Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KARSINOMA LAMBUNG DAN
ESOFAGUS. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Informatika.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
(PENULIS)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1
2
Latar Belakang
Tujuan
BAB II ISI
2.1
Kanker Lambung
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
Patofisiologi
2.1.5
Klasifikasi
2.1.6
Manifestasi
2.2
Kanker Esofagus
2.2.1
Defenisi
2.2.2
Etiologi
2.2.3
2.2.4
Patofisiologi
2.2.5
Klasifikasi
2.2.6
Manifestasi
3.1
3.1.1
Pengkajian
3.1.2
Diagnosa
3.1.3
3.2
3.2.1
Pengkajian
3.2.2
Diagnosa
3.2.3
BAB IV PENUTUP
4.1
4.1.1
Kesimpulan
4.1.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
esofagus.
Tujuan khusus
- Mahasiswa mengetahui faktor penyebab karsinoma lambung dan esofagus.
- Mahasiswa mengetahui patofisiologi karsinoma lambung dan esofagus.
dan esofagus.
Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan apa saja yang harus diberikan pada kasus
karsinoma lambung dan esofagus.
BAB II
ISI
2.1.
KANKER LAMBUNG
4. Mengonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang
sehari dan dikombinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko kanker
lambung (Gonzales, 2003)
5. NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs
dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip lambung) dapat menjadi prekursor
kanker lambung. Kondisi polip lambung akan meningkatkan risiko kanker lambung
(Houghton, 2006).
6. Faktor genetik. Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki hubungan
genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya mutasi dari gen Ecadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adanya riwayat keluarga anemia
pernisosa dan polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada kanker
lambung (Bresciani, 2003)
7. Anemia pernisiosa. Kondisi ini merupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi
kobalamin (vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor intrinsik sekresi lambung.
Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan kontribusi penting
terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung (Santacrose, 2008).
Penurunan berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit metastasis lanjut.
Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar lambung.
Kelemahan.
Regurgitasi.
Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu/ cairan yang telah ditelan melalui mulut
dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu/air.
Mudah kenyang.
Kram abdomen.
Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan.
2.1.4. Patofisiologi
Sekitar 95% kanker lambung adalah jenis adenokarsinoma, dan 5%-nya bisa berupa limfoma,
leimiosarkoma, karsinoid, atau sarkoma. Menurut Fuccio, 2009, adenokarsinoma lambung terdiri
atas dua tipe, yaitu tipe intestinal (tipe struktur glandular) dan tipe difus (tipe infiltratif pada
dinding lambung).
Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi muskularis propia dan akan
melakukan metastasis pada kelenjar getah bening regional. Lesi pada kanker lambung
memberikan berbagai macam keluhan yang timbul, gangguan dapat dirasakan pada pasien
biasanya jika sudah pada fase progresif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti dispepsia,
anoreksia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia, mual serta muntah. Kondisi ini
akan memberikan berbagai masalah keperawatan.
Merokok &
alkohol
Faktor
geneti
k
Kontak
agen
karsinogen
Mutasi
gen Ecadherin
Konsum
si
OAINS
Kondisi
sosioekono
mi rendah
Polip
lambun
g
berulan
Anemia
pernisiosa
Infeksi
Helicobacter
pylori
Limfoma
MALT
Konsumsi makanan
yang diasinkan,
diasap, atau yang
diawetkan
Cacinogenic
nitrosamines didalam
lambung
Disfagia
Anoreksia
Nyeri
retrosternal
Intervensi
radiasi dan
kemoterapi
Asupan
nutrisi tidak
adekuat
Nyeri
Aktual/risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Respons
serabut
lokal
Kerusakan
jaringan lunak
pascabedah
Perubahan
intake
nutrisi
Risiko tinggi
injuri
Respons
psikologi
Intervensi
bedah
gastrektomi
Kecemasan
pemenuha
n informasi
preopera
tif
pascabedah
Luka
pascabedah
2.1.5
Port de
entre
pascabedah
Risiko infeksi
Klasifikasi
Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiolog dapat
dibagi atas:
1. Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang
berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau
tanpa ulserasi.
2. Tipe II (superficial type)
2.1.6
Manifestasi
Gejala awal dari kanker lambung sering tidak nyata karena kebanyakan tumor ini dikurvatura
kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang dengan antasida dapat menyerupai
gejala pada pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan,
anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah
(Harnawati, 2008).
a. Bercak darah dalam tinja merupakan salah satu tanda-tanda menderita kanker perut Adanya
darah saat membagikan feses juga disebabkan oleh kondisi lain,. Tapi untuk kanker perut itu
adalah salah satu gejala yang paling indikatif. Juga, itu adalah gejala yang dihubungkan ke
beberapa jenis kanker. Ketika ada tumor hadir di perut, mungkin menyebabkan darah mengalir
keluar melalui tinja.
b. Penderitaan dari rasa sakit konstan dalam perut merupakan gejala dari kanker lambung. Hal ini
bisa apa saja dari rasa sakit ringan sampai nyeri kram parah. Jenis rasa sakit biasanya ada di
daerah atas perut.
c. Konstan dengan mual muntah, terutama setelah Anda makan adalah tanda kanker lambung.
mual mungkin gigih dan hadir untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini pernah berhubungan
dengan demam atau sakit kepala. Jenis mual sering menunjukkan masalah kesehatan serius.
d. Kehilangan nafsu makan tanpa alasan adalah tanda lain yang cukup sering terlihat pada orang
yang menderita dari kanker terdiagnosis dalam lambung. Beberapa orang mungkin mengalami
kembung di daerah perut bahkan jika mereka tidak makan apa-apa. Kebiasaan usus dapat
berubah drastis.
Pada stadium awal kanker lambung, gejalanya tidak jelas dan sering tidak dihiraukan. Jika
gejalanya berkembang, bisa membantu menentukan dimana lokasi kanker lambung tersebut.
Sebagai contoh, perasaan penuh atau tidak nyaman setelah makan bisa menunjukkan adanya
kanker pada bagian bawah lambung.
Penurunan berat badan atau kelelahan biasanya disebabkan oleh kesulitan makan atau
ketidakmampuan menyerap beberapa vitamin dan mineral. Anemia bisa diakibatkan oleh
perdarahan bertahap yang tidak menyebabkan gejala lainnya. Kadang penderita juga bisa
mengalami muntah darah yang banyak (hematemesis) atau mengeluarkan tinja kehitaman
(melena).
Bila kanker lambung bertambah besar, mungkin akan teraba adanya massa pada dinding perut.
Pada stadium awal, tumor lambung yang kecil bisa menyebar (metastasis) ke tempat yang jauh.
Penyebaran tumor bisa menyebabkan pembesaran hati, sakit kuning (jaundice), pengumpulan
cairan di perut (asites) dan nodul kulit yang bersifat ganas. Penyebaran kanker juga bisa
menyebabkan pengeroposan tulang, sehingga terjadi patah tulang (Admin, 2010).
2.2.
Kanker Esofagus
2.2.2. Etiologi
Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yamg dapat menjadi
predisposisi yang diperkirakan berperan dalam pathogenesis kanker. Predisposisi penyebab
kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa esofagus dari agen
berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya dysplasia yang bisa
menjadi karsinoma.
Beberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti
berikut ini :
1. Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi kekurangan riboflavin pada ras
china memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyle, 2006).
2. Pada faktor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus.
3. Infeksi papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor
yang memberi kontribusi peningkatan risiko kanker esofagus (Fisichella, 2009).
Penyakit refluks gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya adenokarsinoma
pada esofagus. Faktor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi
penyebab. Sekitar 10 15 % pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami
dysplasia yang menuju ke kondisi adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks
gastroesofageal sering berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang berisiko menjadi
keganasan (Thornton, 2009).
2.2.3
Sulit menela
Hilang berat badan secara tiba-tiba
Nyeri pada dada
Lelah
2.2.4. Patofisiologi
Secara fisiologis jaringan esofagus oleh epitel nonkeratin skuamosa. Karsinoma sel skuamosa
yang maningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan. Alkohol, tembakau,
dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinoma iritan (Fisichella, 2009).
Penggunaan alkohol dan tembakau secara prrinsip menjadi faktor risiko utama terbentuknya
karsinoma sel skuamosa. American Cancer Society mencatat bahwa kombinasi yang lama antara
minum alkohol dan tembakau akan meningkatkan pembentukan substansi faktor risiko yang
lebih tinggi. Nitrosamina dan komponen lain nitrosil di dalam acar (asinan), daging bakar, atau
makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi peningkatan karsinoma sel skuamosa pada
esofagus (Thornton, 2009).
Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel
skuamosa pada esofagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer, 2002), konsumsi sirih,
asbestos, polusi udara, dan diet tinggi buah dan sayur-sayuran justru menjadi faktor protektif
untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella, 2009).
Beberapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel skuamosa seperti akalasia,
striktur, tumor kepala dan leher, penyakit plummer-vinson syndrome, serta terpajan dari radiasi.
Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini
dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur, akibat kondisi
kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3 % karsinoma sel skuamosa setelah 2040 tahun. Tumor kepala dan leher di hubungkan dengan karsinoma sel skuamosa yang
disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol dan tembakau penyakit plummer-vinson syndrome
akan mengalami disfagia, anemia defisiensi besi, dan web esofagus. Kondisi ini akan
meningkatkan insiden kejadian karsinoma sel skuamosa postkrikoid (Enzinger, 2003).
Adenokarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus.
Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal
kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan
menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel barret. Perubahan
genetik pada epitelium meningkatkan kondisi dysplasia dan secara progresif membentuk
adenokarsinoma pada esofagus (Papinemi, 2009).
Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya epitel barret pada
pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal., sekitar 10 % menghadirkan epitel barret dan
pada pasien dengan adanya epitel barret sekitar 1 % akan terbentuk adenokarsinoma esofagus.
Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biopsi endoskopik untuk menurunkan risiko
keganasan pada esofagus (Fisichella, 2009).
Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan
dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul Karena terapi terhadap tumor.
Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar medistinum. Invasi ke aorta mengakibatkan
perdarahan masif, innvasi ke perikardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena cava
superior, invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau disfagia, invasi ke saluran napas
mengakibatkan fistula trakeoesofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius
dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi obstruksi esofagus dan komplikasi yang
paling sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya akan menyebabkan abses
paru dan empiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal napas yang disebabkan oleh obstruksi
mekanik atau perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi sampai perdarahan akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah,
emasiasi dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang, 2008).
Refluks gastroesofageal
kronik
Adenokarsinoma esofagus
Kompresi saraf
Nyeri
retrosternal
Nyeri
Kanker
esofagus
Disfagia
Anoreksia
Intervensi
radiasi dan
kemoterapi
Intake nutrisi
tidak adekuat
Aktual/risiko
ketidak
seimbangan
nutrisi kurang dari
Respon
serabut
Risiko tinggi
injuri
Kerusakan
jaringan lunak
pascaoperasi
Respons
psikolog
is
Kecemasan
pemenuhan
informasi
Perubahan
intake
nutrisi
Preopera
tif
Pascaoper
asi
Aktual/risiko ketidakefektifan
bersihan jalan nafas efektif
2.2.5
Intervensi
bedah
transthoraksi
k
Luka
pascaoperasi
Port de entre
pascaoperasi
Risiko infeksi
Klasifikasi
2.2.6
Manifestasi
Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus penyakit ini secara umum meluas.
Gejala termasuik disfagia, pada awalnya dengan makanan padat dan akhirnya edngan cairan;
perasaan ada massa ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan
kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk dan cegukan
Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres, tetapi dengan
berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat masuk ke lambung. Regurgitasi
makanan dan saliva terjadi hemoragi dapt terjadi dan penurunan progresif berat badan dan
kekuatan terjdi sebagai akibat kelaparan. Gejala selanjutnya mencakup nyeri substernal,
cegukan, kesulitan bernfas dn bau nafas busuk
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
3.1.1
Pengkajian
Pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker lambung. Keluhan anoreksia terjadi pada
hampir semua pasien yang mengalami kanker lambung. Keluhan gastrointestinal yang lazim
biasanya adalah nyeri epigastrium, berat badan menurun dengan cepat, melena, dan anemia; pada
kondisi ini biasanya sudah ada metastasis dalam kelenjar getah bening, regional, paru, otak,
tulang, dan ovarium.
Pada pengkajian riwayat penyakit, penting diketahui adanya penyakit yang pernah diderita
seperti ulkus peptikum atau gastritis kronikyang disebabkan oleh infeksi H.pylori. Pengkajian
perilaku /kebiasaan yang mendukung peningkatan risiko penyakit ini, seperti konsumsi alkohol
dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan (seperti daging bakar atau ikan asin).
Perawat juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan selama ada riwayat penyakit tersebut.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah pasien mendapat
informasi mengenai kondisi kenker lambung. Perawat juga mengkaji pengetahuan pasien tentang
program pengobatan kanker; meliputi radiasi, kemoterapi, dan pembedahan gastrektomi.
Pengkajian tersebut memberikan informasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan
kondisi pasien.
Walaupun pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada
pemeriksaan gastointestinal akan didapatkan adanya anoreksia, penurunan berat badan, dan
pasien terlihat kurus.
Pengkajian diagnostik yang diperlukan untuk kanker lambung adalah pemeriksaan radiografi,
endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
Pemeriksaan Radiografi
1. Dengan bubur barium, akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus,
dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosif dan kasar pada bagian
lambung.
2. CT Scan. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai evaluasi praoperatif dan untuk melihat
stadium dengan sistem TNM dan penyebaran ekstra lambung, yang penting untuk
penentuan intervensi bedah radikal dan pemberian informasi prabedah pada pasien.
3. Endoskopi dan biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma
lambung, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma.
Paling tidak diperlukan beberapa tindakan biopsi, karena kemungkinan terjadi
3.1.2
Diagnosa Keperawatan
3.1.3
Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan
(gastrektomi), dan rencana perawatan rumah
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi
diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan
sosioekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan
esofagus dan rencana perawatan rumah.
yang sesuai dengan kondisi pasien, dengan mengetahui
tingkat pengetahuan pasien, perawat dapat lebih terarah
dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan
pengetahuan pasien secara efektif dan efisien.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.
Keluarga terdekat pasien perlu dilibatkan dalam
pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko
kesalahan interpretasi terhadap informasi yang
diberikan.
Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostik
Pemeriksaan radiografi dengan barium tidak
radiografi dengan barium.
menyebabkan rasa sakit. Perawat menyiapkan informed
consent setelah pasien mendapatkan penjelasan.
Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat
individu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pemeriksaan diagnostik.
Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan
Sangat penting bagi pasien untuk mengetahui bahwa
dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi endoskopi. pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk
mendiagnosis karsinoma esofagus terutama untuk
membedakan antara karsinoma epidermal dan
adenokarsinoma. Informasi ini dapat memberikan
pengetahuan bagi pasien dan akan meningkatkan tingkat
kooperatif pasien.
Jelaskan tentang terapi dengan prosedur kemoterapi.
Pasien perlu mengetahui bahwa kemoterapi diberikan
sebagai pelengkap terapi bedah dan terapi radiasi.
Jelaskan tentang terapi radiasi.
Pengetahuan tentang karsinoma lambung bersifat
radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor. Hal tersebut akan
menambah semangat pasien untuk melakukan terapi.
Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan
pembedahan.
Diskusi jadwal pembedahan.
Persiapan kulit.
Tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hatihati pada pascaoperatif adalah untuk memperbaiki
sirkulasi, untuk mencegah stasis vena, dan untuk
menunjang fungsi pernafasanyang optimal.
Pasien ditunjukkan bagaimana cara mengganti dari
satu sisi kesisi lainnya dan cara untuk mengambil
posisi lateral. Posisi ini akan digunakan pada
pascaoperatif (bahkan sebelum pasien sadar) dan
dipertahankan setiap 2 jam.
Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan
keluarganya dan temannya bisa berkunjung setelah
pembedahan.
Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol
nyeri pada pasien.
Perawat menjelaskan dengan hati-hati agar tidak terjadi
keputusan untuk membatalkan intervensi bedah. Perawat
memberika penekanan bahawa perawatan diruang
intensif merupakan intervensi untuk mempercepat
kesembuhan pasien.
Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri pascabedah.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pascabedah gastrektomi, bersihan jalan nafas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi:
- Jalan nafas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan nafas.
- Suara nafas normal, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti stridor.
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
- RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
Intervensi
Rasional
Kaji dan monitor jalan nafas.
Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien
bernafas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak
tangan diatas hidung dan mulut pasien, untuk merasakan
hembusan nafas. Gerakan toraks dan diafragma tidak
selalu menandakan pasien bernafas.
Beri oksigen 3 liter/menit
Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal
pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 dicairan otak, yang akan
memengaruhi pengaturan pernafasan.
Instruksikan pasien untuk nafas dalam dan melakukan
Pada pasien pascabedah dengan tingkat toleransi yang
betuk efektif.
baik, pernafasan diafragma dapat meningkatkan
ekspansi paru. Berbagai tindakan dilakukan untuk
memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas. Sebagai
contoh, meminta pasien untuk menguap atau melakukan
inspirasi maksimal.
Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan
mukus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa
ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah
Lakukan nebulizer.
akan terbuka.
Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi
bersihan jalan nafas dari sekret yang tidak dapat
dilakukan dengan batuk efektif, meningkatkan
pertukaran udara yang adekuat, menurunkan frekuensi
pernafasan serta meningkatkan ventilasi dan pertukaran
udara.
Perawat melakukan auskultasi agar dapat
menentukan area paru dengan bunyi dengan bunyi
nafas ronkhi, sebagai dasar untuk menentukan
pengaturan posisi.
Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan tidak adekuat
Tujuan: setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah asupan nutrisi dapat
optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat menunjukkan metode makanan yang tepat.
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi odinofagia berkurang, RR dalam batas normal 12-20
x/menit.
- Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi
Rasional
Intervensi nonbedah:
Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan
Agar makanan dapat lewat dengan mudah ke
mengunyah makanan dengan seksama.
lambung.
3.2
3.2.1
Pengkajian
Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker esofagus. Keluhan disfagia terdapat
pada hampir semua pasien yang mengalami kanker esofagus. Pada keluhan disfagia berat,
apabila didapatkan pasien tidak bisa meneguk air minum, maka memberikan indikasi
pembesaran tumor telah menyumbat lumen esofagus.
Pada pengkajian riwayat penyakit, penting untuk diketahui adanya penyakit yang pernah diderita
seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur esofagus, dan tumor pada kepala atau leher.
Pengkajian kebiasaan yang mendukung peningkatan risiko juga dilakukan, seperti penggunaan
alkohol dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan, daging bakar, atau ikan asin.
Selain itu, perawat juga mengkaji apakah selama ada riwayat penyakit tersebut juga disertai
adanya penurunan berat badan.
Pengkajian psikososial biasanya di dapatkan adanya kecemasan berat setelah mendapat
pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus. Pengkajian pengetahuan pasien tentang program
pengobatan kanker meliputi radiasi, kemoterapi, dan pembedahan reseksi esofagus, sehingga
dapat memberikan manifestasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi
individu.
Walaupun pada pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnostik, tetapi
pada pemeriksaan gastrointestinal akan didapatkan adanya anoreksia, muntah, dan muntah darah
(dengan material seperti tumpukan kopi). Pada pemeriksaan feses didapatkan feses berwarna
gelap yang menandakan adanya perdarahan pada saluran gastrointestinal atas.
Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya penurunan berat badan dan pasien terlihat
kurus. Apabila invasi metastasis sudah mengenai trakeoesofageal, pada pasien akan didapatkan
adanya perubahan suara bicara yang menandakan telah terjadi invasi ke nervus laringeus
rekurens atau aspirasi kronik. Batuk kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula
trakeoesofageal yang pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk saat menelan. Komplikasi
pulmonal lainnya yang sering terjadi adalah pneumonia. Perdarahan pada tumor mengakibatkan
anemia defisiensi besi atau hematemesis dan melena. Pada pasien juga di dapatkan adanya nyeri
pada retrosternal yang tidak berkurang dengan melakukan istirahat. Pada beberapa kasus juga
didapatkan adanya gangguan pernapasan akibat aspirasi makanan yang belum dicerna atau invasi
trakeobronkial oleh tumor.
Pada pengkajian diagnostik untuk kanker esofagus yang diperlukan adalah pemeriksaan
radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
1. Pemeriksaan Radiografi
a. Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus
dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosive dan kasar pada bagian
esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran
tumor ini dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.
b. CT Scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan
untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
2. Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma
esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma.
Pada pemeriksaan tersebut di perlukan beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke
submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel
skuamosa yang normal.
3. Sitologi
Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel-sel
tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan
endoskopik.
4. Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah ada
metastasis pada hati.
2.2.5. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan
stadium tumor. Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi nonoperasi dan
intervensi operasi.
1. Intervensi nonoperasi.
a. Radiasi.
Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat efek radiasi sering berupa
striktura, fistula dan perdarahan, selain itu, terkadang juga dijumpai komplikasi
kardiopulmonal (Enzinger, 2003).
b. Kemoterapi.
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terpi radiasi.
Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi sisplatin bersama paclitaxel da 5
fluorouracil dimana memberikan respon sempurna pada 37% pasien (Le prise, 1994).
c. Terapi laser (Nd:YAG laser)
Pemberian intervensi terapi laser (Nd:YAG laser) dapat membantu menurunkan
secara sementara kondisi disfagia pada 70% pasien kanker esofagus. Pelaksanaan
secara multipel yang dibagi pada beberapa sesi dapat meningkatkan kepatenan lumen
esofagus (Wang, 2008).
d. Photodynamic therapy (PDT).
PDT dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan displastik. Fotosintesis
mentransfer energi ke substrat kimia pada jaringan abnormal. Beberapa studi PDT
atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang (long term acid
inhibition) menghasilkan terapi endoskopi yang efektif pada displasia mukosa Barret
dan mengeleminasi mukosa Barret (Fisichella, 2009).
2. Intervensi bedah.
Esofagotomi dilakukan melalui insisi abdominal dan serviks melewati hiatus
esofagus/THE (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks
kanan/TTE (transthoracic esophagectomy). Pada transhiatal esophagectomy rongga dada
tidak dibuka. Ahli bedah melukan manuver transhiatal dengan mengangkat esofagus
secara manual dari rongga toraks. Pada transthoracic esophagectomy bagian tengah dan
bawah esofgus diangkat melalui rongga toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen
dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi (Mackenzie,
2004).
3.2.2
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
3.2.3
Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan
esofagus, dan rencana perawatan rumah
Intervensi
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur
diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan
esofagus, dan rencana perawatan rumah.
Rasional
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan
yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat
lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam
pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko
misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.
Pemeriksaan
radiografi
dengan
barium
tidak
menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan
informed consent setelah pasien mendapatkan
penjelasan. Persiapan dan penjelasan yang rasional
sesuai tingkat individu akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pemeriksaan diagnostik.
Pasien sangat penting untuk mengetahui bahwa
pemeriksaan endoskopik dan biopsi sangat penting
untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk
membedakan antara karsinoma epidermal dan
adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan
pengetahuan pasien dan akan meningkatkan tingkat
kooperatif dari pasien.
Pasien perlu mengetahui bahwa kemoterapi diberikan
sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi.
Pengetahuan tentang karsinoma esofagus bersifat
radiosensitif dan pada kebanyakan pasien, radiasi
eksternal memberikan efek penyusutan tumor sehingga
akan menambah semangat pada pasien untuk melakukan
terapi.
Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya
pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal
kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan
keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal
operasi yang telah dditetapkan sebelum pasien.
Kurang bijaksana bila memberitahukan pasien dan
Persiapan intestinal.
Persiapan kulit.
Latihan tungkai
Hindari merokok
akan
Anjurkan
untuk
semampunya
melakukan
manajemen nyeri nonfarmakologik pada saat nyeri
muncul.
Rasional
Untuk menurunkan risiko injuri dan agar memudahkan
intervensi pasien selama 48 jam dirawat di ruang
intensif.
Pada saat pascaoperasi, pada pasien akan terdapat
banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan
keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital
dapat sistematis dilakukan.
Pengkajian status neurologis dilakukan pada setiap
pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status
neurologis merupakan salah satu tanda terjadi
komplikasi bedah. Penurunan responsivitas, perubahan
pupil, gangguan atau kelemahan yang bersifat satu sisi
( unilateral ), ketidakmampuan dalam kontrol nyeri atau
perubahan neurologis lainnya perlu dilaporkan pada tim
medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya.
Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai
pemeliharaan status hemodinamik.
Jenis cairan yang digunakan kombinasi dari NaCl 0,9 %
dan RL dengan jumlah 100-200 ml/jam dan dilakukan
pada 12-16 jam pertama setelah pembedahan
( Mackenzie, 2004 ). Cairan ini akan membantu
memelihara keadekuatan sirkulasi dari volume darah
sebagai proteksi pada organ vital dan mencegah kondisi
hipovolemia pascabedah (Sideranko, 1993).
Pada periode immediate pascaoperasi pemberian cairan
kristaloid atau komponen darah dilakukan setelah pasien
tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini perlu
diperhatikan
perawat
karena
pada
intervensi
esofagotomi juga dibersihkan jaringan limfatik
mediatinum. Hilangnya limfatik pada mediastinum
memberikan predisposisi terjadinya edema pulmonal
Karena berkurangnya drainase limfatik pada sistem
respirasi (Gregoire,1998). Kondisi malnutrisi dan kurang
protein juga akan menambah berat kondisi edema
pulmonal.
Pasien pascaprosedur esofagektomi akan mengalami
transudasi cairan ke interstisial. Perawat memantau
produksi urine dalam kisaran 30 ml/jam sebagai batas
dalam pemberian rehidrasi optimal (Gregoire, 1998).
Perawat mendokumentasikan jumlah urine dan jam pada
saat pencatatan. Perawat memeriksa kepatenan jalan
urine pada tempatnya.
Secara umum pasien pascaesofagektomi akan terpasang
selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk tidak
mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau
Aktual / risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri pascaoperasi
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi :
- Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
- Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
- Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
- RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
Intervensi
Rasional
Kaji dan monitor jalan napas.
Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien
bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak
tangan diatas hidung dan mulut pasien untuk merasakan
hembusan napas. Gerakan toraks dan diafragma tidak
selalu menandakan pasien bernapas.
Beri oksigen 3 liter / menit.
Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal
pascaoperasi. Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan
mempengaruhi pengaturan pernapasan.
Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lendir
suctioning apabila kemampuan mengevakuasi sekret yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke
tidak efektif.
sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk
Lakukan nebulizer.
keberhasilan
intervensi
Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat
Intervensi
Rasional
Intervensi nonoperasi :
Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
mengunyah makanan dengan seksama.
Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi
Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap
makanan.
beberapa penyakit lain, seperti diabetes melitus,
hipertensi, gout, dan lainnya sehingga memberikan
manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang
akan diberikan.
Intervensi pascabedah
Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal pascaesofagektomi.
Memperhitungkan
keinginan
memperbaiki intake nutrisi.
individu
dapat
medis
untuk
pemberian:
Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan
Tujuan : dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka
pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dan
BAB IV
PENUTUP
4.1
4.1.1
Kesimpulan
4.1.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA