Anda di halaman 1dari 7

THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE adalah 7 Kebiasaan Dari OrangOrang Yang Sangat Efektif.

Efektif
: Melakukan hal yang tepat (do right thing)
Efisien
: Melakukan dengan tepat (do thing right)
Kebiasaan : Perilaku (behaviour) yang sering (berulang-ulang) dilakukan
Character Ethic (Prinsip-prinsip dasar)
Adanya prinsip-prinsip dasar yang positif dan orang hanya dapat mengalami keberhasilan
yang sejati dan kebahagiaan yang abadi bila mereka belajar mengintegrasikan prinsipprinsip tersebut kedalam karakter dasar mereka. Contoh prinsip-prinsip dasar seperti :
Integritas, Kerendahan Hati, Kesetiaan (loyal), Keadilan, Keberanian, Kesederhanaan,
Kesopanan, dll
Personality Ethic (Sikap dan Perilaku)
Keberhasilan merupakan suatu fungsi kepribadian, citra masyarakat, sikap dan perilaku,
keterampilan dan teknik, yang melicinkan proses-proses interaksi manusia. Personality
Ethic mengambil 2 jalan :
1. Teknik hubungan manusia dan masyarakat
2. Sikap mental positif
Paradigm / Paradigma (Cara pandang)
Adalah representasi mental. Adalah model, pattern, atau kumpulan ide-ide yang
menjelaskan satu aspect. Paradigma bisa diumpamakan sebagai peta dari kota atau
wilayah sehingga jelas bahwa peta bukanlah wilayah itu sendiri. Kita melihat dunia
bukan sebagaimana dunia adanya, melainkan sebagaimana kita adanya atau
sebagaimana kita terkondisikan untuk melihatnya. Tidak pernah lengkap dan tidak pernah
sama.
Emotional Bank Account (Rekening Bank Emosional)
Rekening Bank Emosional mencerminkan tingkat kepercayaan dalam suatu hubungan.
Seperti rekening keuangan di bank, kita memasukkan simpanan ke atau melakukan
penarikan dari rekening ini. Perbuatan-perbuatan seperti berusaha untuk memahami
terlebih dahulu, bersikap murah hati, menepati janji, dan bersikap setia.
Kebiasaan 1 :
Jadilah Proaktif ( Be Proactive )
Bersikap proaktif adalah lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya
bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di
masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilainilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang-orang proaktif adalah pelakupelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif,
untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka lakukan ini dengan mengembangkan serta
menggunakan keempat karunia manusia yang unik kesadaran diri, hati nurani, daya
imajinasi, dan kehendak bebas dan dengan menggunakan Pendekatan Dari Dalam ke

Luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif
dalam hidup mereka sendiri, yang adalah keputusan paling mendasar yang bisa diambil
setiap orang.
Kebiasaan 2 :
Merujuk pada Tujuan Akhir ( Begin With The End in Mind ) Segalanya diciptakan dua
kali pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim, dan organisasi,
membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dahulu menciptakan visi
serta tujuan setiap proyek secara mental. Mereka bukan menjalani kehidupan hari demi
hari tanpa tujuan-tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara mental mereka
identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang
paling penting bagi mereka sendiri dan membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk
melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari penciptaan secara
mental, yang dapat disusun oleh seorang individu, keluarga, atau organisasi. Pernyataan
misi ini adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya.
Menciptakan budaya kesamaan misi, visi, dan nilai-nilai, adalah inti dari kepemimpinan.
Kebiasaan 3 :
Dahulukan yang Utama ( Put First Thing First ) Mendahulukan yang utama adalah
penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan
melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental (tujuan Anda, visi Anda,
nilai-nilai Anda, dan prioritas-prioritas Anda). Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Halhal utama tidak dikebelakangkan. Individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya
pada apa yang paling penting, entah mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan
diutamakannya hal yang utama.
Kebiasaan 4 :
Berfikir Menang/Menang ( Think Win Win ) Berfikir menang/menang adalah cara
berfikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama, dan didasarkan pada sikap saling
menghormati dalam semua interaksi. Berfikir menang / menang adalah didasarkan pada
kelimpahan kue yang selamanya cukup, peluang, kekayaan, dan sumber-sumber
daya yang berlimpah ketimbang pada kelangkaan serta persaingan. Berpikir menangmenang artinya tidak berpikir egois (menang / kalah) atau berpikir seperti martir (kalah /
menang). Dalam kehidupan bekerja maupun keluarga, para anggotanya berpikir secara
saling tergantung dengan istilah kita, bukannya aku. Berpikir manang / menang
mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari
solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan. Berpikir menang / menang artinya
berbagai informasi, kekuasaan, pengakuan, dan imbalan.
Kebiasaan 5 :
Berusaha untuk Memahami Terlebih Dulu, Baru Dipahami (To Understand To Be
Understood) Kalau kita mendengarkan dengan seksama, untuk memahami orang lain,
ketimbang untuk menanggapinya, kita memulai komunikasi sejati dan membangun
hubungan. Kalau orang lain merasa dipahami, mereka merasa ditegaskan dan dihargai,
mau membuka diri, sehingga peluang untuk berbicara secara terbuka serta dipahami
terjadi lebih alami dan mudah. Berusaha memahami ini menuntut kemurahan; berusaha

dipahami menuntut keberanian. Keefektifan terletak dalam keseimbangan di antara


keduanya.
Kebiasaan 6 :
Wujudkan Sinergi (Synergy)
Sinergi adalah soal menghasilkan alternatif ketiga bukan caraku, bukan caramu,
melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Sinergi adalah
buah dari sikap saling menghargai sikap memahami dan bahkan memanfaatkan
perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, memanfaatkan peluang. Timtim serta keluarga-keluarga yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing
individu sehingga secara keseluruhannya lebih besar dari pada jumlah total dari bagianbagiannya. hubungan-hubungan serta tim-tim seperti ini mengenyampingkan sikap saling
merugikan (1 + 1 = 1/2). Mereka tidak puas dengan kompromi (1 + 1 = 1 1/2), atau
sekedar kerjasama (1 + 1 = 2). Melainkan, mereka kejar kerjasama yang kreatif (1 + 1 = 3
atau lebih).
Kebiasaan 7 :
Mengasah Gergaji ( Sharpening The Saw ) Mengasah gergaji adalah soal memperbaharui
diri terus menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial/emosional,
mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas kita untuk
menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Bagi sebuah organisasi, Kebiasaan 7
menggalakkan visi, pembaharuan, perbaikan terus-menerus, kewaspadaan terhadap
kelelahan atau kemerosotan moral, dan memposisikan organisasinya di jalan
pertumbuhan yang baru. Bagi sebuah keluarga, kebiasaan 7 meningkatkan keefektifan
lewat kegiatan-kegiatan pribadi maupun keluarga secara berkala, seperti membentuk
tradisi-tradisi yang merangsang semangat pembaharuan keluarga. [Stephen R. Covey

Setiap orang yang berhasrat besar untuk menjadi manusia yang lebih baik perlu
merenungkan kata-kata Stuart B. Johnson berikut ini:
Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tetapi untuk
melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, dan untuk melampaui
hari kemarin dengan hari ini.
Dalam era hiper kompetisi dewasa ini, bagaimana kita memahami kalimat yang demikian
itu? Bukankah kita harus bersaing dengan orang lain, dengan siapa saja yang berusaha
mengalahkan kita? Jika demikian cara berpikir kita, maka cerita yang dikirim seorang
kawan berikut ini mungkin menarik untuk menjadi bahan renungan.
LOMPATAN SI BELALANG. .
Di suatu hutan, hiduplah seekor belalang muda yang cerdik. Belalang muda ini adalah
belalang yang lompatannya paling tinggi di antara sesama belalang yang lainnya.

Belalang muda ini sangat membanggakan kemampuan lompatannya ini. Sehari-harinya


belalang tersebut melompat dari atas tanah ke dahan-dahan pohon yang tinggi, dan
kemudian makan daun-daunan yang ada di atas pohon tersebut. Dari atas pohon tersebut
belalang dapat melihat satu desa di kejauhan yang kelihatannya indah dan sejuk. Timbul
satu keinginan di dalam hatinya untuk suatu saat dapat pergi ke sana.
Suatu hari, saat yang dinantikan itu tibalah. Teman setianya, seekor burung merpati,
mengajaknya untuk terbang dan pergi ke desa tersebut. Dengan semangat yang meluapluap, kedua binatang itu pergi bersama ke desa tersebut. Setelah mendarat mereka mulai
berjalan-jalan melihat keindahan desa itu. Akhirnya mereka sampai di suatu taman yang
indah berpagar tinggi, yang dijaga oleh seekor anjing besar. Belalang itu bertanya kepada
anjing, Siapakah kamu, dan apa yang kamu lakukan di sini?
Aku adalah anjing penjaga taman ini. Aku dipilih oleh majikanku karena aku adalah
anjing terbaik di desa ini, jawab anjing dengan sombongnya.
Mendengar perkataan si anjing, panaslah hati belalang muda. Dia lalu berkata lagi,
Hmm, tidak semua binatang bisa kau kalahkan. Aku menantangmu untuk membuktikan
bahwa aku bisa mengalahkanmu. Aku menantangmu untuk bertanding melompat,
siapakah yang paling tinggi diantara kita.
Baik, jawab si anjing. Di depan sana ada pagar yang tinggi. Mari kita bertanding,
siapakah yang bisa melompati pagar tersebut.
Keduanya lalu berbarengan menuju ke pagar tersebut. Kesempatan pertama adalah si
anjing. Setelah mengambil ancang-ancang, anjing itu lalu berlari dengan kencang,
melompat, dan berhasil melompati pagar yang setinggi orang dewasa tersebut tersebut.
Kesempatan berikutnya adalah si belalang muda. Dengan sekuat tenaga belalang tersebut
melompat. Namun, ternyata kekuatan lompatannya hanya mencapai tiga perempat tinggi
pagar tersebut, dan kemudian belalang itu jatuh kembali ke tempatnya semula. Dia lalu
mencoba melompat lagi dan melompat lagi, namun ternyata gagal pula.
Si anjing lalu menghampiri belalang dan sambil tertawa berkata, Nah, belalang, apa lagi
yang mau kamu katakan sekarang? Kamu sudah kalah.
Belum, jawab si belalang. Tantangan pertama tadi kamu yang menentukan. Beranikah
kamu sekarang jika saya yang menentukan tantangan kedua?
Apa pun tantangan itu, aku siap, tukas si anjing.
Belalang lalu berkata lagi, Tantangan kedua ini sederhana saja. Kita berlomba melompat
di tempat. Pemenangnya akan diukur bukan dari seberapa tinggi dia melompat, tapi
diukur dari lompatan yang dilakukan tersebut berapa kali tinggi tubuhnya.
Anjing kembali yang mencoba pertama kali. Dari hasil lompatannya, ternyata anjing
berhasil melompat setinggi empat kali tinggi tubuhnya. Berikutnya adalah giliran si

belalang. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan anjing, namun
ketinggian lompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh kali tinggi tubuhnya.
Dan belalang pun menjadi pemenang untuk lomba yang kedua ini. Kali ini anjing
menghampiri belalang dengan rasa kagum.
Hebat. Kamu menjadi pemenang untuk perlombaan kedua ini. Tapi pemenangnya belum
ada. Kita masih harus mengadakan lomba ketiga, kata si anjing.
Tidak perlu, jawab si belalang. Karena, pada dasarnya pemenang dari setiap
perlombaan yang kita adakan adalah mereka yang menentukan standar
perlombaannya. Pada saat lomba pertama kamu yang menentukan standar
perlombaannya dan kamu yang menang. Demikian pula lomba kedua saya yang
menentukan, saya pula yang menang. Intinya adalah, kamu dan saya mempunyai
potensi dan standar yang berbeda tentang kemenangan. Adalah tidak bijaksana
membandingkan potensi kita dengan yang lain. Kemenangan sejati adalah ketika dengan
potensi yang kamu miliki, kamu bisa melampaui standar dirimu sendiri. Iya nggak sih?
Cerita sederhana di atas pernah membuat saya malu pada diri sendiri. Ketika masih
berumur awal 30-an tahun, betapa sering saya membanding-bandingkan diri saya dengan
orang lain. Membandingkan antara profesi saya dengan profesi si Anu, antara pendapatan
saya dan pendapatan si Banu, antara mobil saya dengan mobil si Canu, antara kesuksesan
saya dengan kesuksesan si Danu, dan seterusnya. Hasilnya? Ada kalanya muncul
perasaan-perasaan negatif, seperti iri hati atau kecewa pada diri sendiri, yang menganiaya
rasa syukur atas kehidupan. Namun kala yang lain muncul juga semacam motivasi untuk
bisa lebih maju dan berusaha lebih tekun agar bisa melampaui orang lain (pesaing?).
Belakangan, saya menemukan cara bersaing yang lebih cocok untuk diri sendiri. Saya
mulai mengukur kemajuan saya tahun ini berdasarkan prestasi saya tahun kemarin. Saya
tetapkan bahwa tahun ini saya harus lebih sehat dari tahun kemarin; pendapatan dan
sumbangan tahun ini diupayakan lebih tinggi dari tahun lalu; pengetahuan yang
disebarkan tahun ini ditingkatkan dari tahun silam; relasi dan tali silahturahmi juga
direntangkan lebih lebar; kualitas ibadah diperdalam; perbuatan baik dipersering; dan
seterusnya. Dengan cara ini, saya ternyata lebih mampu mengatasi penyakit-penyakit
seperti iri hati, dengki, dan rasa kecewa pada diri. Berlomba untuk memecahkan rekor
pribadi yang baru, melampaui rekor yang tercapai di masa lalu, ternyata menimbulkan
keasyikan dan rasa syukur yang membahagiakan.
Mungkin benar kata orang bijak dulu: kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas
orang lain, melainkan kemenangan atas hawa nafsu diri sendiri. Setujukah?

Seekor beruang.
Dua orang berjalan mengembara bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu
tiba-tiba seekor beruang yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.

Salah satu pengembara, hanya memikirkan keselamatannya dan tidak menghiraukan


temannya, memanjat ke sebuah pohon yang berada dekat dengannya.
Pengembara yang lain, merasa tidak dapat melawan beruang yang sangat besar itu
sendirian, melemparkan dirinya ke tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah
meninggal. Dia sering mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau
orang yang telah meninggal.
Temannya yang berada di pohon tidak berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang
berbaring. Entah hal ini benar atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat
kepalanya, dan kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang
tersebutpun berjalan pergi.
Pengembara yang berada di atas pohon kemudian turun dari persembunyiannya.
Kelihatannya seolah-olah beruang itu membisikkan sesuatu di telingamu, katanya.
Apa yang di katakan oleh beruang itu
Beruang itu berkata, kata pengembara yang berbaring tadi, Tidak bijaksana berjalan
bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak
menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya.
Nah, teman-teman mari kita lebih memperhatikan kepentingan orang lain daripada
kepentingan kita sendiri. Mengapa? Mario Teguh pernah mengatakan bahwa kita akan
disebut bernilai apabila kita benar-benar memiliki nilai atau arti bagi orang-orang di
sekitar kita. Mari raih kehidupan yang bernilai dengan memperhatikan kepentingan orang
lain lebih utama dari kepentingan kita sendiri. Semoga bermanfaat.

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan


mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya
dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah
selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan
menaruhnya di atas api.
Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama,
telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya
mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar,
memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah
mematikan api.
Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan
meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, Apa yang kau lihat, nak?"Wortel, telur, dan kopi
jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia
melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya
mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah
telur rebus yang mengeras.
Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi
dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, Apa arti semua ini, Ayah?
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, melalui
proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel
menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya
melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.
Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk
kopi merubah air tersebut.
Kamu termasuk yang mana?, tanya ayahnya. Ketika kesulitan mendatangimu,
bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi? Bagaimana
dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya
penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.
Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang
dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka
hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi
pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.
Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang
menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat
Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.
Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan
menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan
raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri

Anda mungkin juga menyukai