Anda di halaman 1dari 9

PENGANTAR FILSAFAT

A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah suatu konsep atau istilah atau kata, yang secara
etimologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata philosophia itu
terdiri dan berasal dari dua kata yaitu :
(1) kata philo, philos, philein, dan sophia yang mempunyai arti
cinta/ pecinta/ mencintai, dan
(2) kata sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan, hikmah, hakikat
kebenaran.
Secara harafiah makna dari istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan
atau cinta pada kebenaran yang hakiki.
Filsafat juga mengandung makna sebagai suatu proses pencarian akan
suatu kebenaran hakiki, serta sebagai suatu konsep pemikiran atau nilai atau
ajaran akan kebenaran yang hakiki. Sebagai suatu konsep pemikiran atau nilai
atau ajaran, filsafat merupakan hasil dari suatu proses. Sebagai suatu konsep
pemikiran, filsafat pada dasarnya adalah buah karya besar dari para pemikir
bijak (filosof). Filsafat (dalam kontek proses) adalah sebuah proses berpikir
atau oleh pikir (perenungan) yang mendalam dan radikal dalam mencari
kebenaran hakiki, terhadap suatu obyek kajian tertentu dengan suatu
metodologi, secara sistematis, menyeluruh dan universal.
Filsafat sebagai hasil olah pikir (konsep pemikiran akan kebenaran
hakiki) pada dasarnya berasal dan dipengaruhi oleh nilai-nilai dari sosial budaya
dan karakter masyarakat itu sendiri (di mana filosof hidup dan berada), dan
kemudian juga akan mempengaruhi nilai sosial budaya masyrakat yang
bersangkutan. Pemikiran filsafat itu kemudian akan menjadi suatu ajaran
tentang kebenaran (kebenaran hidup dan kebenaran dalam hidup) dan pada
akhirnya menjadi suatu sistem nilai tentang kebenaran yang berlaku dan diikuti
oleh masyarakat. Filsafat pada gilirannya akan menjadi suatu ideologi dalam
masyarakat, bangsa dan negara. Ideologi merupakan sistem nilai yang dianggap
paling baik dan paling benar dan yang akan diwujudkan dalam hidup suatu
masyarakat (menjadi cita-cita) dan sekaligus sebagai pedoman dalam
menggapai cita-cita itu. Filsafat yang demikian, telah tumbuh dan berkembang
menjadi suatu tata nilai yang melembaga, sebagai suatu paham ideologi (isme)
seperti kapitalisme, komunisme, fasisme dan sebagainya yang cukup
mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.
Phythagoras (582 - 496 SM), pemikir dan pelopor matematika, adalah
orang yang untuk kali pertama menggunakan kata filsafat. Phythagoras
17

menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah bilangan.
Banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui sekarang ini
berbanding lurus dengan banyaknya penafsiran dari para filsuf itu sendiri.
Setidaknya terdapat tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu :
1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
2. Kesangsian atau keraguan keberadaan dan kebenaran akan sesuatu,
merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan menuntun
pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal
yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan dalam diri manusia akan mendorong
manusia mulai berfilsafat jika dia menyadari bahwa dirinya sangat kecil
dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya.
Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa di luar yang
terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Filsafat, baik sebagai proses maupun hasil, memiliki sifat yang sekaligus
menjadi ciri dan karakternya, yaitu :

tidak terikat secara langsung terhadap obyek kajian. Dalam proses


mengkaji dan mencari kebenaran tentang sesuatu, filsafat tidak harus
menghadapi sesuatu obyek kajian yang nyata. Obyek kajian filsafat tidak
harus hadir, dan ada bersamaan dengan proses pengkajian itu (lebih
lanjut baca bahasan obyek kajian filsafat).
tidak terikat oleh ruang dan waktu (sifat universal atau menyeluruh).
Filsafat baik sebagai proses maupun hasil serta obyeknya, tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu. Filsafat bisa mengkaji apa saja, kapan saja, dan
di mana saja. Pemikiran filsafat berlaku kapan saja dan di mana saja.
menyangkut kesemestaan, dimana kajian filsafat dan berlakunya
pemikiran filsafat tidak hanya pada lingkup terbatas, berkaitdengan sifat
universal filsafat, kajian dan pemikiran filsafat menyangkut kesemestaan
alam.
berlaku umum, dimana filsafat dengan semua pemikiran dan ajarannya,
dapat dipahami oleh siapa saja dan dimana saja.
sistematis, yakni adanya keteraturan pola dalam konstruksi berpikir dan
konsep pemikiran. Dalam kefilsafatan terdapat sistematika yang
terstruktur, sebagai kaedah berpikir/berfilsafat. Sistematika yang
menempatkan keberadaan antar bagian dalam struktur pemikiran
kefilsafatan dan bagaimana antar struktur saling berhubungan.
18

Sistematika mengatur dan menempatkan hierarkhi antar bagian dalam


struktur pikir kefilsafatan.
kohern atau runtut (berurutan), baik dalam proses berpikir maupun
dalam pemikiran, filsafat akan selalu runtut tidak tanpa pola dan tidak
dibolak-balik. Dalama sisi proses ada keruntutan dalam metode dan
tahapan berpikir dan pengkajian terhadap obyek. Pada sisi hasil,
pemikiran filsafat tersusun secara teratur dan berurutan. Keruntutan
dalam kefilsafatan sesuai dengan sustematika dan hierarkhi struktur
kefilsafatan.
Konsisten, dimana pemikiran dan olah pikir dalam filsafat selalu bersifat
lurus. Antar bagian-bagian dalam pemikiran (substansi) filsafat tidak
berlawanan atau tidak saling bertentangan antara satu dengan lainnya.
Integral, bahwa filsafat (baik dalam arti proses maupun hasil)
keseluruhan bagian/strukturnya merupakan satu kesatuan yang bulat
dan utuh, tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan atau dihilangkan
sebagian diantaramya.

B. OBYEK KAJIAN FILSAFAT


Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni, mendalam
dan radikal, menyangkut kemampuan daya pikir manusia dalam memahami
segala sesuatu untuk mencari kebenaran hakiki. Aktivitas berpikir secara kritis,
mencari suatu kebenaran merupakan potensi, fungsi dan karakter manusia.
Selagi manusia masih merasa sebagai manusia tidak akan pernah berhenti
perpikir dan akan dihadapkan pada tuntutan berpikir. Kritis dan tidaknya dalam
berpikir, secara mendalam atau dangkal dalam berpikir, merupakan pembeda
antar manusia satu sama lain dan bergantung pada kemampuan daya nalar dan
intelektualnya.
Filsafat sebagai olah pikir/perenungan pikir yang mendalam dan radikal
memiliki obyek kajian, namun filsafat tidak terikat secara langsung dengan
obyek, maupun ruang dan waktu dalam kanjiannya. Obyek kajian filsafat
menyangkut dan meliputi kesemestaan, meliputi segala sesuatu.
Obyek kajian filsafat dari aspek wujud, bisa :

fisik, segala sesuatu yang berwujud secara fisik, terutama yang kasat
mata, ada secara empirik
bukan fisik, segala sesuatu yang tidak mempuyai wujud fisik, atau yang
meta fisik.

Obyek kajian filsafat dari aspek keberadaan, bisa :

yang ada adalah segala sesuatu yang memang benar adanya ada
19

pada saat sekarang atau yang sudah lampau, dan dalam batas tertentu
termasuk segala sesuatu yang adanya pada masa yang akan datang.
yang mungkin ada, adalah segala sesuatu yang keberadaannya masih
dalam kemungkinan (belum tentu ada). Segala sesuatu yang tidak ada,
dalam kontek kajian filsafat belum tentu sebagai yang adanya tidak
ada, akan tetapi mungkin ada. Karena itu filsafat mengkaji dan
berupaya mencari kebenaran apakah sesuatu yang tidak ada itu adalah
yang mungkin ada kemudian menjadi benar adanya atau benar
tidak ada.

Obyek kajian filsafat dari segi dimensi ruang:


Segala sesuatu yang jadi obyek kajian filsafat tidak terikat pada dimensi
ruang tertentu, bisa berada dimana saja dan bahkan di luar jangkauan fisik dan
pandangan mata (baik secara langsung maupun dengan alat bantu). Selama
masih dalam jangkauan pikir dan penalaran, segala sesuatu di mana saja bisa
menjadi obyek kajian filsafat.
Obyek kajian filsafat dari dimensi waktu, adalah :
Segala sesuatu yang tidak ada, yang mungkin ada, yang ada yang
keberadaannya di mana saja dengan dimensi waktu kapan saja (bisa yang
telah lampau, pada era kini dan/atau pada masa yang akan datang). Tidak
terdapat batasan waktu pada kajian kefilsafatan.
Obyek kajian filsafat yang tidak terbatas tersebut (dalam keberadaan,
wujud, ruang dan waktu) bila ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya
dapat dibedakan menjadi :
a. obyek material filsafat : yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup
segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam,
benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak
spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan
lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap objek
material tersebut.
C. KECABANGAN FILSAFAT
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut
pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun cabangcabang filsafat yang pokok adalah :
a. Metafisika, adalah kecabangan filsafat yang membahas tentang hal-hal yang
bereksistensi di balik fisik atau yang di atas fisik. Dalam metafisika ini
20

meliputi bidang :
-

Ontologi, merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang sifat


dasar dan ragam kenyataan dari sesuatu. Ontotogi mempertanyakan
apa hakekat sesuatu dan mencari tentang kebenaran akan sesuatu.
- kosmologi adalah kecabangan filsafat yang membahas dan mengkaji
tentang aspek kesemestaan dari sesuatu, teori umum mengenai proses
sesuatu kenyataan
b. Epistemologi, adalah cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana
proses terjadinya sesuatu, mengapa sesuatu ada dan terjadi hukum apa yang
mengesahan akan terjadinya dan keberadaan sesuatu, sesuatu itu disebut
dengan sebagaimana dirinya. Seringkali epistemologi ini disebut sebagai ilmu
tentang ilmu.
c. Aksiologi, merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai akan
sesuatu. Sesuatu disebut bernilai apabila dalam dirinya memiliki
kemanfaatan dan arti penting bagi manusia dan pihak lain.
d. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan tentang cara/jalan atau
prosedur untuk memperoleh pengetahuan dan kebenaran. Metodologi
berkait erat dengan epistemologi.
e. Logika, merupakan cabang filsafat atau ilmu yang membicarakan tentang
aturan-aturan berpikir agar dapat mengambil kesimpulan yang benar.
f. Etika, ilmu/cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia. Etika berkait dengan nilai yang
memberikan patokan tentang baik-buruk pada aspek perilaku dan tindakan
manusia, dalam hubungan dengan dirinya dan lingkungannya (pihak lain).
g. Estetika, merupakan cabang filsafat membicarakan nilai dan hal-hal yang
berkaitan dengan hakikat keindahan-kejelekan.
D. SISTEMATIKA FILSAFAT
Dalam kaitan dengan kecabangan filsafat sebagaimana dipaparkan di
atas, secara umum yang dipakai dalam kerangka kajian dalam kefilsafatan,
atau yang disebut dengan sistematika filsafat dalam mengkaji sesuatu meliputi:
1. Ontologi
Ontologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakekat
sesuatu. Ontologi menjelaskan pengertian atas sesuatu, yang memberikan
batasan arti atau definisi atas sesuatu. Yang dengan demikian tidak akan
terjadi overlaping dalam definisi dan pemaknaan atas sesuatu dengan sesuatu
yang lainnya. Sehingga makna atau definisi atas sesuatu hanya berlaku bagi diri
sesuatu itu sendiri, tidak untuk yang lain, ontologi meberikan pemahaman atas
perbedaan dan yang membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ontologi
21

memberikan makna pada sesuatu sebagai dirinya sendiri sebagimana hakekat


pada dirinya itu. Kajian otologi merupakan (dipakai sebagai) landasan untuk
melakukan kajian selanjutnya atas sesuatu.
Menurut Runes, ontologi adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki
hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan),
sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia,
metafisika dan kesemestaan atau kosmologi.
2. Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang mengkaji tentang
proses terjadinya sesuatu, beserta syarat, prosedur dan hukum yang
melegitimasi terjadinya sesuatu, serta sesuatu itu disebut sebagai dirinya
sendiri. Epistemologi menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas
ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan
pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu
atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan
epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang menyelidiki makna
dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya
ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu. Dalam
epistemologi kajian mencakup pula akan hukum dan kajian kausalitas (sebabakibat) akan terjadinya sesuatu.
3. Aksiologi
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai atas sesuatu
obyek, aksiologi akan mempertanyakan apa nilai yang ada pada sesuatu. Nilai
sesuatu dilihat dari aspek kemanfaatan sesuatu terhadap manusia atau
sesuatu yang lain. Nilai atas sesuatu juga menyangkut pada manfaat secara
fisik (material) maupun non material. Pada dasarnya kemanfaatan atas
sesuatu apabila sesuatu itu dibutuhkan oleh manusia dalam hidup dan
kehidupannya. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki :
a. tingkah laku moral, yang berwujud etika. Dalam kontek ini etika
merupakan sesuatu yang memiliki manfaat bagi pembatasan dan penataan
interaksi sosial antar manusia. Etika memberikan kerangka perilaku agar
hidup manusia memiliki arti bagi dirinya dan lingkungannya.
b. Estetika, merupakan filsafat yang membahas tentang nilai keindahan atas
sesuatu. Sesuatu yang berasal dari perilaku manusia yang merupakan
ekspresi nilai dan kejiwaanya, yang memiliki manfaat untuk membuat
22

perasaan pihak lain senang dan bahagia.


c. Nilai kebenaran dan kebenaran nilai bagi manusia dalam komunitas hidup
bersama (masyarakat dan yang lebih besar). Nilai-nilai kebenaran bersama
itu tertuang dalam ideologi, kebenaran nilai juga dilihat dari kerangka
ideologi yang bersangkutan. Ideologi merupakan sistem nilai yang menjadi
tujuan, dan pedoman mencapai tujuan bagi komunitas politik dan dalam
praktek kehidupan politik.
Prof. Notonagoro membagi sistem nilai dalam filsafat kedalam 3 (tiga) jenis
nilai, meliputi :
1. Nilai Vital, adalah sesuatu nilai atau sesuatu obyek yang memiliki nilai yang
diperlukan bagi manusia, aktivitas hidup manusia.
2. Nilai material, adalah nilai yang ada pada sesuatu obyek yang dilihat dari
sisi materi atas sesuatu obyek itu. Nilai material merupakan nilai yang
diperlukan bagi kebutuhan hidup manusia pada sisi materi dan raung-gerak
hidup manusia.
3. Nilai Kerohanian, adalah nilai yang dibutuhkan bagi manusia untuk
memenuhi kebutuhan rohani manusia. Nilai kerohanian terletak dan
bersumber/berpijak pada sisi rohani manusia. Nilai kerohanian merujuk
pada rasa dan keyakinan dalam rohani manusia. Nilai kerohanian mencakup
empat nilai, yaitu :
Nilai riil (kenyataan/kebenaran), nilai yang tentang apa adanya atas
sesuatu obyek (materi, non materi, situasi, peristiwa dan lainnya),
yang kemudian memberikan nilai kebenaran akan ada dan tidaknya
kenyataan pada sesuatu itu. Nilai riil diperlukan untuk mengetahui
dan memahami sesuatu obyek sebagaimana apa adanya atas sesuatu
itu, meberikan kepastian adanya dan tidak ambigu. Kenyataan atas
sesuatu bisa benar adanya atau salah adanya (tidak ada).
Nilai etika, merupakan nilai yang berkaitan dengan penataan tata
perilaku, sikap manusia dalam berhubungan dengan dirinya sendiri
dan lingkungannya.
Nilai Estetika, nilai tentang keindahan yang dibutuhkan untuk
memberi makna atas sesuatu berkaitan dengan aspek art pada
sesuatu itu.
Nilai religius, merupakan nilai kerohanian yang berhubungan dengan
sprititual atau spirit religi manusia. Nilai ini mengatur tentang
hubungan manusia dengan keyakinan rohaninya atas keberadaan dan
hubungan yang abersangkutan dengan Tuhannya.

23

HUKUM KAUSALITAS DALAM FILSAFAT


Keberadaan segala sesuatu tidaklah muncul secara tiba-tiba, namun
tentu ada sebuah proses di dalamnya, dan proses itu ada karena ada kausalitas
dan dialektika yang meliputi sesuatu itu. Sesuatu merupakan sintesa yang
muncul dari adanya dan bertemunya tesa dan antitesa.Terhadap sesuatu obyek
(apapun yang dikaji) filsafat tentu akan mengkaji sesuatu itu melalui dialektika
dengan kerangka sistematika kefilsafatan, secara ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
Terhadap sesuatu filsafat mempertanyakan hakekat sesuatu itu apa,
kemudian mengapa sesuatu itu ada dan apa yang mengsahkan sesuatu itu
disebut sebagai diri sesuatu itu. Pada kontek inilah pencarian sesuatu melaui
dialektika dan kausalitas (sebab-akibat). Sebab (kausa) munculnya sesuatu
meliputi : (1) kasusa material (sebab bahan) yang menjadikan adanya sesuatu;
(2) kausa formalis (sebab proses) terjadinya sesuatu; (3) kausa finalis (sebab
tujuan, hasil akhir yang ingi dicapai) untuk adanya sesuatu; dan (4) kausa
efisien, sebab bagaimana didapat dilegitimasikan sesuatu itu menjadi dirinya.
Dalam kajian kausalitas, guna memahami akan eksistensi sesuatu,
dilakukan proses kajian secara mundur, melalui kausa formal dan materialnya.
Titik akhir kajian secara mundur akan berakhir pada kausa prima (sebab
utama), sesuatu yang ada karena dirinya sendiri dan menentukan keberadaan
sesuatu yang lain. Kausa material dan formal sesuatu, merujuk pada ontologi
dan epistemologi, kausa final dan efisien merujuk pada aksiologi.
E. ALIRAN FILSAFAT
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah
sebagai berikut :
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi. Semua
realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan)
dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum
kausalitas) yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan
spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek
manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal
budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati sama
sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat
diri dan kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit)
24

c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran di atas


adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis).
Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah
benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuhtumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak,
kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih
daripada sekadar materi. Oleh karenanya, realitas adalah panduan benda
(materi dan jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual, jiwa, dan
rohaniah). Khusus pada manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta,
dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara
jasmaniah-rohaniah, materi dan nonmateri

25

Anda mungkin juga menyukai