Anda di halaman 1dari 19

BAB II

STRATEGI PEMBELAJARAN POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN)


UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN
PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA KONSEP DIFUSI DAN OSMOSIS

A. Strategi POE (Predict, Observe, Explain)


POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga
disebut suatu strategi pembelajaran di mana guru menggali pemahaman peserta
didik dengan cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu
prediksi, observasi, dan memberikan penjelasan (Indrawati dan Setiawan, 2009:
45). Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali
dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan
keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka
mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau
kejadian. Melalui strategi pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga
jenis keterampilan proses tersebut.
Strategi pembelajaran POE sering digunakan dalam mempelajari sains.
Strategi POE ini lebih cocok untuk dilaksanakan dengan metode demonstrasi
yang melatih siswa untuk mengobservasi dan cocok untuk pembelajaran yang
berhubungan dengan konteks fisik dan materi. Menurut Joyce (2006), strategi
POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa, memberikan
informasi kepada guru mengenai kemampuan berpikir siswa, membangkitkan
siswa untuk melakukan diskusi, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep
yang mereka miliki, dan membangkitkan siswa untuk melakukan investigasi.

Strategi pembelajaran POE menginduk pada paham pembelajaran


konstruktivisme, yang menganggap bahwa siswa dengan pengetahuan awal yang
telah

mereka

miliki

akan

dapat

mengembangkan

pemahaman

atau

pengetahuannya itu dengan adanya program dan pembelajaran yang baru. Strategi
pembelajaran POE dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa
kemudian merekonstruksi ke dalam pemahaman baru yang mereka dapat dari
hasil kegiatan observasi.
Strategi pembelajaran POE menggali pemahaman siswa melalui tiga tugas
utama, yaitu memprediksi (predict), mengamati (observasi) dan menjelaskan
(explain). Menurut Indrawati dan Setiawan (2009: 45), ketiga tugas siswa dalam
strategi pembelajaran POE yaitu:
1. Predict : pada tahap ini peserta didik diminta untuk menduga apa yang akan
terjadi terhadap suatu fenomena yang akan dipelajari.
2. Observe: pada tahap ini, guru melaksanakan kegiatan, menunjukkan proses
atau demonstrasi dan peserta didik diminta untuk mencatat apa yang terjadi
dan mencocokkan dengan dugaannya.
3. Explain: pada tahap ini, guru meminta peserta didik untuk mengajukan
hipotesis mengenai mengapa terjadi seperti yang mereka lakukan dan
menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil
observasinya.
Pada tahap explain, siswa diminta untuk menjelaskan mengapa terjadi
seperti yang mereka lakukan dan menjelaskan perbedaan antara prediksi yang
dibuatnya dengan hasil observasinya. Jika dugaan mereka sama dengan hasil

10

pengamatan maka akan terjadi penguatan konsep yang dimiliki siswa, sebaliknya
jika yang diamati berbeda dengan yang diduga siswa maka akan terjadi kognitif
konflik yang perlu adanya proses akomodasi kognitif dalam pikiran siswa (Piaget,
1972 dalam Wahyudhi, 2011). Perbedaan ini adalah hasil dari perbedaan konsep
yang menjadi konsep alternatif bagi siswa, dan bukan merupakan kesalahan
konsep (Ausubel, 1990 dalam Wahyudhi, 2011). Hal ini juga menunjukkan
kepada guru bahwa siswa telah mempunyai pengetahuan dan pengertian
awal (existing knowledge and understanding) dan dapat dijadikan sebagai starting
point untuk membangun ide-ide baru berdasarkan bukti yang mereka saksikan
(White & Gunstone, 1992 dalam Wahyudhi, 2011).
Kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dalam pembelajaran dengan
strategi POE ini adalah mengatur demonstrasi yang berhubungan dengan topik
pembelajaran dan menyampaikan apa yang harus dilakukan oleh siswa. Menurut
Joyce (2006) tahapan yang harus dilakukan guru dalam strategi pembelajran POE
adalah :
Tahap 1: Predict (Membuat prediksi)
a. Meminta siswa untuk menuliskan prediksi mereka tentang sesuatu yang akan
terjadi secara bebas menurut masing-masing siswa.
b. Menanyakan kepada siswa apa yang mereka pikirkan tentang apa yang
mereka lihat dan alasan mereka menjawab demikian.
Tahap 2: Observe (Mengamati)
a. Melakukan demonstrasi.
b. Memberi waktu kepada siswa untuk melakukan pengamatan.

11

c. Meminta siswa untuk melakukan pengamatan.


Tahap 3: Explain (Menjelaskan)
a. Meminta siswa untuk mengubah atau menambahkan penjelasan mereka
dengan disertai hasil pengamatannya.
b. Meminta siswa mendiskusikan ide mereka bersama-sama.
Secara lebih rinci strategi POE terdiri atas langkah-langkah sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah dalam strategi POE
Fase-fase

Perilaku guru

Fase 1
Menjelaskan tujuan, alat bahan yang
Orientasi
siswa
kepada diperlukan, memotivasi siswa agar menduga
fenomena yang akan terjadi
apa yang akan terjadi terhadap kegiatan yang
akan dilakukan guru
Fase 2
Siswa mengamati apa yang
dilakukan guru
Fase 3
Siswa menjelaskan apa yang
terjadi dengan kegiatan guru

Guru melakukan kegiatan untuk diamati siswa

Siswa diminta menjelaskan fenomena apa


yang terjadi dengan kegiatan yang dilakukan
guru
(Sumber: Tytler, 1992 dalam Wahyudhi, 2011)

B. Keterampilan Proses Sains


1. Pengertian Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses merupakan adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,
membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan
sikap ilmiah siswa sendiri (Devi et al., 2009). Dengan pendekatan keterampilan
proses, siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan

12

ilmiah. Pendekatan keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai wawasan


pengembangan keterampilanketerampilan intelektual, sosial dan fisik yang
bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada
dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih
menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan hasilnya.
Menurut Semiawan et al. (1986: 18), proses belajar mengajar yang
menerapkan pendekatan keterampilan proses dapat menciptakan kondisi cara
belajar siswa yang lebih aktif. Sejalan dengan pernyataan tersebut Rustaman et al.
(2003: 93) mengatakan bahwa keterampilan proses melibatkan keterampilanketerampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif
atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa
menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan
proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan,
pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial
dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan
hasil pengamatan.
Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Dimyati dan
Mudijono (2009: 138-139) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang
diambil dari pendapat Funk sebagai berikut: (1) Pendekatan keterampilan proses
dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk

13

memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan
konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3)
Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan
sekaligus produk ilmu pengetahuan.
Beberapa alasan yang melandasi pentingnya penerapan pendekatan
keterampilan proses dalam pembelajaran (Semiawan et al., 1986: 14) di antaranya
yaitu:
a. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, menyebabkan semakin
sedikit kemungkinan guru untuk mengajarkan semua fakta dan konsep kepada
siswa.
b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa dapat dengan mudah
memahami konsep yang rumit dan abstrak apabila disertai dengan contoh
yang konkret.
c. Penemuan-penemuan pengetahuan yang tidak bersifat mutlak benar,
penemuannya hanya bersifat relatif.
d. Pengembangan konsep dalam proses belajar mengajar sebaiknya tidak
terlepas dari pengembangan sikap dan nilai yang ada dalam diri siswa.
Pendekatan keterampilan proses memberikan kesempatan kepada siswa
untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati & Mudjiono,
2009: 139). Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dengan penerapan
pendekatan keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-

14

intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan
keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga
mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan
dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Dengan
demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan
pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan
nilai (Semiawan et al., 1986: 18).

2. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains


Keterampilan proses terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama
lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam
masing-masing keterampilan proses tersebut (Rustaman et al., 2003). Berikut ini
terdapat jenis-jenis keterampilan proses sains dan indikator dari keterampilan
proses sains tersebut yaitu:
Tabel 2.2 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya
No.
1.

Keterampilan
Indikator
proses
Mengamati atau a. Menggunakan sebanyak mungkin indera
observasi
b. Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang
relevan

2.

Mangalompokkan a. Mencatat pengamatan secara terpisah


atau klasifikasi
b. Mencari perbedaan dan persamaan
c. Mengontraskan ciri-ciri
d. Membandingkan
e. Mencari dasar pengelompokkan
f. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

3.

Menafsirkan atau a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan


interpretasi
b. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
c. menyimpulkan

15

No.
4.

Keterampilan
Indikator
proses
Meramalkan atau a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
prediksi
b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada
keadaan yang belum diamati

5.

Mengajukan
pertanyaan

a. Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa


b. Bertanya untuk meminta penjelasan
c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang
hipotesis
a. Mengetahui ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari satu kejadian
b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih
banyak atau melakukkan cara pemecahan
masalah.

6.

Berhipotesis

7.

Merencanakan
a. Menentukan alat atau bahan atau sumber yang
percobaan
atau
akan digunakan
penelitian
b. Menentukan variabel atau faktor penentu
c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati dan
dicatat
d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa
langkah kerja

8.

Menggunakan
alat atau bahan

a. Memakai alat dan bahan


b. Mengetahui alasan mengapa mengguakan alat
atau bahan
c. Mengetahui bagaimana mnggunakan alat atau
bahan

9.

Menerapkan
konsep

10.

Berkomunikasi

a. Menggunakan konsep yang sudah dipelajari


dalam situasi baru
b. Mengguanakan konsep pada pengalaman baru
untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
a. Memerikan atau menggambarkan data empiris
hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik
atau tabel atau diagram
b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara
sistematis
c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
d. Membaca grafik atau tabel atau diagram
e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau
suatu peristiwa

16

No.
11.

Keterampilan
proses
Melaksakan
percobaan
atau
eksperimen

Indikator
Mencakup seluruh keterampilan proses sains

(Rustaman et al., 2003: 102 )


Keterampilan

proses

memprediksi,

mengamati

(observasi)

dan

mengajukan hipotesis terdapat dalam lingkup strategi POE. Melalui strategi


pembelajaran POE siswa diharapkan menguasai ketiga jenis keterampilan proses
tersebut.
Keterampilan

meramalkan

atau

prediksi

mencakup

keterampilan

mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu


kecenderungan atau pola yang sudah ada. Prediksi adalah ramalan tentang
kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada
observasi yang cermat dan inferensi tentang hubungan antara beberapa kejadian
yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan prediksi yaitu inferensi harus
didukung oleh fakta hasil observasi, sedangkan prediksi dilakukan dengan
meramalkan apa yang akan terjadi kemudian berdasarkan data pada saat
pengamatan dilakukan (Devi et al., 2009).
Keterampilan

mengamati

atau

observasi

merupakan

salah

satu

keterampilan proses dasar. Keterampilan mengamati menggunakan lima indera


yaitu penglihatan, pembau, peraba, pengecap dan pendengar. Apabila siswa
mendapatkan

kemampuan

melakukan

pengamatan

dengan

menggunakan

beberapa indera, maka kesadaran dan kepekaan mereka terhadap segala hal di
sekitarnya akan berkembang. Melatih keterampilan pengamatan termasuk melatih

17

siswa mengidentifikasi indera mana yang tepat digunakan untuk melakukan


pengamatan suatu objek (Devi et al., 2009).
Keterampilan menjelaskan disini berarti siswa mengajukan hipotesis dan
mampu menjelaskan perbedaan antara prediksi yang dibuatnya dengan hasil
observasinya (Indrawati dan Setiawan, 2009:45). Mengajukan hipotesis itu
sendiri merupakan keterampilan menggunakan menyatakan hubungan antara dua
variabel atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan
berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam
rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.

C. Penguasaan Konsep Siswa


Ketercapaian tujuan pembelajaran merupakan salah satu indikator
keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dari belajar akan didapatkan suatu hasil
belajar yang mencakup kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik
(tingkah laku). Penguasaan konsep erat kaitannya dengan hasil belajar. Dalam
dunia pendidikan, Bloom dan kawan-kawannya mengembangkan perangkat
tujuan pembelajaran yang berorientasi pada perilaku (behavioral objectives) yang
dapat diamati dan diukur secara ilmiah mengenai ketiga kategori atau domain
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Makmun, 2005: 26).
Domain atau ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap
yang terdiri lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,

18

organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar


keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor
yakni, (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks,
dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2010: 23). Ketiga ranah
tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.
Penguasaan konsep siswa terhadap suatu materi, termasuk ke dalam ranah
kognitif. Guru dapat mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa dengan
memberikan soal-soal yang memuat dimensi pengetahuan kognitif. Konsep yang
dikuasai siswa dipengaruhi oleh pengetahuan awal sehingga dapat diukur dari tes
awal dan tes akhir. Nilai tes awal yang tinggi merupakan bukti bahwa konsep
yang akan dipelajari sudah benar-benar dikenal oleh siswa. Sebaliknya, tes awal
yang rendah membuktikan bahwa konsep yang akan dipelajari benar-benar hal
yang baru bagi siswa yang bersangkutan. Perbedaan atau selisih nilai tes akhir
dan tes awal merupakan hasil pencapaian yang nyata sebagai pengaruh dari
proses belajar siswa (Makmun, 2005: 225).
Domain kognitif meliputi jenjang C1 hingga C6, dan saat ini telah
mengalami revisi. Taksonomi Bloom ini telah direvisi oleh Krathwohl salah satu
penggagas taksonomi tujuan belajar, agar lebih cocok dengan istilah yang sering
digunakan dalam merumuskan tujuan belajar. Pada revisi ini, jika dibandingkan
dengan taksonomi sebelumnya, ada pertukaran pada posisi C5 dan C6 dan
perubahan nama. Istilah sintesis dihilangkan dan diganti dengan Create (Nana,
2010).

19

Berikut ini Struktur dari Dimensi Proses Kognitif menurut Taksonomi


Bloom yang telah direvisi:
1. Mengingat (remember)
Mengingat (remember) adalah mendapatkan kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang (Nana, 2010). Jenjang kognitif mengingat
merupakan jenjang kognitif yang paling rendah dalam taksonomi Bloom, namun
jenjang kognitif ini merupakan prasyarat bagi jenjang kognitif selanjutnya.
2. Memahami (understand)
Memahami (understand) adalah menentukan makna dari pesan dalam
pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis ataupun grafik (Nana, 2010). Jenjang
kognitif memahami lebih tinggi dari jenjang kognitif mengingat.
Menurut Sudjana (2010: 24) pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga
kategori yaitu :
a. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan.
b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagianbagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya dan membedakan yang
pokok dan yang bukan pokok.
c. Tingkat ketiga atau tingkat tinggi adalah pemahaman eksplorasi. Dengan
eksplorasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam
arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

20

3. Mengaplikasikan (apply)
Mengaplikasikan (apply) adalah mengambil atau menggunakan suatu
prosedur tertentu bergantung situasi yang dihadapi (Nana, 2010). Suatu situasi
akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi pemecahan masalah
(Sudjana, 2010: 25). Kemampuan mengaplikasikan sangat dibutuhkan ketika
siswa menemukan permasalahan yang baru mereka ketahui.
4. Menganalisis (analyze)
Menganalisis (analyze) adalah memecah-mecah materi hingga ke bagian
yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain
menuju satu struktur atau maksud tertentu (Nana, 2010).
5. Mengevaluasi (evaluate)
Mengevaluasi (evaluate) adalah membuat pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar (Nana, 2010). Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan
dengan menilai, mengambil kesimpulan, menerangkan, memutuskan dan
menafsirkan.
6. Menciptakan (create)
Menciptakan (create) adalah menyusun elemen-elemen untuk membentuk
sesuatu yang berbeda atau membuat produk original (Nana, 2010). Jenjang
kognitif mencipta adalah jenjang kognitif tertinggi dalam taksonomi Bloom.
Jenjang kognitif ini melibatkan jenjang kognitif pada tingkat sebelumnya seperti
mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.

21

Tabel 2.3 Taksonomi Bloom yang Telah Direvisi


Dimensi Pengetahuan

Dimensi Proses Kognitif


C1 Mengingat (Remember)

1. Pengetahuan Faktual
a. Pengetahuan tentang terminologi

1.1 Mengenali (Recognizing)

b. Pengetahuan tentang bagian

1.2 Mengingat (Recalling)


C2 Memahami (Understand)

detail dan unsur-unsur

1.1 Menafsirkan (Interpreting)

2. Pengetahuan Konseptual
a. Pengetahuan tentang klasifikasi

1.2 Memberi contoh (Exampliying)


1.3 Meringkas (Summarizing)

dan kategori
b. Pengetahuan tentang prinsip dan

1.4 Menarik inferensi (Inferring)


1.5 Membandingkan (Compairing)

generalisasi
c. Pengetahuan tentang teori,

1.6 Menjelaskan (Explaining)


C3 Mengaplikasikan (Apply)

model, dan struktur

1.1 Menjalankan (Executing)

3. Pengetahuan Prosedural

1.2 Mengimplementasikan

a. Pengetahuan tentang
keterampilan khusus yang
berhubungan dengan suatu

(Implementing)
C4 Menganalisis (Analyze)

bidang tertentu dan pengetahuan

1.1 Menguraikan (Differentiating)

algoritma

1.2 Mengorganisir (Organizing)

b. pengetahuan tentang teknik dan

1.3 Menemukan makna tersirat


(Attributing)

metode
c. Pengetahuan tentang kriteria
penggunaan suatu prosedur

C5 Evaluasi (Evaluate)
1.1 Memeriksa (Checking)
1.2 Mengkritik (Critiquing)

4. Pengetahuan Metakognitif

C6 Membuat (Create)

a. Pengetahuan strategi
b. Pengetahuan tentang operasi

1.1 Merumuskan (Generating)


1.2 Merencanakan (Planning)

kognitif
c. Pengetahuan tentang diri sendiri

1.3 Memproduksi (Producing)

(Anderson & Krathwohl, 2001 dalam Wulan, 2011)

22

D. Kajian Difusi dan Osmosis


Dinding sel merupakan salah satu ciri sel tumbuhan yang membedakannya
dari sel hewan. Dinding sel secara umum dibedakan menjadi dinding sel primer
dan dinding sel sekunder. Seluruh aktivitas sel tumbuhan sangat tergantung
dengan keberadaan dinding sel ini. Dinding ini melindungi sel tumbuhan,
mempertahankan bentuknya, dan mencegah penghisapan air secara berlebihan
(Campbell, 2002: 135). Dinding sel selain berfungsi untuk proteksi isi sel juga
berperan sebagai jalan keluar masuknya air, makanan dan garam-garam mineral
ke dalam sel. Molekul atau partikel air, gas dan mineral masuk ke dalam sel
tumbuhan melalui proses difusi dan osmosis. Melalui proses-proses tersebut
tumbuhan dapat memperoleh zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhannya
(Tjitrosomo, 1983).
Air masuk ke dalam akar, bergerak dari sel ke sel dan meninggalkan tubuh
dalam bentuk uap, semua melalui proses difusi. Gas-gas (O2 dan CO2), unsurunsur dan bahan bahan makanan masuk ke dalam sel atau di antara sel-sel dan
bergerak dari sel ke sel dengan jalan difusi (Tjitrosomo, 1983). Proses difusi
berlangsung dari daerah yang memiliki konsentrasi partikel tinggi ke daerah yang
konsentrasi partikelnya rendah. Difusi berlangsung karena adanya perbedaan
konsentrasi, karena suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi
dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan
sifat juga dapat menyebabkan difusi (Sasmitamihardja, 1996: 51).
Pengambilan air dan garam mineral oleh tumbuhan dari dalam tanah, salah
satunya melalui proses difusi. Difusi zat dari dalam tanah ke dalam tubuh

23

tumbuhan disebabkan konsentrasi garam mineral di tanah lebih tinggi daripada di


dalam sel. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi pada daun adalah
suatu contoh proses difusi. Di dalam proses ini CO2 masuk ke dalam rongga antar
sel pada mesofil daun, yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis.
Karena pada siang hari CO2 yang masuk ke daun akan selalu lebih rendah dari
atmosfir, akibatnya pada siang hari akan terjadi aliran difusi CO2 dari atmosfir ke
daun. Bersamaan dengan itu terjadi pula difusi O2 dari rongga antar sel daun
menuju ke atmosfir. Hal ini terjadi karena pada proses fotosintesis akan dihasilkan
oksigen, yang makin lama akan terakumulasi di dalam rongga antar sel daun
sehingga kadarnya melebihi kadar oksigen di atmosfir. Pada malam hari terjadi
proses difusi yang sebaliknya, karena malam hari tidak terjadi fotosintesis
sedangkan respirasi berjalan terus yang menghasilkan CO2 di dalam sel
(Sasmitamihardja, 1996: 51).
Osmosis merupakan peristiwa perpindahan air dari daerah yang
konsentrasi airnya tinggi ke daerah yang konsentrasi airnya rendah melalui
membran semipermeabel. Membran semipermeabel yaitu membran yang hanya
mengizinkan lalunya air dan menghambat lalunya zat terlarut (Sasmitamihardja,
1990: 52). Jika di dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput
semipermeabel, kemudian ditempatkan dua larutan glukosa yang terdiri atas air
sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut dengan konsentrasi yang berbeda
dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel, maka air dari larutan yang
berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah menuju larutan glukosa yang
konsentrasinya tinggi melalui selaput permeable (Kirei, 2008). Pergerakan air

24

berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi menuju kelarutan yang
konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif permeabel. Larutan yang
konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel
dikatakan sebagai larutan hipertonis, sedangkan larutan yang konsentrasinya sama
dengan larutan di dalam sel disebut larutan isotonis. Jika larutan yang terdapat di
luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel dikatakan
sebagai larutan hipotonis (Kirei, 2008).
Peristiwa osmosis terjadi pada penyerapan air tanah ke dalam sel akar. Jika
sel dimasukkan ke dalam larutan isotonis, bentuk sel tetap karena keadaan
seimbang. Akan tetapi, jika sel tumbuhan berada dalam larutan hipertonis
(konsentrasi larutan lebih tinggi daripada cairan sel), air dalam plasma sel akan
berosmosis

keluar

sehingga

sel

mengerut/menyusut.

Protoplasma

yang

kekurangan air menenyusut volumenya mengakibatkan membran sel terlepas dari


dinding sel, sehingga terjadi plasmolisis. Sebaliknya, jika sel berada dalam larutan
hipotonis (konsentrasi larutan lebih rendah daripada cairan sel), air dari luar akan
masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak (Agustina, 2010). Sel tumbuhan
dapat mengalami kehilangan air. Jika sel kehilangan air cukup besar, maka ada
kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak dapat mengisi
seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran dan sitoplasma
akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang sudah
terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya ke dalam air
murni (Tjitrosomo, 1983: 11).

25

E. Penelitian yang Relevan


Strategi pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pertama kali
dikembangkan oleh White dan Gunstone (Joyce, 2006) untuk mengungkapkan
keterampilan masing-masing siswa dalam memprediksi dan alasan mereka
mengenai prediksi yang mereka buat untuk menjelaskan suatu peristiwa atau
kejadian.
Beberapa penelitian mengenai strategi pembelajaran POE telah dilakukan
di tingkat SMA. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Novitasari
(2010) yang berjudul Pengaruh Strategi Predict-Observe-Explain (POE)
terhadap Penguasaan Konsep Siswa SMA pada Konsep Ekosistem. Penelitian
yang dilakukan oleh Novitasari menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa
sebelum dan setelah diterapkannya strategi POE tidak menunjukkan hasil yang
berbeda nyata dengan siswa yang melakukan pembelajaran dengan metode
ceramah dan penugasan. Berdasarkan perhitungan N-Gain didapatkan hasil
bahwa penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen berada pada kategori sedang
sedangkan penguasaan konsep siswa di kelas kontrol berada pada kategori
rendah.
Selain penelitian yang telah dilakukan oleh Novitasari, ada juga penelitian
mengenai POE yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arohman (2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Arohman (2010) berjudul Pengaruh Model Pembelajaran
POE (Predict-Observe-Explain) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Madrasah Aliyah pada Konsep Sistem Ekskresi. Penelitian yang dilakukan oleh
Arohman menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran POE lebih dapat

26

meningkatkan

keterampilan

berpikir

kritis

siswa

dibandingkan

dengan

pembelajaran tradisional. Berdasarkan uji statistik didapatkan hasil bahwa


terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan keterampilan berpikir
kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Anda mungkin juga menyukai