Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi sistem saraf pusat (SSP) dan sekuelnya masih menjadi sumber
morbiditas utama. Beberapa waktu yang lalu, dikenalkannya antibiotik spektrum
luas, berkembangnya teknologi pencitraan, dan fasilitas intensive care unit telah
mengubah sejarah infeksi SSP.1

Abses serebri adalah proses supurasi yang

menyebabkan tekanan di sekitarnya untuk menegakkan diagnosis abses serebri,


diperlukan gambaran klinis yang sesuai serta diperlukan pemeriksaan penunjang,
yaitu EEG, LCS, darah, dan CT-scan.

Sedangkan untuk kasus khusus seperti

pada penyakit jantung bawaan, dilakukan pemeriksaan Rontgen dada, EKG, dan
Echo. Walaupun fasilitas diagnosis dan pengobatan abses otak telah mengalami
banyak kemajuan, mortalitas tetap tinggi, yaitu sekitar 10%-60%, rata-rata 40%. 2
Penyakit ini sudah jarang dijumpai, terutama di negara maju, namun karena risiko
kematiannya tinggi, abses serebri termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life-threatening infection).3
Abses serebri merupakan suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan
materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme
yang terlokalisir di dalam atau di antara jaringan otak. Abses serebri dapat berasal
dari beberapa sumber infeksi, yaitu fokus infeksi dekat, misalnya otitis media,
mastoiditis, sinusitis paranasal, dan fokus infeksi jauh, misalnya dari paru-paru
dan jantung, luka penetrasi, operasi dan akibat komplikasi meningitis bakterialis.
Keberhasilan mengetahui penyebab abses sangat dipengaruhi cara pembiakannya. 4
Fokal infeksi dari abses serebri menyebabkan kerusakan pada SSP apabila
pertahanan tubuh terhadap piogen tidak cukup kuat, sehingga terjadilah abses
piogenik.5,6

Insiden

abses

serebri

meningkat

pada

pasien

dengan

immunocompromise seperti seseorang dengan HIV dan penerima donor, akibat


infeksi oportunistik.10,11
Gejala klinis abses serebri berupa trias, yaitu adanya tanda-tanda infeksi,
peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala neurologis fokal sesuai lokasi abses.
Dalam perkembangannya, abses otak dapat melalui tiga fase yaitu fase serebritis,
1

fase pembentukan kapsul, dan fase dekompresi serebral. 1

Penanganan abses

serebri dapat dilakukan secara konservatif atau operatif tergantung stadium abses
dan pertimbangan lain. Penanganan konservatif meliputi perawatan umum, terapi
kausal, dan pemberian anti edema otak, sedangkan penanganan operatif dilakukan
dengan aspirasi dan eksisi.7 Diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat dapat
mempengaruhi prognosis abses serebri dan menurunkan angka mortalitas,
sehingga pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penegakan diagnosis, dan tatalaksana abses serebri sangat penting untuk
diketahui.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Abses serebri merupakan suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan

materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme


yang terlokalisir di dalam atau di antara jaringan otak.4
2.2

Epidemiologi
Abses serebri adalah salah satu penyakit sistem saraf pusat yang

berbahaya. Angka morbiditas yang tinggi berhubungan dengan beberapa gejala,


termasuk kejang (>80%), gangguan mental persisten, dan defisit motorik fokal.
Abses serebri merupakan salah satu penyakit infeksius, sehingga penyakit ini
masih menjadi masalah di negara berkembang karena tingginya angka
kemiskinan, kesakitan, dan buruknya hygiene.3

Namun, abses serebri sudah

jarang dijumpai di negara-negara maju, namun karena risiko kematian yang


sangat tinggi, abses serebri termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam
kehidupan masyarakat (life threatening infection).8
Laporan mengenai kasus abses serebri di Indonesia sangat minim.
Berdasarkan data dari laporan kasus di Amerika Serikat, terjadi sekitar 1500-2500
kasus abses serebri per tahun, dengan prevalensi diperkirakan 0.3-1.3 per 100.000
orang per tahun.8 Menurut Britt, Richard et al, penderita abses serebri lebih
banyak dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 3:1
yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.5
Insiden abses serebri mendekati 8% dari massa intrakranial pada negara
berkembang dan 1-2% di negara maju. 9

Pada beberapa tempat, kasus abses

serebri pada anak terhitung mendekati 25% dari seluruh penderita abses serebri.3
Mortalitas abses serebri telah mengalami penurunan dari 50% menjadi
20%, sebagian besar merupakan hasil dari pengenalan CT scan yang dapat
mendiagnosis lebih dini dengan lokasi yang akurat.10

Mortalitas terutama

dipengaruhi oleh usia dan kondisi neurologis saat masuk rumah sakit, tertundanya
perawatan, defisit neurologis saat masuk rumah sakit, terganggunya imunitas host,

DM yang tidak terkontrol, dan Glassgow Coma Scale (GCS) < 12, berhubungan
dengan kematian dan defisit neurologis permanen.3

2.3

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Etiologi abses otak adalah bakteri piogenik yang menyebar ke otak secara

perkontinuitatum atau hematogen. Bakteri yang dapat diisolir dari abses otak
adalah:
a. Bakteri aerob
Bakteri aerob yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoni,
Streptococcus viridans, Haemophylus influenza, dan Bacillus gram negatif.
b. Bakteri anaerob
Bakteri anaerob dapat berupa Bacterioides fragilis, Microacrophyllic
cocci, Actinomyces israelli, Bacterioides sp., Fusobacterium.
Bakteri aerob lebih sering dibanding anaerob, terutama golongan Streptococcus
(32.1%), disususl gram negative baccili (15.7%), Staphylococcus aureus (13.4%).
Dilaporkan bahwa Staphylococcus aureus lebih virulen daripada alpha hemolitic
streptococcus pada pembentukan abses otak.12
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).3
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi
paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).Abses otak
yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran
darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak.13
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh.

Penyebab abses yang jarang dijumpai,

osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit,


luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
septikemia.Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di
lobus otak.13
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya

tunggal,

terletak

superfisial

di

otak,

dekat

dengan

sumber

infeksinya.Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau


inferior lobus frontalis.Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus
frontalis atau temporalis.Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis.Sinusitis
frontalis.Infeksi

ethmoidalis

pada

telinga

dapat
tengah

menyebabkan
dapat

pula

abses
menyebar

pada

lobus

ke

lobus

temporalis.Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan


bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.13
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor
lingkungan.
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi
mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak
yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem
imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.13
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cenderung neurotropik seperti yang membangkitkan
meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak
bersangkut paut dengan faktor pertahanan host.Kuman yang memiliki
virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat
jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.13
3. Faktor lingkungan

Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman.Yang dapat masuk


ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau
udara.`13
2.4

Patogenesis dan Patologi


Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.13
Pada tahap awal abses serebri terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotikan.

Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama

kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses serebri dalam 4 stadium yaitu :
a. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada
hari pertama dan meningkat pada hari ketiga.Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia

dari

pembuluh

darah

dan

mengelilingi

daerah

nekrosis

infeksi.Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di


sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.13
b. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan
nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis

didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast


yang terpencar.

Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk

kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi
menjadi sangat besar.12
c. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan aseluler debris dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk
anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis.

Di daerah ventrikel,

pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di


daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang
terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam
substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.
Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar
membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.12
d. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
o Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
o Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
o Kapsul kolagen yang tebal.
o Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
o Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.12
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses
serebri yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama
menyebabkan abses serebri lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus
parietalis biasanya terjadi secara hematogen.13
2.4.1

Respon Imunologik pada Abses Otak.

Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke


susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di
mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui
arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.12
Proteksi otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier.Pada
toksemia dan septikemia, sawar darah otak rusak dan tidak lagi bertindak sebagai
sawar khusus.Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh
karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi.Kuman yang
dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata
tidak membangkitkan abses serebri, kecuali apabila jumlah kumannya sangat
besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu.
Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia
menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak
memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan
limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan
proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan
destruktif.12
2.5

Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-

gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peningkatan


tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari
gejala infeksi(demam, leukositosis), peningkatan tekanan intracranial(sakit kepala,
muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang, paresis,
ataksia, afaksia).7
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.9

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan


mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kuadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen
dan berakibat fatal.9
2.6

Diagnosis
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinik,

pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu


penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,
onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit
yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.7
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen.12
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.12
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan leukosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meningkat
dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.7

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial,


dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.

Pemeriksaan EEG

terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer.

EEG

memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan


frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama
untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi
abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah
digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Scanning otak
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses
memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan
biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.

Magnetic

Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang
lebih cepat juga lebih akurat.12
Gambaran CT-scan pada abses :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.


Gambaran CT-Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian
gambaran seperti cincin.Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas
sesuai dengan diameter serebritisnya.Didapati mengelilingi pusat
nekrosis.

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat


nekrosis dari zona central inflamasi.
Gambaran CT-Scan :

10

Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras


perinfus.Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi
homogen menunjukkan adanya cerebritis.

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,


hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada
stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Gambaran CT-Scan :

Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil
dan kapsul terlihat lebih tebal.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang


hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring
enhancement (kapsul abses)
Gambaran CT-Scan :
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis
tidak diisi oleh kontras.

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur


diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis
abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan
granuloma.9
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis

11

hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada
kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa
daughter abscess biasanya berkembang di medial.7
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media
di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.7,9
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed
density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema
yang luas.12
2.7

Tatalaksana
Terapi definitif untuk abses melibatkan :

1.

Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat


mengancam jiwa

2.

Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3.

Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4.

Pengobatan terhadap infeksi primer

5.

Pencegahan kejang

6.

Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan

pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang


memungkinkan terjadinya abses.

Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat

digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika


terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan
kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga
dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur
dan tes sentivitas telah tersedia.2
Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak
Etiologi

Antibiotik

12

Infeksi bakteri gram negatif,

Meropenem

bakteri anaerob, stafilokokkus


dan stretokokkus
Penyakit jantung sianotik

Penissilin

dan

metronidazole
Post VP-Shunt

Vancomycin

dan

ceptazidine
Otitis media, sinusitis, atau

Vancomycin

mastoiditis
Infeksi meningitis citrobacter

Sefalosporin generasi
ketiga,

yang secara

umum

dikombinasi

dengan

terapi

aminoglikosida

Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis


dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime
atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem yang
terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif. Sementara itu pada abses yang
terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole.

Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat

diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau
mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena
strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin.

Ketika meningitis

citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan
sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi
aminoglikosida. Pada pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik
yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.2
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
13

Drug Dose

Frekwensi dan rute

Cefotaxime
(Claforan) 50-100
mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,

Ceftriaxone
(Rocephin)

2-3 kali per hari,

IV

IV
50-100
mg/KgBBt/Hari
Metronidazole
(Flagyl)

3 kali per hari,


IV

35-50
mg/KgBB/Hari
Nafcillin
Nafcil)

(Unipen, setiap 4 jam,


IV

2 grams
Vancomycin

setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering
dalam 3-7 hari.7
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration

14

and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang
otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.7
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,
seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.7
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi
eksisi dalam mengurangi risiko kejang.2,7
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan
dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter
lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng
terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi,
seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme
dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu.12
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan
tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada
tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).3
2.8

Diagnosis Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat

bermanifestasi

klinis

hampir

sama

dengan

suatu

neoplasma

maupun

hematosubdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosis yang menyeluruh


agar terapi yang diberikan menjadi tepat.2
Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging

15

Abscess
Tumor
Smooth,
thin, Thick, irregular
regular

Wall

Thinner on inner Thinner


on
aspect
outer aspect
Nodularity

If present, in inner Outer border


border

T1

Hyperintense rim

T2

Hypointense rim

Meningeal
enhancement

Favours

Not seen

Diffusion
Imaging

High signal

Low signal

Perfusion
Normal signal due Low signal due
imaging dynamic to collagen and high capillary
fibrosis in wall
density
in
tumour

2.9

Komplikasi
Abses

otak

menyebabkan

kecacatan

bahkan

kematian.

Adapun

komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak.3
2.10

Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan

berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang

16

terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,


hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran
lainnya.2,3,7
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1. Cepatnya diagnosis ditegakkan
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multipel
4. Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses serebri pada stadium dini dapat
lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik.Prognosis abses serebri
soliter lebih baik dan mu1tipel.Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat
menetap pada 50% penderita.2,3,7

17

BAB III
KESIMPULAN
Abses serebri merupakan suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan
materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme
yang terlokalisir di dalam atau di antara jaringan otak. Sebagian besar penderita
abses otak adalah laki-laki, dibandingkan perempuan (3:1) yang berusia produktif
(20-50) tahun.
Penyebab abses serebri bisa bermacam-macam. Sebagian besar abses otak
berasal langsung dari penyebaran infeksi tengah, sinusitis, atau secara hematogen
dari infeksi paru sistemik, endokarditis bacterial akut dan subakut dan pada
penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot, atau bahkan akibat trauma tembus pada
kepala atau trauma pascaoperasi. Selain itu, abses dapat juga dijumpai pada
penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang
mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Penyebab abses yang jarang dijumpai adalah osteomyelitis tengkorak, sellulitis,
erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala,
infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari
gejala infeksi, peninggian tekanan intracranial, dan gejala neurologik fokal.
Pada dasarnya, jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi.
Otak memiliki proteksi khusus yang dikenal sebagai sawar darah otak. Namun,
selain kuman yang susah melewati sawar darah otak, sawar darah otak juga
menghambat penetrasi fagosit, antibodi dan antibiotik, dan jaringan otak tidak
memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan
limfatik untuk pemberantasan infeksi, sehingga sekalinya terjadi infeksi di otak
cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

18

Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinik,

pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu


penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya.

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai

pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90%


untuk mendiagnosis abses serebri, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk
didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom
yang diserap dan granuloma. Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan abses serebri dengan yang lain antara lain : umur penderita,
ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring,
rasio lesi dan ring.
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses.

Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat

digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Selain


itu, dipertimbangkan juga untuk diberikan steroid jika terdapat risiko potensial
dalam peningkatan tekanan intrakranial, walau kebanyakan studi klinis
menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik
tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Terapi optimal dalam
mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan
bedah. Penggunaan antikonvulsan diberikan tergantung pada lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks.
Abses otak bisa berujung pada robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel
atau ruang subarachnoid, penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan
hidrosefalus, edema otak, dan herniasi oleh massa abses otak. Bahkan, abses otak
dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari cepatnya diagnosis
ditegakkan, derajat perubahan patologis, soliter atau multiple, penegakan yang
adekuat.

19

DAFTAR PUSTAKA

1.

Muzumdar D. Central nervous system infections and the neurosurgeon: A

2.

perspective. Int J Surg. 2011;9:1136. [PubMed]


Ingham HR, Selkon JB, dan Roxby CM. Bacteriological study of otogenic

3.

cerebral abscess. Chemoterapeutic role of metronidazole. Britis Med J, 1977.


Miranda HA, Leones SM, Elzain MA, dan Salazar LR. Brain abscess: Current
management. J Neurosci Rural Pract. Aug 2013; 4(Suppl 1): 567-581.

4.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/
Bell W, Chun WM, Jabbour JT, et al. Brain abscess, bacterial infectious of the
nervous system. In: Sweiman, Wright, editor. The Practica of Pediatric
Neurology. 1st ed., 1988.p.678-86.

5.

Britt RH, Enzmann DR, Yeager AS. Neuropathological and computerized


tomographic

findings

in

experimental

brain

abscess. J

Neurosurg. 1981;55:590603. [PubMed]


6.

Manzar N, Manzar B, Kumar R, Bari ME. The study of etiologic and


demographic characteristics of intracranial brain abscess: A consecutive case
series study from Pakistan. World Neurosurg. 2011;76:195200.[PubMed]

7.

Aliah A. Odema cerebri (Pendekatan patogenik dan terapeutik). Bagian

8.

Neurologi FK Unair/ RSUD Soetomo, Surabaya. 33-34.


Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf
PERDOSSI. Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.

9.

2011.
Muzumdar D, Jhawar S, Goel A. Brain abscess: An overview. Int J
Surg. 2011;9:13644. [PubMed]

10.

Carpenter J, Stapleton S, Holliman R. Retrospective analysis of 49 cases of


brain abscess and review of the literature. Eur J Clin Microbiol Infect
Dis. 2007;26:111. [PubMed]

20

11.

Yang SY. Brain abscess: A review of 400 cases. J Neurosurg. 1981;55:794


9. [PubMed]

12.

Laminof MJ. 1995. Brain abscess in clinical neurology 3 rd Ed, A Large


Medical Book, Connecticut, 297-298.

13.

Hakim AA. 2005. Abses otak. Majalah Kedokteran Nusantara Vol 38, No. 4.
Desember 2005. 324-327.

21

Anda mungkin juga menyukai