BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Gagal Jantung
diakibatkan oleh segala kelainan struktural ataupun fungsional pada pengisian darah ke
ventrikel ataupun pemompaan darah oleh ventrikel 1.
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia. Pada negara
berkembang yang semakin mengalami kemajuan, dapat berdampak kepada perubahan pola
makan yang salah dan gaya hidup yang tidak baik. Perubahan ini juga diikuti oleh penyakitpenyakit lain seperti Diabetes Mellitus dan Hipertensi yang dapat mengakibatkan
meningkatnya kejadian gagal jantung 2.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih
lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Sementara di Amerika Serikat kejadian gagal jantung
berkisar 20 % pada populasi yang berumur yang berumur 40 tahun. Lebih dari 650.000
kasus baru gagal jantung terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Terjadinya gagal jantung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia kurang dari 55 tahun prevalensi
terjadinya gagal jantung adalah 1-2 %. Sedangkan pada usia lebih dari 75 tahun prevalensi
terjadinya gagal jantung meningkat menjadi 10 % 1.
Penyebab dari gagal jantung sangat beragam, salah satunya penyakit jantung koroner
( Coronary Artery Disease ). Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang
diakibatkan oleh rusaknya atau penyempitan pada pembuluh darah koroner, yang merupakan
pembuluh darah yang memberikan suplai darah, oksigen dan nutrisi untuk jantung 3.
Di Amerika Serikat diperkirakan 16 juta orang mengalami penyakit jantung koroner dan 8
juta orang diantaranya mengalami miokard infark. Berdasarkan data dari Framingham,
hampir 50 % pada laki-laki dan 30 % pada perempuan yang berumur diatas 40 tahun akan
menderita penyakit jantung koroner 4.
Apabila suplai darah, oksigen dan nutrisi untuk jantung terganggu maka hal itu dapat
mengakibatkan fungsi jantung juga ikut terganggu dalam memompakan darah keseluruh
tubuh. Keadaan inilah yang jika dibiarkan dapat menyebabkan suatu keadaan gagal jantung.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana
gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit CHF et causa CAD
2
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis CHF
2. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran terhadap kasus CHF pada pasien secara
langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit CHF
mengenai CHF.
Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topiktopik yang berkaitan.
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Gagal Jantung Kongestif
2.1.1 Definisi
Gagal Jantung
diakibatkan oleh segala kelainan struktural ataupun fungsional pada pengisian darah ke
ventrikel ataupun pemompaan darah oleh ventrikel 1.
2.1.2 Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri maupun
dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakan- kerusakan yang sudah
dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara lain: penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan diabetes mellitus. Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal
jantung, yaitu:
a
Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :
Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left to right
shunt, dan transfusi berlebihan
Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta,
dan hipertrofi kardiomiopati.
Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
Tamponade jantung atau konstriski perikard (jantung tidak dapat diastole).
Obstruksi pengisian bilik
Aneurisma bilik dan disinergi bilik
Restriksi endokardial atau miokardial
Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama tenang, fibrilasi,
takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik 4.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung dapat dibagi menurut American College of Cardiology
Foundation/ American Heart Association ( ACCF/AHA ) dan New York Heart Association.
Menurut AACF/AHA, gagal jantung dibagi atas 4 yaitu stage A, B, C dan D.
Klasifikasi menurut ACCF/AHA yaitu:
A Terdapat faktor resiko terjadinya gagal jantung, tetapi tidak ada kelainan struktural
pada jantung maupun tanda dan gejala dari gagal jantung
B Terdapat kelainan struktural pada jantung, tetapi tidak ada tanda dan gejala dari gagal
jantung.
C Terdapat kelainan struktural pada jantung dengan beberapa tanda dan gejala dari gagal
jantung yang sedang dialami maupun pernah dialami sebelumnya.
D Gagal jantung yang sulit diatasi walapun penanganan sudah maksimal dan
membutuhkan penanganan yang khusus 3.
Sedangkan menurut NYHA, gagal jantung dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu kelas 1,2,3
dan 4. Klasifikasi menurut NYHA yaitu:
1
Tidak ada keterbatasan dalam beraktifitas. Aktifitas yang biasa dilakukan tidak
menimbulkan tanda dan gejala dari gagal jantung. Tanda dan gejala akan muncul saat
jika beristirahat.
Terdapat keterbatasan aktifitas yang nyata. Melakukan aktifitas yang lebih ringan
daripada aktifitas yang biasa dilakukan dapat menimbulkan tanda dan gejala dari
2.1.4 Patofisiologi
Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon sistemik
untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu. Determinan dari curah jantung adalah
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload
(volume yang masuk ke ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari
Universitas Sumatera Utara
ventrikel kiri). Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.
Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel kiri dan secara
klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Kontraktilitas menggambarkan
pemompaan oleh otot jantung dan biasanya dinyatakan sebagai fraksi ejeksi. Afterload adalah
tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa darah keluar, biasanya dinilai
dengan mengukur tekanan arteri rata rata. Gangguan jantung pada gagal jantung kongestif
dapat dievaluasi dari variabel variabel di atas. Jika curah jantung menurun, kecepatan
denyut jantung atau volume sekuncup harus berubah untuk mempertahankan perfusi normal.
Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka kecepatan denyut jantung harus
meningkat untuk mempertahankan curah jantung.
Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup
abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap perfusi
yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral. Sistem reninangiotensin akan teraktivasi untuk meningkatkan preload dengan cara menstimulasi retensi
garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar kontraksi jantung. Pada
awalnya, respon ini mencukupi kebutuhan, namun aktivasi berkepanjangan akan
mengakibatkan kehilangan miosit dan perubahan pada miosit dan matriks ekstraselular yang
masih ada. Miokardium yang tertekan akan mengalami perubahan bentuk dan dilatasi sebagai
respon dari hal tersebut. Proses ini juga merusak fungsi paru, ginjal, otot, pembuluh darah,
dan beberapa organ lainnya. Perubahan bentuk jantung sebagai dekompensasi juga
menyebabkan beberapa komplikasi, seperti regurgitasi mitral akibat peregangan dari anulus
katup dan aritmia jantung akibat perubahan bentuk atrium. Pasien dengan peningkatan
tekanan diastolik akhir akan mengalami edema paru dan dispnea 5.
2.1.5 Tanda dan Gejala Klinis
Tanda serta gejala klinis penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian
mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai
berikut:
a. Gagal jantung sebelah kiri; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru- paru (edema
pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya
dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit
maka sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan
tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxiety), detak jantung cepat
(tachycardia), batuk-batuk serta irama denyut jantung tidak teratur (aritmia).
Universitas Sumatera Utara
jantug berat karena gangguan absorpsi usus. Diuretik ini menyebabkan hilangnya kalium dan
dapat menyebabkan hiperurisemia.
Diuretik Tiazid, menghambat reabsorpsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorpsi
kalsium. Diuretic ini kurang efektif dalam mengurangi garam dan cairan pada gagal jantung
dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun
di bawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dan tiazid bersifat sinergis. Tiazid
memiliki efek vasodilatasi langsung pada arteriol perifer dan dapat menyebabkan intoleransi
karbohidrat, sedikit meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida dan hiperurisemia.
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan LVEF
< 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi Kontraindikasi yang patut diingat antara lain
:
Riwayat adanya angioedema
Stenosis bilateral arteri renalis
Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
Stenosis aorta berat
Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB
direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap simtomatik
walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah mendapat
antagonis aldosteron. Pasien yang harus mendapatkan ARB:
Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV
NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun sudah
mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan beta bloker.
Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah adanya gejala
takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat memperburuk kondisi gagal jantung.
Pasien dengan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal
Universitas Sumatera Utara
jantung yang simtomatik, dan dengan LVEF < 40%. Manfaat beta bloker dalam gagal jantung
melalui:
Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik sehingga memperbaiki
perfusi miokard.
Meningkatkan LVEF
Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal Pasien yang harus mendapat BB: LVEF <
40%.
Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien dengan disfungsi
sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis). Inisiasi terapi
sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada pasien yang baru saja masuk
rawat karena gagal jantung akut, selama pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak
tergantung pada obat inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya
24 jam setelah dimulainya terapi BB. Kontraindikasi :
Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan pacemaker), sinus
bradikardi (<50 bpm). Diuretik Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.
Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena efektivitasnya yang
lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.
Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan klinis dari segi
tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus disesuaikan, terutama setelah berat badan kering
normal telah tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi. Upayakan untuk mencapai
hal ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah mungkin.
Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan harian dan
tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu disokong pada pasien gagal jantung
rawat jalan. Untuk mencapai hal ini diperlukan edukasi pasien.
Antagonis Aldosteron
10
Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis adalah
Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi.
Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika- Amerika.
Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat
(pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).
Glikosida Jantung (Digoxin) Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung
dalam hal :
Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi ventrikel kiri.
Menstimulasi baroreseptor jantung
Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan penekanan
sekresi renin dari ginjal.
Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal tone.
Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan saat aktivitas >
110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan antagonis
aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.
Antikoagulan
11
Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas warfarin dan aspirin
pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa risiko perawatan kembali secara
bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat terapi aspirin, dibandingkan warfarin 7.
2.2 Penyakit Jantung Koroner
2.2.1 Defenisi
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit
jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria.Penyempitan tersebut dapat
disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme.
Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) maka pembahasan tentang
PJK pada umumnya terbatas penyebab tersebut5.
Aterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas pembentukan
fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang
terdapat didalam tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi
pada seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri
coronaria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis5.
2.2.2 Patogenesis
1. Ruptur plak Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak
stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang
sebelunya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang
mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97%
pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak
arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag.Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan
intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.Kadang-kadang keretakan timbul
pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang di hasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).Terjadinya ruptur
menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya
trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi
segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
2. Trombosis dan agregasi trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan
salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di
sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell)
Universitas Sumatera Utara
12
yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak
stabil.Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa
untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.
3. Vasospasme Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme
yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil.Adanya
spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam
pembentukan thrombus.
4. Erosi pada plak tanpa ruptur Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena
terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel;
adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.
13
a. Nyeri Dada
Mayoritas pasien (80%) datang dengan keluhan nyeri dada.Perbedaan dengan nyeri
pada angina adalah nyeri pada infark lebih panjang yaitu minimal 20 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat
akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan
keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun IMA memiliki ciri nyeri yang khas
yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang
tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau
penderita DM berkaitan dengan neuropati8.
b. Sesak Napas
Sesak napas bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
yang mendadak, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi.Pada infark
yang tanpa gejala nyeri, sesak napas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna8.
c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih
sering pada infark inferiordan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan
cegukan8.
d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dangejala akibat
emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas)8.
2.2.5. Diagnosa
a.
Anamnesa
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah secara cermat apakah
nyeri dada yang timbul tipikal berasal dari arteri koroner atau bukan. Riwayat nyeri dada
sebelumnya juga perlu ditanyakan, selain faktor-faktor risiko PJK (Penyakit Jantung
Koroner) yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok,
obesitas, stres serta aktivitas fisik. Selain itu riwayat keluarga sakit jantung koroner perlu
ditanyakan 5.
Pada hampir setengah kasus, terdapatfaktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stres emosional atau penyakit medis atau tindakan pembedahan.
Universitas Sumatera Utara
14
Walaupun STEMI bisa terjadi hampir sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan
pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Sifat nyeri dada/angina tipikal antara lain:
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas,dan dipelintir.
Penjalaran: biasanya lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interscapular, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau dengan obat golongan nitrat.
Faktor pencetus:latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala
menyertai
yang
:
mual,
muntah,
bernapas,
sulit
keringat
dingin, cemas
dan
lemas5
b. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali dijumpai
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada subternal >30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktifitas parasimpatis (bradikardia
dan/atau hipotensi)8.
Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 380C
dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI8.
c. Elektrokardiografi
Akut Koroner Sindrom:
Universitas Sumatera Utara
15
- STEMI ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >
1mm pada 2 sandapan ekstremitas,
- NSTEMI Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris; ada evolusi EKG - - UAP
Normal atau transient Angina Pektoris Stabil iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri
hilang8.
d. Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan
secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera
mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker5.
16
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam
beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai
12.000-15.000/uL.
e. Angiografi Koroner (Coronary angiography)
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah yang sering dilakukan selama serangan untuk menentukan letak sumbatan
pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty,
17
dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Terkadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri5.
2.2.6 Penatalaksanaan
Terapi reperfusi segera, baik diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang
timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch
Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi diindikasikan bila terdapat bukti iskemia
yang sedang terjadi, bahkan jika gejala mungkin telah timbul >12 jam yang lalu atau bila
nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi
koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna5.
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
2. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada infark miokard. Morfin diberikan secara bolus intravena
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20
mg. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung
3. Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKP primer)
IKP primer terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi
arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan dengan fibrinolisis apabila
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis
pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat
atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda
lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama.
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet
ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegeramungkin sebelum
angiografi, disertai dengan antikoagulan intravena.
4. Terapi fibrinolitik
18
19
7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal ginjal,
disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior.Sebagai alternative
dari ACE-I, ARB dapat digunakan.
8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi-fraksi ejeksi40% dengan syarat
tidak terdapat gagal ginjal (kreatinin >2,5 mg/dl) atau hiperkalemia5.
2.2.7 Prognosis
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca infark
miokardium akut (IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri
secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip5.
Kelas
Definisi
Mortalitas(%)
II
17
III
IV
38
lapangan paru
Syok kardiogenik yang ditandai oleh tekanan darah sistolik
81
0,8
1,6
2,2
4,4
7,3
12,4
16,1
23.4
26,8
35,9
20
BAB III
LAPORAN KASUS
No RM. : 00.61.48.58
Agama : Kristen
Pekerjaan :Wiraswasta
Terjun
21
Anamnesa :
Hal ini dialami pasien sejak 2bulan yang lalu dan semakin memberat dalam 3 hari ini.Pasien
mengaku mudah lelah sejak 2 bulan terakhir ini.Riwayat sesak beraktifitas sedang seperti
jalan lebih dari 100 meter ada dijumpai.Pasien juga merasa sesak jika tidur terlentang dan
merasa nyaman jika diganjal dengan 2-3 bantal.Pasien juga sering terbangun pada malam hari
karena sesak.Riwayat kaki bengkak juga dijumpai.Keluhan nyeri dada kiri juga dijumpai
sejak 2 bulan yang lalu dan semakin memberat dalam 1 minggu ini.Nyeri bersifat hilang
timbul dengan durasi nyeri yang dirasakan kurang lebih 5 menit, rasa nyeri menjalar ke
punggung belakang dan terasa memberat seperti tertimpa benda berat, disertai mual muntah
tanpa ada keringat dingin. Nyeri dada menghilang dengan istirahat.Riwayat darah tinggi
dijumpai pada pasien sejak 5 tahun yang lalu dengan tekanan darah tertinggi 150 mmHg.
Riwayat sakit gula juga ada dijumpai pada pasien dengan kadar gula tertinggi 300 mg/dl
sejak 10 tahun yang lalu. Namun pasien tidak teratur minum obat.Riwayat merokok dijumpai
pada pasien sejak 25 tahun yang lalu.
Status Presens :
Keadaan umum : baik
Kesadaran ; Compos mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
HR : 84x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,7 oC
Sianosis (-), ortopnu (+), dispnu (+), ikterus (-), edema (+), pucat (-)
Universitas Sumatera Utara
22
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : JVP : R+2 cm H2O
Dinding toraks : inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : sf ki=ka, kesan melemah
Perkusi : sonor memendek pada kedua lapangan paru bawah
Auskultasi :
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) regular
Murmur : (-)
Paru : Suara pernafasan : bronkial
Suara tambahan : ronki (+) basah basal, wheezing (-)
23
: 11,8g%
Eritrosit
: 4,4 x 106/mm3
Leukosit
: 4,74 x 103/mm3
Trombosit
: 156.000/mm
Hematokrit
: 23,4 %
Troponin T
: 2,1ug/l
CK-MB
: 18 U/L
: 210 mg/dl
: 132 mEq/l
Kalium
Klorida
: 3,6 mEq/l
:101 mEq/l
Diagnosa kerja :
Pengobatan :
1. Bed rest
2. O2 2-4 l/menit
3. IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
4. Injeksi Furosemid 20 mg/ 8 jam
5. Captopril 3x6,25 mg
6. Loading Aspilet 160 mg
7. Loading Plavix300 mg
8. ISDN 3x5 mg
9. Simvastatin 1x 20 mg
10. Inj Humulin R 8-8-8 IU sc
EKG serial
Enzim jantung serial
Echocardiografi
Lipid profile,
KGD N, 2jam PP, Hba1c
HST
Universitas Sumatera Utara
24
7. RFT
8. LFT
Prognosis :Dubia ad malam.
25
Hari
/tanggal
02/09/14
S
Sesak Napas
O
Sens: CM
IGD
(+)
TD: 150/90mmHg
A
CHF fc III-IV ec
CAD
HR: 84x/i
DM Tipe 2
RR:28x/i
Hipertensi Stage
Kepala:Mata: anemis
0,9%
(-/-),ikterik (-/-)
(R+2cmH20)
mikro
Injeksi
mg/ 8 jam
Captopril
3x6,25 mg
Loading
Thorax: S1S2 N
Murmur (-)
Gallop (-)
Aspilet
Pulmo: SP bronkial,
mg
Loading
Plavix 300 mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x
20 mg
Inj Humulin R
HR: 80x/i
CHF fc III-
IV ec CAD
DM Tipe 2
RR: 28x/i
Hipertensi
Sesak
Sens: CM
napas(+)
TD: 110/80mmHg
Kepala:Mata: anemis
(-/-), ikterik (-/-)
Thorax: S1S2 N
Murmur (-)
Gallop (-)
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9%
10gtt/i mikro
Injeksi Furosemid
20 mg/ 8 jam
Captopril 3x6,25
mg
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1x75
mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x 20
Stage 1
Leher:TVJ
(R+2cmH20)
160
8-8-8 IU sc
RIC
10gtt/i
Furosemid 20
Leher:TVJ
03/09/14
P
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD
NaCl
26
Pulmo: SP bronkial,
ST: ronki basah
basal (+)
Abdomen: simetris,
mg
Inj Humulin R 8-
8-8 IU sc
Bolus
Heparin
3720IU,
maintenance 744
Extremitas : edema
IU/jam
04/09/14
Sesak
Sens: CM
napas(+)
TD: 110/80mmHg
dirasakan
HR: 80x/i
CHF fc III-
IV ec CAD
DM Tipe 2
berkurang
RR: 28x/i
Hipertensi
nyeri dada
Kepala:Mata: anemis
(+) dirasakan
berkurang
Leher:TVJ
(R+2cmH20)
Thorax: S1S2 N
Murmur (-)
Gallop (-)
10gtt/i mikro
Injeksi Furosemid
20 mg/ 8 jam
Captopril 3x6,25
mg
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1x75
mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x 20
mg
Inj Humulin R 8-
8-8 IU sc
Bolus
Heparin
Stage 1
Pulmo: SP bronkial,
ST: ronki basah
basal (+)
Abdomen: simetris,
soepel, H/L ttb
Extremitas : edema
(+/+), akral hangat
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9%
3720IU,
maintenance 744
IU/jam
27
05/09/14
Sesak
Sens: CM
s/d
napas(+)
TD: 110/80mmHg
10/09/14
dirasakan
HR: 80x/i
CHF fc III-
IV ec CAD
DM Tipe 2
berkurang
RR: 28x/i
Hipertensi
nyeri dada
Kepala:Mata: anemis
(+) dirasakan
berkurang,
Leher:TVJ
pasien susah
(R+2cmH20)
tidur
Thorax: S1S2 N
10gtt/i mikro
Injeksi Furosemid
20 mg/ 8 jam
Captopril 3x6,25
mg
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1x75
mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x 20
mg
Inj Humulin R 8-
8-8 IU sc
Bolus
Heparin
Stage 1
Murmur (-)
Gallop (-)
Pulmo: SP bronkial,
ST: ronki basah
basal (+)
Abdomen: simetris,
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9%
3720IU,
maintenance 744
Extremitas : edema
(+/+), akral hangat
IU/jam
Alprazolam 1 x0,5
mg
Laxadyn syrp 1
xCI
11/09/14
Sesak
Sens: CM
s/d
napas(+)
TD: 110/80mmHg
13/09/14
dirasakan
HR: 80x/i
CHF fc III-
IV ec CAD
DM Tipe 2
berkurang
RR: 28x/i
Hipertensi
nyeri dada
Kepala:Mata: anemis
(+) dirasakan
berkurang,
Leher:TVJ
pasien susah
(R+2cmH20)
tidur,batuk
Thorax: S1S2 N
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9%
10gtt/i mikro
Drips Furosemid
0,5cc/jam
Candesartan 1x 16
mg
Aspilet 1x 80 mg
Clopidogrel 1x75
Stage 1
28
kering (+)
Murmur (-)
Gallop (-)
Pulmo: SP bronkial,
ST: ronki basah
mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x 20
mg
Inj Humulin R 8-
8-8 IU sc
Bolus
Heparin
basal (+)
Abdomen: simetris,
soepel, H/L ttb
3720IU,
Extremitas : edema
maintenance 744
IU/jam
Alprazolam 1 x0,5
mg
Laxadyn syrp 1
xCI
DISKUSI KASUS
29
Pada pasien: ditemukan sesak nafas yang sudah dialami sejak 2 bulan yang lalu dan
semakin memberat dalam 3 hari ini, sesak timbul saat beraktifitas berjalan lebih dari
100 meter. Sesak saat tidur terlentangdijumpai , sering terbangun malam hari karena
sesak dijumpai pada pasien,dijumpai kaki bengkak pada pasien.
Universitas Sumatera Utara
30
Pemeriksaan
penunjang:
Foto
Thoraks,
berdasarkan
teori
Pada pasien: nyeri di dada kiri menjalar ke punggung yang terasa memberat
seperti tertimpa benda berat, disertai mual muntah.
Universitas Sumatera Utara
31
Pada pasien: nyeri dada tdak disertai keringat dingin yang dirasakan kurang lebih
1. STEMI ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >
1mm pada 2 sandapan ekstremitas,
2. NSTEMI Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris; ada evolusi EKG - - 3. UAP
Normal atau transient Angina Pektoris Stabil iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri
hilang.
- Pada pasien: Sinus rhythm + OMI inferior + STEMI inferior
Laboratorium
1 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
2
32