1.
2.
3.
4.
5.
Hatry dalam Robert (1994: 170) lebih merinci mengenai prosedur untuk
mengukur kualitas pelayanan. Walaupun diakui bahwa untuk melakukan
pengukuran kualitas pelayanan banyak dihadapkan pada masalah, terutama
berkaitan dengan keyakinan bahwa kualitas pelayanan tidak dapat diukur secara
tepat dan reliabel.
agar kualitas pelayanan publik dapat dijamin. Oleh karena itu agar organisasi publik
mau meningkatkan mutu pelayanan maka swastanisasi mutlak diperlukan.
Sementara itu swasta sendiri cenderung memberi mutu yang lebih baik, hanya jika
mereka bekerja pada iklim yang kompetitif. Swastanisasi sekali lagi sangat relevan
untuk meningkatkan mutu pelayanan publik karena dengan swastanisasi muncul iklim
kompetitif dalam pelayanan publik.
Gerald Caiden dalam Darwin (1995) mengidentifikasikan sejumlah alternatif
pelayanan publik antara lain sebagai berikut :
1. Kerja kontrak (contract work), dimana pemerintah memilih satu kontraktor
swasta baik yang mencari laba atau yang nirlaba untuk menyediakan layanan
dari pemerintah membayar kepada kontraktor.
2. Hak (franchises), yang diberikan pemerintah kepada organisasi swasta untuk
memproduksi barang/jasa dan menarik tarif barang langsung pada langganan.
3. Sistem kupon (voucher systems), dimana pemerintah mengeluarkan kupon
kepada penerima yang memenuhi syarat, yang kemudian menggunakannya
untuk memperoleh barang yang dibutuhkan di pasar.
4. Subsidi (producer subsidy), diberikan langsung kepada produsen untuk
memproduksi barang/menyediakan layanan pada harga yang lebih murah
kepada konsumen.
5. Pasar (market), dimana wiraswasta melihat kebutuhan masyarakat atas barang
dan jasa lalu memproduksi dengan harga pasar.
6. Sumbangan sukarela (voluntary), dimana organisasi mengenali kebutuhan
masyarakat lalu memenuhinya dengan menarik sumbangan secara sukarela.
7. Melayani sendiri (self-service), dimana keluarga atau individu memenuhi
sendiri kebutuhan-kebutuhannya.