatan
lokal dan diyakini dapat menjadi tempat untuk mengembangkan kompetensi dan
keterampilan peserta didik dengan memanfaatkan potensi keunggulan lokal melalui
program pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Keunggulan lokal suatu daerah dapat dikembangkan secara efektif melalui proses
pendidikan atau pembelajaran pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Secara khusus
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di SMA merupakan proses pendidikan yang
terlaksana dalam program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMA sesuai dengan
kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya
manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam
proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.
Implementasi pelaksanaan Program Pendidikan Berbasis Keunggulan lokal (PBKL) di sekolah
dapat dimasukan ke dalam struktur kurikulum muatan lokal.
Muatan lokal diartikan sebagai program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya
dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta
kebutuhan pembangunan daerah yang perlu diajarkan kepada peserta didik.
Dapat dikemukakan bahwa keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri
khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan
komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah
hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya
manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007).
Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis keunggulan Lokal (PBKL) yang salah satunya dapat
dilakukan melalui Muatan Lokal di SMA merupakan upaya positif untuk membekali peserta
didik dengan pengetahuan,keterampilan dan sikap sesuai dengan potensi daerah dengan
memanfaatkannya sebagai bekal hidup bermasyarakat pada masa yang akan datang.
Direktorat Pembinaan SMA sejak tahun 2007 menyelenggarakan Rintisan Pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) pada 100 SMA yang tersebar di 33 Provinsi yang
pengembangannya dilaksanakan tahun 2010 pada 132 SMA Model. Namun demikian hasil
supervisi dan evaluasi pelaksanaan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) baik pada
SMA Rintisan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) maupun pada SMA Model
menunjukkan bahwa proses pelaksanaan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)
melalui mata pelajaran keterampilan, Muatan Lokal dan terintegrasi pada mata pelajaran
1 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
yang relevan belum dapat terlaksana dengan baik. Hal ini terjadi disebabkan oleh berbagai
hal, antara lain pemahaman konsep Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)
bervariasi, penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) tidak melalui
analisis potensi keunggulan lokal,keungulan lokal lebih dipahami sebagai keterampilan
lokal yang harus dikuasai siswa, serta keunggulan lokal dipisahkan substani pembahasan
dengan Muatan Lokal.
Atas kondisi tersebut, maka sekolah yang melaksanakan PBKL dengan baik, dapat didorong
untuk melaksanakan KTSP dan PSB, serta memiliki karakteristik keunggulan, namun masih
diperlukan berbagai upaya agar PBKL dapat dilaksanakan secara baik dan benar, sehingga
diperlukan model penyelenggaraan PBKL.
Penyelenggaraan sekolah rintisan SKM, PBKL, dan PSB perlu ditindaklanjuti dengan
pengembangan SMA yang memadukan karakteristik ketiga program rintisan tersebut, dan
untuk itu diperlukan model penyelenggaraan PBKL khususnya melalui Muatan Lokal.
Dengan kata lain, diperlukan adanya model penyelenggaraan Pendidikan Berbasis
Keunggulan Lokal (PBKL) melalui Muatan Lokal khususnya di SMA.
B. LANDASAN HUKUM
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pembiayaan Pendidikan
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan.
7.
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
8.
Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
9.
Permendiknas Nomor 6 tahun 2007, sebagai Penyempurnaan Permendiknas
Nomor. 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 tahun 2006.
10.
Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan.
11.
Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
12.
Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana
Pendidikan.
13.
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
14.
Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.
C. LANDASAN OPERASIONAL
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada BAB III pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai agama, nilai kultural dan kemajemukan bangsa
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 BAB X pasal 36 ayat 2
dinyatakan bahwa Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik, dan pada pasal yang sama ayat 3 butir c menyatakan bahwa Kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan. Serta
pasal 37 ayat 1 menyatakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat Keterampilan/Kejuruan (butir i) dan Muatan Lokal (butir j).
2 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
3. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain Muatan Lokal
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 37 ayat (1).
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 BAB XIV pasal 50 ayat 5 yang
menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan
menengah, serta Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 BAB III pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa
untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan
berbasis keunggulan lokal.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pada penjelasan pasal 91 ayat 1
menyatakan bahwa dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah
pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah
daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan
tertentu yang berbasis keunggulan lokal.Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler
untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke
dalam mata pelajaran yang ada. Substansi Muatan Lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Standar Isi,
Lampiran Bab II Bagian B 3 butir a 1).
7. Muatan Lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur
kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Standar Isi, Lampiran Bab II Bagian B).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal 34 Pendidikan berbasis keunggulan
lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal 35 ayat 2 menyatakan Pemerintah
Kabupaten/Kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau
satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010, pasal 45 ayat 2 menyatakan bahwa
penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melaksanakan dan/ atau
memfasilitasi perintisan satuan atau program pendidikan yang sudah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan atau
program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
D. LANDASAN EMPIRIS
1. Hasil implementasi program BBE life skill SMA tahun 2002-204 yang dikembangkan
menjadi SMA Berbasis Keunggulan Lokal Kelautan (BKLK) tahun 2006, hampir seluruh
kegiatan bersifat vokasional, sehingga belum diperoleh hasil optimal yang
berkesinambungan. Hal ini disebabkan unsur pendidik dan tenaga kependidikan belum
sepenuhnya memahami program tersebut, disamping itu program pembelajarannya
tidak menjadi bagian struktur kurikulum.
2. Hasil supervisi terhadap 170 sekolah RSKM menunjukkan bahwa, 32.96% sekolah yang
telah melaksanakan PBKL, 4.71% berhasil Amat Baik, 8.82 % baik, dan 19,41% cukup.
Sedangkan sisanya 67 % masih kurang, dan ini berarti masih diperlukan upaya untuk
mendorong sekolah rintisan tersebut agar dapat melaksanakan PBKL secara lebih baik.
3. Hasil supervisi pada 93 sekolah Rintisan PBKL menunjukkan bahwa, 2.15% sekolah
berkategori Kurang dan 5.38% berkategori Cukup, berarti masih ada sekolah RPBKL yang
belum dapat melaksanakan indikator PBKL seperti yang diharapkan. Pelaksana rintisan
PBKL juga dapat didorong untuk mencapai profil RSKM (86.02% kategori Standar III,
6.45% kategori Siap SKM). Semua sekolah rintisan PBKL telah dapat melaksanakan KTSP
(83.87% kategori Baik, 7.53% Siap SKM dan 8.60% Cukup).65.69% sudah melaksanakan
PSB secara mandiri meskipun baru 2 SMA yang berkategori Baik dan belum ada yang
berkategori Sangat Baik.
3 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
E. TUJUAN
Tujuan penyusunan Panduan Model penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal adalah :
1. Memberikan pemahaman atas penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendidikan Berbasis
Keunggulan Lokal dalam Muatan Lokal di sekolah.
2. Memberikan referensi bagi sekolah untuk menyelenggarakan dan melaksanakan PBKL
dalam Muatan Lokal.
3. Memberikan referensi bagi para pembina serta pemangku kepentingan sekolah lainnya
dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dan dukungan untuk keberhasilan dalam
pelaksanaan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) dalam Muatan Lokal di SMA.
F. HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari Panduan Model penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal
adalah :
1. Diperoleh pemahaman yang sama atas penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal dalam Muatan Lokal di sekolah.
2. Sekolah memiliki referensi untuk menyelenggarakan dan melaksanakan PBKL dalam
Muatan Lokal.
3. Para Pembina dan pemangku kepentingan memiliki referensi dalam melakukan
pembinaan, pengawasan dan dukungan untuk keberhasilan dalam pelaksanaan
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) dalam Muatan Lokal di SMA.
G. SASARAN
Sasaran penggunaan Panduan Model penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal adalah:
1. Seluruh SMA dalam kategori standar maupun kategori mandiri yang berkepentingan
melaksanakan program PBKL, dan semua sekolah rintisan dengan fokus Sekolah Model
SKMPBKL-PSB.
2. Seluruh pelaksana program PBKL di sekolah yang meliputi :
a. Kepala Sekolah
b. Tim Pengembang Kurikulum Sekolah
c. Tim PBKL
d. Dewan Pendidik (Dewan Guru)
e. Tata Usaha
f. Pengawas Sekolah
g. Komite Sekolah
h. Narasumber
3. Penyelenggara PBKL di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
4 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
BAB II
MODEL PENYELENGGARAAN PBKL MELALUI MUATAN LOKAL
A. PENYUSUNAN SK-KD DAN INDIKATOR MUATAN LOKAL BERDASARKAN KOMPETENSI PBKL
YANG DIKEMBANGKAN
1. Penyusunan Kompetensi (SK dan KD)
Penyusunan Kompetensi dalam bentuk Standar Komptensi dan Kompetensi Dasar
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) didasarkan pada hasil analisis potensi
keunggulan lokal yang akan dikembangkan, kemudian menetapkan tema atau jenis
serta ranah kompetensi Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL).
Jenis dan tema keunggulan lokal dimaksud dalam panduan ini dapat berupa
keunggulan lokal pada aspek sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis,
budaya, historis, dsb. Sedang ranah kompetensi keunggulan lokal berupa ranah
kognitif, psikomotor dan apektif. Ranah kognitif mencakup pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah psikomotor meliputi peniruan,
manipulasi, pengalamiahan dan artikulasi. Sedangkan ranah apektif mencakup
peniruan, menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati.
Selanjutnya rumusan kompetensi PBKL yang dilaksanakan dalam Muatan Lokal
memperhatikan ranah taxonomy untuk domain kognitif, apektif dan psikomotorik
dengan sistematika dari kompetensi yang paling rendah ke kompetensi lebih tinggi. Hal
lain yang diperhatikan dalam menyusun substansi materi yang mendukung pencapaian
kompetensi adalah kategori materi baik yang berupa materi fakta, konsep, prinsip,
prosedur, perilaku dan unjuk kerja motorik.
Langkah penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagaimana diuraikan
di atas dapat diilustrasikan dalam gambar berikut :
HASIL
ANALISIS
POTENSI
PBKL
KOMPETENSI
TEMA/
JENIS
PBKL
RANAH
KOMPETENSI
SDA
SDM
Geografis
Budaya
Historis
STANDAR
KOMPETENSI
Kognitif
Apektif
Psikomotor
Kognitif
Apektif
Psikomotor
KOMPETENSI
DASAR
Kognitif
Apektif
Psikomotor
INDIKATOR
Kognitif
Apektif
Psikomotor
5 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
Penjelasan gambar 1 :
1. Penyusunan kompetensi dalam bentuk SK dan KD PBKL dilakukan dengan terlebih
dahulu mempertimbangkan hasil analisis potensi keunggulan lokal, kemudian
memperhatikan tema/jenis keunggulan lokal, yang bersumber dari aspek SDM, SDA,
Geografis, Budaya, Historis.
2. Tema/jenis PBKL dianalisis sesuai ranah kompetensi yang akan dicapai dengan
mengacu pada ranah pembelajaran meliputi kognitif, apektif dan psikomotor. Setiap
ranah pembelajaran memperhatikan tingkatan pemenuhan kompetensi dari paling
rendah ke paling tinggi.
3. Kompetensi baik SK maupun KD dirumuskan sesuai hasil analisis ranah kompetensi,
mulai dari kompetensi rendah ke tinggi.
4. Rumusan SK maupun KD meliputi rumusan untuk ranah kognitif, apektif dan
psikomotor.
5. Rumusan indikator merujuk pada rumusan KD untuk untuk ranah kognitif, apektif
dan psikomotor.
2. Rumusan SK, KD dan Indikator.
Rumusan SK, KD dan Indikator hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Rumusan SK
a. Memuat kompetensi yang akan dicapai/diukur
b. Menggunakan kata kerja bersifat umum dan dapat diukur dengan merujuk pada
kata kerja operasional
c. Substansi kompetensi memuat tentang keunggulan lokal
d. Dapat dijabarkan menjadi kompetensi dasar
2. Rumusan KD
a. Memuat kompetensi yang akan dicapai/diukur
b. Rumusan mengacu pada SK
c. Menggunakan kata kerja yang dapat diukur dengan merujuk pada kata kerja
operasional
d. Substansi kompetensi memuat tentang keunggulan lokal
e. Dapat dijabarkan menjadi indikator
3. Rumusan Indikator
a. Memuat kompetensi yang akan dicapai/diukur
b. Rumusan mengacu pada KD
c. Menggunakan kata kerja yang lebih operasional dan dapat diukur dengan
merujuk pada kata kerja operasional
d. Substansi kompetensi memuat tentang keunggulan lokal
e. Dapat dijabarkan menjadi materi pembelajaran yang lebih riil.
Contoh model penyusunan kompetensi berdasarkan tema/jenis keunggulan lokal :
a. Hasil Inventarisasi Keunggulan Lokal
Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Kota
ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Pembentukan wilayah ini sebagai kota otonom berawal dari keinginan warga di kawasan
Tangerang Selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh
dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom.
Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang sehingga banyak
fasilitas terabaikan.
Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang
menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas
6 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong,
Serpong Utara dan Setu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_tangerang_selatan)
Walaupun baru terbentuk beberapa tahun tetapi Kota Tangerang Selatan mempunyai
potensi untuk cepat berkembang, dibuktikan dengan banyaknya pengembangan daerah
industri dan pusat-pusat perdagangan.
Berikut ini diuraikan hasil inventarisasi kota Tangerang Selatan berdasarkan lima potensi
yang dimiliki, antara lain :
1)
2)
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
b) Kualitas :
KetersediaanTenaga ahli untuk mendayagunakan potensi yang ada
Keragaman dalam Keahlian
Mampu menyesuaikan diri dengan tantangan alam dan perubahan IPTEK
Banyak ilmuwan dan cendekiawan karena PUSPIPTEK berada di wilyah Kota
Tangerang Selatan.
3)
4)
Geografis:
Kondisi Geografis Kota Tangerang Selatan
Secara Topografi Wilayah Kota Tangerang Selatan rata-rata berada pada ketinggian
10 - 30 meter di atas permukaan laut berbentuk dataran rendah. Hampir semua
jenis tanaman bisa tumbuh di daerah ini.
Kota Tangerang Selatan, dibagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang,
sebelah Timur berbatasan dengan Kotif Depok, Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Bogor, disebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan kota
Tangerang.
Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah bisnis penyedia dan industri jasa.
Letaknya yang strategis berada di perbatasan tiga provinsi menjadi salah satu
alternatif pilihan bagi industri dan perdagangan serta bisnis Jasa, sehingga
wilayah kota Tangerang Selatan sangat layak untuk dikembangkan.
Historis
Kota ini tidak meninggalkan warisan sejarah seperti daerah-daerah lainnya. Kota
Tangerang Selatan (Tangsel) sekarang ini masih berusia muda sejak memisahkan diri
dari Kabupaten Tangerang berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008. Namun,
dalam kurun waktu dua tahun tersebut, identitas resmi Tangsel sebagai sebuah kota
masih sulit untuk ditentukan. Dari sektor pariwisata, Kota Tangsel memiliki
keterbatasan sumber daya alam. Tidak ada wilayah pegunungan, hutan, air terjun,
seperti Kota dan Kabupaten Bogor yang menjual alamnya sebagai ciri khas pariwisata
mereka. Kota Tangsel juga tidak memiliki pantai maupun lautan seperti DKI Jakarta
dan Tangerang yang menjadikan objek wisata air sebagai andalan pariwisata mereka.
Meskipun kota ini dilintasi oleh aliran Sungai Cisadane, berdasarkan fakta sejarah,
sungai ini tidak dilirik oleh kerajaan purba untuk dijadikan pusat peradaban mereka
layaknya Sungai Ciliwung yang menjadi pusat Kerajaan Pakuan di Bogor dan Sungai
Citarum yang menjadi pusat Kerajaan Tarumanegara di Bekasi. Kota ini juga tidak
punya latar belakang pemerintahan sendiri seperti Kota Depok yang memiliki
pemerintahan otonom terlepas dari pemerintahan kolonial Belanda maupun
Pemerintahan RI hingga 1952. Sehingga, kota ini tidak meninggalkan warisan sejarah
seperti daerah-daerah lainnya.
5)
Budaya
Dari sektor budaya, Pemkot Tangsel juga kesulitan untuk menentukan budaya apa yang
akan dipakai. Pada masa penjajahan Belanda, wilayah yang termasuk dalam
Karesidenan Batavia ini dikenal memiliki tiga etnis besar, yaitu Suku Sunda, Betawi,
dan Tionghoa. Saat ini, secara administrasi kota pemekaran ini masuk dalam wilayah
administrasi Provinsi Banten. Namun, kebanyakan warga mengaku lebih senang
mengadopsi kebudayaan Betawi atau Jakarta. Sebagian lainnya lebih merasa bagian
dari kebudayaan Sunda. Pada saat ini penduduk kota Tangsel sangat heterogen
sehingga mengidentifikasi budaya lokal.
8 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
Dari penjelasan diatas, maka keunggulan lokal kota Tangerang Selatan adalah;
Sumber Daya Alam ; pertanian dan perikanan
Sumber Daya Manusia ; Penduduk urban yang berkualitas
Letak Geografis ; dataran rendah yang merupakan daerah transit dari tiga provinsi
yang salah satunya adalah daerah Ibukota Negara, sehingga bisa dikembangkan
menjadi kota perdagangan dan industri jasa tingkat nasional dan internasional.
Sosial/ Budaya antara lain; Terdapat Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(PUSPIPTEK)
Berdasarkan panduan penyelengaraan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di
SMA dan informasi di atas, selanjutnya dilakukan Analisis Kesiapan Satuan Pendidikan baik
internal maupun eksternal dengan hasil sebagai berikut :
1. Hasil Analisis Internal
a. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan guru minimal S1 dan S2
Beban mengajar rata-rata < 24 jam
Kualifikasi keahlian dan kompetensi guru sesuai PBKL tersedia
Sembilan puluh sembilan prosen sesuai dengan latar belakan pendidikan
1 guru : 15 peserta didik (rasio terpenuhi)
b. Sarana dan Prasarana
Jumlah rombel lebih banyak dibanding ruang kelas
Laboratorium yang belum lengkap
Kondisi lahan memadai
Lapangan Olah raga belum memadai
Buku teks pelajaran, buku panduan, buku pengayaan, buku referensi, dan
bahan ajar yang relevan yang mengintegrasikan keunggulan lokal sebagian
terpenuhi.
c.
Pembiayaan
Mengalokasikan biaya pendidikan untuk biaya investasi
dalam upaya
Implementasi PBKL (penyediaan sarana prasarana, pengembangan SDM, dan
modal kerja tetap),
biaya operasi (gaji pendidik dan tenaga kependidikan),
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai belum seluruhnya dapat terpenuhi
biaya personal (biaya pendidikan 70 % dari peserta didik)
Memliki program dan upaya sekolah menggali dan mengelola serta
memanfaatkan dana dari berbagai sumber dalam Implementasi PBKL (orang tua
peserta didik) melalui laporan pertanggung-jawaban secara akuntabel dan
transparan
Sekolah belum memiliki pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional
yang mengacu pada standar pendidikan dalam upaya Implementasi PBKL
Rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS), dan program serta
rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS) telah tersusun.
d. Program Sekolah
Memiliki Dokumen Program Kerja sekolah yang mencakup program rutin dan
program PBKL.
Memiliki program kerja sekolah dan PBKL secara berkelanjutan
Memiliki panduan penyelenggaraan program rintisan PBKL, yang dilakukan
secara terintegrasi dengan cara : pembelajaran dilaksanakan di sekolah dan
diluar sekolah (outdoor clas)
Memiliki panduan pembelajaran dan penilaian program PBKL yang dilaksanakan
melalui: Mata Pelajaran Muatan Lokal.
9 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
Komponen
/ Potensi
2
Ranah
Kompetensi
3
SK
KD
Indikator
10 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
Tema/jenis
PBKL
Pendidikan
Berbasis
Lingkungan
Hidup dengan
memanfaatkan
TIK sebagai
media
informasi
Komponen
/ Potensi
SDA
Ranah
Kompetensi
Kognitif
SK
KD
Indikator
Memahami
hakekat
lingkungan hidup
1. Menyimpulkan
hakekat
lingkungan
hidup
Menjelaskan hakekat
lingkungan hidup
Menjelaskan
keseimbangan antara
komponen biotik dan
abiotik
Menjelaskan
daya
dukung lingkungan
Menjelaskan
daya
lenting lingkungan
Menjelaskan Ekologi
sebagai
ilmu
lingkungan
Menjelaskan manusia
sebagai titik sentral
dalam perkembangan
lingkungan
Menjelaskan
peran
tumbuhan
dalam
kelestarian
lingkungan hidup.
Psikomotor
Memahami
Pembuatan
Kompos Sebagai
cara Pengelolaan
Limbah
2. Memahami
pembuatan
kompos
Mendefinisikan
kompos
Menjelaskan manfaat
kompos
Menjelaskan
faktor
pendukung
proses
pengomposan
Memahami alat,bahan
dan cara pembuatan
kompos
Membuat kompos
Mempresentasikan
laporan Hasil praktek
Apektif
Memahami Polusi
dan dampaknya
pada manusia dan
lingkungannya
3. Memahami
Menjelaskan
sifat
polutan dan sumber
limbah/sampah
Menjelaskan dampak
polusi
terhadap
kesehatan manusia
Menjelaskan dampak
polusi
terghadap
lingkungan
dampak polusi
terhadap
manusia dan
lingkungannya
Berdasarkan hasil analisis pemetaan kompetensi di atas maka pelaksanaan PBKL di SMA
Negeri 9 Kota Tangerang Selatan dilakukan melalui Muatan Lokal sesuai dengan
karakteristik kompetensi yang diperoleh.
B. PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN PBKL MELALUI MUATAN LOKAL
Penyelenggaraan pembelajaran PBKL melalui Mulok dapat dilaksanakan dalam kurun
waktu minimal satu semester, atau satu tahun dengan tidak harus melaksanakan muatan
lokal yang sama dan kontinu untuk setiap semester. Jika dimungkinkan dapat
11 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
dilaksanakan tiga tahun disesuaikan dengan hasil analisis sekolah, tetapi tidak menutup
kemungkinan setiap jenjang melaksanakan jenis mulok yang berbeda.
Kegiatan pembelajaran mata pelajaran mulok PBKL dilaksanakan sesuai dengan Standar
Proses (2 jam pelajaran).
Pelaksanaan pembelajaran PBKL
mengikuti alur sebagai berikut;
Menetapkan
Menetapkan Strategi
Strategi
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Menyusun
Menyusun Silabus
Silabus
Menyusun
Menyusun RPP
RPP
Melaksanakan
Melaksanakan
Penilaian
Penilaian PBKL
PBKL
Melaksanakan
Melaksanakan
Pembelajaran
Pembelajaran PBKL
PBKL
Mengembangkan
Mengembangkan
Bahan
Bahan Ajar
Ajar
Gambar 4. Alur pelaksanaan PBKL melalui Muatan Lokal pada proses pembelajaran
C. PENETAPAN STRATEGI PELAKSANAAN PBKL
Pelaksanaan pembelajaran PBKL dalam muatan lokal dapat dilakukan dengan menempuh
berbagai strategi antara lain :
1) Dilaksanakan sepenuhnya oleh SDM di sekolah
Kegiatan pembelajaran ini dilakukan sekolah dengan memanfaatkan dan melibatkan
tenaga guru, tata usaha maupun siswa yang ada secara optimal. Penentuan tenaga
yang terlibat hendaknya memperhatikan :
a. Kualifikasi dan kompetensi tenaga yang tersedia, misalnya untuk tenaga guru
dengan memperhatikan disiplin ilmu yang dekat dengan PBKL dalam Muatan Lokal
yang dikembangkan. Misalnya untuk contoh di atas, dapat mengoptimalkan
kompetensi guru IPA dan IPS
b. Kompetensi tenaga tata usaha yang relevan mendukung penyelenggaraan
pembelajaran guna membantu guru yang mengajarkan PBKL dalam Muatan Lokal,
misalnya untuk contoh di atas, diperlukan tenaga tata usaha yang mampu
mengoperasionalkan komputer, mengerti tentang Pendidikan Berbasis Lingkungan
Hidup, dsb
c. Kompetensi siswa sebagai tutorial (tutor sebaya) yang mampu memberikan
pengalaman pembelajaran. Misalnya siswa yang diberdayakan adalah siswa yang
pernah atau langsung mengolah lingkungan hidup didaerahnya.
2)
3)
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
Muatan Lokal di sekolah. Kerjasama dengan instansi lain dapat dilakukan dalam bentuk
dukungan tenaga, fasilitas, materi maupun program-program yang mendukung.
Pelaksanaan pembelajaran PBKL dalam Muatan Lokal dengan strategi ini dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Daya dukung instansi/lembaga terhadap program sekolah tersedia
b. Subtansi kerjasama diarahkan untuk kepentingan pembelajaran atau mendukung
program pembelajaran PBKL dalam Muatan Lokal
c. Strategi pelaksanaan disepakati bersama, baik menyangkut tenaga, jadwal
kerjasama, bentuk kerjasama serta hasil yang diharapkan
Sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran PBKL dalam Muatan Lokal dapat
menempuh ketiga strategi di atas sesuai dengan kondisi dan kepentingan untuk
mencapai kompetensi siswa dalam memahami dan menguasai PBKL dalam Muatan
Lokal.
D. PENYUSUNAN SILABUS PBKL MELALUI MUATAN LOKAL
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 ayat 2 mengamanatkan bahwa
sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan. Dalam mengembangkan silabus, sekolah harus
melakukan analisis atau pemetaan SK-KD. Silabus yang disusun melalui hasil pemetaan
SK-KD menghasilkan silabus yang sesuai tuntutan kompetensi mata pelajaran.
Silabus merupakan tahap perencanaan yang memiliki manfaat sebagai pedoman dalam
pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Oleh karena itu, setiap guru harus mampu mengembangkan silabus secara
mandiri sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan, Lampiran Butir B point 5 bahwa Setiap guru
bertanggung jawab menyusun silabus setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai
dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP.
Hasil bimtek tingkat regional sampai kabupaten/kota dan hasil monitoring, supervisi dan
evaluasi R.SKM/PBKL dan KTSP pada tahun 2009-2010, menunjukkan bahwa guru Muatan
Lokal pada umumnya belum mengembangkan silabus berdasarkan hasil analisis atau
pemetaan SK-KD. Selain itu, guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran melalui penugasan terstruktur (PT) dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
(KMTT) sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi (IPK).
Komponen silabus Muatan Lokal sebagaimana silabus mata pelajaran minimal memuat:
a). identitas sekolah, b). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, c). Materi
Pembelajaran, d). Indikator, e). Kegiatan Pembelajaran, f). Alokasi waktu, g).
Penilaian,dan h). Sumber Belajar .
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran,
dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus
dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil
evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana
pembelajaran.
Penyusunan silabus Muatan Lokal dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
Merumus
kan SK,
KD dan
Indikator
Menganal
isis SK,
KD dan
Indikator
Menyusun
silabus
Silabus
PBKL
dalam
bentuk
Mulok
13 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
mengembangkan silabus
mulok
Merumuskan
komponen
RPP
Menyusun
RPP baru
RPP PBKL
melalui
Mulok
14 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
Penjelasan gambar 3 :
1. Penyusunan RPP PBKL dalam Muatan Lokal dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan silabus yang akan dijadikan referensi dalam mengajar
2. Merumuskan komponen-komponen RPP, yang meliputi : Indikator, tujuan
pembelajaran,materi ajar/Pembelajaran, kegiatan pembelajaran, metode pengajaran,
dan sumber belajar
3. RPP PBKL dalam bentuk mulok dihasilkan melalui proses penyusunan RPP secara
mandiri.
Dalam naskah model ini RPP yang dikembangkan dalam bentuk Muatan Lokal sebagai
penjabaran dari silabus. Contoh RPP PBKL dalam Muatan Lokal sebagaimana tertera pada
lampiran 2 panduan ini.
F. PENYUSUNAN BAHAN AJAR PBKL MELALUI MUATAN LOKAL
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara
sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar;
Jenis bahan ajar berupa:
1. Bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur, lembar kerja
siswa, wallchart, photo atau gambar, dan
2. leaflet;Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact
diskaudio;
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disk video, film ;
4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif, dan
5. bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Prinsip pengembangan bahan ajar adalah:
1. Prinsip relevansi atau keterkaitan materi sesuai dengan tuntutan Standar
Kompetensi/Kompetensi Dasar;
2. Prinsip konsistensi atau keajegan, dimaksudkan jika kompetensi dasar yang harus
dicapai siswa ada empat macam, maka bahan ajarnya pun harus empat macam;
3. Prinsip adekuasi atau kecukupan adalah kecukupan materi dalam bahan ajar untuk
mencapai kompetensi seperti yang diajarkan oleh guru.
Bahan ajar cetak maupun non cetak diharapkan setidaknya mengandung beberapa
komponen komponen sebagai berikut: judul, petunjuk belajar, KD mapel yang terkait
PBKL, informasi pendukung, latihan, tugas/langkah kerja dan penilaian.
Penyusunan bahan ajar PBKL dalam Muatan Lokal dilakukan dengan menempuh langkah
sebagai berikut :
Memilih SK
PBKL dlm
Mulok
Menetapkan
KD PBKL
dlm Mulok
Merumus
kan
Indikator
Materi
Pembel
ajaran
Kegiatan
Pembelajaran
15 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
ajar
dapat
dilihat
pada
Juknis
Penjelasan gambar 4 :
1. Penyusunan Bahan ajar dilakukan dengan terlebih dahulu memilih SK yang akan
dicapai siswa
2. Setelah SK ditentukan, selanjutnya menetapkan KD berdasarkan SK
3. Merumuskan indikator pencapaian KD
4. Merancang kegiatan pembelajaran
5. Menyusun bahan ajar berdasarkan komponen-komponen tersebut pada no.1-4
Penyusunan bahan ajar PBKL dalam Muatan Lokal sebagaimana langkah-langkah di atas,
dapat disesuaikan dengan karakter bahan ajar yang berupa fakta, prinsip, konsep,
prosedur, unjuk kerja maupun perilaku.
Contoh pengembangan bahan ajar PBKL melalui Muatan Lokal sebagaimana pada
lampiran 3.
G. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Pelaksanaan Pembelajaran PBKL melalui muatan lokal dapat dilakukan dengan cara;
1. Pembelajaran di kelas
Secara prinsip, pelaksanaan pembelajaran oleh guru harus mengacu RPP yang telah
disusun, termasuk materi PBKL yang dikembangkan. Pelaksanaan pembelajaran
meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan Inti dan kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan merupakan proses awal/persiapan, ditujukan untuk
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran.
Kegiatan inti sebagai proses pembelajaran untuk mencapai KD Mulok PBKL yang
dikembangkan, dengan alat dan metode yang telah direncanakan, dilakukan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
siswa.
Kegiatan penutup sebagai kegiatan untuk mengakhiri pembelajaran, dilakukan dalam
bentuk rangkuman/kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
Pembelajaran meliputi kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur, dilaksanakan sesuai langkah pembelajaran pada standar
proses/juknis yang ada.
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran harus diukur melalui penilaian kompetensi
PBKL mengacu pada RPP, dikembangkan dari indikator kompetensi menjadi indikator
penilaian, dengan spesifikasi PBKL yang dilaksanakan. Prosedur dan langka-langkah
penilaian mengacu pada ketentuan standar penilaian dan Juknis Pelaksanaan Penilaian.
2. Pembelajaran di luar kelas
Pembelajaran PBKL melalui muatan lokal akan lebih bermakna apabila dilakukan
dengan berlandaskan pada kontekstual (contextual teaching and learning) yang juga
melandasi implementasi PBKL secara teori. Pembelajaran ini merupakan pendekatan
pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara penuh untuk menemukan konsep
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta
16 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
didik untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka (Saefudin : 2008). Salah satu
prinsip contextual teaching and learning (CTL) adalah prinsip saling ketergantungan
(the principle of interdependence).
Sesuai dengan Prinsip pembelajaran CTL yang dilandasi faham konstrutivisme, untuk
lebih mendekatkan peserta didik dengan lingkungan sekitarnya, proses pembelajaran
PBKL juga dapat dilaksanakan di luar kelas, baik di lingkungan sekolah atau lingkungan
luar sekolah sesuai dengan kompetensi muatan lokal yang dikembangkan.
H. PENILAIAN
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan
tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri
sesuai dengan indikator penilain muatan lokal yang telah ditetapkan dengan mengacu
kepada Juknis Pengembangan Mulok dan Juknis Penilaian yang ada pada naskah KTSP.
Penilaian juga dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis
maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,
proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri sesuai dengan SK-KD
yang dikembangkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian PBKL melalui muatan lokal.
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi PBKL yang ditentukan.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan
posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa
perbaikan proses pembelajaran atau perbaikan program dan jenis muatan lokal yang
sesuai dengan hasil analisis potensi keungguilan lokal, serta dengan memperhatikan
kesiapan sekolah dan minat serta bakat peserta didik.
d. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam
proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan
proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi
lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
Contoh penilaian ada pada lampiran 4.
17 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
BAB III
PENUTUP
1.
2.
3.
Penyusunan silabus, RPP, dan bahan ajar PBKL melalui Muatan Lokal disusun dengan
memperhatikan tema, jenis, dan kompetensi PBKL yang dikembangkan. Bahan ajar
yang dikembangkan dapat berupa bahan ajar cetak dan atau bahan ajar berbasis TIK.
4.
5.
Penilaian PBKL melalui Muatan Lokal dilakukan dengan memperhatikan prinsip, dan
prosedur penilaian yang berlaku untuk keseluruhan SK-KD yang dikembangkan.
18 - 19
Model Penyelenggaraan PBKL dalam Muatan Lokal SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
19 - 19