Anda di halaman 1dari 9

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV

Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

PENETAPAN WILAYAH BAHAYA KEBAKARAN HUTAN SEBAGAI


PERINGATAN DINI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR
Sumaryono1, Risman Situmeang1, dan Ahmad Sabaraji2
1

Laboratorium Perencanaan Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman


Kampus Gunung Kelua, Jalan Kihajar Dewantara Samarinda 75123, Indonesia
Telp. +62 541 748725, Fax +62 541 748804
email: sumaryono_ms@telkom.net
2
UPTD Kebakaran Hutan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur
Jalan Kusuma Bangsa, Samarinda 75123, Indonesia
Telp. +62 541 732625

Abstrak
Determination of forest fire danger area as early warning in East Kutai District. As the results of extensive forest
exploitation and conversion, forest and land fire almost occur every year in East Kutai district, especially during dry
season. Due to the changes in ecosystem, these catastrophe has negative impacts in both environment and economy.
Determination of zonation of forest fire danger is needed to plan forest fire prevention and suppression activities,
especially to give early warning in dry season. Further more, these zonation can be used to base planning forest
rehabilitation and preparation of equipment and infrastructure for forest fire suppression.
By overlaying the maps of land cover, precipitation and elevation, forest fire danger map can be delineated accurately
by the use of geographic information systems. The result of forest fire danger mapping shows that around 53% of East
Kutai district area has an extreme potential fire danger, 27% in a high level, 12% moderate, and other 8% in a low level.
The extreme and high fire prone zones are mainly located along the east coastal area to the middle area of the district.

Keyword : forest fire, early warning, ecological impact.

1. PENDAHULUAN
Dalam lima belas tahun terakhir, di wilayah
Indonesia mengalami lima kali kebakaran hutan
yang cukup besar yaitu pada tahun 1982-1983,
1987, 1991, 1994 dan yang terakhir tahun 19971998 (Anonim, 1998). Disebutkan bahwa
kebakaran hutan ini tidak hanya merupakan
bencana lokal ataupun nasional, melainkan juga
menjadi bencana regional. Asap dari kebakaran
itu menimbulkan kerugian sosial-ekonomi bagi
masyarakat di beberapa negara kawasan Asia
Tenggara
(Singapura,
Malaysia,
Brunei
Darussalam, dan bahkan sampai ke negara
Filipina).
Menurut EEP (1998) kerugian sosial, ekonomi
dan ekologi yang ditimbulkan cukup besar,
bahkan dalam beberapa hal sulit untuk diukur
dengan nilai uang. Secara ekologi insiden

kebakaran hutan mengancam flora dan fauna alam


Indonesia yang khas, bahkan mungkin membuat
beberapa jenis menjadi punah.
Meskipun tidak banyak studi yang mengkaji
dampak sosial kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia, namun analisis oleh Tim EEP dalam
Anonim (1998) memberikan indikasi kerugian
sosial akibat kebakaran hutan yang mencakup:
kerawanan pangan di wilayah desa yang
meningkat; hilang atau menurunnya pendapatan
masyarakat akibat rusaknya aset tanaman kebun;
kerugian akibat terbakarnya tempat tinggal,
terganggunya kesehatan masyarakat akibat
menghirup asap; dan terakhir hilangnya rasa
ketenteraman. Mengingat hal-hal tersebut, maka
upaya pencegahan kebakaran merupakan hal yang
mutlak diperlukan. Pencegahan kebakaran hutan
dan lahan dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain melalui: pengembangan sistem

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 87

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

peringatan dini kebakaran, meningkatkan teknik


pencegahan, pendidikan dan penyuluhan kepada
seluruh lapisan masyarakat, penegakan hukum
dan lain-lain.
Untuk pengembangan peringatan dini perlu
dilakukan pembuatan peta rawan kebakaran yang
merupakan gabungan dari peta bahaya kebakaran,
peta resiko kebakaran dan peta sejarah kebakaran.
Peta bahaya kebakaran didasarkan pada data
cuaca, tingkat stres dan status vegetasi, sehingga
lebih berhubungan dengan kondisi mudahnya
terjadi kebakaran. Sedang peta resiko kebakaran
merupakan peta interaksi sosial budaya manusia
terhadap alam lingkungannya yang berguna untuk
meramalkan kemungkinan munculnya api akibat
tingkah laku manusia. Sedangkan peta sejarah
kebakaran merupakan peta yang dibuat
berdasarkan kejadian kebakaran (Anonim, 1998).
Kabupaten Kutai Timur merupakan kabupaten
pemekaran dari Kabupaten Kutai berdasarkan
Undang-undang No. 47 Tahun 1999 tentang
Pemekaran Wilayah Provinsi dan Kabupaten.
Sebagai kabupaten baru, berbagai data dan
informasi kewilayahan untuk bahan perencanaan
pembangunan sangat minim termasuk informasi
daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Untuk
membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai
Timur dalam menanggulangi bahaya kebakaran
hutan maka diadakan penelitian tentang pemetaan
wilayah-wilayah bahaya kebakaran hutan dan
lahan sebagai langkah awal untuk pengembangan
system peringatan dini di Kabupaten Kutai Timur.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi zone kerawanan
kebakaran hutan dan lahan melalui analisis petapeta dengan mempertimbangkan perilaku api
potensial (seperti ketinggian tempat, jenis
vegetasi/bahan bakar) dan kondisi bekas
kebakaran tahun 1997/1998.

2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Lokasi penelitian
Lokasi atau wilayah penelitian adalah meliputi
wilayah/daerah Kabupaten Kutai Timur. Dalam
penelitian ini memerlukan dua tipe kelompok data
yang
harus
dimasukkan,
yaitu
data
spasial/keruangan, berupa batas administrasi
wilayah, jaringan sungai dan jalan, posisi kota,
dan penggunaan lahan dan data non-spasial
berupa tipe vegetasi dan penutupan lahan serta
kondisinya setelah pernah mengalami kebakaran
untuk menjelaskan data keruangan yang terkait.
2.2. Pemetaan Bahaya Kebakaran
Identifikasi/analisis zone bahaya kebakaran
hutan
dan
lahan yang didasarkan faktor
penentunya dengan tingkat kerawanan yaitu
rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan
nilai skoring yang telah ditetapkan. Penjelasan
mengenai pemetaan bahaya kebakaran hutan dan
pembobotan faktor-faktornya dapat diikuti
sebagai berikut:
Vegetasi Atau Penutupan Lahan
Untuk tipe vegetasi atau penutupan lahan
pemberian bobot dilakukan dengan berdasarkan
kepada kepekaan tipe vegetasi yang bersangkutan
terhadap terjadinya kebakaran. Nilai bobot 1
diberikan kepada tipe vegetasi yang sangat peka
yaitu yang sangat mudah terbakar, sampai nilai 7
untuk sulit terbakar. Di sini pembobotan mengacu
pada klasifikasi dan pembobotan yang dilakukan
oleh Ruecker (2002), Hoffmann (2000) serta
Barus dan Gandasasmita (1996), seperti terlihat
pada tabel 1.
Untuk peta tentang sebaran tipe vegetasi atau
penutupan lahan di wilayah Kabupaten Kutai
Timur dapat dilihat pada gambar 1.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini antara


lain adalah tersedianya peta/data yang dapat
memberikan informasi keruangan tentang
ancaman/bahaya kebakaran hutan dan lahan, yang
dapat digunakan sebagai bahan dalam menyusun
rencana
pencegahan
dan
mengantisipasi
kemungkinan insiden kebakaran hutan dan lahan
wilayah Kutai Timur.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 88

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Tabel 1. Tipe vegetasi atau penutupan lahan dan


pembobotannya
Tipe Vegetasi atau Penutupan Lahan
Belukar
Belukar rawa
Hutan mangrove primer
Hutan mangrove sekunder
Hutan lahan kering primer
Hutan lahan kering sekunder
Hutan Tanaman Industri
Hutan rawa sekunder
Hutan rawa primer
Perkebunan
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering bercampur dengan semak
Tambak
Tanah terbuka
Pertambangan
Pemukiman/Transmigrasi

Kelas/
Bobot
1
2
6
5
4
2
2
3
4
3
1
2
7
7
6
1

Sumber: Ruecker (2002), Barus dan Gandasasmita


(1996), dan Hoffman (2000).

Kondisi Bekas Kebakaran


Areal bekas kebakaran di Kabupaten Kutai Timur
yang sudah dipetakan adalah kebakaran yang
terjadi pada tahun 1997/1998.
Pemetaan
dilakukan oleh Remote Sensing Services GmbH
German bekerjasama dengan Departemen
Kehutanan dalam Proyek IFFM/gtz. Peta ini juga
telah dibuat dalam bentuk digital sehingga
memudahkan untuk pengolahan selanjutnya.
Peta sebaran areal bekas kebakaran tahun
1997/1998 di wilayah Kabupaten Kutai Timur
dapat dilihat pada gambar 2. Pada peta ini
digambarkan pula sebaran titik-titik panas atau
hotspots yang merupakan kejadian setelah
kebakaran hutan, yaitu mulai tahun 1999 sampai
dengan tahun 2003. Peta tersebut adalah untuk
menunjukkan bahwa areal bekas kebakaran akan
berpotensi untuk kebakaran yang akan datang dan
pada peta ini diklasifikasikan dan diberi
nilai/bobot sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi kondisi bekas kebakaran tahun
1997/1998
Uraian
80% rusak biomas terbakar
80% rusak biomas masih ada
50 80% rusak
25 80 % rusak
25 50 % rusak
Tidak terbakar

Kelas/
Bobot
1
2
3
3
4
5

Nilai bobot 1 dalam sejarah kebakaran adalah


tingkat kebakaran hutan terparah yang akan ,udah
terbakar lagi karena adanya tumpukan bahan
bakar dan berpotensi tertinggi dalam nilai
kerawanan kebakaran hutan/lahan dan sebaliknya
nilai bobot 5 adalah daerah yang tidak terbakar
yang dianggap mempunyai nilai terendah dalam
nilai kerawanannya.
Ketinggian Tempat Dpl
Ketinggian tempat dari permukaan laut diperoleh
dari situs internet US Geological Services, karena
memiliki data yang lengkap dibandingkan dengan
menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia.
Ketinggian tempat di atas permukaan laut
diklasifikasikan
dan
diberi
nilai
bobot
sebagaimana pada Tabel 3. Pada tempat-tempat
yang rendah dikatakan mempunyai potensi yang
tinggi untuk mudah terbakar dan diberi nilai bobot
1, seterusnya pada tempat yang lebih tinggi akan
lebih sulit terbakar, sampai pada tempat tertinggi
diberi nilai bobot 6. Untuk klasifikasi ketinggian
tempat dan nilai bobotnya dapat disebutkan
sebagai berikut:
Ketinggian tempat (dpl)
< 40 m
> 40 m 90 m
> 90 m 130 m
> 130 m 220 m
> 220 m 500 m
> 500 m

nilai bobot
1
2
3
4
5
6

Curah hujan
Pembobotan untuk faktor curah hujan didasarkan
pada peta iklim yang disusun berdasarkan kisaran
curah hujan tahunan rata-rata yang di Kabupaten
Kutai Timur diklasifikasikan dalam 6 kelas.
Untuk wilayah yang paling kering akan lebih
sensitif untuk terbakar, khususnya pada waktu
musim kemarau dan diberi nilai bobot 1, sedang
wilayah yang paling basah tidak akan mudah
terbakar walaupun mengalami musim kemarau
yang panjang..
Klasifikasi kisaran curah hujan di wilayah
Kabupaten Kutai Timur dengan nilai bobotnya
adalah sebagai berikut:

Sumber: Hoffman (2000) dan modifikasi

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 89

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Curah hujan tahunan rata-rata


< 2000 mm
> 2000 mm 2500 mm
> 2500 mm 3000 mm
> 3000 mm 3500 mm
> 3500 mm 4000 mm
> 4000 mm

nilai robot
1
2
3
4
5
6

2.3. Analisis Tumpang Susun


Untuk menghasilkan peta zona-zona (daerah)
bahaya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten
Kutai Timur, dari berbagai peta yang tersedia dan
menunjang dilakukan sintesis terhadap themathemanya yang berkaitan dalam suatu analisis
tumpang susun dengan penilaian zona-zona
bahaya kebakaran.
Peta-peta yang disintesis antara lain:
a. Peta tipe vegetasi/penggunaan lahan
b. Peta kondisi bekas kebakaran hutan dan lahan
tahun 1997/1998.
c. Peta ketinggian tempat (dpl).
d. Peta curah hujan rata-rata tahunan.
e. Peta titik panas (hotspots).
f. Peta administrasi
Sedang untuk pemodelan wilayah Bahaya
Kebakaran Hutan dan Lahan mengacu pada
Sadmono dan Karsidi (1997) dan Hoffman (2000)
sesuai landasan teori dalam Ruecker (2002) serta
aplikasi yang dilakukan oleh Barus dan
Gandasasmita (1996) dengan rumusan sebagai
berikut:
B

= V + T + CH

dimana:
B = bahaya kebakaran hutan dan lahan
V = tipe vegetasi/penggunaan lahan
T = ketinggian
CH = Curah hujan tahunan rata-rata
Kelas bahaya kebakaran hutan dan lahan
ditentukan oleh penjumlahan dari semua
nilai/bobot faktor-faktor (elemen) dalam suatu
analisis tumpang susun. Penyusunan dengan
kisaran tingkat bahaya kebakarannya adalah
sebagai berikut:

Tingkatan bahaya
Sangat tinggi
Tinggi
Menengah/sedang
Rendah

kisaran bobot
3-7
8 - 11
12 - 15
16 - 19

2.4. Evaluasi/Verifikasi
Zona-zone rawan kebakaran dari peta hasil
analisis tumpang susun (overlay) kemudian
dievaluasi atau verifikasi. Verifikasi dilakukan
dengan menggunakan data dan peta titik panas
(hotspots) yang telah diolah Proyek IFFM/gtz dan
Kantor UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan Samarinda, baik yang bersumber dari hasil
penerimaan stasiun penerima satelit NOAA
sendiri di Samarinda, maupun dari Proyek
FFPMP2/JICA
Jakarta
(sipongisubscribe@yahoogroups.com)
dan
National
Environment Agency (NEA) Singapura. Peta
hotspot yang digunakan adalah peta tahun 1999,
2000, 2001, 2002 dan 2003.
Untuk verifikasi lapangan, dilakukan pengecekan
lapangan terhadap titik-titik koordinat batas
kabupaten, sungai, posisi desa dan kondisi
lapangan berdasarkan tingkat kerawanan setelah
pengolahan data dan peta.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Anonim (1998) bahaya kebakaran
didasarkan pada data cuaca, tingkat stress dan
status vegetasi, sehingga lebih berhubungan
kondisi mudahnya terjadi kebakaran. Deeming
(1995) menyebutkan bahaya kebakaran adalah
jumlah dari efek faktor-faktor yang menyebabkan
kemudahan pembakaran.
Dalam identifikasi untuk mengetahui zone-zone
bahaya kebakaran hutan dan lahan di Kutai Timur
dilakukan dengan men-sintesa terhadap peta-peta
vegetasi, ketinggian tempat dari permukaan laut
dan curah hujan.
Dari hasil sintesa yang hasilnya dapat dilihat pada
gambar 5, hasil analisis spasial menunjukkan
lebih kurang 53% wilayah Kutai Timur
mempunyai potensi bahaya kebakaran dengan
tingkat klasifikasi sangat tinggi, sekitar 26%
dengan tingkat klasifikasi bahaya kebakaran
tinggi, sekitar 12% dengan klasifikasi potensi
bahaya kebakaran sedang dan sekitar 7% dengan

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 90

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

potansi bahaya kebakaran hutan dan lahan rendah.


Untuk mengetahui sebaran dari wilayah-wilayah
dengan potensi bahaya kebakaran dapat dilihat
pada gambar 5 yang merupakan hasil utama dari
penelitian ini.
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa
potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di
Kabupaten Kutai Timur sebagian besar sangat
tinggi, potensi ini umumnya terdapat di wilayahwilayah pesisir sebelah timur, dan semakin
menuju ke barat potensi bahaya kebakaran
semakin rendah.
Untuk mengevaluasi hasil peta bahaya kebakaran
kemudian diuji dengan sebaran hotspots yang
telah terjadi Sejas tahun 1999 sampai dengan
2003 seperti yang dapat dilihat pada gambar 6.
Berdasarkan data tersebut secara umum sebaran
hotspots umumnya terjadi pada wilayah atau zone
dengan klasifikasi tingkat bahaya kebakaran hutan
dan lahan tinggi (54%) dan sangat tinggi (45%),
sedangkan pada klasifikasi tingkat bahaya
kebakaran hutan dan lahan yang rendah tidak
ditemukan adanya hotspots.
Hal ini menunjukkan bahwa zone bahaya
kebakaran hutan dan lahan yang dibuat
mempunyai hubungan yang positif atau cukup
erat dengan terjadinya kebakaran vegetasi (hutan
dan lahan), terbukti dengan banyaknya ditemukan
titik panas (hotspots) pada wilayah-wilayah atau
zone-zone bahaya kebakaran baik yang klas
bahaya kebakaran tinggi maupun sangat tinggi.
4. KESIMPULAN
Zone kerawanan kebakaran sangat tinggi dan
tinggi tersebar mulai dari daerah pantai (Timur)
sampai ke tengah wilayah kabupaten, sedangkan
zone kerawanan rendah dan sedang berada di
sebelah Barat Barat Laut dan Utara wilayah
Kabupaten Kutai Timur.
Peta zone bahaya kebakaran hutan dan lahan akan
sangat berguna dalam memberikan informasi
keruangan tentang potensi ancaman bahaya
kebakaran hutan dan lahan, sehingga dapat dibuat
statu sistem peringatan dini pada wilayah tersebut,
khususnya pada saat atau menjelang musim
kemarau dan para pengelola dapat merencanakan

upaya pencegahan dan mengantisipasi insiden


kebakaran.
Bagi pengelola lahan di Kutai Timur, daerah
rawan sangat tinggi dan tinggi berpeluang besar
untuk terjadinya kebakaran vegetasi, oleh karena
itu perlu prioritas kegiatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di
zone-zone tersebut untuk meminimalkan kerugian
terhadap sumberdaya alam dan dampak negatif
lainnya.
Dalam suatu sistem peringatan dini, peta bahaya
kebakaran hutan dan lahan harus selalu
diperbaharui apabila ada perubahan yang
signifikan dalam faktor-faktor penyusunnya,
sehingga relevan dengan kondisi sebenarnya.
Selanjutnya disarankan
dilakukan penelitian
dengan menggunakan jenis dan jumlah faktor
serta pengklasifikasian dan pembobotan faktor
yang dimodifikasi atau dengan luasan wilayah
yang lebih sempit agar diperoleh keakuratan yang
tinggi dan memperkuat hasil penelitiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di
Indonesia, Dampak, Faktor dan Evaluasi. Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup UNDP.
Jakarta.
----------, 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia.
Bogor. Indonesia : Forests Watch Indonesia.
Washington D.C. : Global Forests Watch.
Barus, B. dan K. Gandasasmita, 1996. Penentuan
Zonasi Rawan Kebakaran Pulau Sumatera Tahun
1996 dengan Sistem Informasi Geografi.
Sekretariat Koordinasi Nasional Pengendalian
Kebakaran Lahan. Jakarta.
Deeming. J. E, 1995. Development of A Fire
Danger Rating System for East Kalimantan
Indonesia. Final Report to GTZ. Samarinda.
Hoffman A. A, 2000. Production of a Fire Hazard
Map for East Kalimantan.
Zebris GIS +
Consulting. Tidak Dipublikasikan.
Ruecker, G, 2002. Consulting and Software
Development to Produce a Dynamic Fire Danger
Map for East Kalimantan. IFFM Document
Report (Temporary).

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 91

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Sadmono, H. dan A. Karsidi, 1997. Pengelolaan


Sumberdaya Pesisir dan Laut dengan Teknologi
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis (SIG) di Propinsi Sulawesi Utara.
Dalam : Remote Sensing & GIS Agency for The
Assessment & Applications of Technology. G.
Hardianto, H. Sanjaya & E. Suwardana (Editor)

Solichin, 2002. Fire Threat Analysis in West


Kutai District of East Kalimantan, Indonesia.
Thesis. Max Planck Institute for Chemistry, Fire
Ecology Working Group, Faculty of Forestry,
University of Freiburg.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 92

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Gambar 1. Peta penutupan lahan di Wilayah Kabupaten Kutai Timur

Gambar 2. Peta kebakaran hutan dan lahan dan hotspots di Wilayah Kabupaten Kutai Timur

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 93

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Gambar 3. Peta ketinggian tempat di atas permukaan laut Wilayah Kabupaten Kutai Timur

Gambar 4. Peta curah hujan rata-rata tahunan Wilayah Kabupaten Kutai Timur

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 94

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV


Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Gambar 5. Peta bahaya kebakaran hutan di Wilayah Kabupaten Kutai Timur

Gambar 6. Peta bahaya kebakaran hutan dan sebaran hot spots di Wilayah Kabupaten Kutai Timur

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya, 14 15 September 2005

MBA - 95

Anda mungkin juga menyukai