Anda di halaman 1dari 7

PENCEGAHAN TERHADAP TINDAKAN KORUPSI YANG

BERKAITAN DENGAN PEREKONOMIAN


1.

Konsep Pemberantasan Korupsi

Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan
berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang mengatakan bahwa korupsi ibarat penyakit
kanker ganas yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah
negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan
masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas.
Sebelum melangkah lebih jauh mengenai upaya pemberantasan korupsi, berikut pernyataaan
Fijnaut dan Huberts (2002) mengenai strategi atau upaya pemberantasan korupsi:
It is always necessary to relate anti-corruption strategies to characterictics of the actor involved (and the
environment they operate in). there is no single concept and program of good governance for all
countries and organization, there is no one right way. There are many initiatives and most are tailored to
specifics contexts. Societies and organizations will have to seek their own solutions.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa penting untuk menghubungkan strategi
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta
lingkungan dimana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep, atau program tunggal
untuk setiap negara atau organisasi. Ada begitu banyak strategi, cara, atau upaya yang kesemuanya
perlu disesuaikan dengan konteks, masyarakat, maupun organisasi yang dituju. Setiap negara,
masyarakat, maupun organisasi perlu mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.
Upaya yang paling tepat memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana atau
menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Jika memang demikian, bidang hukum khususnya hukum
pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Benarkah
demikian?
2.

Upaya Penanggulangan Kejahatan (Korupsi) dengan Hukum Pidana

Kebijakan penanggulanagn kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal
(criminal politics) oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Arief, 2008):
1. Kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application)
2. Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment)
3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat
mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media) ataupun melalui media
lainnya seperti penyuluhan dan pendidikan.
Melihat perbedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan
kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu jalur penal (menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal
(diselesaikan di luar hukum pidana dan sarana-sarana non-penal). Secara kasar menurut Arief upaya
penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive
(penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur non-penal lebih

menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga
dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.
Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun untuk
pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari KPK yang memiliki Deputi Bidang
Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat.
Sasaran utama upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah menangani
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (dalam hal ini korupsi). Faktor-faktor kondusif
berpusat pada masalah atau kondisi politik, ekonomi, maupun sosial yang secara langsung atau tak
langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan (korupsi). Dengan demikian upaya
non-penal seharusnya menjadi kunci ataum memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik
kriminal.
Upaya pernah dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau dengan
menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan bagi pelaku korupsi. Ada hal penting
yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
sarana penal memiliki keterbatasan dan mengandung beberapa kelemahan (sisi negatif) sehingga
fungsinya seharusnya hanya digunakan secara subsidair. Pertimbangan tersebut adalah (Arief, 1998):

Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam bidang
hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimatum remedium (obat terakhir apabila cara lain atau
bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi)

Dilihat secara fungsional (pragmatis), operasionalisasi, dan aplikasinya menuntut biaya yang tinggi

Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/pradoksal yang mengandung efek sampingan negatif.
Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Permasyarakatan

Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan kurieren am


symptom (menyembuhkan gejala). Hanya merupakan obat simptomatik bukan pengobatan kausatif
karena sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana

Hukum pidana lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan
kemasyarakatan yang sangat kompleks

Sistem pemidanaan bersifat framentair dan individual/personal; tidak bersifat struktural atau
fungsional

Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masing sering diperdebatkan
opleh para ahli.
3.

Berbagai Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi

United Nations mengembangkan berbagai upaya atau strategi untuk memberantas korupsi yang
dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations AntiCorruption Toolkits (UNODC, 2004):
Pembentukan Lembaga Anti Korupsi
a. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi. Di Hongkong
bernama Independent Commission Against Corruption (ICAC), di Malaysia the Anti-Corruption
Agency (ACA), dan di Indonesia: KPK
b. Memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan
Lembaga Permasyarakatan. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus bersikat imparsial
(tidak memihak), jujur, dan adil. Banyak kasus korupsi tidak terjerat hukum karena kinerja lembaga

peradilan yang sangat buruk. Bila kinerja buruk karena tidak mampu (unable) mungkin masih bisa
dimaklumi karena berarti pengetahuan dan keterampilannya perlu ditingkatkan. Bagaimana bila mereka
tidak mau (unwilling) atau tidak punya keinginan kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi?
Dimana lagi kita akan mencari keadilan?
c. Di tingkat departemen kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan.
Ada kesan lembaga ini sama sekali tidak punya gigi ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan
pejabat tinggi
d. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara mencegah korupsi.
Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan
terjadinya korupsi
e. Hal lain yang krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau
kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan umumnya semua kebijakan diambil
oleh Pemerintah Pusat. Pada waktu itu korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota Negara.
Dengan otonomi, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara tapi berkembanga ke berbagai
daerah
f. Dalam berbagai pemberitaan di media-media, ternyata korupsi juga banyak dilakukan oleh anggota
parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang
untuk kepentingan rakyat, anggota parlemen justru melakukan korupsi yang dibungkus rapi.
Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
a. Salah satu cara mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik melaporkan dan
mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan sesudah menjabat. Masyarakat ikut
memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul
ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya ke orang lain.
b. Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah maupun militer
sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat diberi akses untuk dapat
memantau dan memonitor hasil pelelangan tersebut.
c. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota TNI-Polri baru. Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme sering terjadi dalam proses rekrutmen tersebut. Sebuat sistem yang transparan
dan akuntabel dalam hal perekrutan perlu dikembangkan.
d. Sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitik-beratkan pada proses (process oriented) dan
hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi
kerjanya, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diber insentif.
Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada masyarakat untuk
mendapatkan akses terhadap informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat (termasuk media)
diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak.
b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan
isu pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bagian penting upaya pemberantasan korupsi.
Salah satu cara meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang bahaya
korupsi.

c. Menyediakan sarana untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya melalui telepon, surat, faksimili (fax),
atau internet.
d. Di beberapa negara pasal mengenai fitnah dan pencemaran nama baik tidak dapat diberlakukan
untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi, dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi lebih besar
daripada kepentingan individu.
e. Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima
masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi
f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat lokal maupun internasional juga
memiliki peran penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Sejak era Reformasi, LSM baru yang
bergerak di bidang Anti Korupsi banyak bermunculan. LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan
atas perilaku pejabat publik. Contoh LSM lokal adal ICS (Indonesian Corruption Watch).
g. Cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menggunakan perangkat
electronic surveillance. Alat ini digunakan untuk mengetahui dan mengumpulkan data dengan
menggunakan peralatan elektronik yang dipasang di tempat-tempat tertentu. Misalnya kamera video
(CCTV).
h. Melakukan tekanan sosial dengan menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak
pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
D. Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011) menjelaskan bahwa dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan terdapat empat hal bisa dijadikan bahan renungan
dan pemikiran:
1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi
2. Revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani perkara
korupsi
3. Reformulasi fungsi lembaga legislatif
4. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal yang kecil dan mulai
hari ini agar setiap daerah terbebas dari korupsi (Miranis, 2012).
Pengembangan dan Pembuatan Berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi
Dukungan terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan satu
instrumen hukum yaitu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan
perundang-undangan atau instrumen hukum lain perlu dikembangkan. Perlu peraturan perundangundangan yang mendukung pemberantasan korupsi yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Money
Laundering atau pencucian uang. Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi, perlu
instrumen hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk memberdayakan pers,
perlu UU yang mengatur pers yang bebas. Perlu mekanisme untuk mengatur masyarakat yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan elektronic surveillance agar tidak melanggar privacy
seseorang. Hak warganegara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya juga perlu diatur. Selain itu,
untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrumen kode etik yang ditujukan kepada semua
pejabat publik, baik pejabat eksekutif, legislatif, maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan
(kepolisian, kejaksaan, dan peradilan)
Pemantauan dan Evaluasi

Perlu pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan pemberantasan
korupsi agar diketahui capaian yang telah dilakukan. Melalui pemantauan dan evaluasi dapat dilihat
strategi atau program yang sukses dan gagal. Program yang sukses sebaiknya silanjutkan, sementara
yang gagal dicari penyebabnya.
Pengalaman di negara lain yang sukses maupun gagal dapat dijadikan bahan pertimbangan
ketika memilih cara, strategi, upaya, maupun program permberantasan korupsi di negara tertentu.
Kerjasama Internasional
Upaya lain yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan kerjasama internasional
baik dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh di tingkat internasional,
Transparency International (TI) membuat program National Integrity Sistem. OECD (Organization for
Economic Co-operation and Development) yang didukung oleh PBB untuk mengambil langkah baru
dalam memerangi korupsi di tingkat internasional membuat program the Ethics Infrastructure dan World
Bank membuat program A Framework for Integrity.

Kesimpulan
Korupsi sebagai tindakan yang negatif dan tidak patut untuk dicontoh apalagi
dilakukan, menjadi penyebab utama lemahnya ekonomi di negara kita. Perilaku
korupsi juga dapat merugikan negara akibat uang-uang rakyat yang semestinya
digunakan untuk kepentingan pembangunan negara dan kesejahteraan rakyat,
malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok demi tujuan yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat saat ini. Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.
Korupsi juga mengakibatkan Angka kemiskinan yang tinggi, hutang negara juga
semakin meningkat dan tak kunjung usai, hal ini mengakibatkan tujuan negara
untuk mensejahterakan rakyat menjadi semakin sulit untuk dilakukan akibat adanya
oknum-oknum yang melakukan tindakan korupsi. Oleh karena itu pencegahan sejak
dini dengan adanya pendidikan anti korupsi dan lingkungan yang baik serta
kesadaran diri pribadi untuk tidak melakukan tindakan korupsi tentunya akan
mampu menjadikan kita para generasi muda sadar akan dampak buruk yang
diakibatkan oleh tindakan tersebut. Tentunya sebagai generasi penerus bangsa kita
harus mampu mewujudkan cita-cita para pendahulu kita, para pendiri bangsa kita
sehingga mampu membawa indonesia sebagai negara yang maju dalam sektor
ekonomi, pendidikan, dan industri.

Nama : Dwi Fernanda Rizqi


NPM : 14132108
Fakultas : Ekonomi Manajemen / C

MAKALAH PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI

NAMA
NPM

: DWI FERNANDA RIZQI


: 14131208

FAKULTAS

: Ekonomi Manajemen / C

Anda mungkin juga menyukai