Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Meningkatnya usia harapan hidup merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dalam
bidang

peningkatan

dan

pencegahan

penyakit

yang

mengakibatkan jumlah lanjut usia (Lansia) meningkat (Mulyani,


2009). Meningkatnya usia harapan hidup ini jika tidak diatasi
dengan baik akan mengakibatkan masalah, karena dengan
jumlah lanjut usia yang meningkat ini ketergantungan lanjut usia
(Lansia) juga meningkat, sehingga penduduk usia produktif
akan menaggung semakin banyak penduduk lanjut usia
(Cessnasari, 2005).
Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lansia guna menjaga
hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis
sesuai dengan martabat Kemanusiaan (UU RI No.36 tahun
2009 tentang Kesehatan, Pasal 138 tentang kesehatan lansia
dan

penyandang

mengatakan

Cacat,

bahwa

ayat

lansia

1).

berhak

Kemsos
untuk

RI

(2012),

mendapatkan

pelayanan kesehatan dengan upaya untuk mendorong lansia


potensial tetap sehat, aktif dan mandiri, dengan ini pemerintah
wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup

mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis sesuai


dengan (UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 138
tentang Kesehatan Lansia dan Penyandang Cacat, ayat 2).
Menurut WHO pada tahun 2010, presentase lansia dunia
diestimasi 9,11% dari jumlah penduduk dunia. Di Amerika tahun
2011 diestimasi akan terjadi silver tsunami of aging, yaitu
terdapat 12 % populasi lansia, di Jepang lansia dengan usia 65
tahun keatas sebanyak 22,6%, di Jerman lansia dengan usia 65
tahun keatas sebanyak 20,5%, di China sebanyak 13%.
Di Indonesia pada tahun 2010, populasi lansia dengan
usia 60 tahun keatas sebanyak 9,77% dan di tahun 2020
sebanyak 11,34% (BPS, 2009), dan di tahun 2025 seperlima
penduduk Indonesia adalah lansia.
Berbagai pihak menyadari bahwa jumlah lanjut usia di
Indonesia yang semakin bertambah akan membawa pengaruh
besar

dalam

pengelolaan

masalah

kesehatannya,

yaitu

masalah kesehatan fisik dan kesehatan mental. Mengatasi


masalah kesehatan lansia tersebut, perlu upaya pembinaan
kelompok lansia melalui puskesmas dengan didirikan posyandu
lansia

sebagai

salah

satu

upaya

pemerintah

dalam

menyediakan fasilitas kesehatan dalam penyelenggaraan upaya


kesehatan adalah dengan mengadakan posyandu lansia
(Kemsos, 2012).

Posyandu

lansia

merupakan

pengembangan

dari

kebijakan pemerintah melalui program puskesmas dengan


melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat,
dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi,
2008).
Menurut kader posyandu lansia Anggrek 1 Banyu Putih
Timur Salatiga, posyandu lansia didirikan pada tanggal 17
Januari 2002 dihadiri hingga 50 lansia. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 02 September 2014,
mengungkapkan jumlah lansia yang ada di wilayah Banyu Putih
Timur berjumlah 50 lansia mulai dari umur 55 tahun 85 tahun.
Kader mengungkapkan bahwa kunjungan lansia ke posyandu
lansia terlihat turun 30%, yakni jumlah rata-rata kunjungan
adalah 15 lansia selama tiga bulan terakhir ini yang terdiri dari
12

perempuan

dilaksanakan

dan

setiap

laki-laki.

tanggal

17

Pelayanan
setiap

posyandu

bulannya,

yang

berkunjung di posyandu lansia Anggrek 1 Banyu Putih Timur


Salatiga, pada umumnya keluhan lansia saat berkunjung ke
posyandu lansia adalah pegal-pegal, susah tidur, hipertensi,
sakit kepala, penglihatan kabur dan diabetes melitius. Kader
posyandu lansia mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan
pada lansia meliputi pelayanan kesehatan dari petugas
puskesmas

(pemeriksaan

tekanan

darah,

pemeriksaan

kolesterol, pemeriksaan glukosa darah, pemeriksaan asam urat,


penimbangan berat badan, dan pengobatan gratis), selain itu
juga posyandu sering diisi dengan adanya penyuluhan dari
petugas puskesmas. Di wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1
Sidorejo Lor Salatiga,

kebanyakan lansia yang kurang

dukungan keluarga untuk melakukan pemeriksaan di posyandu


lansia seperti keluarga mengantar lansia ke posyandu untuk
diperiksa ke posyandu yang ada di wilayah tersebut.
Perilaku adalah merupakan perbuatan / tindakan dan
perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan
dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya
Sudart & Brunner (2002).
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang.
Menurut Stanley & Beare (2007), mendefinisikan lansia
berdasarkan

karakterisktik

sosial

masyarakat

yang

menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukan ciri fisik


seperti rambut beruban, kerutan kulit,dan hilangnya gigi.
Menurut Sarafino (2012), dukungan adalah suatu bentuk
kenyamanan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang
diterima

individu

dari

orang

yang

berarti,

baik

secara

perorangan maupun kelompok.


Keluarga

didefenisikan

berdasarkan

kehadiran

atau

ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang tua, anak, dan

kerabat lainnya (Sri, 2012). Menurut Minuchin (dalam H.Sofyan


S.Willis, 2008 : 50) mengatakan bahwa keluarga adalah
Multibodied organism organisme yang terdiri dari banyak
badan.
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal,
non-verbal, saran, bantuan nyata, tingkah laku dari orang-orang
yang akrab berupa kehadiran, kepedulian, kesediaan dan halhal, yang dapat memberikan keuntungan emosional dan
meningkatkan fisik lansia sehingga mendorong lansia untuk
mandiri dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari (Kuntjoro,
2002).
Posyandu adalah wadah pemeliharaan kesehatan yang
dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibimbing
petugas terkait. (DepKes RI, 2006). Pengertian Posyandu
adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari,
oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas
kesehatan (Cessnasari, 2005).
Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan
akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa
perubahan dalam hidup. Sebagai mana diketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,

seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki


selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati (Darmojo, 2004).
Posyandu lansia adalah pusat pelayanan masyarakat
dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana
(DepKes, 2000). Posyandu lansia merupakan pengembangan
dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi
lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas
dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya
(Kuntjoro, 2002). Berdasarkan uraian di atas maka penulis
tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan perilaku
lansia dan dukungan keluarga terhadap pentingnya posyandu
lansia di wilayah Banyu Putih Timur RT 4 RW 1 Sidorejo Lor
Salatiga.

1.2.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
adakah hubungan antara perilaku lansia dan dukungan
keluarga terhadap pentingnya

posyandu lansia di

wilayah Banyu Putih Timur RT 4 RW 1 Sidorejo Lor


Salatiga.
1.3. Singnifikasi dan keunikan penelitian
a. Penelitian oleh Fahrun dan Mustidatul
mengenai faktor

(2009)

yang mempergaruhi kunjungan

lansia ke posyandu lansia di wilayah RW VII


kelurahan

Wonosobo,

Kecamatan

Semampir

Surabaya dengan menggunakan metode desain


cross sectional dengan hasil bahwa kunjungan lansia
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, pendapatan lansia
(faktor ekomoni), dan tingkat pengetahuan lansia
terhadap posyandu lansia.
b. Selain itu penelitian di tempat berbeda di wilayah
RW 03 Karao Padang, Kecamatan Nangggalo
Padang oleh Yenita (2010) menyatakan bahwa ada
faktor

hubungan

dengan

kunjungan

lansia

ke

posyandu lansia, hasil dari penelitian ini yaitu ada


hubungan dari tingkat pengetahuan lansia, dukungan
petugas, dukungan keluarga, jarak posyandu dan
sarana dengan tingkat kunjungan lansia. Hal ini
serupa dengan penelitian studi kasus di desa
Tamantirto Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul
propinsi DIY, yang diteliti oleh Puji Lestari, dkk (2011)
dengan analitik observasional menyatakan umur >71
tahun, sikap yang baik, fasilitas yang baik, pelayanan
kader dan petugas kesehatan yang baik, dan peran
keluarga yang baik mempengaruhi kunjungan lansia
ke posyandu lansia dan tidak dipengaruhi oleh

tingkat

pendidikan,

kondisi

sosial

ekomoni,

pengetahuan, akses, peran-peran sosial lansia.


c. Signifikasi dari peneliti ini adalah belum pernah
diadakan

penelitian

tentang

hubungan

antara

perilaku lansia dan dukungan keluarga terhadap


pentingnya posyandu lansia di wilayah Banyu Putih
Timur RT 4 RW 1 Sidorejo Lor Salatiga. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif. Sama dengan
metode yang digunakan oleh kedua penelitian
diatas, yaitu kuantitatif. Kuantitatif dapat menjelaskan
hubungan

antara perilaku lansia dan dukungan

keluarga terhadap

pentingnya

posyandu

lansia

dengan mendalam.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui adakah hubungan perilaku lansia dan
dukungan keluarga terhadap pentingnya

posyandu

lansia di wilayah Banyu Putih Timur RT 4 RW 1


Sidorejo Lor Salatiga.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Memahami karakteristik responden (Jenis kelamin,
umur, pendidikan dan pekerjaan) di wilayah Banyu
b.

Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.


Menganalisa hubungan perilaku lansia terhadap
pentingnya posyandu lansia di wilayah Banyu Putih
Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.

c.

Menganalisa hubungan dukungan keluarga terhadap


pentingnya posyandu lansia di wilayah Banyu Putih
Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.

1.5. Manfaat Penelitian


a.
Lansia/ Responden.
Meningkatkan
pengetahuan
b.

lansia

terhadap

pentingnya kegiatan posyandu lansia.


Institusi Pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
referensi sebagai bahan kajian dan bahan bacaan di
lingkungan FIK UKSW maupun instansi lainnya
khususnya bidang ilmu keperawatan, dan diharapkan
dapat meningkatkan informasi dan ilmu pengetahuan
terhadap pelayanan kesehatan lansia di Posyandu

c.

Lansia.
Program Studi Ilmu Keperawatan
Perawat dapat mengetahui cara atau langkah yang
dapat

d.

dilakukan

dalam

memberikan

asuhan

keperawatan bagi para lansia.


Posyandu Lansia
Dari hasil penelitian ini diharapkan para kader
posyandu lansia bisa memotivasi keluarga agar
mendukung

e.

meningkatkan

minat

lansia

untuk

berkunjung ke posyandu lansia.


Peneliti
Memberikan peneliti wawasan ilmu pengetahuan
tentang pelayanan lansia di posyandu lansia, peneliti

juga dapat membandingkan teori dengan kenyataan


f.

lapangan dan melatih diri sebagai peneliti.


Pembaca
Pembaca dapat mengetahui informasi

tentang

keperawatan gerontik.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

Lansia
2.1.1

Pengertian
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh
kembang.

Menurut

Stanley

&

Beare

(2007),

mendefinisikan lansia berdasarkan karakterisktik sosial


masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua
jika menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban,
kerutan kulit, dan hilangnya gigi. World Health
Organization (WHO 2010), menetapkan 65 tahun yang
termasuk kategori lansia (AS dan Eropa Barat).
Sedangkan di negara- negara Asia, lansia adalah
mereka yang berusia 60 tahun keatas. Orang tua yang
berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya
dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif sehat berusia
65 tahun mungkin menganggap

usia 75 tahun

10

sebagai permulaan lanjut usia (Brunner & Sudart


dalam Azizah, 2011).
Menurut Surini & Utomo (2003), dalam buku
Azizah (2011), lanjut usia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai
dengan

penurunan

kemampuan

tubuh

untuk

beradaptasi dengan stress lingkungan.

2.1.2

Batasan Lanjut Usia


Menurut WHO (2010), batasan umur lansia dapat

dibagi dalam empat kelompok :


1.
2.
3.
4.

65
65 - 74
75- 90
90 >

: Usia pertengahan (Middle Age)


: Lanjut usia (Junior Old Age)
: Usia lanjut tua (Old Age)
: Usia sangat tua (Very Old Age)
Menurut Departemen RI (2006), memberikan

batasan lanjut usia sebagai berikut:


1. Virilitas (Prasenium) masa persiapan lanjut usia yang
menampakan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
2. Lanjut usia dini (Senescen) kelompok yang mulai
memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun).
3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai macam
penyakit degenerative (usia diatas 65 tahun).

11

Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho (2000), masa


lanjut usia (Geriatric Age) yaitu umur >65 atau 70 tahun.
Masa lanjut usia (geriatric) ini bagi menjadi tiga batas umur
yaitu: young old (70-75 tahun), old (76-80 tahun), dan very
old (>80 tahun). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3),
(4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai
usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

2.1.3

Tugas perkembangan lanjut usia.


Lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini

dideskripsikan oleh Burnside Havighurst, dalam Potter dan


Perry (2005), ada lima kategori tugas perkembangan lansia
meliputi:
a.
Menyesuaikan diri terhadap penurunan kekuatan fisik.
Lansia meningkatkan kesehatan dan mencegah
penyakit dengan pola hidup sehat, ketika lansia
menyesuaikan diri saat terjadinya perubahan normal
tubuh sering terjadinya penuaan sistem tubuh,
b.

perubahan penampilan dan fungsi tubuh.


Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan
penurunan pendapatan.
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna
sehingga harus menyesuaikan diri dan membuat

c.

perubahan karena hilangnya peran bekerja.


Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup.

12

Lansia

dapat

merubah

rencana

kehidupannya.

Beberapa masalah kesehatan mengharuskan lansia


untuk dengan keluarga dan temanya. Perubahan
rencana kehidupan lansia membutuhkan periode
yang lama, selama lansia memerlukan bantuan dan
dukungan professional perawatan kesehatan dan
d.

keluarga.
Menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan.
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian
pasangan, teman, dan kadang anak. Kehilangan ini
kadang sulit untuk diselesaikan, apalagi pada lansia
yang menggantungkan hidupnya pada seseorang

e.

yang meninggal yang sangat berarti bagi dirinya.


Menerima diri sendiri sebagai lansia.
Beberapa lansia sulit untuk menerima diri sendiri
selama penuaan. Mereka memperlihatkan ketidakmampuannya

sebagai

koping

dan

menyangkal

penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak


memanggil mereka Nenek/ Kakek atau menolak
bantuan.
2.2 Posyandu Lansia
2.2.1 Pengertian
Posyandu lansia adalah pusat pelayanan
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan
keluarga berencana. Kegiatan posyandu adalah
perwujudan dari peran serta masyarakat dalam

13

menjaga
mereka.

dan

meningkatkan

Posyandu

lansia

derajat

adalah

kesehatan

suatu

forum

komunikasi, ahli teknologi dari pelayanan kesehatan


oleh

masyarakat

dan

untuk

masyarakat

yang

mempunyai nilai strategis untuk pengembangan


sumber daya manusia khususnya lansia (DepKes,
2000).
Posyandu

lansia

adalah

suatu

bentuk

keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia


ditingkat desa/ kelurahan dalam masing-masing
wilayah
posyandu

kerja

Puskesmas.

lansia

berupa

Katerpaduan

dalam

keterpaduan

pada

pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia


yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar
pembentukan

posyandu

lansia

adalah

untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama


lansia (DepKes RI, 2005)
2.2.2

Tujuan Posyandu Lansia


Menurut Azrul (2000), tujuan posyandu lansia

sebagai berikut:
a. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik
sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang
mendukung.
b. Memelihara kemandirian secara maksimal.
c.
Melaksanakan diagnosa dini secara tepat dan
memadai.

14

d.
e.

Melaksanakan pengobatan secara tepat.


Membina lansia dalam bidang kesehatan fisik

spiritual.
f. Sebagai sarana untuk menyalurkan minat lansia.
g. Meningkatkan rasa kebersamaan diantara lansia.
h. Meningkatkan
kemampuan
lansia
untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatankegiatan lain yang menunjang sesuai dengan
kebutuhan.
Menurut Erfandi (2008), tujuan posyandu lansia secara
garis besar yakni (1) meningkatnya jangkauan pelayanan
kesehatan

lansia

di

masyarakat,

sehingga

terbentuk

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia,


(2) mendekatkan pelayanan dan meningkatkan

peran

masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan, selain


itu juga meningkatkan komunikasi antara masyarakat lanjut
usia.
2.2.3 Sasaran Posyandu Lansia
Menurut
(DepKes,

2000)

sasaran

penyelenggara posyandu lansia adalah seluruh


penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Menurut
(Fallen, 2010) terdapat dua sasaran posyandu lansia
yakni sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia
lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun
ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko
tinggi (70 tahun ke atas); dan sasaran tidak
langsung, yaitu keberadaan keluarga lansia berada,

15

organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan


lanjut usia, masyarakat luas.
2.2.4

Kegiatan Posyandu Lansia.


Bentuk pelayanan posyandu lansia meliputi
pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional,
yang dicatat dan dipantau dengan (KMS) untuk
mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau
ancaman masalah kesehatan yang dialami (Effendi,
2009).

2.2.5

Masalah Kesehatan Pada Lansia.


Masalah kesehatan pada lansia ialah gabungan
dari kelainan-kelainan akibat penyakit dan proses
menua yaitu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti sel serta mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.

Siburian

(2008),

pemerhati

masalah

kesehatan pada lansia menyatakan ada empat belas


masalah kesehatan pada lansia yaitu:
a. Immobility (kurang bergerak), disebabkan oleh
gangguan fisik, faktor lingkungan sehingga dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Keadaan

16

ini dapat disebabkan gangguan tulang, sendi dan


otot, gangguan saraf dan penyakit jantung.
b. Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat
disebabkan oleh faktor intrinsik (yang berkaitan
dengan tubuh penderita), baik karena proses
menua,

penyakit

maupun

ekstrinsik

(yang

berasal dari luar tubuh) seperti obat-obatan


tertentu dan faktor lingkungan.
c. Incontinence (buang air), yaitu keluarnya air seni
tanpa

disadari

dan

frekuensinya

sering.

Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi


sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan
keluarganya.
d. Intellectual Impairment (gangguan intelektual/
dimentia), merupakan kumpulan gejala klinik
yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan
ingatan

yang

cukup

berat

sehingga

menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan


sehari-hari.
e. Infection (infeksi),

merupakan

salah

satu

masalah kesehatan yang penting pada lansia,


karena sering didapati juga gejala yang tidak
khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan
f.

keterlambatan diagnosis dan pengobatan.


Impairtment of vision and hearing, taste, smell,
communication,

covalencence,

skin

interity

17

(gangguan

panca

indera,

komunikasi,

penyembuhan dan kulit), merupakan akibat


proses dari menua.
g. InpactionI (konstipasi),
kurangnya

gerakan,

sebagai

makanan

akibat
yang

dari

kurang

mengandung serat dan kurang minum.


h. Isolation (depresi), akibat perubahan sosial,
bertambahnya

penyakit

dan

berkurangnya

kemandirian sosial. Pada lansia depresi yang


terselubung, gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
i.

gangguan dan pencernaan.


Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena
perubahan

lingkungan

maupun

kondisi

kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa


ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
j.

bergizi.
Impecunity

(tidak

punya

uang),

semakin

bertambah usia, maka kemampuan tubuh untuk


menyelesaikan suatu pekerjaan akan semakin
berkurang, sehingga jika tidak bekerja maka tidak
akan mempunyai penghasilan.
k. Latrogenesis (penyakit akibat

obat-obatan),

sering dijumpai pada lansia yang mempunyai


riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan
dalam waktu lama, jika tanpa pengawasan dokter

18

maka akan menyebabkan timbulnya penyakit


l.

akibat obat-obatan.
Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan
oleh lansia, mereka mengalami sulit untuk masuk
dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan
mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi,
jika terbangun akan susah tidur lagi, terbangun

dini hari lesu setelah bangun di pagi hari.


m. Immune deficienty (daya tahan tubuh menurun),
merupakan salah satu akibat dari proses menua,
meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat
dari penyakit, kurang gizi dan lainnya.
n. Impotence (impotensi), merupakan

ketidak-

mampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan
senggama yang memuaskan yang terjadi paling
sedikit tiga bulan. Hal ini disebabkan karena
terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat
kelamin sebagai adanya kekuatan pada dinding
pembuluh darah, baik karena proses menua atau
penyakit.
2.2.6

Mekanisme pelayanan Posyandu Lansia.


Mekanisme pelayanan posyandu lansia berbeda
dengan

posyandu

balita.

Menurut

Fallen

2010,

mekanisme pelayanan ini tergantung pada mekanisme

19

dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah


penyelenggara, ada tiga meja pada Posyandu lansia:
a.
Meja I: Pendaftaran Lansia, pengukuran dan
pertimbangan berat badan dan tinggi
b.

badan.
Meja II: Pencatatan berat badan, tinggi badan dan
index massa tubuh (IMT); juga pelayanan
kesehatan seperti pengobatan sederhana

c.

dan rujukan kasus.


Meja III: Melakukan kegiatan konseling atau
penyuluhan, dapat juga dilakukan
pelayanan pojok gizi.

2.2.7

Kendala pelaksanaan posyandu lansia.


Erfandi (2008), mengemukakan ada empat
faktor kendala dalam pelaksanaan posyandu lansia

a.

yaitu:
Pengetahuan

lansia

yang

rendah

tentang

pentingnya posyandu. Pengetahuan lansia akan


pentingnya posyandu ini dapat diperoleh dari
pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menghindari kegiatan posyandu, akan
mendapatkan penyuluhan tentang cara hidup sehat
dengan

segala

keterbatasan

atau

masalah

kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan


pengalaman

ini,

pengetahuan

lansia

menjadi

meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap

20

dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka


b.

untuk selalu mengikuti posyandu lansia.


Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar
maupun mengingatkan lansia untuk datang ke
posyandu

lansia.

Dukungan

keluarga

sangat

berperan dalam mendorong minat atau kesediaan


lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia.
Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia
apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi
atau
c.

mengantar

lansia

ke

posyandu

dan

mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu.


Jarak rumah dengan lokasi posyandu lansia jauh
atau sulit dijangkau. Jarak posyandu yang dekat
akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu
tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan
fisik karena penurunan daya tahan tubuh dan

d.

kekuatan fisik.
Kader
posyandu

lansia

harus

mampu

berkomunikasi dengn efektif, baik dengan individu


atau kelompok maupun masyarakat, kader juga
harus dapat membina kerjasama dengan semua
pihak yang terkait dengan pelaksanaan posyandu,
serta

untuk

memantau

pertumbuhan

dan

perkembangan lansia pada hari buka posyandu


yaitu

pendaftaran,

penimbangan,

pencatatan/

21

pengisian

KRS,

penyuluhan

dan

pelayanan

kesehatan sesuai dengan kewenagannya

dan

pemberian PMT, serta dapat melakukan rujukan jika


diperlukan.
2.3 Dukungan Keluarga.
2.3.1 Pengertian
Dukungan keluarga dari anggota keluarga
(anak, istri, suami dan kerabat), teman dekat atau
relasi (Kuntjoro, 2002). Dukungan keluarga dapat
berupa information, emosional dan penghargaan
(House, 1994 dalam Setiadi, 2008). Meningkatnya
kebutuhan ekonomi membuat banyak keluarga
bekerja

diluar

pekerjaannya

rumah

dan

masing-masing

sibuk

dengan

sehingga

kurang

optimal untuk mengantar lansia (Watson, 2003).


Kemampuan lansia dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari jika dukungan keluarga yang
optimal diberikan maka lansia terdorong untuk
mandiri dalam aktivitas sehari hari, sehingga status
kesehatanya meningkat, jika tidak ada dukungan
keluarga maka lansia akan tergantung dalam
pemenuhan

aktivitas sehari-hari,

maka status

kesehatannya menurun (Friedman, 2003).


Dukungan keluarga adalah sebagai adanya
kenyamanan,

perhatian,

penghargaan

atau

22

menolong

orang

dengan

sikap

menerima

kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh


dari

individu

maupun

kelompok.

Dukungan

keluarga sangat mempengaruhi dalam motivasi


seseorang. Misalnya menghormati dan menghargai
orang lain, mengajaknya dalam acara keluarga dan
pemeriksaan kesehatan (Watson, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), bentuk dukungan
keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu:

a.

Dukungan Informasional
Dukungan

informasional

yang

bersifat

informasi dapat berupa cara memecahkan masalah


antara

lain

keluarga

mengetahui

anggota

keluarganya telah memasuki masa tua, keluarga


mengetahui masalah atau penyakit yang biasa
terjadi pada lansia, keluarga mengetahui sebabsebab lansia rentan terhadap masalah penyakit,
keluarga

mengenali

gejala-gejala

yang

terjadi

apabila lansia mengalami masalah atau sakit dan


dukungan keluarga menganggap perawatan pada
orang tua itu penting.
b.

Dukungan Penilaian.

23

Keluarga

bertindak

sebagai

bimbingan

umpan balik membimbing dan menangani masalah


serta sebagai sumber dan validator identitas anggota
dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa
peryataan setuju dan penilaian positif terhadap ideide, perasaan dan perfoma orang lain.

c.

Dukungan

emosional

(emotional

support)
Keluarga sebagai tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaan terhadap emosi. Merupakan dukungan


emosional yang mencakup ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan misalnya penegasan, reward dan
pujian.
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai
informasi verbal, non-verbal, saran, bantuan nyata,
tingkah laku dari orang-orang yang akrab berupa
kehadiran, kepedulian, kesediaan dan hal- hal, yang

24

dapat

memberikan

keuntungan

emosional

dan

meningkatkan fisik lansia sehingga mendorong lansia


untuk mandiri dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari
(Kuntjoro, 2002).

2.3.2

Proses perubahan dan sikap perilaku lansia


(Teori Kelman)
Proses perubahan perilaku sikap dan perilaku
individu dimulai dengan tahap dukungan keluarga,
tahap identifikasi dan kemudian baru menjadi
internaliasi.

a.

Berikut

tahap

proses

perubahan

perilaku:
Tahap kepatuhan / kesediaan
Dalam tahap ini individu memahami anjuran atau
instruksi petugas tanpa kerelaan dan seringkali
karena ingin menghindari hukuman atau sanksi
jika tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan
yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut.
Perubahan yang terjadi dalam tahap ini hanya
dalam sifat sementara, artiya bahwa tindakan itu
dilakukan

b.

selama

masih

ada

pengawasan

petugas.
Tahap identifikasi
Dalam tahap ini kepatuhan individu berdasarkan
rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang
pentingnya

perilaku,

yaitu

kepatuhan

demi

25

menjaga

hubungan

kesehatan

atau

menganjurkan
c.

baik

tokoh

perubahan

dengan

petugas

masyarakat
tersebut.

yang

(change

agent).
Tahap internalisasi
Proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas
atau tokoh masyarakat merupakan seseorang
yang dapat dipercaya (kredebilitasnya tinggi)
yang dapat membuat individu memahami makna
dan

penggunaan

perilaku

tersebut

serta

membuat mereka mengerti akan pentingnya


perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri.
2.3.3 Variablel yang mempengaruhi tingkat perilaku
Lansia
Menurut Sudart & Brunner (2002), ada empat
variabel yang mempengaruhi tingkat perilaku yaitu:
a. Variabel Demografi seperti usia, jenis kelamin, suku
bangsa, status sosial ekonomi dan pendidikan.
b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan
hilangnya gejala akibat terapi.
c. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas
program

dan

efek

samping

yang

tidak

menyenangkan.
d. Variabel psikososial seperti sikap terhadap tenaga
kesehatan,

penerimaan,

atau

penyangkalan

terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya


dan biaya financial.

26

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi perilaku lansia


Faktor yang mempegaruhi perilaku lansia
dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut
a.

(Niven 2002), antara lain:


Pemahaman tentang instruksi
Tak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia
salah paham tentang instruksi yang diberikan

b.

kepadanya.
Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan
dan pasien merupakan bagian yang penting

c.

dalam menentukan derajat kepatuhan.


Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga menjadi faktor yang sangat berpengaruh
dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan
individu serta juga dapat menentukan tentang

d.

program pengobatan yang dapat mereka terima.


Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker, dkk dalam Niven (2002), telah membuat
suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan
berguna

untuk

memperkirakan

adanya

ketidakpatuhan, sebab orang-orang yang tidak


patuh adalah orang yang mengalami depresi,
ansietas sangat memperhatikan kesehatannya,
memiliki

ego

yang

lebih

lemah

dan

yang

kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian


pada diri sendiri.

27

2.3.5 Strategi untuk meningkatkan perilaku lansia


(Ferry Effendi 2009).
a. Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan
diperlukan

untuk

meningkatkan

sangat

kepatuhan,

komunikasi memegang peranan penting karena


komunikasi yang baik diberikan oleh profesional
kesehatan dalam menanamkan ketaatan pasien.
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah
keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat
meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang
peningkatan

kesehatan

pasien

maka

ketidak

patuhan dapat dikurangi.


c. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan.
Perilaku sehat merupakan determinan kesehatan
pada kelompok lansia. Lansia yang melakukan
olahraga secara teratur akan terlihat lebih produktif
dan terhindar dari penyakit dan ketergantungan,
sehingga

mengurangi

biaya

kesehatan

serta

perawatan sosial (Handajani, 2005).


d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien
dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya
serta cara pengobatannya.

28

Gambar 2.1

2.3.6

KERANGKA PENELITIAN

Perilaku lansia

Faktor-faktor yang mempegaruhi :


1. Kesadaran akan pentingnya
posyandu lansia
2. Pandangan lansia terhadap diri
sendiri
3. Latar belakang penyakit
4. Usia
Pentingnya posyandu lansia

Dukungan

keluarga

Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
1. Prasarana posyandu lansia
2. Sikap petugas posyandu
3. Latar belakang pendidikan

29

Keterangan:
: yang diteliti
: yang tidak diteliti.

2.3.7

Hipotesis
Menurut Sugiyono

(2011), hipotesis diartikan

sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah


penelitian. Terdapat 2 macam hipotesis, yaitu hipotesis nol
dan hipotesis alternatif. Hipotesis nol diartikan sebagai tidak
adanya hubungan antara parameter dengan statistik, atau
tidak adanya hubungan antara populasi dengan ukuran
sampel.
Dalam penelitian ini, hipotesis yang ditetapkan adalah
sebagai berikut :
H 0: Tidak ada hubungan antara perilaku lansia dan
dukungan keluarga terhadap pentingnya posyandu
lansia.
H 1: Ada Hubungan antara perilaku terhadap pentingnya
Posyandu Lansia.

30

H 2: Ada Hubungan antara Dukungan Keluarga Terhadap


Pentingnya Posyandu Lansia.
H 3: Ada hubungan antara perilaku lansia dan dukungan
keluarga terhadap pentingnya posyandu lansia.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental yang
bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan cross- sectional.
Deskriptif analitik adalah metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menghubungakan suatu objek dengan
apa saja sebenarnya yang tampak (Notoatmodjo, 2007).
Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
perilaku lansia dan dukungan keluarga terhadap pentingnya
posyandu lansia di wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1
Sidorejo Lor Salatiga.

31

3.2

Variabel dan Defenisi Operasional


a.

Variabel
Dalam penelitian ini ada dua variabel yang
digunakan yaitu variabel bebas (independent) dan
variabel

terikat

(dependen).

Sugiyono

(2009),

menjelaskan variabel independent merupakan variabel


yang

mempengaruhi

atau

yang

menjadi

sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat dan


menjadi variabel independent dalam penelitian ini
adalah pentingnya posyandu lansia, sedangkan variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas dan
yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah
perilaku lansia dan dukungan keluarga.

b.

Defenisi Operasional
Defenisi operasional variabel merupakan
teori atau konsep yang dijabarkan dalam bentuk
variabel penelitian agar variabel tersebut mudah
dipahami, diukur atau diamati dibuat dalam
bentuk
defenisi operasional, Suyanto (2011).

32

Tabel 3.1
Defenisi Operasional variabel penelitian
No

Variabel

Defenisi
Oprerasional
1
2
Variabel dependen

Alat Ukur

1.

Perilaku
lansia

Kuesioner
Nomina
pertanyaan
l
yang
menyangkut
perilaku lansia
terhadap
pentingnya
posyandu
lansia dengan
menggunakan
jawaban
SL:
selalu (2) KK:
kadang-kadang
(1) dan TP:
tidak perna (0),
dengan
11
pertanyaan

Skor tertinggi:
25 dan skor
terendah: 10
Dengan
pengkategorian
perilaku lansia
adalah baik :
11 - 25 dan
tidak baik:
0 -10

2.

Dukungan Dukungan keluarga

Kuesioner

Dengan

Kegiatan yang
dilakukan lansia
mulai dari sering
mengunjungi
posyandu lansia
untuk memeriksa
atau konsultasi
kesehatan,
melibatkan diri dalam
kegiatan posyandu
lansia, datang
posyandu lansia
setiap bulannya
untuk periksa
kesehatan.

Skala
Ukur
3

Hasil Ukur
4

33

keluarga

dimulai dari
mengantar pasien ke
posyandu,
memotivasi lansia
untuk melibatkan diri
dalam kegiatan yang
ada di posyandu
lansia, keluarga
menemani lansia
untuk mengecek
kesehatan lansia di
posyandu lansia dan
keluarga
mengingatkan lansia
untuk datang ke
posyandu lansia.

pertanyaan
yang
menyangkut
dukungan
keluarga
terhadap
pentingnya
posyandu
lansia dengan
menggunakan
jawaban SL:
selalu (2) KK:
kadang-kadang
(1) TP: tidak
pernah (0)
dengan 14
pertanyaan

Nomina
l

pengkategorian
dukungan
keluarga
adalah baik:
11-25 dan
kurang: 0- 10

No.
Variabel independent
3.

Pentingnya
posyandu
lansia

Sebagai tempat
untuk melakukan
pemeriksaan
kesehatan para
lansia, sebagai
tempat
penyuluhan yang
terkait dengan
kesehatan,
sebagai tempat
mengontrol
kesehatan
seperti:
hipertensi,
diabetes militus.

Kuesioner
pertanyaan
yang
menyangkut
pentingnya
posyandu
lansia dengan
menggunakan
jawaban S:
setuju (2) TS:
tidak setuju (1)
dengan
dengan 12
pertanyaan

Nominal

Dengan
pengkategoria
n pentingnya
posyandu
lansia adalah
baik: 11-25
dan kurang:
0- 10.

3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini yang akan dilakukan pada bulan November
2014 di wilayah Banyu Putih Timur Sidorejo Lor Salatiga.

34

Setelah mendapat surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu


Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan dan juga izin dari
posyandu lansia.

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian,
Suryono (2011). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh jumlah lansia (50 lansia) yakni: perempuan 35
orang dan laki-laki 15 orang yang ada di wilayah Banyu
Putih Timur Sidorejo Lor Salatiga.

3.4.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Sampling
jenuh

adalah

cara

pengambilan

sampel

dengan

mengambil semua anggota populasi menjadi sampel


(Hidayat, 2007).
Sampel adalah sebagian dari populasi yang
digunakan sebagai sumber data. Dalam penelitian ini
teknik penentuan sampel yang digunakan adalah
sampling

jenuh.

Sampling

jenuh

adalah

teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi (50

35

Lansia) digunakan sebagai sampel, atau penelitian


yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan
yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah
sensus, dimana anggota populasi dijadikan sampel
(Sugiyono, 2005).

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian merupakan alat ukur/ alat bantu
yang digunakan penulis dalam kegiatan pengumpulan data
agar sistematis. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner. Kuesioner merupakan suatu pengumpulan data
dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaanpertanyaan kepada responden dan kuesioner yang berisi
karakteristik responden seperti inisial, umur, jenis kelamin,
kedudukan dalam keluarga. Kuesioner yang berisi penyataan
yang terstruktur berdasarkan teori, untuk mengukur perilaku
lansia dan pentingnya posyandu lansia responden dengan
menggunakan kuesioner secara terpisah dan yang harus
dijawab oleh responden.

3.6

Uji Validitas Dan Reliabilitas


Uji validitas item adalah uji statistik yang digunakan
untuk menentukan seberapa valid suatu item pertanyaan

36

mengukur variabel yang diteliti. Uji reliabilitas item adalah uji


statistik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas
serangkaian

random

sampling

yaitu

accidental

yang

merupakan pengambilan sampel yang dilakukan sesaat,


sehingga sampel yang diperoleh adalah sampel yang
ada/tersedia pada waktu itu.

3.6.1

Uji Validitas
Uji validitas menggunakan rumus koefisien
korelasi product moment.

Metode ini digunakan

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara


dua variabel.
Rumus Uji Product Moment sebagai berikut:

ri =

[n.

XiYi - (
Xi2 (

Xi ) (Yi)

Xi)2 ][ n.

Yi 2- (

Yi)2 ]

Keterangan:
ri

= Koefisien Korelasi

= Jumlah Responden

Xi

= Skor Pertanyaan

Yi

= Skor Total

37

XiYi

= Skor Pertanyaan dikali Skor Total.

Uji validitas dilakukan kepada responden, jika


koefisien r-hitung yang diperoleh > r-tabel dengan taraf
signifikan 0.05 (r-tabel = 0.363) maka instrumen dikatakan
valid.
3.6.2

Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau
dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh
mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran 2 kali atau
lebih

terhadap

gejala

yang

sama,

dengan

menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo,


2010).
Pengujian

reliabilitas

instrumen

dapat

dilakukan dengan teknik Alfa Cronbach karena dapat


digunakan untuk mengukur data dengan skala
ordinal untuk item-item yang mempunyai lebih dari 2
jawaban (Sugiyono, 2011). Rumus koefisien Alfa
Cronbach sebagai berikut :
ri =

K
(K-1)

1-

si2
St 2

Keterangan :

38

ri

= Koefisien Alfa Cronbach

= Jumlah item pertanyaan

si2

= Varian butir-butir pertanyaan

St 2

= Jumlah varians total

= bilangan konstanta

Untuk melihat apakah reliabel angket baik atau tidak maka


peneliti menggunakan standart reliabel menurut Azwar (2002)
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tingkat Reliabelitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha
0.00 s.d 0.20
>0.20 s.d 0.40
>0.40 s.d 0.60
>0.60 s.d 0.80
>0.80 s.d 1.00
3.6.3

Tingkat Reliabilitas
Kurang reliabel
Agak reliabel
Cukup reliabel
Reliabel
Sangat reliabel

Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen


Penelitian
Setelah

dilakukan

Uji

Validitas

responden dengan total Peryataan


peryataan

atau

pertanyaan

pada

50

sebanyak 36

dengan

pertanyaan

valiabel perilaku sebanyak 11 peryataan, variable


dukungan
pentingnya

keluarga

13

posyandu

peryataan
12

dan

variable

peryataan,

dengan

menggunakan Corelasi product moment dan bantuan

39

Program computer SPSS for windows versi 16.0.


hasil didapatkan 32 peryataan/ pertanyaan yang valid
dan 4 peryataan/ pertanyaan

yang tidak valid.

coefisien Alpha Cronbach dari variabel perilaku


adalah 0,407, coefisien Alpha Cronbach dari variabel
dukungan keluarga adalah 0,778, dan coefisien Alpha
Cronbach dari variabel posyandu lansia adalah 0,799.
Dan dari hasil reliabelitas diatas kuesioner yang
digunakan

dalam

tingkat

reliabel.

Penyebaran

peryataan yang valid dan gugur dapat dilhat pada


tabel 3.6.3.1 berikut ini:
Tabel 3.6.3.1
Sebaran Item Valid dan Gugur
No
.

Variabel

Item
Valid

Perilaku

Dukungan
Keluarga
Posyandu lansia

Jumlah

Total

1,2,3,4,6,7,8,
9,10,11
1,2,3,4,6,8,9,
10,11,12,13,
1,2,3,4,5,6,7,
8,9,10,11
32

Valid

Gugur

Gugur
5

10

5,7

11

12

11

32

3.7 Analisa Data


3.7.1

Teknik Pengelolaan Data


Menggunakan langkah-langkah sebagai berikut
(Nursalam, 2003):

40

a.

Editing: Dilakukan dengan cara mengoreksi


data

yang

telah

diperoleh,

meliputi:

kelengkapan jawaban, dan relevansi jawaban


terhadap kuesioner.
b.

Coding: Langkah ini memberikan kode terhadap


jawaban

kuesioner

yang

telah

diisi

oleh

responden untuk mempermudah pengolahan


data.
c.

Tabulating: Memasukan data ke dalam bentuk


tabel

dan

dilakukan

perhitungan

dengan

menggunakan program komputer SPSS versi


16.

3.7.2

Analisa Data
a.

Analisa Univariat
Bertujuan

mendeskripsikan

untuk

menjelaskan

karakteristik

setiap

atau
variabel

penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari


datanya. Untuk data numeric digunakan nilai mean
atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
(Notoatmodjo,

2010).

Pada

penelitian

ini

41

menggunakan jumlah dan proporsi serta terdiri dari


jenis data kategorik. Analisa unviriat penelitian ini
seperti pada tabel 3.7.2.

Tabel 3.7.2
Analisa Univariat
Variablel
Dependen

Jenis data dan analisis


Numeric
Kategorik
Distribusi
Frekuensi
Distribusi
Frekuensi
Distribusi
Frekuensi

Perilaku lansia
Dukungan keluarga

Independen

Posyandu lansia

b.

Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi


(Notoatmodjo, 2010). Untuk analisis bivariat peneliti
menggunakan bantuan program SPSS versi 16.0.
Untuk mengetahui adakah hubungan antara perilaku
lansia dan dukungan keluarga terhadap pentingnya
posyandu lansia di wilayah Banyu Putih Timur RT 4
RW

Sidorejo

Lor

Salatiga.

diuji

dengan

menggunakan uji statistik korelasi Spearman Rank


(Rho) dengan derajat kemaknaan atau tingkat
signifikan (< = 0.05). Apabila hasill uji statistik

42

dengan Spearman Rank (Rho) menunjukan p <


0.05, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa
alternatif diterima, artinya ada hubungan antara
kedua variabel yang di uji.
3.8

Etika Penelitian
Etika penelitian menurut Notoatmodjo (2010) adalah
suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
diteliti (responden). Etika penelitian yang harus diperhatikan
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
a. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect
for human dignity). Beberapa yang terkait dengan
prinsip menghormati harkat dan martabat manusia
adalah peneliti mempersiapkan formulir persetujuan
subyek

(informed

penjelasan

consent)

manfaat

yang

penelitian

terdiri

serta

dari

jaminan

anonimitas dan kerahasiaan.


b. Menghormati

privasi

dan

kerahasiaan

subyek

penelitian (respect for privacy and confidentiality).


Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan
informasi mengenai identitas baik nama maupun
alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur
apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan

43

identitas subjek. Peneliti dapat menggunakan koding


(inisial atau identification number) sebagai pengganti
identitas responden.
c. Menghargai,

menghormati,

dan

patuh

semua

peraturan, norma, nilai masyarakat, kepercayaan,


adat-istiadat dan kebudayaan yang hidup didalam
masyarakat tempat penelitian dilakukan.

44

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1

Analisis Univariat
Analisa

univariat

ini

dilakukan

untuk

memperoleh gambaran pada masing-masing variabel


independen

yaitu

perilaku

lansia

dan

dukungan

keluarga maupun variabel dependen yaitu posyandu


lansia. Bentuk analisa univariat tergantung dari jenis
datanya (Notoadmojo, 2010). Data yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.1.1.1

Distribusi

Frekuensi

responden

berdasarkan

jenis kelamin di Wilayah Banyu Putih Timur RT4/


RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.
(n=50)
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total

Jumlah responden
35
15
50

Presentase (%)
70 %
30 %
100 %

45

Bersadarkan Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa


dari 50 responden 70 % atau 35 responden berjenis kelamin
perempuan dan 30 % atau 15 responden berjenis kelamin
laki-laki.

4.1.1.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Usia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1
Sidorejo Lor Salatiga.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usia di wilayah
banyu putih timur RT 4/RW 1 Sidorejo Lor, Salatiga. (n=50)
Tingkat Usia
55- 65
65- 75
75- 85
Total

Jumlah responden
22
18
10
50

Presentase (%)
44 %
36 %
20 %
100 %

Berdasarkan tabel 4.2 menjelaskan bahwa dari 50


responden terdapat 22 responden atau 44 % berusia 55- 65
tahun, sedangkan 18 responden atau 36 % berada pada
usia 65-75 tahun, 10 responden atau 20 % berusia 75- 85
tahun.

46

4.1.1.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Tingkat Pendidikan di Wilayah Banyu Putih Timur
RT 4/RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di
wilayah banyu putih timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.
(n=50)
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMA
SERJANA
SR(Sekolah Rakyat)
Total

Jumlah Responden
10
8
12
5
15
50

Presentase (%)
20 %
16 %
24 %
10 %
30 %
100 %

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menjelaskan bahwa dari 50


responden penelitian terdapat 20 % atau 10 responden yang
berpendidikan sampai tingkat SD, 16 % atau 8 responden yang
berpendidikan sampai SMP, 24 %

atau 12 responden yang

berpendidikan SMA, 10 % atau 5 responden yang berpendidkan


sampai dengan serjana dan 30 % atau 15 responden yang sekolah
rakyat.

47

4.1.1.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pekerjaan di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/
RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di
wilayah banyu putih timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor, Salatiga.
(n=50)
Pekerjaan
IRT
Guru
Wiraswasta
PNS
Tidak Kerja
Total

Jumlah Responden
16
7
16
5
6
50

Presentase (%)
32 %
14 %
32 %
10 %
12 %
100 %

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas menjelaskan bahwa dari


50 responden terdapat 22 % atau 11 responden bekerja
sebagai IRT, 14 % atau 7 responden bekerja sebagai Guru, 32
% atau 16 responden bekerja sebagai wiraswasta, 20 % atau
10 responden yang bekerja sebagai PNS dan 12 atau 6
responden yang tidak bekerja.

4.1.1.5

Distribusi

frekuensi

responden

berdasarkan

perilaku.

48

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku.
Peilaku

Banyaknya Reponden

Baik
Buruk

N
35
15

%
70
30

Total

50

100 %

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas menjelaskan bahwa


dari 50 responden, 70 % atau 35 responden memiliki
perilaku yang baik terhadap pelayanan posyandu lansia dan
30 % atau 15 responden yang memilki perilaku yang buruk
terhadap pelayanan posyandu lansia.

4.1.1.6

Distribusi frekuensi responden berdasarkan


dukungan keluarga.

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga.

49

Dukungan Informasi

Banyaknya Responden

Baik
Kurang
Dukungan Penilaian
Baik
Kurang
Dukungan Emosional
Baik
Kurang
Total

11
6

22
12

10
7

20
14

11
5
50

22
10
100 %

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa distribusi


frekuensi

lansia

berdasarkan

dukungan

keluarga

dalam

pentingnya Posyandu Lansia, yakni dukungan informasional


tertinggi pada kategori kurang, yaitu sebanyak 6 responden (12
%), kemudian tertinggi pada kategori baik sebanyak 11
responden (22 %). Pada dukungan penilaian tertinggi pada
kategori baik, yaitu sebanyak 10 responden (20 %), kemudian
terendah pada kategori kurang sebanyak 7 responden (14 %).
Pada dukungan emosional tertinggi pada kategori baik, yaitu
sebanyak 11 responden (22 %), kemudian terendah pada
kategori

kurang

sebanyak

responden

(10

%).

4.1.2 Analisis Bivariat

50

4.1.2.1

Hubungan Perilaku Lansia terhadap pentingnya


Posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih Timur
RT 4 / RW 1 Sidorejo Lor Salatiga

Tabel 4.7
Hubungan Perilaku Lansia terhadap Pentingnya Posyandu
Lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4 / RW 1 Sidorejo
Lor Salatiga (n= 50)
Correlations
Perilaku
lansia
Perilaku
lansia

Pearson
Correlation

Pentingnya
posyandu lansia
1

Sig. (2-tailed)
N
Pentingnya
posyandu
lansia

.208
.148

50

50

Pearson
Correlation

.208

Sig. (2-tailed)

.148

50

50

Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukan bahwa nilai


signifikansi (p) 0.208 < 0.05 yang berarti terdapat hubungan
yang bermakna antara perilaku lansia terhadap pentingnya
posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/RW 1
Sidorejo Lor Salatiga. Nilai koefesien korelasi (p) 0.148 tidak
mendekati angka 1 yang berarti terdapat derajat hubungan
yang lemah antara perilaku lansia terhadap pentingnya
posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/RW 1
Sidorejo Lor Salatiga.

51

Pada tabel 4.7 dapat dilihat juga bahwa nilai


signifikansi

antara perilaku

lansia

terhadap

pentingnya

posyandu lansia yaitu (p) = 0.208 pada penilaian < 0.05


sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis H0 ditolak dan
Hipotesis H1 diterima yaitu ada hubungan antara perilaku
lansia terhadap pentingnya posyandu lansia di Wilayah Banyu
Putih Timur RT 4 / RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.
4.1.2.2

Hubungan

Dukungan

Keluarga

terhadap

pentingnya posyandu lansia di Wilayah


Banyu

Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor

Salatiga
Tabel 4.8
Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Pentingnya
Posyandu Lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1
Sidorejo Lor Salatiga (n=50)
Correlations
Dukungan
Keluarga
Dukungan
keluarga

Pearson
Correlation

Pentingnya
posyandu lansia
1

Sig. (2-tailed)
N
Pentingnya
posyandu lansia

.009
.953

50

50

Pearson
Correlation

.009

Sig. (2-tailed)

.953

50

50

Berdasarkan tabel 4.8 di atas menunjukan bahwa nilai


signifikansi (p) 0.009 < 0.05 yang berarti terdapat hubungan

52

yang bermakna antara dukungan keluarga terhadap pentingnya


posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1
Sidorejo Lor Salatiga. Nilai koefesien korelasi (p) 0.953
mendekati angka 1 yang berarti terdapat derajat hubungan yang
kuat antara dukungan keluarga terhadap pentingnya posyandu
lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor
Salatiga.
Pada tabel 4.8 dapat dilihat juga bahwa nilai signifikansi
antara dukungan keluarga terhadap pentingnya posyandu
lansia yaitu (p) = 0.953 pada penilaian < 0.05 sehingga dapat
dikatakan bahwa hipotesis H0 ditolak dan Hipotesis H1 diterima
yaitu ada hubungan antara perilaku lansia terhadap pentingnya
posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1
Sidorejo Lor Salatiga.

4.1.2.3

Hubungan Perilaku Lansia dan Dukungan


Keluarga terhadap pentingnya Posyandu lansia

53

di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4 / RW 1


Sidorejo Lor Salatiga
Tabel 4.9
Hubungan perilaku lansia dan Dukungan Keluarga
terhadap Pentingnya Posyandu Lansia di Wilayah Banyu
Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga (n= 50)
Correlations
Hubungan perilaku
lansia dan dukungan
keluarga
Hubungan
perilaku
lansia dan
dukungan
keluarga

Pearson
Correlation

Posyandu
lansia

Posyandu
lansia
1

Sig. (2-tailed)
N

.103
.475

50

50

Pearson
Correlation

.103

Sig. (2-tailed)

.475

50

50

Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukan bahwa nilai


signifikansi (p) 0.103 < 0.05 yang berarti terdapat hubungan
yang bermakna antara perilaku lansia dan dukungan keluarga
terhadap pentingnya posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih
Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga. Nilai koefesien korelasi
(p) 0.475 tidak mendekati angka 1 yang berarti terdapat
derajat hubungan yang lemah antara dukungan keluarga
terhadap pentingnya posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih
Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.

54

Pada tabel 4.9 dapat dilihat juga bahwa nilai signifikansi


antara perilaku lansia terhadap pentingnya posyandu lansia
yaitu (p) = 0.475 pada penilaian < 0.05 sehingga dapat
dikatakan bahwa hipotesis H0 ditolak dan Hipotesis H1 diterima
yaitu ada hubungan antara perilaku lansia dan dukungan
keluarga terhadap pentingnya posyandu lansia di Wilayah
Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.

4.2. PEMBAHASAN
4.2.1 Data Demografi
4.2.1.1

Jenis Kelamin
Perbedaan

jenis

kelamin

mempengaruhi

proses komunikasi, karena komunikasi merupakan


media tersampainya informasi. Keluarga dengan
jenis

kelamin

bahasa

dalam

perempuan

akan

mengungkapkan

menggunakan
kasih

sayang,

berbeda dengan laki laki yang menggunakan


bahasa untuk hal- hal yang bersifat negosiasi dan
kebebasan (potter & perry, 2005). Hasil penelitian
menunjukan bahwa

terdapat perbedaan selisih

antara jumlah responden laki laki dan responden


perempuan. Dari 50 responden terdapat 70 % atau

55

35 responden berjenis kelamin perempuan dan 30 %


atau 15 responden berjenis kelamin laki-laki.

4.2.1.2

Umur Responden
Umur adalah lama waktu hidup atau ada
(Hoetomo, 2005) sedangkan pada Wikipedia Bahasa
Indonesia Umur manusia merupakan satuan waktu
yang mengukur waktu keberadaan seseorang sejak
lahir sampai dengan waktu umur itu dihitung.
Karakteristik

berdasarkan

umur

responden,

mayoritas responden berumur 55 85 tahun yaitu


dari 50 responden yang terdapat 22 responden atau
44 % berusia 55-65 tahun, ada 18 responden atau
36 % berada pada usia 65-75 tahun dan 10
responden atau 20 % berusia 75-85 tahun.
Faktor umur perlu dikaji, karena faktor
kematangan yang menyangkut pertumbuhan fisik,
perkembangan

psikologis

dan

pemenuhan

kebutuhan sosial yang dipengaruhi faktor internal


berpengaruh

terhadap

proses

belajar.

Peneliti

membagi rentang umur menjadi 4 kategori yaitu 5565 tahun, 65- 75 tahun, 75- 85 tahun dan lebih dari
85 tahun berdasarkan tugas perkembangan dan

56

kemampuan fisiknya. Menurut Sunaryo (2004) Tugas


perkembangan pada rentang 55 75 tahun adalah
economically, intelectually
sufficient

dan

emotionally

self

yang dianggap telah menjadi pribadi

individu yang matang, sedangkan individu yang


diatas 85 tahun (lanjut usia) secara alamiah terjadi
penurunan fungsi dalam tubuh meskipun individu
dalam keadaan sehat.

4.2.1.3

Pendidikan Responden
Pendidikan
untuk

merupakan

mewujudkan

proses

usaha

terencana

pembelajaran

agar

seseorang secara efektif mengembangkan potensi


dirinya.

Hasil

penelitian

berdasarkan

tingkat

pendidikan, dari 50 responden penelitian terdapat 20


% atau 10 responden yang berpendidikan sampai
tingkat

SD,

16

atau

responden

berpendidikan sampai SMP, 24 %

yang

atau 12

responden yang berpendidikan SMA, 10 % atau 5


responden

yang

berpendidkan

sampai

dengan

Serjana dan 30 % atau 15 responden yang Sekolah


Rakyat.

57

Pendidikan pada dasarnya berupa interaksi


individu dengan lingkungannya, baik pendidikan
secara formal maupun informal. (Notoadmojo 2010),
mengatakan

bahwa

hasil

pendidikan

adalah

perubahan kemampuan, penampilan atau perilaku


yang didasari oleh penambahan pengetahuan, sikap
dan keterampilan namun perubahan pengetahuan
belum menjamin adanya perubahan perilaku sebab
perilaku

baru

tersebut

terkadang

memerlukan

material.

4.2.1.4

Pekerjaan Responden
Dalam Yosep (2009), menyatakan bahwa
masalah ekonomi merupakan masalah yang paling
dominan
Indonesia,

sebagai

pencetus

berdasarkan

gangguan

pada

fungsi

jiwa

di

keluarga

menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008),


mengatakan bahwa salah satu fungsi keluarga
adalah fungsi ekonomi. Fungsi ekomoni adalah
keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara finansial dan menjadi tempat untuk
mengembangkan
meningkatkan

kemampuan
penghasilan

individu
untuk

dalam

memenuhi

58

kebutuhan keluarga. Hasil penelitian berdasarkan


pada pekerjaan responden dari 50 responden
terdapat 22 % atau 11 responden bekerja sebagai
IRT, 14 % atau 7 responden bekerja sebagai Guru,
32

atau

16

responden

bekerja

sebagai

wiraswasta, 20 % atau 10 responden yang bekerja


sebagai PNS dan 12 atau 6 responden yang tidak
bekerja. Menurut sulistyono dalam Zulkifli 2004,
menyatakan bahwa pekerjaan mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan status ekonomi.

4.2.1.5

Perilaku Lansia
Perilaku

adalah

merupakan

perbuatan/

tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya


dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang
lain ataupun orang yang melakukannya Sudart &
Brunner (2002). Hasil penelitian diatas menjelaskan
bahwa dari 50 responden, 70 % atau 30 responden
memiliki perilaku yang baik terhadap pelayanan
posyandu lansia dan 30 % atau 15 responden yang
memilki perilaku yang buruk terhadap pelayanan
posyandu lansia.

59

4.2.1.6

Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai
informasi verbal, non-verbal, saran, bantuan nyata,
tingkah laku dari orang-orang yang akrab berupa
kehadiran, kepedulian, kesediaan dan hal- hal, yang
dapat

memberikan

keuntungan

emosional

dan

meningkatkan fisik lansia sehingga mendorong


lansia untuk mandiri dalam pemenuhan aktivitas
sehari- hari (Kuntjoro, 2002). Hasil penelitian diatas
dapat dilihat

bahwa distribusi frekuensi lansia

berdasarkan dukungan keluarga dalam pentingnya


Posyandu Lansia, yakni dukungan informasional
terendah pada kategori kurang, yaitu sebanyak 6
responden (12 %), kemudian tertinggi pada kategori
baik sebanyak 11 responden (22 %). Pada dukungan
penilaian tertinggi pada kategori baik, yaitu sebanyak
10 responden (20 %), kemudian terendah pada
kategori kurang sebanyak 7 responden (14 %). Pada
dukungan emosional tertinggi pada kategori baik,
yaitu sebanyak 11 responden (22 %), kemudian
terendah

pada

kategori

kurang

sebanyak

responden (10 %).

60

4.2.1.7

Hubungan Perilaku Lansia dan Dukungan


Keluarga terhadap pentingnya Posyandu
lansia di Wilayah Banyu Putih Timur RT 4 / RW 1
Sidorejo Lor Salatiga.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan


bahwa

ada

hubungan

yang

bermakna

antara

perilaku lansia terhadap pentingnya posyandu lansia


sehingga dapat dilihat pada data berikut ini: untuk
menunjukan bahwa nilai signifikansi (p) 0.103 < 0.05
yang berarti

terdapat hubungan yang bermakna

antara perilaku lansia dan dukungan keluarga


terhadap pentingnya posyandu lansia di Wilayah
Banyu Putih Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.
Nilai koefesien korelasi (p) 0.475 tidak mendekati
angka 1 yang berarti terdapat derajat hubungan yang
lemah

antara

dukungan

keluarga

terhadap

pentingnya posyandu lansia di Wilayah Banyu Putih


Timur RT 4/ RW 1 Sidorejo Lor Salatiga.
variabel perilaku lansia menunjukan bahwa
nilai signifikansi (p) 0.208 < 0.05 yang berarti
terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku
lansia terhadap pentingnya posyandu lansia.

61

Variabel

dukungan

keluarga

terhadap

pentingnya posyandu lansia sehingga dapat dilihat


pada data berikut ini: menunjukan bahwa nilai
signifikansi (p) 0.009 < 0.05 yang berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
terhadap

pentingnya

Posyandu

Lansia.

Nilai

koefesien korelasi (p) 0.953 mendekati angka 1


yang berarti terdapat derajat hubungan yang kuat
antara dukungan keluarga terhadap pentingnya
posyandu. Jadi baik kurangnya perilaku seseorang
tergantung pada pribadinya dalam merespon suatu
objek atau stimulus. Penelitian ini hanya fokus pada
gambaran

secara

umum

perilaku

lansia

dan

dukungan keluarga terhadap pentingnya posyandu


lansia, dan tidak menfokuskan pada factor-faktor
yang mempengaruhi perilaku lansia dan dukungan
keluarga,

karena

penelitian

penliti

merupakan

penelitian pertama di wilayah Banyu Putih Timur


tersebut sehingga perlu ditinjau secara umum
terlebih dahulu.

62

4.3 Keterbatasan Peneliti


Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

kejelasan hubungan perilaku lansia dan dukungan keluarga


terhadap pentingnya posyandu lansia di wilayah Banyu
Putih Timur RT 4 / RW 1 sidorejo lor salatiga.
1. Peneliti hanya menggunakan alat instrumen penelitian
yaitu kuesioner yang diberikan kepada responden
sehingga dimungkinkan jawaban responden tidak
konsisten atau tidak jujur. Hal ini mungkin dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi saat pelaksanaan pengisian
kuesioner
2. Keterbatasan waktu dalam pelaksanan penelitian ini
yang

menyebabkan

hasil

penelitian

yang

tidak

maksimal.
3. Keterbatasan bahasa yang digunakan, dikarenakan
peneliti berasal dari Indonesia Timur sehingga Peneliti
kesusahan dalam menyusun dan menulis dengan
bahasa yang sempurna.

BAB V

63

SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan
5.1.1

Karakteristik Responden
Bersadarkan

karakteristik

responden

dari

50

responden 70 % atau 35 responden berjenis kelamin


perempuan dan 30 % atau 15 responden berjenis
kelamin

laki-laki,

berdasarkan

usia

terdapat

22

responden atau 44 % berusia 55-65 tahun, sedangkan


18 responden atau 36 % berada pada usia 65-75 tahun,
10 responden atau 20 % berusia 75-85 tahun,
berdasarkan

pendidikan

terdapat

20

atau

10

responden yang berpendidikan sampai tingkat SD, 16 %


atau 8 responden yang berpendidikan sampai SMP, 24
% atau 12 responden yang berpendidikan SMA, 10 %
atau 5 responden yang berpendidkan sampai dengan
serjana dan 30 % atau 15 responden yang sekolah
rakyat, berdasarkan pekerjaan terdapat 22 % atau 11
responden bekerja sebagai IRT, 14 % atau 7 responden
bekerja sebagai Guru, 32 % atau 16 responden bekerja
sebagai wiraswasta, 20 % atau 10 responden yang
bekerja sebagai PNS dan 12 atau 6 responden yang
tidak bekerja.
5.1.2 Perilaku Lansia

64

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas menjelaskan


bahwa dari 50 responden, 70 % atau 30
responden memiliki perilaku yang baik terhadap
pelayanan posyandu lansia dan 30 % atau 15
responden yang memilki perilaku yang buruk
terhadap pelayanan posyandu lansia.
5.1.3 Dukungan Keluarga
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat
bahwa distribusi frekuensi lansia berdasarkan
dukungan keluarga dalam pentingnya Posyandu
Lansia, yakni dukungan informasional tertinggi
pada kategori kurang, yaitu sebanyak 6 responden
(12 %), kemudian tertinggi pada kategori baik
sebanyak 11 responden (22 %). Pada dukungan
penilaian tertinggi pada kategori baik, yaitu
sebanyak

10

responden

(20

%),

kemudian

terendah pada kategori kurang sebanyak 7


responden (14 %). Pada dukungan emosional
tertinggi pada kategori baik, yaitu sebanyak 11
responden (22 %), kemudian terendah pada
kategori kurang sebanyak 5 responden (10 %).

5.2 Saran

65

5.2.1

Bagi Tenaga Kesehatan


Diharapkan meningkatkan minat lansia untuk
aktif

melibatkan

diri

dalam

berlangsungnya

kegiatan posyandu diadakan dan memberikan


penyuluhan maupun konseling pada lansia.
5.2.2

Bagi Peneliti Selanjutnya


Peneliti
melakukan

selanjutnya
penelitian

diharapkan
yang

terkait

dapat
dengan

perilaku lansia dan dukungan keluarga. Peneliti


selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih
menekankan dukungan keluarga (informasional)
untuk dapat memotivasi lansia agar lebih aktif
memeriksa kesehatan lansia di posyandu lansia.
5.2.3

Bagi petugas Puskesmas


1. Bagi petugas puskesmas Sidorejo Lor diharapkan
dapat melakukan sosialisasi dan memberikan
informasi secara mendetail tanpa terburu-buru,
agar Lansia dapat memahami secara keseluruhan
tentang pentingnya posyandu lansia.
2. Memberikan

penyuluhan

disetiap

rumah

mengenai penyakit-penyakit yang sering terjadi


pada

Lansia

seperti

Hipertensi, Asam

Urat

Diabetes Melitus dan sebagainya.

66

Anda mungkin juga menyukai