Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN GANGGUAN SOMATISASI DENGAN DISABILITAS

Vijeta Kushwaha, Koushik, Sinha Deb, Rakesh K. Chadda, Manju Mehta


Department of Psychiatry, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi, India

ABSTRAK
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk menilai disabilitas pada pasien dengan gangguan
somatisasi berdasarkan demografi dan klinis.
Metode : Enam puluh enam pasien, yang terdiagnosis dengan gangguan somatisasi
menurut ICD 10 kriteria diagnosis pada penelitian (ICD 10-DCR), dalam penilaian disabilitasnya
menggunakan Evaluasi dan Skala Penilaian Disabilitas India (IDEAS). Pasien juga telah dinilai
untuk gangguan kecemasan, depresi, neuroticism dan subjek distress menggunakan Skala
Kecemasan Hamilton (SKH), Skala Depresi Hamilton (SDH), Kuesioner Kesehatan PGIN2 dan
Skala Visual Analog.
Hasil : Usia rata-rata dari sampel adalah 34,5 + 5,8 tahun. Perempuan sekitar 60% dari
keseluruhan sampel. Lama rata-rata penyakit adalah 9,14 + 4,13 tahun. Lebih dari 70% dari
subjek menderita disabilitas sedang sampai berat. Umur, jumlah gejala, durasi penyakit dan nilai
dari SKH dan SDH menunjukkan korelasi positif dengan disabilitas.
Kesimpulan : Gangguan somatisasi berkaitan dengan disabilitas dimana meningkatnya
jumlah gejala somatik, durasi penyakit, berkaitan dengan gejala depresif dan cemas.
Kata kunci : Disablitias, Gangguan disorder, Kecemasan, Depresi, Neuroticism
1. Pendahuluan
Gangguan somatisasi merupakan gangguan paling berat dalam mewakili gangguan
somatoform. Peruburukan fungsi dan disabilitas berkaitan dengan gangguan somatoform yang
bila dibandingkan dengan seperti yang dilihat pada depresi mayor dan gangguan cemas, dan
terdapat kemungkinan skizofrenia. Pasien dengan gangguan somatisasi dilaporkan lebih mudah
mengalami perburukan fungsional pada beberapa penyakit bila dibandingkan gejala somatoform
lainnya. Peran perburukan fungsional pada pasien dengan somatisasi perlu perawatan yang lebih.
Meskipun kejadian somatisasi telah banyak dijelaskan di berbagai penelitian dan literatur
alamiah, gangguan somatisasi belum dapat perhatian yang cukup untuk diteliti, dikarenakan

kurangnya literatur prevalensi, terutama di India. Penelitian saat ini telah direncakanan untuk
menilai hubungan dari disabilitas dengan gangguan somatisasi pada pasien berkebangsaan India
dan ditelusuri relasinya pada hubungan secara demografis dan klinikal.
2. Metode dan Bahan
2.1 Pemilihan Subjek
Penelitian ini dilakukan di klinik rawat jalan psikiatri yang merupakan perawatan tersier
dari rumah sakit umum di New Delhi, India. Pasien yang mengunjungi klinik di rumah sakit
berturut-turut dalam empat hari dalam seminggu, yang mewakili berbagai macam gejala fisik
tanpa adanya perubahan dalam berpenampilan dalam durasi waktu lebih dari 2 tahun, yang telah
dipilih untuk penelitian. Pasien yang terpilih lebih dari periode 14 bulan dari bulan Januari tahun
2007 sampai Februari 2008.
Kriteria inklusi untuk penelitian ini diantara usia 18-50 tahun, dengan diagnosis
gangguan somatisasi seseuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional, revisi ke sepuluh,
Kriteria diagnosis dalam penelitian. Pasien dengan berbagai macam penyakit, kehamilan,
retardasi mental, gangguan organ otak, gangguan psikotik dan zat yang digunakan pada penderita
(diluar penggunaan nikotin) tidak digunakan dalam penelitian.
2. Penaksiran
Penelitian berikut ini menggunakan desain cross-sectional. Kelompok sosio-demografi
dan data informasi yang berkaitan dengan penyakit dikumpulkan. Hasil di hitung berkelompok
seperti disabilitas, gejala somatisasi dan neuroticism, stress subjektif, depresi dan kecemasan
yang di nilai menggunakan beberapa struktur pengukuran.
Disabilitas dinilai menggunakan Evaluasi dan Skala Penelitian Disabilitas India (IDEAS).
Kuisioner Kesehatan PGI N2 (PGIN2) telah di gunakan untuk menilai neuroticism dan gejala
somatik. Penilaian depresi terhadap Skala Pengukuran Depresi Hamilton dan kecemasan dinilai
menggunakan Skala Pengukuran Kecemasan Hamilton. Distress subjek di gunakan pada Skala
Visual Analog (VAS) diukur dari 0 (tidak terdapat stress) sampai 10 (stress berat).
Penelitian telah disetujui oleh Komite Institut Etik, dan inform consent yang tertulis telah
diambil dalam berbagai bidang.
2.3 Analisis Statistik
Sosio-demografi dan penyakit yang berkaitan dengan variabel dan skor pada pengukuran
yang didapatkan (disabilitas, stress, depresi, kecemasan dan neuroticism) telah di tabulasi.

Analisis korelasi yang tampak untuk mencari relasi antara sosio-demografi, parameter penyakit
untuk menilai efek dari variabel ini pada total disabilitas pasien. Data telah di evaluasi
menggunakan STAT 11 statistikal yang kompatibel terhadap Windows.
3. Hasil
Enam puluh enam pasien telah direkrut untuk penelitian. Pasien kebanyakan pada usia
dewasa muda dan terhadap semua jenis kelamin, dengan rata-rata usia 34,5 tahun (antara 20-45
tahun). Kebanyakan pasien dari perkotaan. Lebih dari 70% subjek adalah dari latar belakang
sosio-ekonomi rendah dan tinggal di lingkungan kekeluargaan. 73% dari pasien telah
mendapatkan pelayanan lain dari rumah sakit, kebanyakan dari pengobatan internal, neurologis
dan gastroenterologi. Hanya empat pasien yang datang dengan sendirinya, dan 15 pasien lainnya
mendapatkan perawatan kesehatan diluar rumah sakit.
Subjek yang mengalami gejala dengan durasi waktu 9 tahun. Angka variasi gejala dari 6
sampai 16, dan subjek telah dicari pada 8 konsultasi standar. Kunjungan saat ini merupakan
konsultasi pertama mendekati 70% dari subjek.
Kebanyakan pasien dilaporkan mempunyai tingkat depresi dan cemas yang ringan sampai
sedang, meskipun tidak menderita dari gangguan depresi ataupun cemas. Kebanyakan skor
neuroticism tinggi pada kuiosioner PGIN2 dengan skor rata-rata 28 dan jula mendapatkan skor
stress tinggi pada VAS (0-10). Seluruh subjek yang menderita beberapa derajat disabilitas,
dengan mayoritas jatuh pada kategori sedang berat dari IDEAS.
Analisis bivariat dari kategori variabel yang tidak ditemukan adanya perbedaan dalam
skor disabilitas pada berbagai kelompok sosiodemografis. Bagaimanapun juga, pada analisis
korelasi, skor disabilitas memperlihatkan adanya peningkatan seiring dengan peningkatan umur
(p=0,0000) dan durasi penyakit (p=0,0001). Korelasi positif juga diamati pada pasien dengan
kecemasan (p=0,01) dan gejala depresif (p=0,006) dan perawatan perilaku (p=0,0000). Korelasi
positif diamati diantara umur dan durasi penyakit (p=0,0000) dan angka dari konsultasi utama
(p=0,0000). Depresi/kecemasan mempunyai skor yang mempunyai korelasi positif dengan
meningkatnya gejala, durasi dan dengan peningkatan skor disabilitas.
Data subjek yang didapatkan untuk analisis multivariate untuk menyesuaikan efek dari
kovarians dari variabel ini. Secara bertahap regresi linear telah menunjukkan dan teknik
'eliminasi terbalik' yang digunakan sebagai model yang tepat. Dalam model analisis penuh, total
angka dari konsultasi utama merupakan variabel satu-satunya yang berkaitan pada hasil dari skor

IDEAS,ketika dimasukkan pada variabel lainnya. Model yang memperlihatkan kebaikan dari
Koefisien (R2) dari 0,41, disarankan bahwa 41% dari variabel terhadap disabilitas dijelaskan
pada faktor tersebut dan kemungkinan mendapatkan F=0,0012, menetapkan bahwa model sangat
cocok pada variabilitas dari skor IDEAS yang termasuk dalam empat variabel: durasi dari
penyakit, angka dari konsultasi utama, umur dan angka dari gejala, memerankan bahwa hal ini
merupakan kontributors paling utama untuk disabilitas. Model tersebut mampu untuk
menjelaskan 35% dari variabilitas dari IDEAS.
4. Diskusi
Dalam penelitian kami, 34 dari pasien yang menderita gangguan somatisasi menengah
hingga berat dari disabilitas, dan berkorelasi secara positif yang telah diamati antara disabilitas,
dan durasi dari penyakit, angka dari gejala somatisasi, angka dari konsultasi utama dan skor dari
kecemasan dan depresi.
Gangguan somatisasi yang berhubungan dengan angka gangguan psikiatri, pada
umumnya dimana terdapat depresi dan cemas. Dalam penelitian kami, meskipun pasien tidak
didapatkan gejala untuk didiagnosis sebagai gangguan depresi dan kecemasan, mayoritas dari itu
mempunyai skor tinggi dalam HAM-D dan HAM-A, dan memperlihatkan adanya stress dan
neuroticism yang tinggi pada pengukuran penelitian.
Sebagian besar dari subjek menderita disabilitas tingkat sedang. Lebih dari 70% subjek
penelitian yang ditemukan di nonaktifkan. Sebagai perbandingannya, hanya 64,3% dari
skizofrenia, 33% dari pasien dengan gangguan depresif mayor, 30% dari pasien dengan
gangguan bipolar dan 16,7% dari pasien dengan gangguan cemas telah ditemukan namun di
nonaktifkan pada awal penelitian menggunakan IDEAS pada pasien India. Penelitian lainnya
dari India, dilaporkan mempunyai skor global IDEAS menjadi 11,5 pasien dengan skizofrenia
yang kurang dari 5 tahun, dan 3,13 pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif kurang dari
5 tahun. Pasien yang mengalami gangguan somatisasi ditemukan untuk mendapatkan skor global
IDEAS dari 8,3 + 2,4 dalam perbandingannya. Disabilitas meningkat seiring dengan umur dan
banyaknya gejala, juga yang telah dilaporkan sebelumnya. Durasi penyakit, angka konsultasi
utama, umur dan angka dari gejala, yang lebih penting berkontribusi pada disabilitas, mampu
menjelaskan sebanyak 35% dari variabilitas IDEAS.

Penelitian didapatkan sedikit terbatas, berhubung dengan desain cross-sectional dari


penelitian dan kehadiran dari sampel kontrol untuk perbandingan. Penelitian ini tidak
menganalisa dalam bidang disabilitas, dimana kemungkinan didapatkan hasil kedepannya dalam
wawasan disabilitas yang dihadapi pada pasien-pasien ini.
Meskipun masih banyak kekurangan dan keterbatasan, penelitian kami kemungkinan
adalah penelitain pertama dari daerah India yang melaporkan karakteristik disabilitas terhadap
gangguan somatisasi. Hal ini juga salah satu dari sedikit penelitian global yang melihat terhadap
gangguan somatisasi dan gejala non somatisasi ataupun gejala fisik yang belum bisa dijelaskan
secara medis.

Anda mungkin juga menyukai