Anda di halaman 1dari 5

Pelayanan Publik

Pelayanan publik (public service)


Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakikatnya
adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri,
tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama (Rasyid, 1998: 139). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan
bertanggungjawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi
negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk
mensejahterakan masyarakat. Pelayanan umum oleh Lembaga administrasi negara (1998)
diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintahan di pusat, daerah dan lingkungan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang
sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari
empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha, 1998: 119). Hal ini berarti masyarakat
semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk melakukan
kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahannya.
Dalam kondisi masyarakat seperti yang digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat
memberikan pelayanan publik yang lebih profesional, efektif, efisien, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif dan sekaligus dapat membangun kualitas
manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif
menentukan masa depannya sendiri (Effendi :1986:213). Arah pembangunan kualitas
manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas masyarakat dalam arti menciptakan kondisi
yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan untuk
mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang berciri oleh adanya
akuntabilitas dan responsibiltas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Efektif lebih
mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran. Sederhana,
mengandung arti dari prosedur pelayanan diselenggarakan tidak berbelit-belit, mudah
dipahami oleh masyarakat yang meminta pelayanan. Transparan mengandung arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai (a) prosedur pelayanan, (b) persyaratan pelayanan (c) unit
kerja yang berwenang dalam memberikan pelayanan, (d) rincian biaya dan tata cara

pembayarannya, (e) jadwal waktu penyelesaian pelayanan. Keterbukaan mengandung arti


semua yang sudah disebutkan diatas wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui oleh masyarakat baik diminta maupun tidak. Efisiensi mengandung arti (a)
persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan dengan pencapaian sasaran
pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang berkaitan. (b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal
proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan
persyaratan dari satuan kerja pemerintah lain yang terkait. Ketepatan waktu, kriteria ini
mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan. Responsif lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi
apa yang menjadi masalah. Adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi
tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami
tumbuh kembang.
Dalam memberikan layanan publik, menurut Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 harus
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus jelas dan
diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar, berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi
dan efektivitas.
3. Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan,
kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Apabila pelayanan umum yang diselanggarakan oleh instansi pemerintah terpaksa
harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi
peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

1.
2.
3.
4.
5.

Lovelock (1992), mengemukakan 5 prinsip yang harus diperhatikan bagi pelayan


publik, agar kualitas layanan dapat dicapai antara lain meliputi :
Tangible (terjamah), seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunikasi
material.
Realiable (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.
Responsiveness (pertanggungjawaban), yakni rasa tanggungjawab terhadap mutu
pelayanan.
Assurance (jaminan), pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai.
Empathy (empati), perhatian perorangan pada pelanggan.

Thoha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,


organisasi publik harus mengubah posisi dan peran dalam memberikan layanan publik.
Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayanai, dari yang
suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju ke
arah yang fleksibel dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja
yang realistik pragmatis.

Penyelenggaraan Pelayanan umum, menurut LAN (1998) dapat dilakukan dengan


berbagai pola berikut :
a. Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suati
instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
b. Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara
tunggal oleh satu instansi pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari instansi
pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan.
c. Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan secara
terpadu pada satu tempat oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai
kewenangannya masing-masing.
d. Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan oleh
satu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan
instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan umum yang
bersangkutan.
Kriteria Pelayanan Publik yang Baik
Zethami (1990) mengemukakan tolok ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat
dari 10 dimensi antara lain :
1. Tangible, terdiri dari fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
2. Resliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan
yang dijanjikan dengan tepat.
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggungjawab
terhadap mutu layanan yang diberikan.
4. Competence, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam
memberikan layanan.
5. Courtesey, sikap yang ramah, bersahabat dan tanggap terhadap keinginan
konsumen.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat.
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya
atau resiko.
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan aspirasi
pelanggan.
10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.

Hatry dalam Robert (1994: 170) lebih merinci mengenai prosedur untuk
mengukur kualitas pelayanan. Walaupun diakui bahwa untuk melakukan
pengukuran kualitas pelayanan banyak dihadapkan pada masalah, terutama
berkaitan dengan keyakinan bahwa kualitas pelayanan tidak dapat diukur secara
tepat dan reliabel.

Swastanisasi : Alternatif Pelayanan Publik


Barang Publik dan Barang Privat
Barang publik murni menurut Guritno Mangkoesoebroto (1999) mempunyai 2
karakteristik utama yaitu penggunaanya tidak bersaingan dan tidak dapat
diterapkan prinsip perkecualian. Sebaliknya barang yang penggunaannya tidak
bersaing dan tidak ada perkecualian disebut barang privat.
Savas (1990) juga mengemukakan 2 karakteristik utama dari barang publik
yaitu akses dan konsumsi. Barang yang mudah diakses dan dikonsumsi oleh
publik, termasuk barang publik sedangkan barang yang dikonsumsi secara
eksklusif dan ditolak bagi orang yang tidak mampu termasuk barang privat.
Dengan mengacu pada pendapat di atas, maka dapat digunakan untuk
menentukan apakah barang atau jasa dapat dikategorikan sebagai barang publik
atau barang swasta.
Jalan dan jembatan
Setiap orang dpaat menggunakan jalan dan jembatan tanpa ada persaingan dan
perkecualian. Demikian sulit untuk melarang untuk menggunakan jalan dan
jembatan. Oleh karena itu jalan dan jembatan dapat disebut sebagai barang
publik.
Program TV Pemerintah
Program TV pemerintah disediakan untuk dikonsumsi oleh umum dan tidak
ada kesulitan untuk memilihnya dan sulit untuk melakukan pelarangan saluran
TV pemerintah.
Pertahanan Nasional
Pertahanan nasional disediakan dan menjadi tanggungjawab pemerintah dan
rakyat. Setiap orang berhak dan tidak dikenakan biaya tambahan untuk ikut
menjaga pertahanan nasional.
Kawasan Hutan Liar
Kawasan hutan liar adalah untuk umum dan sulit untuk melarang setiap orang
untuk menggunakan kawasan hutan liar sepanjang tidak merusak ekosistem
hutan.
Pendidikan Tinggi
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Karenanya sulit untuk melarang orang mendapatkan pendidikan tinggi artinya
tidak ada perkecualian.

Swastanisasi : Alternatif Pelayanan Publik


Swastanisasi merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik. Terdapat
beberapa alasan mengapa swasta dilibatkan dalam pelayanan publik. Darwin (1995)
menyebutkan bahwa alasan swasta dilibatkan dalam pelayanan publik karena
terbatasnya dana yang dimiliki oleh sektor publik untuk menyediakan pelayanan
publik. Disamping itu terdapat alasan lain yaitu untuk menciptakan iklim kompetisi

agar kualitas pelayanan publik dapat dijamin. Oleh karena itu agar organisasi publik
mau meningkatkan mutu pelayanan maka swastanisasi mutlak diperlukan.
Sementara itu swasta sendiri cenderung memberi mutu yang lebih baik, hanya jika
mereka bekerja pada iklim yang kompetitif. Swastanisasi sekali lagi sangat relevan
untuk meningkatkan mutu pelayanan publik karena dengan swastanisasi muncul iklim
kompetitif dalam pelayanan publik.
Gerald Caiden dalam Darwin (1995) mengidentifikasikan sejumlah alternatif
pelayanan publik antara lain sebagai berikut :
1. Kerja kontrak (contract work), dimana pemerintah memilih satu kontraktor
swasta baik yang mencari laba atau yang nirlaba untuk menyediakan layanan
dari pemerintah membayar kepada kontraktor.
2. Hak (franchises), yang diberikan pemerintah kepada organisasi swasta untuk
memproduksi barang/jasa dan menarik tarif barang langsung pada langganan.
3. Sistem kupon (voucher systems), dimana pemerintah mengeluarkan kupon
kepada penerima yang memenuhi syarat, yang kemudian menggunakannya
untuk memperoleh barang yang dibutuhkan di pasar.
4. Subsidi (producer subsidy), diberikan langsung kepada produsen untuk
memproduksi barang/menyediakan layanan pada harga yang lebih murah
kepada konsumen.
5. Pasar (market), dimana wiraswasta melihat kebutuhan masyarakat atas barang
dan jasa lalu memproduksi dengan harga pasar.
6. Sumbangan sukarela (voluntary), dimana organisasi mengenali kebutuhan
masyarakat lalu memenuhinya dengan menarik sumbangan secara sukarela.
7. Melayani sendiri (self-service), dimana keluarga atau individu memenuhi
sendiri kebutuhan-kebutuhannya.

Anda mungkin juga menyukai