Anda di halaman 1dari 8

Tidak Jung, aku berbeda. Aku tidak melihatmu seperti itu, bagiku kau selalu sama.

Aku tidak
menilaimu dari latar belakang keluargamu, harusnya kau tahu itu.

Hatiku mendesir mendengar panggilan itu


Jung?

***

Kim Yoo Jung POV

Aku akhirnya kembali ke kelas saat jam pelajaran terakhir hampir selesai. Meski
masih enggan bertemu dengan Cho Hyunmi dan teman kelasku yang lainnya, aku
tetap tidak ingin mendapat masalah karena tidak berada dalam kelas saat apel
sore. Lagi pula, tas dan barang-barangku yang lain juga masih ada di sana, jadi biar
bagaimanapun, aku tetap harus masuk kelas sebelum pulang.
Semua mata tertuju padaku begitu aku memasuki ruangan. Teman-teman kelasku
yang tadi tengah asyik mengobrol seketika mengatupkan bibirnya secara serentak.
Seolah ada orang yang memang sengaja menekan tombol pause di ruangan ini.
Aku pura-pura tidak peduli dan terus berjalan menuju mejaku. Jonghyun
menghampiriku dengan ekspresi khawatir, Kau baik-baik saja? Tanyanya cemas.
Aku tersenyum sebagai jawaban. Aku baik-baik saja, Jonghyun.
Senyum lemah di bibirku belum sepenuhnya hilang saat kurasa sesuatu membentur
kepalaku dengan cukup keras. Gulungan kertas.
Aku menoleh untuk melihat siapa pelakunya, dan ternyata itu adalah Cho Hyunmi
yang sekarang sedang berdiri angkuh beberapa meter dariku. Tangannya terlipat di
depan dada, matanya menatapku tajam. Dia sepertinya sedang benar-benar marah.
Dan aku tahu ini akan berdampak sangat buruk untukku.
Casik Desisnya. Dan yang bisa kulakukan hanyalah menunduk ketakutan sambil
meremas jemariku.
Cho Hyunmi mau apala
DIAM KAU CHOI JONGHYUN! Bentaknya, membuat Jonghyun seketika bungkam.

Dengar! Salah satu anggota kelompok Hyunmi memukul meja dengan kasar.
Meminta perhatian.
Aku sudah bertemu dengan wali kelas kita dan dia bilang sore ini tidak ada apel.
Jadi kalian bisa langsung pulang!Kalimatnya itu lebih terdengar seperti perintah
daripada pengumuman. Semua teman kelasku kecuali Jonghyun bergegas
merapikan barang mereka dan keluar kelas walaupun dengan tatapan penasaran
yang jelas-jelas tertuju kepada kami.
Cho Hyunmi membenciku. Dia tidak menyukaiku dan menganggapku sebagai
mainannya. Dia membullyku semaunya, tapi tidak pernah sampai separah ini.
Selama ini dia membiarkan semua teman menontonnya ketika ia
mempermalukanku, tapi kali ini? Aku terlalu takut untuk menebak segala
kemungkinan.
Apa yang sedang kau rencanakan? Tanya Jonghyun.
Bukan urusanmu, sebaiknya kau pulang sekarang. Ucap Hyunmi dingin. Jonghyun
terlihat ragu. Antara takut dan tidak tega membiarkanku sendirian.
Aku tersenyum lemah. Selama ini aku menghargai sikap baik Jonghyun kepadaku,
namun aku pun tidak ingin ia mendapat masalah karena terus menolongku.
Pulanglah, Jonghyun, ucapku karena pemuda itu tidak kunjung beranjak dari
tempatnya. Jonghyun terlihat enggan namun pada akhirnya beranjak pergi
perlahan-lahan.
Kalau terjadi apa-apa, kau bisa menelponku. Ucapnya sebelum menghilang di
balik pintu.
Ketika Jonghyun pergi, aku baru sadar bahaya seperti apa yang kini mengancamku.
Seret dia. Perintah Cho Hyunmi yang segera dipatuhi oleh teman-temannya.
Dua orang di antara mereka memegangi kedua lenganku dan memaksaku ikut
dengan mereka. Seharusnya aku berteriak, seharusnya aku memberontak, namun
dengan segala ketakutan yang kini mengontrol pergerakanku, yang bisa kulakukan
hanyalah menutup mata dan berdoa bahwa apa yang terjadi nanti tidak akan terlalu
buruk.
Tuhan, lindungilah aku.

***

Mereka menghempaskanku masuk ke dalam gudang sekolah. Gudang ini terletak di


ujung koridor lantai dua. Tempat yang sangat jarang dilewati orang apalagi setelah
jam pulang sekolah seperti ini.
Tubuhku sedikit terdorong dan menubruk tumpukan bangku rusak, menimbulkan
sedikit bunyi gaduh dan rasa sakit di sekitar punggungku. Hyunmi menarik kerah
seragamku dan memaksaku untuk berdiri.
Kau sudah merasa hebat sekarang? Gadis berparas cantik itu menatapku tajam
dan penuh kebencian. Aku diam dan menunduk, tidak berani menatap matanya
yang dingin.
Kau tahu? Gara-gara aksi konyolmu yang menangis di depan kelas, Lee
Seongsangnim memarahi kami. Dia bahkan mengancam akan menurunkan nilaiku
karena sikapku yang buruk.
PLAK
Satu tamparan keras mendarat di pipi kananku.
Kau pikir kau siapa hah? Berani sekali kau mencari masalah denganku!

PLAK
Satu lagi di pipi kiri.
Apa kau lupa siapa dirimu? Kau itu hanya anak HARAM! Hyunmi mendorong
keningku dengan ujung telunjuknya. KAU HANYALAH ANAK HARAM!! Bentaknya
lagi.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menangis. Aku tidak bisa melawan
karena apa yang dikatakannya benar. Aku hanyalah sampah yang tidak pantas
berharap apa-apa.
Sepertinya aku harus memberi tanda di kepalamu mengenai statusmu, agar kau
tidak lupa lagi.. Cho Hyunmi menyeringai dan mengeluarkan sesuatu dari balik
seragamnya. Spidol.
Ia mengedikkan bahunya dan teman-temannya segera memegangi tubuhku,
mengunci pergerakanku.
Mataku melebar begitu melihatnya mengarahkan spidol itu ke wajahku. Mulai bisa
membayangkan apa yang akan Hyunmi lakukan, aku berusaha untuk memberontak.
Jangan! Aku menggoyangkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, namun, temantemannya malah menjambak rambutku dengan kasar.
Kumohon janganIsakku lemah.

Tapi Mereka tidak peduli, hingga akhirnya Hyunmi tersenyum puas karena telah
berhasil menuliskan tanda di keningku.
CASIK
Dia menuliskan kata itu tebal-tebal di keningku. Membuat harga diriku kembali
tercabik-cabik. Aku benar-benar seperti sampah sekarang.
Kuperingatkan untuk berhenti tebar pesona di depan Lee Seongsangnim. Ini baru
peringatan pertama. Kau tahu kan, aku bisa lebih kejam dari ini kalau aku mau.
Cho Hyunmi berkata puas sebelum akhirnya pergi bersama teman-temannya.
Dua air mataku jatuh bersamaan dan kakiku kehilangan topangan. Aku jatuh
terduduk dengan lemas.
Ya Tuhan mengapa hidupku sungguh mengerikan?

***

Author POV

Lee Chanhee baru saja kembali dari atap saat ia melihat Cho Hyunmi bersama
dengan beberapa teman sekelasnya berjalan di koridor lantai dua sambil tertawatawa. Pemuda itu menggeleng, ia tidak habis pikir bagaimana mereka bisa kelihatan
begitu bahagia dan tertawa tanpa beban setelah apa yang mereka lakukan pada
teman sekelasnya di pelajaran sastra tadi. Saat ia dan gerombolan siswi itu
berpapasan, mereka terlihat sedikit gugup, kecuali Cho Hyunmi yang malah
tersenyum penuh kemenangan kepadanya. Entah apa maksdunya.
Anniyeonghaseyo Lee Chan Hee Seongsangnim. Bungkuk Cho Hyunmi sopan
kemudian ditiru oleh teman-temannya.
Chanhee mengangguk lalu bertanya, Kalian sudah meminta maaf pada Kim
Yoojung?
Ya, tentu saja seongsangnim. Kami sangat menyesal dan kami sudah berdamai
sekarang. Jelas Hyunmi santai.
Chanhee tersenyum lega. Baguslah kalau begitu. Ngomong-ngomong, apa Yoojung
sudah pulang?

Ne, dia sudah pulang sejak tadi. Wali kelasku berhalangan hadir jadi kelas kami
pulang lebih awal. Jelasnya.
Kalau begitu, kami permisi dulu, Seongsangnim. Hyunmi dan teman-temannya
membungkuk sopan lalu berlalu meninggalkan Chanhee.

Pemuda itu ingin melanjutkan perjalanan ke ruang guru namun ada sesuatu yang
tiba-tiba mengganjal pikirannya.
Ah, ponselku tertinggal di atap.
Ia lalu memutar arah dan berjalan cepat menaiki tangga. Namun sesampainya di
lantai tiga, ia malah mendengar dering telepon dari arah salah satu kelas.
Kelas 11-2.
Saat Chanhee masuk ke dalam kelas, suara dering ponsel itu sudah hilang dan ia
tidak menemukan siapapun di sana. Hanya ada sebuah tas dan barang-barang yang
terlihat belum sempat dibereskan.
Tas dan barang-barang itu terletak di atas bangku Kim Yoojung. Dan ponsel yang
tadi bordering itu juga merupakan miliknya.
Ne, dia sudah pulang sejak tadi. Wali kelasku berhalangan hadir jadi kelas kami
pulang lebih awal.
Kalau ini barang-barang milik Kim Yoojung, berarti gadis itu masih ada disini, dan itu
artinya Cho Hyunmi telah berbohong. Chanhee mulai menyadari sesuatu yang
aneh. Ia segera memeriksa ponsel Kim Yoo Jung yang untungnya tidak memiliki
password.
23 missedcalling dari Choi Jonghyun
Dan beberapa pesan yang juga dari pemuda itu.

Yoojung-ah, kau baik-baik saja?

Apa yang dilakukan Cho Hyunmi padamu?

Kau dimana? Apa aku perlu kesana sekarang?

Tolong angkat teleponku!

Kau tidak apa-apa kan?

Chanhee bergegas keluar setelah paham apa yang sebenarnya terjadi. Pemuda itu
melangkah cepat untuk mencari gadis itu. Ia ke atap, namun Kim Yoo Jung tidak ada
di sana. Di perpustakaan juga tidak.
Ya Tuhan dimana kau Kim Yoo Jung?
Chanhee merasa nyaris putus asa karena tak kunjung menemukan tanda-tanda
keberadaan gadis itu hingga akhirnya

Apa yang dilakukan Cho Hyunmi padamu?

Ya, tentu saja seongsangnim. Kami sangat menyesal dan kami sudah berdamai
sekarang.

Cho Hyunmi. Lirihnya bagai mendapat titik terang.


Chanhee bergegas naik ke lantai duatempatnya bertemu dengan Cho Hyunmi tadi
dan memeriksa setiap ruangan yang ada disana. Napasnya memburu ketika ia tiba
di ujung koridor. Di gudang penyimpanan.
Chanhee membuka pintu dengan sisa-sisa tenaganya, lalu ia menemukan udaranya
akhirnya kembali. Ia menemukan gadis itu.
Haah, kau Kim Yoo Jung, Haah Ternyata kau disini. Ujar Chanhee lega. Ia
kemudian masuk dan menghampiri Kim Yoo Jung yang justru tidak memberikan
respon apa-apa terhadap kehadiran Chan Hee. Gadis itu justru terlihat semakin
menyembunyikan wajahnya dibalik lututnya yang ditekuk.
Kau tidak apa-apa? Chanhee mendekat, hendak menyentuhkan tangannya pada
bahu Yoojung namun segera ditepis oleh gadis itu.
Tolong pergi. Katanya serak. Dan, dingin.
Chanhee mengerutkan keningnya tidak mengerti. Apa yang terjadi?

Tidak ada. Aku baik-baik saja. Jadi kumohon, Seongsangnim pergilah. Yoojung
masih belum mau mengangkat kepalanya dan hal itu tentu saja membuat Chanhee
curiga. Pemuda itu meraih dagu Yoojung dan memaksa gadis itu menatapnya.
Apanya yang baik-baik saja. Chanhee menggumam kesal. Pemandangan
menyedihkan di hadapannya adalah bentuk ketidakadilan yang tidak bisa
termaafkan. Dan untuk alasan yang lain, Chanhee merasa ingin memukul siapapun
yang tega melakukan hal ini kepada Kim Yoo Jung.
Kim Yoo Jung berbohong saat ia berkata ia baik-baik saja. Karena pada
kenyataannya, kondisinya sangat jauh dari kata yang keluar dari bibirnya.
Rambutnya berantakan, ada beberapa memar di sekitar pipi dan rahangnya,
wajahnya banjir air mata dan.... Chanhee sebenarnya tidak peduli dengan tulisan
yang ada di kening gadis itu, namun ia tahu betul, bagi Kim Yoo Jung, tulisan itu
justru terasa lebih menyakitkan dari memar di wajahnya.
Chanhee mengeluarkan sapu tangan berwarna biru dari sakunya dan dengan
gerakan lembut menghapus tulisan di kening Yoo Jung.
Yoojung menundukkan kepalanya untuk memudahkan Chanhee melakukan
pekerjaannya. Entah mengapa, Yoojung bersyukur karena Chanhee lah orang
pertama yang menemukannya. Dia tidak tahu, hanya saja dia merasa aman dan
terlindungi bersama pemuda itu. Perasaan yang sudah lama dibutuhkannya namun
terasa sangat jauh untuk digapainya. Perasaan yang ia rindukan.
Ayo ke ruang kesehatan, Chanhee menyapukan jemarinya pada memar di pipi
Yoojung, merasa bersalah karena luka itu seharunya tidak pernah ada disana.
Lukamu harus segera diobati.
Chanhee membantu Yoojung berdiri dan membimbingnya berjalan. Beberapa
langkah, kemudian Yoojung melepaskan pegangan tangannya, merasa canggung.
Terimakasih, aku bisa melakukannya sendiri. Tolak Yoojung halus. Chanhee
mengerti dan membiarkan gadis itu berjalan lebih dulu.

***

Jalan di sekitar rumah Yoojung sepi ketika ia akhirnya pulang setelah terlebih dahulu
mengobati lukanya di ruang kesehatan. Hal yang sangat Yoojung syukuri karena dia
sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana tatapan tetangga-tetangganya yang
memang senang menggosip jika ia melihat Yoojung diantar pulang oleh seorang
laki-laki. Diantar pulang oleh seorang laki-laki sebenarnya hal yang wajar-wajar saja
untuk gadis seusia Yoojung. Hanya saja, imej negativ sudah terlanjur melekat pada

dirinya bahkan sebelum ia dilahirkan, sehingga kejadian wajar sekalipun dapat


menimbulkan kesalahpahaman.
Karena itu, Yoojung langsung menolak ketika Chanhee menawarkan diri untuk
mengantarnya pulang. Namun pemuda itu terus memaksa dengan alasan bahwa
seorang guru tidak mungkin membiarkan muridnya pulang sendirian dengan kondisi
penuh luka seperti itu. Yoojung merasa geli sendiri dengan alasan yang diutarakan
Chanhee. Karena pada kenyataannya, wajahnya hanya memar sedikit, bukannya
penuh luka seperti yang dikatakan Chanhee.
Kita sudah sampai. Yoojung menghentikan langkahnya ketika mereka akhirnya
sampai di depan rumahnya. Kebetulan yang tidak diharapkan karena bertepatan
dengan itu, Ibunya baru saja hendak membuka pagar.
Yoo Yoojung-ah. Ucap Ibunya terbata, karena melihat Yoojung pulang bersama
seorang laki-laki, terlebih lagi wajah anak gadisnya itu terlihat tidak semulus
biasanya.
Anniyeonghaseyo Chanhee membungkuk sopan. Nyonya Kim membalas kikuk.
Nu..nuguseyo? Tanpa segan, ia menyapukan pandangannya pada Chanhee dari
ujung kaki hingga ujung kepala. Mencoba menebak siapa pemuda tampan yang
tiba-tiba pulang bersama anak gadisnya.
Dia guruku. Jawab Yoojung dingin. Tidak suka dengan tingkah ibunya yang
menurutnya sangat memalukan.
Ne, Lee Chanhee imnida. Aku adalah guru sastra baru di sekolah Yoojung. Tadi dia
jatuh saat pelajaran olahraga, jadi aku mengantarnya pulang untuk memastikan dia
baik-baik saja. Ucap Lee Chanhee lancar seolah ia sudah berlatih sangat lama
untuk mengucapkan itu di depan ibu Yoo Jung. Atau mungkin memang seperti itu,
mengingat mereka tidak saling bicara selama perjalanan tadi, mungkin saja
Chanhee sudah memperkirakaan ini dan berlatih dalam hati untuk menghilangkan
bosan saat di perjalanan tadi.
Aigooyo, gomapseumnida Seongsangnim Kau jadi repot-repot begini
Gwaenchanayo, itu sudah tugasku sebagai seorang guru. Chanhee tersenyum
ramah. Kalau begitu saya pamit dulu,
Ne, sekali lagi terimakasih banyak sudah mengatar Yoojung pulang. Ibu Yoojung
membungkuk berkali-kali mengiringi keperian Chanhee. Setelah Chanhee berada
cukup jauh

Anda mungkin juga menyukai