Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien

:Tn.Rosad

Umur

: 60 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Cirebon

Agama

: Islam

Nomor RM

: 687214

Tanggal masuk RS

: 2 Mei 2010

Tanggal operasi

: 5 Mei 2010

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Sulit buang air kecil.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
4 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan kencingnya
tidak selancar biasanya, agak nyeri dan kadang sedikit merah. Semakin hari
semakin memburuk.
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri yang
bertambah pada waktu kencing, kencingnya masih berwarna kemerahan.
Pasien juga mengeluh nyeri pada bagian pinggang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi

: (+)

Riwayat rutin minum obat darah tinggi

: disangkal.

Riwayat penyakit kencing manis

: disangkal.

Riwayat asma/alergi

: disangkal.

Riwayat penyakit jantung

: disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat darah tinggi

: disangkal.

Riwayat penyakit kencing manis

: disangkal.

Riwayat asma/alergi

: disangkal.
1

Riwayat penyakit jantung

: disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : cukup.
Kesadaran

: compos mentis.

Tanda vital

: TD 130/90 mmHg (saat masuk 160/100 mmHg)


Nadi 84x/ menit
Respirasi 22x/ menit
Suhu 36,50C.

Berat badan

58 kg.

Kepala

: konjungtiva anemis

Leher

pembesaran kelenjar limfe (-).

Thorak

bentuk normal, simetris, cor dan pulmo

(-/-), sklera ikterik (-/-).

dalam batas normal.


Abdomen

peristaltik (+) N, supel, NT (+) suprapubik,


tidak teraba masa, hepar dan lien tidak
teraba.

Ekstremitas

akral hangat (+), edema (-).

D. HASIL LABORATORIUM
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

11,0

gr/dl

12,0 14,0

Hematokrit

34

37- 43

Leukosit

9,7

103 uL

5,0 10,0

Trombosit

304

103 uL

150 400

Gol darah

GDS

85

Mg/dl

70 -120

Hb

SGOT

27,97

SGPT

20,49

Ureum

112,2

Creatinin

5,43

HbSAg

UI
UI
Mg/dl
Mg/dl

Negative

0 25
0 29
10 50
0,6 -1,1
Negative

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thoraks PA
Pulmo
: dalam batas normal
Cor
: dalam batas normal
2. Foto Polos Abdomen : Tampak masa opak pada pertengahan
cavum pelvis.
3. USG : Tampak massa hyperechoik ukuran 27,6 x 14,4 mm di lumen

Vesika urinaria
4. EKG: Sinus Rithme (HR 75 x/menit)

F. DIAGNOSA
Vesicolithiasis
G. KESIMPULAN
Berdasakan pemeriksaan fisik, diklasifikasikan dalam ASA (II) pasien
dengan penyakit sistemik ringan-sedang dan tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. ACC operasi dengan spinal anestesi
H. PENATALAKSANAAN
Terapi Operatif

: Sectio Alta dengan spinal anestesi

I. TINDAKAN ANESTESI
a. Pre-operatif
- Perawatan dibangsal selama 4 hari untuk menurunkan tekanan darah,
diberikan kaptopril 2 x 25 mg/hari.

- Pasien puasa 8 jam pre-operatif


- Keadaan umum baik , vital sign TD : 130/90, nadi : 84 x/menit.

- Pre-loading cairan :
Cairan yang digunakan Ringer laktat
Kebutuhan cairan 24 jam dewasa

= 30-35 ml/kgBB/24 jam


= 30 ml x 58 kg = 1740ml/24 jam

Pre-load operatif

=10-20 ml/kgBB dalam 15 mneit


= 580-1160

Pasien Puasa 8 jam pengganti cairan puasa 580 ml/8jam


b. Peri-operatif
- Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di meja operasi, diukur kembali

tekanan darah, nadi dan saturasi TD : 149/98 mmHg, N : 90 x/menit,


saturasi O2 99 %
- Pasien diminta membungkuk agar tulang belakang lebih menonjol.

Dilakukan tindakan aseptic pada daerah yang akan diinjeksi. Dilakukan


spinal anestesi dengan menggunakan jarum spinal no. 25 pada sub
arachnoid kanalis spinalis region antara lumbal 3-4, setelah LCS tampak
keluar melalui jarum (LCS jernih) maka di injeksikan Bupivacain 20 mg.
Setelah jarum dicabut, bekas injeksi ditutup dengan menggunakan
plester. Pasien diminta tidur terlentang di atas meja operasi dengan
kepala

di atas bantal.

Setelah

pasien

tidak

memberikan

respon

sensorik maupun motorik, maka tindakan operasi dapat dilakukan.


- Untuk mempertahankan oksigenasi diberikan oksigen 2 liter/menit. Selama

tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol


setiap 5 menit. Tekanan darah relative stabil dimana tekanan darah sistolik
berkisar antara 110-140, sementara tekanan darah diastolic berkisar antara
75-100. Nadi relative stabil berkisar antara 70-90 x/menit. Saturasi
oksigen relative stabil dengan kisaran 98-100%. Selama operasi
berlangsung terjadi perdarahan minimal 25 ml.
- Resusitasi cairan peri-operatif :
Stress operasi besar

= 8 ml/kgBB/jam
= 8 ml x 58 = 464 ml/jam

Perdarahan peri-operatif < 10 %, tidak perlu dilakukan transfuse.


- Operasi berjalan 1 jam 15 menit
4

c. Post-operatif
- Operasi berakhir pukul 12.30 WIB
- Post-operatif pasien diberikan injeksi ketorolac 30 mg intravena.
- Selesai operasi pasien dipindahkan ke ruang recovery, dipantau tekanan

darah, nadi serta skor bromage.


- TD: 113/84 mmHg, N : 76 x/menit, skor bromage >5
- Pasien dipindahkan ke bangsal.

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI REGIONAL

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh


sementara dengan hambat impuls syaraf sensorik, fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian/seluruhnya.
Klasifikasi regional anestesi :
1. Infiltrasi lokal

: injeksi obat anestesi lokal langsung ke tempat lesi

2. Neroaxial Block : Spinal dan Epidural


3. Field Block

: membentuk dinding analgesia di sekitar lapangan


operasi

4. Surface analgesia : obat dioleskan atau disemprotkan (EMLA, Chlor


ethyl)
5. Intravenous regional anesthesia : injeksi obat anestesi lokal intravena

ke ekstremitas atas/bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan


tourniquet (BIER BLOCK)
Anestesi regional secara intratekal merupakam suatu alternatif yang
dapat diberikan untuk analgesia selama tindakan operasi dan untuk memberikan
analgesia pada periode dini pasca operasi. Spinal anestesi telah digunakan secara
luas dan aman selama kurang lebih 100 tahun, terutama untuk operasi-operasi
pada daerah abdomen bawah, perineum dan ekstremitas bawah. Teknik anestesi
regional dan obat anestesi lokal yang baik sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan dan aman.
Ketinggian dermatom anestesi regional sesuai pembedahan :
a. Tungkai bawah

: T12

b. Panggul

: T10

c. Uterus-Vagina

: T10

d. Buli-buli prostat

: T10

e. Tungkai bawah

: T8

f. Testis ovarium

: T8

g. Intraabdomen bawah : T6
h. Intraabdomen lain

: T4

Tabel Dosis dan Durasi Obat Anestetik Spinal


Dosis (mg)
Obat

Durasi (menit)

Perineum,

Abdomen

Blok setinggi

Anestetik

Ditambah

tungkai

bawah

T4

murni

epinefrin

bawah
Prokain

75

125

200

45

60

Tetrakain

6-8

8-14

14-20

90

120-150

Lidokain

25

50-75

75-100

60

60-90

Bupivakain

4-6

8-12

12-20

120-150

120-150

Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah


pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal
dilakukan dengan cara menyuntikan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid
tepatnya antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Indikasi anestesi spinal :


1. Bedah ektremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Bedah obstetrik-ginekologi
4. Bedah urologi
5. Bedah abdomen bawah
Kontra indikasi anestesi spinal
1. Alergi terhadap obat anestesi
2. Infeksi sistemik
7

3. Infeksi pada tempat suntikan


4. Hipovolemik berat, syok
5. Tekanan intracranial meningkat
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan
untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga
adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin
parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai
dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat
jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan
duk steril juga harus disiapkan.

Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya
runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis
yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan
karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.
8

Tipe Quincke

Tipe Whitacre

Teknik Anestesi Spinal


Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi
termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi
dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di
depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu
sisi tubuh berada di meja operasi.
2. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara
vertebrata lumbalis (interlumbal).
3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial

dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum


lumbal

akan

menembus

interspinosum,

ligamentum

ligamentum
flavum,

supraspinosum,

lapisan

duramater,

ligamentum
dan

lapisan

subaraknoid.

5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.


6. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang

subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan


vasokonstriktor seperti adrenalin.

Efek samping atau komplikasi dari tindakan anestesi spinal dapat


terjadi hipotensi

berat, bradikardi, hipoventilasi, trauma pembuluh darah,

trauma saraf, mual-muntah, gangguan pendengaran dan blok spinal total.


Komplikasi paska tindakan berupa nyeri pada bekas suntikan, nyeri punggung,
nyeri kepala karena kebocoran liquor, retensio urin, meningitis.

10

Penilaian

pemulihan

pasca

anestesi

spinal

dilakukan

dengan

scoring

menggunakan bromage skor, berikut nilai serta cara penilaiannya:


1. Tidak mampu menggerakan tungkai dan kaki
2. Hanya mampu menggerakan kaki saja
3. Hanya mampu menggerakan tungkai saja
4. Fleksi penuh tungkai (ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha dalam
posisi supine)
5. Tidak ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha dalam posisi supine
6. Mampu menggerakan tungkai
Pasien dapat dipindahkan ke bangsal jika skor bromage 5
B. BUPIVACAIN
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl
piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan
efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain
lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa
pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi
dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada
dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain
dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama
sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama
diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik.
Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini
dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan
oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan
hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja
panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis
efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia
dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi

11

0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin,
dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.

DAFTAR PUSTAKA
12

1. Muhiman dkk. 1998 Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi


Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
2. Latief Said A dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
3. Naiborhu

F.

2009.

Perbandingan

Penambahan

Midazolam

1mg

dan

Midazolam 2 mg Pada bupivakain 15 mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja


Blokade Sensorik Anestesi Spinal. Tesis. Departemen Anestesiologi dan
Reaminasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Ganiswarna S dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
5. Anoname.

Neuraxial

anestesi.

http://www.regionalabc.org/images/med-

illustartion/post-dermatome.jjpg
6. Wijaya A. 2010. Spinal Anestesi. http://www.medianers.com/2010/11/spinal-

anestesi-itu-apa-sih.html

13

Anda mungkin juga menyukai