Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)


Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas
elemen- elemen linear, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan
oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi relatif antar elemen struktur.
Seperti halnya pada balok menerus, struktur rangka kaku adalah statis tak tentu.
Salah satu struktur rangka kaku yang digunakan untuk bangunan gedung adalah
sistem rangka pemikul momen.
Sistem rangka pemikul momen adalah sistem rangka ruang dimana
komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja
melalui aksi lentur geser dan aksial. Apabila suatu struktur rangka kaku
mengalami beban vertikal, beban tersebut juga dipikul oleh balok, ditceruskan ke
kolom, dan akhirnya di terima oleh tanah Hal lain yang penting sebagai akibat
hubungan kaku adalah bahwa karena ujung kolom cendrung memberikan tahanan
rotasional, dan kolom menerima juga momen lentur selain gaya aksial. Hal ini
berarti desain kolom menjadi lebih rumit dibandingkan disain kolom yang hanya
menerima gaya aksial tarik atau tekan.
Pada struktur rangka kaku ada kemampuan memikul beban lateral
bilamemang didesain dengan benar. Karena adanya titik hubung kaku, balok dapat
menahan kolom dari rotasi bebas yang diakibatkan oleh beban horizontal. Dengan
demikian kekakuan balok mempunyai kontribusi dalam memberikan tahanan pada
rangka kaku. Balok juga berfungsi untuk meneruskan beban lateral dari satu
kolom ke kolom lainya. Aksi beban lateral pada rangka menimbulkan lentur, gaya
geser, dan gaya aksial pada semua elemen ( balok maupun kolom). Momen lentur
yang diakibatkan oleh beban lateral ( angin atau gempa) sering kali mencapai
maksimum pada penampang dekat titik hubung. Dengan demikian, ukuran elemen
struktur didekat titik hubung pada umumnya lebih besar atau diperkuat apabila
gaya lateral cukup besar.

Sistem rangka ini dapat diterapkan pada gedung besar maupun kecil.
Banyak gedung bertingkat tinggi yang menggunakan rangka kaku untuk memikul
beban vertikal maupun horizontal. Secara umum, semakin tinggi gedung tersebut,
akan semakin besar pula momen dan gaya- gaya pada setiap elemen struktur.
Kolom terbawah pada gedung bertingkat banyak pada umumnya memikul gaya
aksial dan momen lentur terbesar.
Menurut RSNI03-1726-201X SRPM dikelompokkan menjadi tiga
tingkatan, yaitu: Struktur Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) yang berada
di wilayah gempa A dan B, Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah
(SRPMM) yang berada di wilayah gempa C, dan Struktur Rangka Pemikul
Momen Khusus (SRPMK) yang berada di wilayah gempa Ddan E.Fungsi dan
penggunaan ketiga rangka pemikul tersebut disesuaikan dengan resiko gempa di
wilayah struktur berada.

2.2 Aspek Perubahan pada RSNI 03-1726-201X


Peraturan mengenai gempa baik SNI 03-1726-2002 dengan RSNI 031726-201X terdapat perbedaan diantara keduanya. RSNI 03-1726-201X disusun
mengacu pada ASCE 7-2010 dengan pendetailan mengacu pada Seismic
Provision for Structural Steel Buildings AISC 341-10 dan Specification for
Structural Steel Buildings AISC360-05, sehingga memiliki perbedaan dengan
SNI 03-1726-2002 yang mengacu pada SNI 03-1726-1989. Hal tersebut
memberikan dampak besar pada perancangan struktur gedung bertingkat.
Perubahan peraturan tersebut meliputi pada faktor keutamaan, faktor reduksi,
peta wilayah gempa serta syarat-syatat kegempaan lainnya.
2.2.1 Gempa rencana dan kategori gedung
Standar ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau
dalam perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara
umum. Akibat pengaruh gempa rencana, sehingga struktur gedung secara
keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang

keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 2500 tahun,


agar probabilitas terjadinya terbatas pada 2% selama umur gedung 50 tahun.
Pengklasifikasian ini dikenakan pada struktur berdasarkan Kategori Resiko
Bangunan (KRB) dan tingkat kekuatan gerakan tanah akibat gempa yang
diantisipasi di lokasi struktur bagunan yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan (KRB)
Kategori
Resiko
IV

III

II
I

Deskripsi
Fasilitas penting (Rumah sakit, kantor polisi dan
pemadam kebakaran, emergency shelters, dll)
Bangunan yang mengandung bahan yang sangat
beracun
Lanjutan Tabel 2.1
Bangunan yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan (gedung dengan
> 300 org, fasilitas day care dengan kapasitas >150
org, sekolah dengan kapasitas >250, dll)
Bangunan lain yang tidak masuk dalam KRB I, III,
atau IV
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko
rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi
kegagalan (fasilitas pertanian, gudang, sementara)

Faktor
Keutamaan, I
1.5

1.25

1.0
1.0

2.2.2 Penentuan Kategori Desain Gempa


Kategori desain gempa ditentukan berdasarkan Tabel 2.2 dan 2.3. Dari
kedua tabel tersebut diambil yang paling berat desain kategori gempanya.
Tabel 2.2 Kategori desain gempa untuk SDS
Nilai SDS
SDS < 0,167
0,167 SDS < 0,33
0,33 SDS < 0,50
0,50 SDS

Kategori Resiko Bangunan


I atau II atau III

IV

A
B
C
D

A
C
D
D

Tabel 2.3 Kategori desain gempa untuk SD1


Kategori Resiko Bangunan

Nilai SD1

I atau II atau III

IV

A
B
C
D

A
C
D
D

SD1 < 0,067


0,067 SD1 < 0,133
0,133 SD1 < 0,20
0,20 SD1

2.2.3 Faktor Reduksi Gempa dan Faktor Tahanan Lebih Struktur


Dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh gempa rencana sistem
struktur gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang
berbeda. Faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah
pembebanan gempa tersebut, dapat dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot
dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem sebagai
besaran pembobotanya. Koefisien modifikasi respon (R), faktor kuat lebih sistem
(o), faktor pembesaran defleksi (Cd) pada beberapa sistem penahan gaya gempa
dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Faktor R, Cd dan o Untuk Sistem Penahan Gaya Gempa


Sistem Penahan
Gaya Gempa

Pasal SNI 1726


dimana
Persyaratan
Pendetaialan
Ditetapakan

Koefisien
Modifikasi
Respon, R

Faktor
Kuat
Lebih
Sistem,
o

Faktor
Pembesaran
Defleksi,
Cd

Batasan sistem Struktur dan


batasan Tinggi Bangunan (ft)2
Kategori Desain Gempa
B
C
Dd
Ed
Fd

C. SISTEM RANGKA PENAHAN MOMEN


1.Rangka momen
baja khusus

7.1 dan 5.2.5.5

TB

TB

TB

TB

TB

2.Rangka momen
rangka batang baja
khusus
3.Rangka momen
baja menengah

7.1

TB

TB

180

100

TI

5.2.5.7 dan 7.1

4.5

TB

TB

35

TI

TI

4.Rangka momen
baja biasa

5.2.5.8 dan 7.1

3.5

TB

TB

TI

TI

TI

5.Rangka momen
beton bertulang
khusus
6.Rangka momen
beton bertulang
menengah

5.2.5.5 dan 7.2

TB

TB

TB

TB

TB

7.2

TB

TB

TI

TI

TI

Lanjutan Tabel 2.4


7.Rangka momen
beton bertulang biasa

7.2

TB

TI

TI

TI

TI

8.Rangka momen
baja dan beton
komposit
9.Rangka momen
komposit menengah

5.2.5.5 dan 7.3

TB

TB

TB

TB

TB

7.3

TB

TB

TI

TI

TI

10. Rangka momen


terkekang parsial
komposit

7.3

180

180

100

TI

TI

11. Rangka momen


komposit biasa

7.3

TB

TI

TI

TI

TI

12. Rangka momen


Cold Form khusus
dengan laut

7.1

35

35

35

35

35

2.2.4 Peta Wilayah Gempa


Menurut RSNI 03-1726-201X, Indonesia terbagi dalam 5 wilayah gempa
seperti ditunjukan pada Gambar 2.1. dan Gambar 2.2. Desain gempa
diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu A samapai E, dimana wilayah gempa A
adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa E adalah
wilayah dengan kegempaan paling tinggi sehingga persyaratan desain dan
detailing gempa pun meningkat. Pengklasifikasian ini berdasarkan parameter
respon spektra percepatan desain (SDS dan SD1) dan kategori kelas bangunan
(kelas layan bangunan).

10

Gambar 2.1 Peta Wilayah Gempa untuk SS ; T=0,2 detik

Gambar 2.2 Peta Wilayah Gempa untuk S1; T=1,0 detik

2.2.5 Tipe Profil Tanah


RSNI 03-1726-201X menerangkan bahwa ada 6 macam jenis tanah, yaitu
batuan keras, batuan, tanah keras, tanah sedang, tanah lunak dan tanah khusus

11

berdasarkan karakeristik dari lapisan tanah. Syarat-syarat tersebut tercantum


dalam Tabel 2.5
Tabel 2.5 Klasifikasi Situs
Kelas Situs

(m/detik)

> 1500
A. Batuan Keras
750 sampai 1500
B. Batuan
C. Tanah Keras, Sangat Padat dan 350 sampai 750
Batuan Lunak
D.Tanah Sedang
E. Tanah Lunak

F.Tanah Khusus, yang


membutuhkan analisis respons
situs yang mengikuti Pasal 15.1
(Section 21.1)

atau
N/A
N/A
>50

(kPa)
N/A
N/A
> 100

175 sampai 350


15 sampai 50 50 sampai 100
< 175
<15
< 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih
dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w > 40 %, dan
3. Kuat Geser niralir < 25 kPa

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah


satu atau lebih dari karakteristik berikut:
Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh
akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi,
lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah,
Lempung sangat organik dan/atau gambut
(ketebalan H > 3 m),
Lempung berplastisitas sangat tinggi
(ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plasitisitas,
PI > 75),
Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan
ketebalan H > 35 m dengan su < 50 kPa.

2.2.6 Parameter Respon Spektrum Gempa Rencana


Parameter respon gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi yang
nilainya bergantung pada waktu getar alami struktur gedung. Parameter tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7

12

Tabel 2.6 Parameter Respon Spektrum untuk Perioda Pendek (Fa)


Kelas Lokasi

Parameter respon spektra percepatan Gempa Tertimbang


Maksimum untuk perioda pendek, Ss

Ss = 0.5
Ss = 0.75 Ss = 1
Ss 1.25
Ss 0.25
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
A
1
1
1
1
1
B
1.2
1.2
1.1
1
1
C
1.6
1.4
1.2
1.1
1
D
2.5
1.7
1.2
0.9
0.9
E
Catatan : Gunakan interpolasi linier untuk menentukan nilai antara Ss
Tabel 2.7 Parameter Respon Spektrum untuk Perioda 1,0 detik (Fv)
Kelas Lokasi

Parameter respon spektra percepatan Gempa Tertimbang


Maksimum untuk perioda 1,0 detik, S1
S1 0.1 S1 = 0.2
S1 = 0.3
S1 = 0.4
S1 0.5
A
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
B
1
1
1
1
1
C
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
D
2.4
2
1.8
1.6
1.5
E
3.5
3.2
2.8
2.4
2.4
Catatan : Gunakan interpolasi linier untuk menentukan nilai antara S1

2.2.7 Beban Gempa Nominal Statik Ekivalen


Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan
gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing
sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik
ekivalen. Katagori gedung yang memiliki Faktor Keutamaan I dan strukturnya
untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan
gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami yang
fundamental T, maka beban geser dasar nominal statik ekivalen V yang terjadi di
tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
V = Cs . W t

(1)

Dengan :
Csmaks =

( )

(2)

13

Csmin = 0,044. SDS. I 0,01

(3)

Cs hitungan =

(4)

Cs minimum tambahan berdasarkaan S1 jika lebih besar dari 0,6g


Cs min tambahan=

(5)

Apabila Cs maks > Cs hitungan > Cs min maka yang diambil ialah Cs
hitungan, jika Cs hitungan > Cs maks > Cs min maka yang diambil ialah Cs maks
dan jika Cs maks > Cs min > Cs hitungan maka yang diambil adalah Cs min.
Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen F yang menangkap
pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
Fx = Cvx V

(6)

Cvx =

(7)

Dengan :

Dengan :

k = 0,5T +0,75

(8)

K adalah faktor untuk mode tinggi. Syarat menggunakan persamaan ini


adalah tinggi bangunan (H) harus lebih kecil sama dengan tiga kali panjang
bangunan (B).
2.2.8 Waktu Getar Alami Fundamental
Waktu Getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah
masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan persamaan perioda dasar :
T < Cu Ta

(9)

Dengan :
Ta =

(10)

Untuk gedung dengan jumlah lantai kurang dari 12 lantai, alternatif


perhitungan perioda menjadi :

14

Untuk sistem rangka pemikul momen :


Ta = 0,1 N
N = Jumlah Lantai

(11)

Tabel 2.8 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x


Tipe Struktur
Ct
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul
100% seismik yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dari defleksi jika gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen
0,0724
Rangka beton pemikul momen
0,0466
Rangka baja dengan bresing eksentris
0,0731
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk
0,0731
Semua sistem struktur lainnya
0,0488

0,8
0,9
0,75
0,75
0,75

Tabel 2.9 Koefisien Untuk Batasan Atas Pada Perioda Yang Dihitung
Parameter Percepatan Respons Spektrum Desain pada 1
detik, SD1

Koefisien
Cu

0,4
0,3
0,2
0,15
0,1

1,4
1,4
1,5
1,6
1,7

Batasan ini berlaku hanya jika T dihitung dari Perangkat Lunak


Pada RSNI 03-1726-201X waktu getar alami fundamental struktur gedung
beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan sebagai
berikut :

Jika T yang lebih akurat tidak dimiliki (dari analisis computer)


maka digunakan Gunakan T = Ta.

Jika T yang lebih akurat dari analisis komputer (i.e. Tc) dimiliki,
maka:

Jika Tc > CuTa , maka digunakan T = CuTa

15

Jika Ta < Tc < TuCa , maka digunakan T = Tc

Jika Tc < Ta , maka digunakan T = Ta

2.3 Simpangan
Berdasarkan RSNI 03-1726-201X, simpangan antar lantai hanya ada pada
kondisi kinerja batas ultimate yang dibandingkan dengan simpangan antar lantai
yang telah diperbesar, dihitung dengan persamaan :
n < ultimate

(12)

Dengan,
Pembesaran simpangan antar lantai :
n = n X

(13)

Simpangan antar lantai :


n = n+1 - n

(14)

Koefisien pembesaran simpangan antar lantai :


=

(15)

Keterangan:
n+1

= simpangan total lantai di atas lantai yang ditinjau

= simpangan total lantai yang ditinjau

2.4 Struktur Baja


2.4.1 Sifat-sifat Mekanik Baja
Dalam perencanaan struktur baja, terdapat sifat-sifat mekanik dari material
baja yaitu:
Modulus elastisitas, E

= 200.000 MPa

Modulus geser, G

= 80.000 MPa

AngkaPoison

= 0.3

Koefisien muai panjang = 12 x 10-6/ 0C

16

Sedangkan berdasarkan tegangan putus dan tegangan lelehnya, klasifikasi


mutu dari material baja, ini dapat dilihat pada Tabel 2.10
Tabel 2.10 Sifat-sifat Mekanis Baja Struktural
Jenis Tegangan Putus Tegangan Leleh Peregangan
Baja Minimum (fu) Minimum (fy) Minimum (%)
Mpa
Mpa
BJ 34
340
210
22
BJ 37
370
240
20
BJ 41
410
250
18
BJ 50
500
290
16
BJ 55
550
410
13

2.4.2 Kuat Rencana


Kuat rencana (Rn) harus ditentukan dari kuat nominal (Rn) yang
ditentukan dikalikan dengan faktor reduksi () yang tercantum pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Faktor reduksi () untuk keadaan kekuatan batas
K u a t r e n c a n a u n tu k
K o m p o n e n stru k tu r y a n g m e m ik u l le n tu r:
b a lo k
b a lo k p e la t b e rd in d in g p e n u h
p e la t b a d a n y a n g m e m ik u l g e se r
p e la t b a d a n p a d a tu m p u a n
K o m p o n e n stru k tu r y a n g m e m ik u l g a y a te k a n
a k sia l:
kuat penam pang
k u a t k o m p o n e n stru k tu r
K o m p o n e n stru k tu r y a n g m e m ik u l a k si-a k si
k o m b in a si:
k u a t le n tu r a ta u g e se r
k u a t ta rik
k u a t te k a n
S a m b u n g a n b a u t:
b a u t y a n g m e m ik u l g e se r
b a u t y a n g m e m ik u l ta rik
b a u t y a n g m e m ik u l k o m b in a si g e se r d a n
ta rik

F a k to r r e d u k si
0 ,9 0
0 ,9 0
0 ,9 0
0 ,9 0
0 ,9 0

0 ,8 5
0 ,8 5

0 ,9 0
0 ,9 0
0 ,8 5
0 ,7 5
0 ,7 5
0 ,7 5
0 ,7 5

17

2.4.3 Disain Elemen Struktur Baja


2.4.3.1 Batang Aksial Lentur
Batang aksial lentur adalah suatu komponen struktur yang harus memikul
beban aksial (tarik atau tekan) serta momen lentur. Rasio kekuatan batang aksial
lentur harus memenuhi ketentuan persamaan (16) dan (17).
Jika

Nu

Nn

0, 2

maka:
Nu

Jika

Nu

Nn

Nn

+ 89

M ux

M nx

(16)

(17)

+ M uy M ny < 1

< 0, 2

maka:
Nu

2 N n

+ 89

M ux

M nx

+ M uy M ny < 1

di mana,
N u = Ag f cr = Ag

fy

(18)

dengan besarnya ditentukan oleh c, yaitu:


< 0,25 maka = 1

- untuk

- untuk 0,25 <


- untuk

keterangan:

< 1,2 maka =

> 1,2 maka

1, 43
1, 6 0, 67c

= 1,25

Nu

= Gaya aksial terfaktor

Nn

= Kuat nominal aksial

Mux, Muy = Momen lentur terfaktor terhadap sumbu x dan y


Mnx, Mny = Momen lentur nominal terhadap sumbu x dan y
Karena bangunan ini dirancang untuk bangunan tahan gempa, maka harus
diperhitungkan faktor pembesaran momen akibat struktur bergoyang yang
mengacu pada persamaan (19).
Mu = (

Mntu

b M t )+ (s M t )
n u

I u

(19)

= Momen lentur terfaktor akibat beban grafitasi

18

MItu

= Momen lentur terfaktor akibat beban bergoyang

= Faktor pembesaran momen akibat beban grafitasi

= Faktor pembesaran momen akibat beban grafitasi


Cm
1 - (Pu - Pe 1)
E P
2

e
dengan: Pe 1=
2
KL
( r)

di mana: b =

dan:

s =

dengan: s =

1- (

(21)
(22)

1- ( Pu Pe 2 )
Pu

(20)

1
h )
H )(
L

(23)

Untuk menentukan tahanan lentur rencana dari suatu profil, maka terlebih
dahulu harus dperiksa kekompakan dari

penampang tersebut. Dengan

menggunakan notasi =h/tw, maka kelangsingan dari web dapat dikategorikan


menjadi:
- jika p, maka penampang kompak
- jika p < r, maka penampang tak kompak
- jika > r, maka penampang langsing
batasan nilai untuk p dan r yang diatur pada persamaan (24) sampai dengan
(26).

=
Untuk

Nu
< 0,125,
b N y

1
2,75 Nu
1680

fy b N y
(24)

Untuk

Nu
Nu 665
500
> 0,125, p =
2,33
>
b N y
b N y f y
f y
(25)

Untuk semua nilai, r =

2550 0,74 Nu
1

b N y
f y
(26)

19

Dengan Ny = Ag x fy adalah hasil gaya aksial yang diperlukan untuk


mencapai kondisi batas leleh
Besar beban yang mampu diterima suatu komponen tekan tergantung dari
panjang efektif dan tumpuan pada ujung-ujungnya yang disebut dengan faktor
panjang tekuk (kc). Untuk suatu komponen struktur yang merupakan bagian dari
suatu rangka yang bergoyang harus diselesaikan dengan menggunakan nomogram
faktor panjang tekuk yang tertera pada Gambar 4. Faktor panjang tekuk (Kc) ini
dipengaruhi oleh nilai kekakuan pada portal dengan mengikuti persamaan (27)
dan (28).
IC A

GA =

IBA

ICB

GB =

IBB

LC A

(27)

LBA

LCB

(28)

LBB

Untuk tumpuan sendi, G = 10


Untuk tumpuan jepit, G = 1

Gambar 2.3 Nomogram faktor panjang tekuk


Panjang tekuk (Lk) pada portal dihitung dengan persamaan (29).
Lk AB = K c L AB

(29)

20

2.4.3.2 Batang Lentur Murni


Batang lentur adalah komponen struktur yang memikul beban-beban
grafitasi (lateral) seperti beban mati dan beban hidup sehingga terjadi momen
(lentur).
Kuat rencana pada batang lentur harus memenuhi persyaratan pada
persamaan (30).
Mu M n

(30)

di mana: - nilai ditentukan pada Tabel 2.4.


-

(31)

M n = 0.9 f y Z x

Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara penampang


kompak, tak kompak, dan langsing seperti halnya batang tekan. Batasan
penampang kompak , tak kompak, dan langsing adalah :
a. Penampang kompak: < p
b. Penampang tak kompak: p < < r
c. Penampang tak kompak: > r
Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan
penampang kompak dihitung dengan menggunakan persamaan (32).
Mn = M p = Z fy

(32)

dengan :
Mp

= Tahanan momen plastis

= Modulus plastis

fy

= Kuat leleh
Tahanan nominal pada saat =

r dihitung dengan menggunakan

persamaan (33).
M n = M r = (f y - f r ) S

dengan :
fy

= Tahanan leleh

= Modulus penampang

fr

= Tegangan sisa

(33)

21

Besarnya tegangan sisa fr = 70 MPa untuk baja hot rolled, dan 115 MPa
untuk penampang yang dilas.
Bagi penampang tak kompak yang mempunyai p < < r, maka besarnya
tahanan momen nominal yang dicari dengan melakukan interpolasi linear pada
persamaan (34).
Mn = M p (M p Mr )

p
r p

(34)

dengan :

= Kelangsingan penampang balok (b/2tf)

Kuat lentur nominal untuk penampang yang memenuhi


dengan persamaan (35).
M n = M r

>

dihitung

(35)

dengan:

= Kelangsingan penampang balok (=b/2tf)

Pembatsan besarnya lendutan yang timbul pada penampang yang memikul


beban lentur. Batas batas lendutan maksimum dapat disimak pada Tabel 2.12
Tabel 2.12 Batas-batas lendutan
Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor
Balok pemikul dinding atau finishing yang getas
Balok biasa
Kolom dengan analisis orde pertama saja
Kolom dengan analisis orde kedua

Beban Tetap Beban sementara


L/360
L/240
h/500
h/200
h/300
h/200

2.4.2.3 Hubungan Balok Kolom (HBK)


Hubungan balok kolom (HBK) merupakan letak pertemuan atau
sambungan ujung balok dengan ujung kolom. Pada bangunan tahan gempa, HBK
harus mempunyai kekuatan minimal sama dengan kekuatan elemen struktur yang
disambungnya. HBK juga harus mampu menahan momen, gaya aksil dan gaya
geser serta tidak boleh terjadi kerusakakan pada daerah sambungan. Tipe-tipe

22

HBK yang dapat digunakan pada bangunan tahan gempa menurut AISC-LRFD
adalah sambungan kaku (fully restraint) dan sambungaan semi-kaku (partially
restraint).

2.5 Pendetailan
Dalam pendetailan sambungan struktur baja ini mengacu pada AISC
LRFD 341-10 dan 360-05 tentang ketentuan perencanaan tahan gempa untuk
struktur bangunan baja. Dimana telah dikelompokkan pendetailan untuk
bangunan-bangunan berdasarkan sistem rangka pemikul momen biasa, menengah
dan khusus. Pengelompokan pendetailan sistem rangka pemikul dapat dilihat pada
Tabel 2.13
Tabel 2.13 Pengelompokan Pendetailan Sistem Rangka Pemikul
No
1

2
3

4
5
6
7

Uraian

SRPMK (SMF)

SRPMM
(IMF)
Tipe Sambungan
Fully restraint
Fully
restraint,
Partially
restraint
Rotasi Inelastis
0,04 rad
0,02 rad
Momen nominal pada HBK (Mu) Dengan
pengujian kompak:
Mu Mp
,
Gaya geser terfaktor
Vu1,2D+0,5L+2
Kuat Geser
Tebal panel zone
tz (dz + wz) / 90
Rasio penampang balok dan Untuk Balok:
kolom
-Badan
w < hd
Ca =
-Sayap
Badan :
f < hd
w= h/tw
menentukan hd
Untuk Kolom :
jika Ca 0,125
- Badan
hd=2,45

(1 0,93

hd= 0,77

(2,93

jika Ca > 0,125 maka


menetukan md
jika Ca 0,125

)
) 1,49

w < hd
- Sayap
f < hd

SRPMB
(OMF)
Fully
restraint,
Partially
restraint
-

Untuk Balok :
-Badan
w < md
-Sayap
f < md
Untuk Kolom
-Badan
w < md
- Sayap
f < d

23

md=3,76

(1 2,75

md=1,12

(2,33

jika Ca > 0,125 maka


Sayap :
f = b/2tf
hd = 0,30
md = 0,38
8
9

)
) 1,49

/
/

Rasio momen kolom terhadap


>1

momen balok
Lb=0,086ryE/ Fy
Pengekang lateral balok

Lb=0,176ryE/Fy

Anda mungkin juga menyukai