Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mioma Uteri


Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan iaitu lapisan terluar
perimetrium, lapisan tengah

miometrium dan yang paling dalam adalah

endometrium (Tortora dan Derrickson, 2006). Miometrium adalah yang paling


tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang
sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.Miometrium
dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2007).
Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil
leiomioma. Tetapi kerana tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil
sebagai fibroid ( Kumar,Abbas,Fausto dan Mitchell, 2007). Mioma uteri juga
adalah berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat,
bersifat jinak dan terdiri dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung
fibrosa yang berbeda-beda. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri
dan lagi 5% berasal dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang
sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya (Martin
L, 2001). Neoplasma jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam
kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, fibroid atau pun mioma
uteri (Prawirohardjo, 2007).

2.2 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%, sisanya
adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat kita dapati
sebagai:
1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai

Universitas Sumatera Utara

menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil


myomgeburt
2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium
3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum
dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga
disebut wandering/parasitic fibroid (Prawirohardjo, 2007).

Gambar 2.1: Jenis Mioma Uteri dan lokasinya


(Sumber: Martin L. Pernoll, 2001)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Epidemiologi
Mioma uteri adalah perkara biasa yang sering berlaku kepada wanita. Seleksi uteri
dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77%
mempunyai mioma uteri termasuk yang bersaiz sekecil 2mm (Parker, 2007).
Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang menjalankan histerektomi
untuk indikasi yang lain walaupun ditemukan kecil dan tidak banyak. Ini karena
kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm
maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun
mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis (Parker, 2007).
Spesimen histerektomi daripada wanita premenopaus dengan mioma uteri adalah
rata-rata 7,6. Wanita postmenopaus pula adalah 4,2 (Parker, 2007). Random
sampling daripada wanita berusia 35 - 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin,
hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun
insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60% untuk wanita AfrikaAmerika; insidensi ini meningkat sehingga 80% pada usia 50 tahun. Wanita
caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada usia 35 tahun dan
meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun (Parker, 2007).
Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital
Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus
mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia ratarata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah
perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah
yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar
haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6%
diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai
tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%) (Ran
Ok et-al, 2007 yang dikutip Muzakir, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.4 Etiologi dan Patogenesis


Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi
penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal,
faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular

untuk tumor jinak ini

(Parker, 2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan
genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium,
peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan
hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya
mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter
(hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Puukka dan kawankawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak
didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel
imatur, bukan dari selaput otot yang matur (Prawirohardjo, 2007).
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
diketahui

pasti.

Dari

penelitian

menggunakan

glucose-6-phosphatase

dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.


Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks
dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam
proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005).
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai
penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah

Universitas Sumatera Utara

dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari


mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran
tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan
dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler
(Hadibroto, 2005)

2.5 Faktor Risiko


1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi,
ianya masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah
disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder
terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa
mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana dokter
merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani
histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan anak (Parker,
2007).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh
(Prawirohardjo, 2007)

2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)


Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen
endogen pada wanita-wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit
(Parker, 2007). Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan
resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko
(RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.

Universitas Sumatera Utara

3.Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma
uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri
mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari

VEGF-

(a myoma-related

growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai


riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).

4.Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai
mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan
etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai
kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan AfrikaAmerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai
mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun
ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah
genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet,
atau peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru
menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme
estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada
wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita
dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan
mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita
Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker, 2007).

5.Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita
mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan
dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan

Universitas Sumatera Utara

untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas
menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan
menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan
estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan
prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007).
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan
insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn
Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT)
di atas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros
dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap
10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT
(Djuwantono, 2004 yang dikutip Muzakir, 2008).

6.Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan
insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat
sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan
pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui
dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma
uteri (Parker, 2007).

7. Kehamilan dan paritas


Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika
kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan
ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum
kembali kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal melalui proses apoptosis dan
diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam
penurunan saiz mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan pembuluh darah di
uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk
terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29
tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma (Parker, 2007).

8.Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa
menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan
konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh
nikotin (Parker, 2007).

2.6 Patologi Anatomi


Gambaran histopatologi mioma uteri adalah seperti berikut:
Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai,
pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran
konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaanya
terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan saiz yang berbeda-beda.
Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah:
1. Atrofi:
Sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi Hialin:
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau
sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot
dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi Kistik:
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari mioma menjadi
cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga
terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan
kista ovarium atau suatu kehamilan.

Universitas Sumatera Utara

4. Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration):


Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh kerana adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

5. Degenerasi merah (Carneous Degeneration):


Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya
diperkirakan kerana suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah
disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak
khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan
6.Degenerasi lemak
Jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin (Prawirohardjo, 2007).

2.7 Gambaran Klinis dan Keluhan


Kebanyakan kasus ditemui secara kebetulan kerana tumor ini tidak mengganggu.
Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada,
ukuran tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.Gejala yang terjadi dapat
digolongkan seperti berikut:
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan
dapat juga terjadi metroragia. Antara penyebab perdarahan ini adalah:
-pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium
-permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa
-atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
-miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan

baik

(Prawirohardjo,

2007).

Disebabkan permukaan

endometrium yang menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih

Universitas Sumatera Utara

banyak dinding endometrium yang terhakis ketika menstruasi dan ini


menyebabkan perdarahan abnormal. Walaupun menstruasi berat sering terjadi
tetapi siklusnya masih tetap (Hart, 2001).
Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.Pada suatu penelitian
yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan
abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara
bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma
submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri
yang asimtomatik (Hadibroto, 2005).
2. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul kerana gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan (Prawirohardjo, 2007).
Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi
akibat oklusi vaskuler,infeksi,torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat
kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum.Tumor yang besar
dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat
menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian
punggung dan ekstremitas posterior (Hadibroto, 2005).
3. Gejala tanda penekanan
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul
(Prawirohardjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.8 Infertilitas dan Abortus


Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangakn mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh kerana distorsi rongga uterus (Prawirohardjo, 2007).

2.9 Mioma Uteri dan Kehamilan


Selain dari potensi mioma untuk menyebabkan infertilitas dan abortus, kehamilan
itu sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri seperti:
1. Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama kerana pengaruh estrogen
yang kadarnya meningkat.
2. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas.
3. Meskipun jarang mioma uteri bertangkai tetapi dapat juga mengalami torsi
dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut (Prawirohardjo, 2007).

2.10 Diagnosa Mioma Uteri


Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis:
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali
mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang
mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya
terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjolbenjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan
uterus (Prawirohardjo, 2007).
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis
dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran
sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan
degenerasi kistik menunjukkan anechoic.

Universitas Sumatera Utara

b) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal.
MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa
mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium
(Parker, 2007).

2.11 Diagnosa Banding


Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian bawah
atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang
dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus
dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri
atau suatu sarkoma uteri (Prawirohardjo, 2007).

2.12 Komplikasi Mioma Uteri


Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause (Prawirohardjo,
2007).
Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen
akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang
mioma dalam rongga peritoneum (Prawirohardjo, 2007).
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang
dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore
dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo,
2007).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2: Lokasi mioma uteri yang menimbulkan komplikasi


(Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)

Gambar 2.3: Ringkasan komplikasi Mioma Uteri


(Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)

Universitas Sumatera Utara

2.13 Penatalaksanaan Mioma Uteri


Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama
apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun
demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi
kepada:
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH
agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi
estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan
memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti
kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan
tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2005).

2. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)

Universitas Sumatera Utara

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.


1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan
uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan funsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak,
maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen
untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi
adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap
perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani
dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi
perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada
pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum
yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan
paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat
timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan
perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma
yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara
laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga
dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti
usus, ovarium,rektum serta perdarahan.

Universitas Sumatera Utara

Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar


bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya (Hadibroto, 2005).

2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih
(Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari
seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia,
metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal
dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masingmasing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak,
trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan
melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn
paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani
STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi
tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi
sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih
cepat dibandng histerektomi abdominal.

Universitas Sumatera Utara

Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan


hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically
assisted vaginal histerectomy /

LAVH) dan classic intrafascial serrated

edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy.


Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik
dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah,
pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks
dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan
dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah
pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah
mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih
minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan
masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah
melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan
angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal
(Hadibroto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai