Anda di halaman 1dari 2

Wayang Potehi

Seni wayang Potehi dalam rentangan sejarah, kemunculannya masih


menimbulkan perdebatan para ahli, baik di negeri leluhurnya maupun
kemunculannya di Indonesia. Kemunculannya di pulau Jawa pun masih menjadi
sebuah pertanyaan dan perdebatan kapan pastinya. Menurut Dwi Roro Mastuti,
tradisi wayang boneka kayu yang berasal dari daratan Cina ini sudah dikenal
sejak masa Dinasti Siong Theng(kurang lebih 3000 tahun yang lalu). Tetapi tidak
ada informasi yang jelas apakah yang dimaksud wayang boneka kayu ini Potehi,
yang memiliki ciri bagian kepala berbahan kayu ataukah sejenis wayang boneka
kayu yang lain. Diduga teater boneka orang Tiongkok ini memiliki pertautan
dengan perkembangan dengan teater boneka kayu yang juga ditemukan di
Propinsi Hunan, Sichuan, Shanxi, Guandong, dan Jiangsu. Tradisi teater boneka
kayu ini memiliki usia yang lebih tua dibandingkan dengan perkembangan teater
boneka kulit, yang sudah dikenal sejak zaman Dinasti Song (960-1278 M) dan
mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M) sampai
Dinasti Qing (1644-1911 M) maupun dengan teater marionette.[6]
Menurut Denys Lombard, di tanah leluhurnya Potehi disebut juga budaixi. Dari
kata budai (kantung) danxi (drama atau wayang), yang berarti wayang kantung.
Seni drama Cina ini menyebar ke berbagai daerah lain seperti Taiwan, Malaysia
dan juga Indonesia. Keberadaan budaixi di Indonesia pernah dilaporkan pula oleh
Edmund Scoot, seorang bangsawan yang memimpin loji Inggris di Banten (16031604 M). Dalam laporan itu disebutkan, seni wayang kantung ini kerap
dipertunjukan di halaman Klenteng, berkaitan dengan upacara penanggalan
keagamaan. Dalam perkembangannya di Jawa, menurut Denys Lombard, Potehi
ditemui di Jakarta, Semarang dan Surabaya. [7] Ketiga kota ini menjadi pusat
kesenian wayang potehi, sedangkan di Surakarta sendiri walaupun ada tetapi
jarang dijumpai.
Seni wayang Potehi sering dipentaskan di Surakarta pada masa sebelum tahun
1965. Wayang ini biasanya dipentaskan di lingkungan klenteng dan sampai
pementasan biasanya sampai memakan waktu berhari-hari bahkan berbulanbulan. Wayang Potehi biasanya mengambil cerita-cerita legenda, mitos atau
cerita klasik asli dari Tiongkok. Selain lagu bakti Khonghucu, beberapa cerita
yang biasa dipentaskan adalah kisah tentang tiga negara (Sam Kok),
kisah Kwam Kong, kisah kerajaan sebelumSam Kok (Sie Djien Kwie), kisah
perjalanan ke Barat (Sun Go Kong), serta kisah Sam Pek Eng Tay. Lama
pementasan maksimal dua jam dan satu hari bisa pentas dua kali. [8]
Pementasan wayang Potehi dilaksanakan pada saat diadakannya acara-acara di
klenteng yaitu pada acara hari besar Tionghoa maupun pada saat ulang tahun
dewa utama klenteng. Pementasan wayang yang biasanya dilaksanakan di
klenteng-klenteng adalah bagian dari ritual pemujaan dewa-dewa dan biasanya
dewa-dewa tersebut ditempatkan di altar-altar klenteng dan di dalam klenteng. [9]
Wayang potehi merupakan kesenian asli yang berasal dari Tionghoa yang
berwujud boneka. Badan boneka berwujud kain yang bisa dimasukkan tangan
untuk menggerakkan wayang tersebut. Dalam setiap pementasan dibuatkan

panggung yang berukuran kecil. Wayang ini dimainkan oleh seorang dalang
dibantu oleh beberapa asisten untuk memainkan wayang tersebut. Untuk dialog
dimainkan oleh dalang dan asisten hanya menggerakkan wayangnya saja. [10]
Pertunjukan wayang Potehi juga menggunakan instrumen musik yang terdiri dari
tambur, rebab (erl hu), sitar (yang khim), simbar kecil dan terompet klasik.
Selain itu terkadang di iringi oleh seni musik klasik Tionghoa tetapi sekarang
jarang dikarenakan tidak ada generasi yang mampu memainkannya.

Anda mungkin juga menyukai