TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%, sisanya
adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat kita dapati
sebagai:
1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai
2.3 Epidemiologi
Mioma uteri adalah perkara biasa yang sering berlaku kepada wanita. Seleksi uteri
dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77%
mempunyai mioma uteri termasuk yang bersaiz sekecil 2mm (Parker, 2007).
Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang menjalankan histerektomi
untuk indikasi yang lain walaupun ditemukan kecil dan tidak banyak. Ini karena
kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm
maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun
mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis (Parker, 2007).
Spesimen histerektomi daripada wanita premenopaus dengan mioma uteri adalah
rata-rata 7,6. Wanita postmenopaus pula adalah 4,2 (Parker, 2007). Random
sampling daripada wanita berusia 35 - 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin,
hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun
insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60% untuk wanita AfrikaAmerika; insidensi ini meningkat sehingga 80% pada usia 50 tahun. Wanita
caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada usia 35 tahun dan
meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun (Parker, 2007).
Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital
Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus
mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia ratarata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah
perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah
yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar
haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6%
diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai
tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%) (Ran
Ok et-al, 2007 yang dikutip Muzakir, 2008).
(Parker, 2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan
genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium,
peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan
hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya
mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter
(hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Puukka dan kawankawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak
didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel
imatur, bukan dari selaput otot yang matur (Prawirohardjo, 2007).
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
diketahui
pasti.
Dari
penelitian
menggunakan
glucose-6-phosphatase
3.Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma
uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri
mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari
VEGF-
(a myoma-related
4.Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai
mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan
etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai
kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan AfrikaAmerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai
mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun
ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah
genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet,
atau peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru
menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme
estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada
wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita
dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan
mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita
Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker, 2007).
5.Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita
mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan
dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan
untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas
menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan
menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan
estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan
prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007).
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan
insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn
Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT)
di atas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros
dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap
10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT
(Djuwantono, 2004 yang dikutip Muzakir, 2008).
6.Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan
insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat
sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan
pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui
dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma
uteri (Parker, 2007).
menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk
terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29
tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma (Parker, 2007).
8.Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa
menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan
konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh
nikotin (Parker, 2007).
baik
(Prawirohardjo,
2007).
Disebabkan permukaan
endometrium yang menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih
b) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal.
MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa
mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium
(Parker, 2007).
2. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih
(Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari
seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia,
metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal
dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masingmasing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak,
trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan
melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn
paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani
STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi
tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi
sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih
cepat dibandng histerektomi abdominal.