Anda di halaman 1dari 78

STUDI TENTANG SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) SEBAGAI PENDUGA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT

TAHUN 2003 DAN TAHUN 2004

Oleh : SETYA CANDRA HERYALIANTO E14201054

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

STUDI TENTANG SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) SEBAGAI PENDUGA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2003 DAN TAHUN 2004

Setya Candra Heryalianto

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

RINGKASAN Setya Candra Heryalianto. Studi Tentang Sebaran Titik Panas (HOTSPOT) Sebagai Penduga Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004. Dibimbing oleh Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo M.Agr. Setiap tahun hampir bisa dipastikan di propinsi Kalimantan Barat terjadi kebakaran hutan dan lahan yang seringkali mengkambinghitamkan keadaan iklim sebagai penyebabnya, meskipun diketahui selain faktor alami, faktor manusia sangat berperan dalam terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian, seberapa jauh keadaan alam dapat mempengaruhi terjadinya kebakaran. Dalam hal ini faktor alami tersebut dilihat dari nilai KBDI. Berdasarkan hasil penghitungan jumlah titik panas di Kalimantan Barat tahun 2003 dan tahun 2004, diketahui bulan yang memiliki jumlah titik panas yang ekstrim yaitu bulan Agustus, September dan Oktober. Dengan demikian dapat diduga peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang paling tinggi di propinsi Kalimantan Barat terjadi pada bulan Agustus, September dan Oktober. Pembandingan nilai KBDI dengan jumlah titik panas dilakukan dengan cara grafis dan penghitungan nilai korelasi (r). Pada tahun 2003, terlihat pola grafik jumlah titik panas mengikuti pola rata-rata KBDI bulanan. Begitupun nilai korelasi bernilai sedang serta bertanda positif yang berarti bahwa hubungan antara peningkatan nilai KBDI tidak diikuti dengan penurunan jumlah titik panas. Pada tahun 2004, meskipun memiliki nilai r yang cukup besar, pola grafik menunjukan jumlah titik panas yang tidak lazim dibandingkan dengan peningkatan nilai KBDI. Dari hasil perbandingan ini terlihat bahwa terjadinya kebakaran bukan disebabkan oleh faktor alami. Diduga kebakaran yang terjadi lebih dikarenakan adanya pembakaran hutan, baik untuk pembukaan ataupun penyiapan lahan. Pada areal penutupan lahan didapatkan hasil bahwa HPH memiliki jumlah panas tertinggi untuk tahun 2003 dan pada tahun 2004 puncak sebaran titik panas berada pada perkebunan. Jumlah titik panas di kabupaten tahun 2003 dan tahun

2004 menunjukan bahwa Kabupaten Sintang memiliki jumlah titik panas yang lebih dominan dibandingkan kabupaten lain. Jumlah titik panas yang tinggi selalu diikuti dengan peningkatan nilai KBDI tahunan maupun bulanan, akan tetapi antara besarnya peningkatan nilai KBDI dan jumlah titik panas yang terdeteksi tidak berimbang bahkan tidak lazim. Hal tersebut diduga karena kebakaran yang terjadi di Kalimantan Barat akibat dari pembakaran untuk pembukaan hutan dan lahan.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Kediri pada tanggal 11 Juli 1983 merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Yulianto dan Ibu Mukar Hartati. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1988 di TK Perba Mojoroto Kediri, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Sukorame II Kediri dan lulus pada tahun 1995, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 6 Kediri dan lulus pada tahun 1998. Selanjutnya penulis menjalani pendidikan di SMUN 5 Kediri dan lulus pada tahun 2001. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2004 penulis melakukan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Selamet, KPH Banyumas Timur dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Getas, kampus praktek lapang Universitas Gajah Mada. Pada Bulan Februari-April tahun 2005, penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sebangun Bumi Andalas (SBA) Palembang Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan diantaranya, Forest Manajemen Student Club (FMSC) pada tahun 2002 2003, aktif di organisasi kedaerahan yaitu KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jaya Baya Kediri). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Tentang Sebaran Titik Panas (HOTSPOT) Sebagai Penduga Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 dibawah bimbingan Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan ini dapat diselesaikan. Sholawat beserta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhamad SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian dalam rangka penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Usulan penelitian ini berjudul Studi Tentang Titik Panas (Hotspot) Sebagai penduga Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 Dan Tahun 2004. Di Indonesia bencana kebakaran hutan menjadi langganan setiap tahun di daerah seperti Kalimantan dan Riau. Salah satu kegiatan pencegahan adalah melalui Early Detection System (Sistem Deteksi Dini) yang menggunakan data hotspot. Dengan adanya hotspot maka pengendalian kebakaran hutan dan lahan di lapangan dapat segera dilakukan. Penulis berharap proposal penelitian ini berguna bagi semua pihak. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr yang telah membimbing dari persiapan sampai akhir penyusunan penelitian ini.

Bogor, Agustus 2006

Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ......................................................................................... DAFTAR TABEL. .................................................................................. DAFTAR GAMBAR. .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. ............................................................................. B. Tujuan. ........................................................................................... C. Manfaat. ......................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan. ......................................................................... 1. Pengertian Umum Kebakaran Hutan. ....................................... 2. Tipe Kebakaran Hutan. ............................................................. 3. Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan. .................................. 4. Faktor-faktor Pendukung Kebakaran Hutan. ............................ 5. Dampak Kebakaran Hutan. ....................................................... B. Titik Panas (Hotspot).................................................................... C. Indeks Kekeringan Keetch dan Byram. ........................................ III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian. ...................................................... B. Bahan dan Alat Penelitian. ............................................................ C. Pelaksanaan Penelitian. ................................................................. IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Geografi. ....................................................................................... B. Jenis Tanah. .................................................................................. C. Iklim. ............................................................................................. D. Administrasi Pemerintahan. .......................................................... E. Daerah Rawan Kebakaran. ........................................................... V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. ............................................................................................... B. Pembahasan. ................................................................................... 23 42 21 21 21 21 22 16 16 16 3 3 5 6 7 9 12 14 1 2 2 i iii iv v

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. .................................................................................... B. Saran. .............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA............................................................................... LAMPIRAN.............................................................................................. 43 43 44 46

DAFTAR TABEL No Teks Halaman 15 19 20 36 37

1. Kriteria Kerawanan Kebakaran Berdasarkan KBDI. .......................... 2. Sebaran Titik Panas (Hotspot) di Kalimantan Barat. ............................ 3. Tipe Penggunaan Lahan. ...................................................................... 4. Jumlah Titik Panas Bulanan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 ................................................................................. 5. Jumlah Titik Panas Bulanan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 .................................................................................

DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Segitiga Api ............................................................................................ 4 2. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2001 dan Tahun 2004 .................................................................. 24 3. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 ...................................25 4. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat tahun 2004 .................................... 27 5. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 ..............................................28 6. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten di Propinsi Kalimantan barat Tahun 2004 .............................................. 30 7. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 ........31 8. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Beberapa Kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 ...................32 9. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Tahunan di Propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 dan Tahun 2004 .......................................................... 32 10. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 ............................................................................................. 33 11. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 ............................................................................................. 34 12. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Kabupaten Sintang Kalimantan Barat Tahun 2003 ................................................................ 35 13. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Kabupaten Sintang Kalimantan Barat Tahun 2004 ................................................................ 37 14. Grafik Hubungan Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003.......................... 38 15. Grafik Hubungan Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004.......................... 39

DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman

1. Sebaran Titik panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat ...................... 46 2. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan .................. 47 3. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten ....................... 48 4. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan .................. 49 5. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Beberapa Kabupaten ...................... 50 6. Tabel Contoh Perhitungan KBDI ........................................................... 51 7. Grafik Regresi Linear Hubungan Antara Jumlah Titik Panas Bulanan Dengan Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Bulanan............................... 52 8. Nilai KBDI Tujuh Stasiun Pengamatan Cuaca Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004.......................................................... 53

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah dari Allah SWT yang diciptakan untuk dimanfaatkan dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Pemanfaatan hutan harus berjalan beriringan dengan pemeliharaan maupun perawatannya, sehingga keberadaanya akan tetap dirasakan. Hutan sebagai aset bangsa memiliki pencerahan bagi kehidupan dimasa yang akan datang. Kelestarian hutan merupakan jaminan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Dunia kehutanan yang pada saat ini mengalami degradasi baik area hutan maupun sumberdaya manusia pengelola hutan memerlukan pemulihan dan perbaikan yang mengarah pada manajemen hutan yang berkelanjutan. Dengan pengelolaan hutan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya maka nilai fungsi dari kehutanan akan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam rangka menuju kesejahteraan yang berkeadilan. Luas hutan saat ini sangat menurun drastis, hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan memelihara hutan sangat kurang. Hutan yang memiliki fungsi serbaguna, bermanfaat hasilnya baik berupa kayu maupun non kayu, perlindungan terhadap banjir, erosi dan flora-fauna serta jasa yang dapat dijadikan wisata, persediaan oksigen dan lain-lain harus dipertahankan keberadaannya. Hutan yang memiliki fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas sebagai akibat dari terjadinya gangguan baik secara alami maupun buatan, salah satu gangguan yang terjadi adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang terjadi, telah menimbulkan dampak ekonomi yang sangat merugikan serta kerusakan ekosistem yang membawa dampak yang sangat luas bagi kehidupan manusia, tidak hanya secara nasional tetapi juga berpengaruh secara global, misalnya asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut tidak hanya terasa di Indonesia tetapi juga telah menyebar ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam dan Filipina. Kabut asap ini mengganggu transportasi udara dan laut serta meningkatkan polusi udara.

Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kejadian kebakaran hutan maka perlu dilakukan usaha pengendalian secara terus-menerus. Upaya pengendalian ini meliputi kegiatan pencegahan (Prevention) yang dilakukan sebelum kebakaran terjadi dan kegiatan pemadaman (Supression) yang dilakukan setelah terjadi kebakaran. Salah satu kegiatan pencegahan kebakaran hutan adalah melalui Early Detection System (Sistem Diteksi Dini) dengan menggunakan data hotspot. Hotspot merupakan titik panas yang dapat dimonitor oleh satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang dilengkapi dengan sensor Advance Very High Resolution Radiometer (AVHRR) untuk suhu 37oC dan 42oC, pada hotspot bisa terdapat titik api dengan suhu 350oC. Pemantauan hotspot dengan menggunakan satelit sangat tergantung pada penutupan awan, sehingga tidak semua hotspot terpantau oleh satelit. Dengan adanya Hotspot maka pengendalian kebakaran hutan dan lahan di lapangan dapat segera dilakukan.

B. Tujuan 1. Untuk mempelajari sebaran titik panas (Hotspot) sebagai penduga terjadinya kebakaran hutan dan lahan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003-2004. 2. Membandingkan sebaran titik panas (Hotspot) dengan nilai indek kekeringan Keetch-Byram (KBDI-Keetch and Byram Drought Index).

C. Manfaat 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang daerah-daerah dan penggunaan lahan yang memiliki sebaran hotspot yang tinggi, yang diduga sebagai daerah yang rawan akan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di propinsi Kalimantan Barat. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pengendalian kebakaran hutan dan lahan melalui Early Detection System (Sistem Diteksi Dini) di propinsi Kalimantan Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. KEBAKARAN HUTAN 1. Pengertian umum kebakaran hutan Kebakaran hutan secara umum merupakan kejadian alam dari proses reaksi secara cepat dari oksigen dengan karbohidrat (bahan bakar hutan) ditandai dengan panas serta biasanya menghabiskan bahan bakar hutan seperti serasah, tumbuhan bawah, semak-semak, dan pepohonan. Ciri penting dari kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan menyebar secara bebas (Brown dan Davis, 1973). US Forest Service (1956) dalam Brown dan Davis (1973) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan bakar hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting, kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan, serta pohon-pohon besar untuk tingkat terbatas. Kebakaran adalah fenomena alam yang merupakan kebalikan dari proses fotosintesis. Proses Fotosintesis : CO2 + H2O + Energi matahari Proses Pembakaran : (C6H12O6) n + O2 + Kindling temperature Clar dan Chatten (1954) CO2 + H2O + Energi Panas ada tiga unsur yang menjelaskan ( C6H12O6 ) n + O2

mempengaruhi terjadinya api kebakaran yaitu bahan bakar, oksigen dan sumber panas. Ketiga kombinasi ini sering disebut segitiga api.

Sumber Panas

API

Oksigen (O2)

Bahan Bakar Gambar 1. Segitiga Api ( Clar dan Chatten, 1954 )

Prinsip segitiga api ini merupakan dasar dalam strategi penanggulangan kebakaran hutan. (De Bano. et. al, 1998) menyatakan fase kebakaran hutan terdisi dari : a. Fase Pre-Ignition (fase pra pemanasan) Bahan bakar mulai terpanaskan, kering dan mulai mengalami pirolisis yaitu terjadi pelepasan uap air, CO2 dan gas-gas yang mudah terbakar termasuk methane, methanol dan hidrogen. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari endotermic (memerlukan panas) menjadi exothermic (melepaskan panas). Bahan bakar kayu busuk (rotten Wood) menghasilkan panas yang berbeda dibanding dengan kayu sehat (sound wood) yaitu dibawah 150oC. Proses eksotermik mencapai puncak dari suhu 300-400oC pada kayu sehat (sound wood) pelepasannya lebih banyak daripada kayu busuk (rotten wood). Ini bisa membantu menerangkan pada kayu busuk (rotten wood) pemanasannya lebih mudah disebabkan oleh petir atau bunga api dari sistem energi. b. Fase Flamming combustion Pirolisis melaju dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar dan uap air mengakibatkan pirolisis meningkat di sekitar bahan bakar termasuk O2 dan pambakaran terjadi selama ini. Api mulai menyala dan dapat merambat dengan cepat akibat hembusan angin dan gas-gas yang pada tahap flamming mudah terbakar menandai penyalaan bahan bakar. Gas-gas mudah menyala lebih cepat dihasilkan dan reaksi kimia menjadi proses eksotermik yang lebih kuat mencapai puncak sekitar suhu 320oC. Meskipun gas-gas lebih mudah menyala pada suhu diatas 320oC, gas-gas tersebut tidak akan menyala bahkan ketika bercampur dengan udara pada suhu 425oC-480oC. Suhu maksimum yang bisa dihasilkan oleh pembakaran gas-gas dari wildland fuels yaitu antara 1900oC dan 2000oC dengan campuran gas dan udara yang ideal. c. Fase Smoldering Terdapat dua zona yang merupakan karakteristik dari fase ini yaitu zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan zona arang dengan pelepasan hasil pembakaran yang tidak terlihat. Laju penjalaran api mulai menurun karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang dapat

terbakar dalam jumlah yang cukup dan pada laju yang dibutuhkan untuk pembakaran yang dahsyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi ke dalam asap. Proses ini menyebar lambat, sekitar 3 cm/jam (1 inch/jam). Proses ini bisa menaikkan temperatur tanah mineral diatas 300oC untuk beberapa jam dengan suhu maksimum sekitar 600oC yang menyebabkan dekomposisi bahan organik dan kematian organisme tanah. d. Fase Glowing Fase ini merupakan fase akhir dari smoldering. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing, sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase ini adalah CO, CO2 dan abu sisa pembakaran. e. Fase extinction Suatu kebakaran akhirnya berhenti bila semua bahan bakar yang tersedia telah dikonsumsi. Tiga tahap proses kebakaran pada pohon menurut Chandler et,al. (1983) : 1. Penyerapan panas (endoterm), dimana bahan bakar menyerap panas sampai mencapai titik bakar. 2. Peningkatan suhu disertai penguapan air dan hancurnya molekul pada jaringan pohon dan melepaskan kandungannya yang mudah menguap. 3. Pelepasan panas (eksoterm), bahan bakar selulosa terbakar melepas panas. Bahan bakar yang ada di lantai hutan umumnya terdiri dari serasah, sisasisa kayu dan berbagai jenis tumbuhan bawah. Tiap jenis tumbuhan bawah memiliki reaksi yang berbeda terhadap pemanasan sinar matahari, ada yang cepat kering dan ada yang agak lambat.Volumenya bervariasi, ada yang besar, sedang dan kecil. Oleh karena itu kecepatan menjalarnya api dan besarnya api sangat tergantung dari keadaan bahan bakar tersebut. (Ruswandy dan Pohan,1981). 2. Tipe Kebakaran Hutan Menurut lokasi terjadinya kebakaran hutan, Brown dan Davis (1973) membedakan kebakaran hutan menjadi tiga, yaitu :

a. Kebakaran Bawah (Ground Fire) Kebakaran bawah adalah kebakaran hutan yang mengkonsumsi bahan organik dibawah permukaan tanah pada lantai hutan. Dengan adanya materi organik yang sangat dalam, seperti dalam lapisan tanah yang sedang membusuk dan dalam lumpur gambut, dibawah kondisi kering, api mungkin dapat mencapai dan menjalar beberapa kaki dibawah permukaan tanah. Kebakaran tipe ini dicirikan dengan adanya bara yang menjalar perlahan, tanpa adanya nyala dan dengan sedikit asap. Kebakaran tipe ini sulit Apabila kelembaban diketahui, sehingga sulit juga untuk ditanggulangi. kebakaran permukaan. b. Kebakaran Permukaan (Surface Fire) Kebakaran permukaan merupakan kebakaran yang mengkonsumsi bahan bakar permukaan seperti serasah dan vegetasi-vegetasi kecil yang ada di permukaan lantai hutan. Kebakaran jenis ini paling sering terjadi pada tegakan hutan dari semua jenis pohon. Kebakaran ini dapat menjalar pada vegetasi yang lebih tinggi bahkan sampai pada tajuk pohon, sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Kebakaran atas (Crown Fire) Kebakaran atas atau kebakaran tajuk adalah kebakaran yang berkembang dari bagian atas pohon yang satu ke tajuk pohon yang lainnya, dan berasal dari kebakaran permukaan yang menjalar kearah tajuk permukaan pohon. Dalam tegakan hutan yang rapat pada kondisi tanah yang curam dan dengan tiupan angin yang cepat, kebakaran tajuk dapat pula menyebabkan kebakaran permukaan. 3. Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan Kebakaran hutan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Secara alam kebakaran dipengaruhi oleh beberapa faktor alam yang berkaitan, yaitu iklim (kemarau panjang, petir dan daya alam lainnya), jenis tanaman (misalnya pinus mengandung resin), tipe vegetasi (alang-alang, hutan terbakar, hutan-hutan monokultur tertentu), bahan-bahan

bahan bakar memungkinkan, kebakaran bawah ini sering diikuti oleh

sisa vegetasi (serasah, ranting kering), humus dan lain-lain (Direktorat Perlingdungan Hukum, 1983 dalam Frangky, 1999). Sedangkan Suratmo (1983) dalam Frangky (1999) menyatakan bahwa penyebab kebakaran hutan pada umumnya adalah : 1. Dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 2. Api berasal dari ladang yang berdekatan dengan hutan. 3. Bara dari kereta api. 4. Api dari pekerja hutan dan penebang pohon. 5. Api dari perkemahan (api unggun). 6. Petir. 7. Lain-lain sebab, misalnya api dari gunung berapi. 8. Tidak diketahui penyebabnya. 4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kebakaran Hutan a. Jenis Bahan Bakar Hawley dan Stickel (1948), membagi bahan bakar hutan berdasarkan potensinya dalam menimbulkan kebakaran ke dalam 7 kelompok, yaitu : 1. Pohon hidup yang menyusun hutan tersebut. 2. Semak belukar. 3. Rumput tanaman penutup tanah. 4. Serasah dan humus. 5. Dahan mati dan lumut yang terdapat pada pohon hidup. 6. Pohon mati yang masih berdiri. 7. Sisa pembalakan. Chandler et,al. (1983) mengatakan bahwa bahan bakar berdasarkan lapisannya dapat dikelompokkan menjadi : 1. Bahan Bakar Bawah (Ground Fuels) Bahan bakar ini terdiri dari duff dan akar-akaran, letaknya berada didalam bumi yang telah telah terakumulasi selama beberapa tahun dan berasal dari mineral yang jatuh. Memiliki sifat kekompakan yang tinggi dan sebagian didekomposisi yang mengakibatkan api menjalar lambat dengan nyala yang sedikit.

2. Bahan Bakar Permukaan (Surface Fuels) Bahan bakar ini berupa bahan bakar herba seperti rumput dan pakupakuan. Bahan bakar tersebut memiliki perbedaan yang mencolok karena tidak sama dengan bahan bakar bawah. Bahan bakar ini sebelumnya merupakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah tersebut dan lebih merupakan hasil proses biologi dibanding proses mekanik kebakaran rumput-rumputan lebih cepat menjalar dibanding kebakaran yang lainnya. 3. Bahan Bakar Pertengahan (Middle Fuels) Bahan bakar yang berupa semak-semak dan pohon-pohon lain yang mempunyai tinggi lebih dari 2 meter dari tinggi total atau tinggi bebas cabang atau daun yang berada 1 meter dari permukaan tanah. Tumbuhtumbuhan ini mempunyai peranan yang penting dalam mengalihkan api ketajuk-tajuk pohon hutan. 4. Bahan Bakar Tajuk (Aerial Fuels) Bahan bakar ini berupa daun, ranting, dan cabang-cabang kecil. Umumnya bahan bakar tersebut merupakan bahan bakar hidup dan mempunyai kelembaban yang tinggi sehingga bahan bakar tersebut tidak akan terbakar kecuali dibakar dalam periode waktu yang lama. b. Iklim Mikro Dalam Hutan Musim kemarau yang panjang menyebabkan berkurangnya kelembaban vegetasi, sehingga pemasukan panas yang rendah pun dapat menyebabkan kebakaran yang hebat. Pemanasan menyebabkan evaporasi, mengeringnya material tanaman, meningkatnya suhu hingga 200oC serta terbentuknya gasgas yang mudah terbakar dan kebakaran akan meningkat secara cepat karena adanya panas yang dilepaskan dari kebakaran serasah (Nao, 1982). c. Topografi Istilah topografi mengandung pengertian sebagai seluruh permukaan bumi terutama yang berhubungan dengan bentukan perbukitan, dataran dan aliranaliran air (Clar dan Chatten, 1954). Ketinggian tempat, letak lereng, dan kondisi permukaan tanah berpengaruh pada penjalaran dan kekerasan pembakaran. Pada daerah yang tidak rata dimana frekuensi dan variasi dari topografi cukup besar, maka penyebaran kebakaran tidak teratur (Hawley dan

Stickel, 1948). Pada lereng yang curam, api membakar dan menghabiskan dengan cepat tumbuhan yang dilaluinya, dan api akan menjalar lebih cepat kearah menaiki lereng. Sebaliknya api yang menjalar kebawah lereng, akan padam jika melalui daerah lembab yang sering mempunyai kadar air yang tinggi (Clar dan Chatten, 1954). d. Waktu Terjadinya Kebakaran Hutan Menurut Saharjo (1999), pada pagi hari dengan suhu yang relatif rendah (18-22oC), kelembaban relatif tinggi (95-100%), maka tingkat kadar air bahan bakar juga akan relatif tinggi (>40%), sehingga api sukar untuk menjalar bila kebakaran berlangsung. Selain itu pola kebakaran yang terjadi relatif tidak berubah dari bentuk lingkaran ini karena kecepatan angin relatif stabil atau boleh dikatakan tidak terlalu berpengaruh. Sementara itu pada siang hari dengan suhu udara yang relatif tinggi sekitar 35oC, kelembaban relatif 7080%, kecepatan angin sekitar 60 meter/menit, dan tentu saja kadar air bahan bakar yang relatif rendah (<30%), membuat proses pembakaran relatif cepat dengan berubah-ubah arah, intensitas kebakaran tinggi membuat bentuk kebakaran yang terjadi tidak beraturan. Bagi bahan bakar yang mengandung kadar air cukup tinggi (>30%), maka relatif memerlukan energi panas yang cukup tinggi guna mencapai temperatur penyalaan. 5. Dampak Kebakaran Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997). Menurut Chandler et,al. (1983) dan Oemijati (1986), kebakaran hutan banyak memberikan pengaruh pada areal tersebut yaitu terhadap tanah, udara, iklim (terutama iklim mikro), vegetasi, margasatwa, ekosistem. Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/1998 menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan

hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut asap juga mencemari udara dan meningkatkan kadar gas rumah kaca. Menuurut Hawley dan Stickel (1948), kebakaran hutan menimbulkan dampak antara lain : 1. Kerusakan terhadap pohon yang terbakar. Hal ini dikarenakan suhu kebakaran tinggi sempat membakar jaringan kambium dari pohon secara melingkar, sehingga pohon tersebut mati atau setengah mati. Pada bagian pohon yang terbakar biasanya mengalami luka yang parah sehingga sangat mudah untuk roboh. 2. Kerusakan terhadap anakan pohon. Kebakaran akan mematikan anakan pohon yang ada di hutan karena suhu yang tinggi. 3. Gangguan terhadap tanah hutan biasanya terjadi pada sifat fisik dan kimia tanah, karena dengan terbukanya tajuk hutan, sinar matahari akan langsung mengenai tanah sehingga tanah akan sulit meresapkan air dan efek panas dari api dan pengaruh abu. 4. Penurunan produktifitas hutan karena banyak kayu-kayu yang terbakar, sehingga nilainya secara ekonomis menurun. 5. Penurunan dari segi nilai rekreasi dan keindahan. 6. Turunnya kesejahteraan penduduk sekitar hutan karena sumberdaya yang sering mereka gunakan sering terbakar, sehingga kehidupan sehari-hari kurang terpenuhi. 7. Berkurangnya sumber makanan ternak yang biasanya terdapat di areal hutan, karena setelah terbakar sumber makanan tersebut sulit diperoleh. Suksesi pada areal kebakaran biasanya diawali dengan munculnya rerumputan yang diikuti oleh semak dan pepohonan. Kebakaran hutan yang hebat dapat menyebabkan matinya mikroorganisme pada kedalaman sekitar 7 cm dari permukaan tanah. Pengaruh kebakaran pada mikroorganisme invertebrata dan vertebrata berubah setiap saat, tetapi pengaruh yang paling dominan adalah

mengubah habitat mereka. Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada tipe kebakaran dan tipe vegetasinya (Fuller, 1991). Menurut Haeruman (1980), satwa liar yang terpengaruh secara langsung oleh kebakaran hutan adalah hewan-hewan yang mempunyai kemampuan terbatas untuk berpindah jauh atau bergerak cepat dan hewan yang hanya tahan terhadap kondisi suhu dan kelembaban tertentu seperti serangga dan amfibia. Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda. Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan. Perusakan serasah atau lapisan penutup tanah akibat ganasnya api atau mekanisme lainnya akan menyebabkan perubahan yang dramatis di dalam suplai makanan, kandungan air, suhu dan pH tanah, yang mengurangi sepertiga jumlah fauna tanah (Pearse, 1946). Serasah membantu tanah dalam mempertahankan tingginya tingkat kelembaban yang bertanggung jawab terhadap kestabilan temperatur sehingga tubuh hewan yang hidup di dalam tanah tidak kehilangan kelembaban (Pearse, 1946). Kebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme) tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan mikroorganisme tanah misalnya : mikorisa yang dapat

meningkatkan ketersediaan unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh. Selain itu, bakteri penambat (fiksasi) nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi nitrogen akan menurun (Kantor Meneg L.H., 1998; Setjamidjaja dan Wirasmoko, 1994). Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan serasah saat kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan membuat mikroorganisme mati, karena sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki adaptasi suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu bertahan hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi menjadi terhenti.

B. TITIK PANAS (HOTSPOT) Menurut Anderson, et,al. (1999), pada awalnya hotspot diidentikkan dengan titik api, namun dalam kenyataannya tidak semua hotspot mengindikasikan adanya titik api. Istilah hotspot lebih tepat bila bersinonimkan dengan titik panas. Sebuah titik panas merupakan satu pixel pada potret satelit adalah suatu areal 1.1 km2, dimana tinggi temperatur permukaannya mengindikasikan adanya kebakaran. Panas permukaan tersebut diukur oleh satelit NOAA yang dilengkapi oleh sensor-sensor radiometer mutakhir beresolusi sangat tinggi (Fire Fight South East Asia, 2002). Hotspot adalah titik panas yang diindikasikan sebagai lokasi kebakaran hutan dan lahan. Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit. Cara diteksi terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah dengan pengamatan titik panas (hotspot). Titik panas (hotspot) dapat diditeksi dengan satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang dilengkapi sensor AVHRR (Advenced Very Hight Resulation Radiometer). Dalam menditeksi kebakaran hutan, satelit NOAA tidak menditeksi kebakaran (suhu) secara langsung namun yang diditeksi adalah hotspot.

Titik panas (hotspot) dapat diditeksi dengan satelit NOAA yang dilengkapi sensor AVHRR yang bekerja berdasarkan pancaran energi thermal dari objek yang diamati dari suatu areal yang bersuhu 42oC. Satelit ini sering digunakan untuk penditeksian wilayah tersebut karena salah satu sensornya yang dapat membedakan suhu permukaan di darat atau laut. Kelebihan lain adalah seringnya satelit-satelit tersebut mengunjungi tempat yang sama dua kali sehari siang dan malam, keuntungan lainnya adalah harga yang murah. Sebuah titik panas (hotspot) dapat mencerminkan sebuah areal yang mungkin terbakar sebagian atau seluruhnya karena itu tidak menunjukkan secara pasti seberapa besar areal yang terbakar. Jumlah titik panas (hotspot) dapat sangat bervariasi dari suatu pengukuran selanjutnya tergantung dari waktu pengukuran pada hari itu (aktivitas api berkurang pada malam hari dan paling tinggi pada sore hari), cuaca (sensor yang digunakan tidak dapat menembus awan dan asap) dan organisasi apa yang memberikan data tersebut (tidak terdapat standar ambang batas temperatur atau suhu untuk mengidentifikasikan titik panas) (Fire Fight South East Asia, 2002 dalam Wardani, 2004). Titik panas (hotspot) hanya memberikan sedikit informasi apabila tidak didukung oleh analisa dan interpretasi lanjutan. Kelompok titik panas (hotspot) dan atau titik panas (hotspot) yang berjumlah besar dan berlangsung secara terus menerus adalah indikator yang baik untuk kebakaran (titik api). Data titik panas (hotspot) bermanfaat apabila dikombinasikan dengan informasi-informasi seperti mengenai penggunaan lahan, penutupan tanaman, habitat binatang atau peta-peta lainnya. Kesalahan bias atau geografi dari sebuah titik panas (hotspot) dapat sampai sejauh 3 km (Fire Fight South East Asia, 2002 dalam Wardani, 2004). Areal-areal Hotspot meliputi sebagai berikut (Malingreau, 1998) : a. Areal dengan deforestasi yang baru terjadi atau tengah terjadi sekarang menghubungkan kombinasi kecepatan atau intensitas yang berbeda dari perubahan penutupan hutan (tinggi, sedang dan rendah) dan keadaan penutupan hutan yang berbeda (rapat, terpecah-pecah dan kerapatan rendah). b. Areal-areal yang memiliki resiko perubahan penutupan lahan yang tinggi.

Menurut Solichin (2004), data hotspot sebaiknya diartikan sebagai indikasi adanya kemungkinan kebakaran yang harus dianalisa, dimonitor, dan terkadang perlu di chek kelapangan untuk mengetahui apakah diperlukan tindakan penanggulangan dini (innitial attack) khususunya pada saat musim kering, dimana penyebaran api akan sangat cepat. Menurut Handhadari (2002) dalam Wardani (2004), meskipun disebut titik panas (hotspot), tidak semua hotspot merupakan actual fire (api sebenarnya) di lapangan. Bahkan, beberapa data tangkapan titik api dapat saja keliru di lapangan. Satelit NOAA-AVHRR, JICA atau Departemen Kehutanan mengekstraksi titik panas menggunakan dua algoritme, yaitu contextual algoritm untuk menangkap data di siang hari pada ambang temperatur 42oC dan simple algoritm untuk menangkap data di siang hari pada temperatur 37oC. Beberapa kelemahan tetap melekat pada satelit NOAA. Salah satunya adalah sensor tidak dapat menembus awan, asap atau aerosol. Kelemahan tersebut akan sangat merugikan bila kebakaran besar terjadi sehingga wilayah tersebut tertutup asap. Kejadian itu sangat sering terjadi dimusim kebakaran, sehingga jumlah hotspot yang terditeksi jauh lebih rendah dari yang seharusnya. Karena itu analisis lanjutan sangat diperlukan untuk mengidentifikasi apakah hotspot merupakan kebakaran atau pembakaran, atau terletak diwilayah yang memiliki resiko kebakaran sangat tinggi seperti lahan gambut dan lain sebagainya. Analisa dapat dilakukan dengan melakukan overlay antar data hotspot dan data atau peta penggunaan lahan atau data penutupan lahan dengan sistem informasi geografis. Biasanya hotspot yang terletak di daerah pemukiman atau tranmigrasi hanya merupakan pembakaran untuk penyiapan ladang. Dalam hal ini, hotspot hanya mengidentifikasikan terjadinya panas atau bila hotspot terjadi di wilayah seperti HPH, HTI atau perkebunan, maka kemungkinan besar kebakaran (dengan asumsi, perusahaan tidak melakukan pembakaran karena dilarang) (Fire Fight South East Asia, 2002 dalam Wardani, 2004).

C. INDEKS KEKERINGAN KEETCH DAN BYRAM (KBDI) Indeks kekeringan adalah nilai yang mewakili pengaruh bersih (net) evapotranspirasi dan presipitasi dalam menghasilkan defisiensi kelembaban

kumulatif pada serasah tebal atau lapisan tanah bagian atas. Indeks kekeringan merupakan jumlah yang berkaitan dengan daya nyala (flammability) bahan-bahan organik pada tanah (Deeming,1995). Sistem bahaya kebakaran ini dikembangkan oleh John E. Deeming tahun 1995 yang didasarkan pada indeks musim kemarau Keetch-Byram (KBDI-Keetch Byram Drought Indek). Sistem ini dikembangkan di Amerika Serikat tahun 1968 sampai sekarang, tetapi KBDI telah diterapkan pula dengan beberapa modifikasi oleh orang-orang Australia dan negara lain yang sebagian besar beriklim tropis (Deeming, 1995). Menurut Keetch dan Byram (1968) dalam Affan (2002), formulasi yang digunakan untuk menghitung nilai KBDI, sebagai berikut : KBDIT = ( KBDIY 10*Chnet) + DFT Dimana : KBDIT : Indeks kekeringan hari ini KBDIY : Indeks kekeringan kemarin Chnet : Curah hujan bersih DFT : Faktor kekeringan hari ini Untuk menghitung KBDI pada daerah tertentu harus dimulai pada posisi tertentu harus dimulai pada posisi nol, yaitu pada saat satu hari setelah masa hujan dengan curah hujan sebanyak 150 200 mm dalam seminggu. Dari kemungkinan KBDI menunjukkan kemungkinan terjadinya kebakaran Affan (2002). Kisaran nilai KBDI 2000 tersebut kemudian dibagi menjadi tiga sub kisaran. Setiap sub kisaran menunjukkan kelas sifat bahaya kebakaran. Tabel 1. Kriteria Kerawanan Kebakaran Berdasarkan Indeks Kekeringan KeetchByram Interval kelas Keterangan 0 - 999 1000 - 1499 1500 - 2000 Sifat Kelas Rendah Sifat Kelas Sedang Sifat Kelas Tinggi yang diekspresikan melalui nilai indeks yang berkisar dari 0 2000 (Keetch dan Byram, 1988) dalam

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2006 hingga Juni 2006.

B. Bahan dan Alat Penelitian Pengumpulan bahan-bahan penelitian bersumber dari Japan International Co-operation Agency (JICA), Badan Meteorologi dan Geofisika dan Departemen Kehutanan Jakarta. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian adalah berupa data sekunder, sebagai berikut : 1. Data Hotspot bulanan di propinsi Kalimantan Barat mulai bulan Januari 2003 sampai Desember 2004. 2. Data Hotspot bulanan di beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat mulai bulan Januari 2003 sampai bulan Desember 2004. 3. Data Hotspot bulanan pada penutupan lahan yang ada di propinsi Kalimantan Barat mulai bulan Januari 2003 sampai bulan Desember 2004. 4. Data suhu udara maksimum, curah hujan dan kelembaban udara harian untuk mandapatkan nilai KBDI skala harian selama dua tahun (20032004) dari tujuh stasiun cuaca di propinsi Kalimantan Barat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis dan perangkat lunak Microsoft Office 2000 dan Minitab versi 11.

C. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengolahan data. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara menganalisis data titik panas dan data suhu maksimum, kelembaban udara serta curah hujan untuk mendapatkan indeks kekeringan Keetch Byram (KBDI). Tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Penghitungan jumlah titik panas bulanan propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 - 2004.

b. Penghitungan jumlah titik panas bulanan pada areal penutupan lahan (HPH, HTI, perkebunan, hutan lindung, hutan suaka alam dan hutan wisata serta areal transmigrasi tahun 2003 2004. c. Penghitungan jumlah titik panas bulanan pada beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 2004. d. Penghitungan jumlah titik panas tahunan pada areal penutupan lahan tahun 2003 2004. e. Penghitungan jumlah titik panas tahunan pada beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 2004. f. Penghitungan jumlah titik panas tahunan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 2004. g. Penghitungan nilai korelasi antara peringkat bahaya kebakaran bulanan yang telah dikonversi menjadi angka dengan jumlah titik panas bulanan. Nilai korelasi untuk masing-masing tahun, dihitung dengan rumus (Putri, 2004) :

r=

X Y ( X )(Y ) / n [ X ( X ) / n][Y (Y )
1 1 1 1 2 i 2 i i i

/ n]

Keterangan : Xi = Peringkat bahaya kebakaran bulan ke-i tahun ke-j Yi = Jumlah Titik Panan bulan ke-i tahun ke-j n = Jumlah bulan (12) Besarnya nilai r berkisar antara -1 r 1 dimana jika nilai r mendekati +1 atau -1 maka hubungan antara kedua peubah itu kuat, serta terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya (Walpole, 1993). Penghitungan indeks kekeringan menggunakan Indeks Kekeringan KeetchByram. Perhitungan bahaya kebakaran ini dilakukan secara manual, dengan menggunakan data suhu maksimum, kelembaban udara dan curah hujan harian. Nilai KBDI yang dihitung adalah nilai KBDI propinsi Kalimantan Barat serta kabupaten-kabupaten yang memiliki curah hujan terbesar pada tahun 2003-2004. Tahapan penghitungan nilai KBDI (Deeming, 1995) adalah sebagai berikut :

a. Indeks kekeringan hari kemarin (IKHK). Didapatkan dari indeks kekeringan hari terakhir bulan sebelumnya. Jika data tidak tersedia maka dilakukan penjumlahan curah hujan selama satu minggu berturut-turut sehingga curah hujan mencapai nilai sebesar kurang lebih 150 mm, dan indeks kekeringan hari tersebut adalah 0 (nol). b. Curah hujan 24 jam, didapatkan curah hujan 24 jam dari stasiun yang melaporkan. c. Curah hujan 24 jam kumulatif dari curah hujan 24 jam. jika nilai curah hujan 24 jam adalah 0 maka nilai curah hujan kumulatif juga akan bernilai 0. nilai yang dimaksud adalah nilai curah hujan hari pertama setelah periode tidak ada hujan, hari kedua dan selanjutnya hingga curah hujan mencapai 5 mm. jika telah mencapai nilai 5 mm tidak perlu dikumulatifkan. d. Curah hujan 24 jam bersih (netto). Nilai ini didapatkan dengan mengurangi curah hujan kumulatif 24 jam dengan 5 mm, bila nilainya kurang dari 5 mm maka ditulis 0. e. IKHK dikurangi 10 x curah hujan netto. Nilainya didapatkan dari hasil pengurangan IKHK dengan 10 x curah hujan netto, jika hasilnya bernilai negatif maka dituliskan 0. f. Faktor kekeringan. Didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Putri, 2004) :
FK = (2000 IKHK) x(0.967EXP(0.0875xT max+ 1.552) 8.299) x0.01 + 0.5 1.0 + 10.88EXP(0.00175xR)

Keterangan : FK = Faktor kekeringan IKHK = Indeks kekeringan Keetch Byram hari kemarin Tmax = Suhu udara maksimum (0C) R = Curah hujan tahunan (mm) g. Indeks kekeringan hari ini. Parameter ini dihitung dengan cara menjumlahkan nilai faktor kekeringan dengan nilai IKHK yang telah dikurangi 10 x curah hujan netto.

h. Kelas bahaya kebakaran ditentukan dengan cara mengelompokkan nilai KBDI kedalam interval kelas bahaya kebakaran. 2. Analisis Data Tahap-tahap analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Membandingkan nilai KBDI dengan jumlah titik panas bulanan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 2004. b. Membandingkan nilai KBDI dengan jumlah titik panas bulanan di kabupaten kabupaten yang memiliki sebaran titik panas tertinggi tahun 2003 2004. c. Analisis terhadap kejadian titik panas pada penggunaan lahan yang memiliki areal penutupan lahan terbanyak di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 2004. Tabel 2. Sebaran Titik Panas (Hotspot) Propinsi Kalimantan Barat Bulan 2003 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Jumlah Titik Panas 2004 Jumlah Rata-rata

Tabel 3. Tipe Penggunaan Lahan. Tahun 2003 Jenis Areal Penggunaan Lahan Jumlah Titik Panas

Tahun 2004 Jenis Areal Penggunaan Lahan Jumlah Titik Panas

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Geografi Propinsi Kalimantan Barat terletak antara 2o08' Lintang Utara dan 3o05' Lintang Selatan serta 108o 114o10' Bujur Timur dengan luas wilayah 146.807 km2 atau 14.680.700 Ha. Propinsi ini memiliki batas wilayah di sebelah utara dengan Malaysia Timur (Sarawak), di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah timur berbatasan dengan dengan propinsi Kalimantan Tengah dan propinsi Kalimantan Timur dan di sebelah barat 2004). B. Jenis Tanah Jenis tanah yang dijumpai di Kalimantan Barat adalah podzolik merah kuning (PMK), komposisi podzolik merah kuning (KPMK), organozol, glei, humus, aluvial, latozol, dan reguzol (http://Mofrinet.cbn.net.id/informasi/propinsi/kalbar/umum-kalbar.Html, 2004). C. Iklim Kisaran curah hujan tahunan propinsi Kalimantan Barat sekitar 2.9003.600 mm, rata-rata hari hujan 120-150 hari, distribusi hujan tetap tinggi, yaitu diatas 100 mm per bulan, yang jatuh pada bulan Juni sampai Agustus, bulan lainnya merupakan bulan basah. Fluktuasi suhu rata-rata adalah 22oC 23oC, dengan rata-rata suhu siang hari 29oC (http://Mofrinet.cbn.net.id/informasi/propinsi/kalbar/umum-kalbar.Html, 2004). D. Administrasi Pemerintahan Wilayah Kalimantan Barat terbagi atas 6 kabupaten (Pontianak, Sambas, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu dan Ketapang) dan satu kotamadya (Pontianak). Propinsi ini memilki 108 kecamatan, 1.297 desa dan 58 berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata (http://Mofrinet.cbn.net.id/informasi/propinsi/kalbar/umum-kalbar.Html,

kelurahan

(http://Mofrinet.cbn.net.id/informasi/propinsi/kalbar/umum-

kalbar.Html, 2004). E. Daerah Rawan Kebakaran Daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2001 di propinsi Kalimantan Barat antara lain Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Landak dan Kabupaten Pontianak (Bapedal, 2002). Pada tahun 2002, masih terdapat daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan antara lain Kabupaten Sintang, Kabupten Sanggau, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Landak (Kementerian Lingkungan Hidup, 20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Sebaran Titik Panas Bulanan Tahun 2003 Berdasarkan data titik panas dari satelit NOAA-AVHRR (Gambar 2), titik panas bulanan yang terdapat di propinsi Kalimantan Barat pada tahun 2003 dimulai pada bulan Februari dengan jumlah 29 titik. Pada bulan Maret terjadi kenaikan jumlah titik panas menjadi 142 titik, sedangkan pada Bulan Januari dan Desember tidak terdeteksi adanya titik panas. Titik panas mulai terdeteksi kembali pada bulan Februari dengan jumlah 29 titik sampai bulan November dengan jumlah titik panas 8 titik. Pada bulan Juni jumlah titik panas mengalami peningkatan menjadi 299 titik. Peningkatan terus terjadi hingga bulan Agustus, dimana titik panas bertambah secara signifikan menjadi 6290 titik. Penurunan jumlah titik panas terjadi pada bulan September dan Oktober dengan jumlah masing-masing 4440 titik dan 475 titik. Penurunan ini berlanjut hingga bulan November yang menyisakan 8 titik panas. 2. Sebaran Titik Panas Bulanan Tahun 2004 Titik panas bulanan yang terdapat pada tahun 2004 pada propinsi Kalimantan Barat (Gambar 2) pada bulan Januari sampai bulan November terdapat titik panas, sedangkan pada bulan Desember tidak terdeteksi titik panas. Pada bulan Januari jumlah titik panas yang terdeteksi sebanyak 17 titik, kemudian mengalami peningkatan pada bulan Februari dan Maret dengan jumlah masingmasing 44 titik dan 121 titik. Jumlah titik panas mengalami penurunan pada bulan April dengan jumlah 28 titik. Pada bulan Mei jumlah titik panas kembali mengalami peningkatan menjadi 74 titik. Peningkatan jumlah titik panas terus terjadi pada bulan Juni menjadi 597 titik. Untuk bulan Juli terjadi penurunan yang signifikan, akan tetapi pada bulan Agustus kembali mengalami peningkatan yang sangat signifikan sehingga berjumlah 7000 titik dan bulan September menjadi 3025 titik. Mulai bulan Oktober jumlah titik panas mengalami penurunan menjadi 1247 titik kemudian diikuti oleh bulan November yang mengalami penurunan secara drastis menjadi 14 titik.

8000 7000 6000 Jumlah Titik Panas 5000 4000 3000 2000 1000 0 2003 2004

Jan 0 17

Feb 29 44

Mar 142 121

Apr 2 28

Mei 16 74

Jun 299 597

Jul 391 119

Agst Sept 6290 4440

Okt 475

Nop 8 14

Des 0 0

7000 3025 1247

Bulan

Gambar 2. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 - PHKA / JICA). 3. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan Tahun 2003 Sebaran titik panas pada areal penutupan lahan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 (Gambar 3) dimulai pada bulan Februari. Pada bulan Februari terdeteksi titik panas pada tiga penutupan lahan yaitu Hutan Suaka Alam dan Wisata (HSAW) sebanyak 12 titik, Perkebunan (KUB) sebanyak 2 titik dan Hak Penguasaan Hutan (HPH) sebanyak 2 titik. Selanjutnya terdeteksi empat penutupan lahan di bulan Maret yaitu KUB sebanyak 34 titik, HPH sebanyak 51 titik, Hutan Lindung (HL) sebanyak 6 titik dan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebanyak 15 titik. Untuk bulan April tidak terdeteksi titik panas dan ini juga terjadi pada bulan Desember. Pada bulan Mei KUB merupakan penutupan lahan tertinggi sebanyak 6 titik, HPH sebanyak 2 titik serta diikuti HTI dan Areal Transmigrasi (TRA) masing-masing 1 titik. Penyebaran titik panas pada bulan Juni menyebar yaitu HSAW sebanyak 8 titik, KUB sebanyak 86 titik, HPH sebanyak 78 titik, HL sebanyak 4 titik, HTI sebanyak 29 titik dan TRA sebanyak 2 titik.

Jumlah titik panas mengalami peningkatan pada bulan Juli dimana HPH memiliki jumlah tertinggi sebanyak 145 titik, diikuti KUB sebanyak 67 titik, kemudian HTI, HSAW, HL, dan TRA dengan jumlah berturut-turut 47 titik, 21 titik, 6 titik, dan 5 titik. Pada bulan Agustus terjadi peningkatan jumlah titik panas yang signifikan pada HSAW sebanyak 186 titik, KUB dengan jumlah 1190 titik, HPH sebanyak 1343 titik, HL sebanyak 227 titik, HTI sebanyak 1021 titik dan TRA sebanyak 6 titik. Penurunan jumlah titik panas terjadi pada bulan September terkecuali pada TRA justru mengalami peningkatan 1 titik panas dari 6 titik menjadi 7 titik, HSAW sebanyak 232 titik, KUB sebanyak 310 titik, HPH sebanyak 433 titik, HL sebanyak 37 titik, HTI sebanyak 417 titik. Pada bulan Oktober penutupan lahan yang terdeteksi yaitu HSAW sebanyak 114 titik, KUB sebanyak 26 titik, HPH sebanyak 21 titik, HL sebanyak 32 titik, sedangkan pada HL dan TRA tidak terdeteksi. Pada bulan November mengalami penurunan drastis yang terdeteksi hanya pada penutupan lahan HPH dan HTI dengan jumlah titik panas 1 titik.
1600 1400 1200 Jumla Titik Panas 1000 800 600 400 200 0 HSAW KUB HPH HL HTI TRA

Jan 0 0 0 0 0 0

Feb 12 2 2 0 0 0

Mar 0 34 51 6 15 0

Apr 0 0 0 0 0 0

Mei 0 6 2 0 1 1

Jun 8 86 78 4 29 2

Jul 21 67

Agst Sept Okt Nop Des 186 232 114 26 21 0 32 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0

1190 310

145 1343 433 6 47 5 227 37

1021 417 6 7

Bulan

Gambar 3. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA)

4. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan Tahun 2004 Penyebaran titik panas bulanan pada areal penutupan lahan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2004 (Gambar 4) tersebar pada semua bulan terkecuali bulan Desember. Pada bulan Januari KUB sebayak 2 titik, HPH sebanyak 5 titik dan HTI sebanyak 1 titik, kemudian pada bulan Februari HSAW sebanyak 2 titik, KUB sebanyak 10 titik, HPH sebanyak 5 titik, HL sebanyak 3 titik, HTI sebanyak 8 titik dan TRA sebanyak 6 titik. Pada bulan Maret titik panas juga menyebar yaitu KUB sebanyak 37 titik, HPH sebanyak 8 titik, HL sebanyak 6 titik, HTI sebanyak 40 titik dan TRA serta HSAW masing-masing sebanyak 2 titik. HSAW, KUB, HPH, HTI dan TRA memiliki titik panas pada bulan April dengan jumlah berturut-turut 3 titik, 2 titik, 8 titik, 3 titik, dan 1 titik sedangkan pada HL tidak terdeteksi adanya titik panas. Pada bulan Mei titik panas mulai menyebar ke semua areal penutupan lahan HSAW sebanyak 3 titik, KUB sebanyak 12 titik, HPH sebanyak 28 titik, HL sebanyak 2 titik, HTI sebanyak 6 titik dan TRA sebanyak 1 titik. Penyebaran titik panas pada bulan Juni mengalami peningkatan yaitu HSAW sebanyak 31 titik, KUB sebanyak 92 titik, HPH sebanyak 80 titik, HL sebanyak 7 titik, HTI sebanyak 69 titik dan TRA sebanyak 16 titik. Jumlah titik panas mengalami penurunan pada bulan Juli yaitu : HSAW sebanyak 4 titik, KUB sebanyak 24 titik, HPH sebanyak 10 titik, HL sebanyak 6 titik, HTI sebanyak 40 titik dan TRA sebanyak 5 titik. Pada bulan Agustus kembali jumlah titik panas mengalami peningkatan secara signifikan, dimana KUB memiliki jumlah tertinggi sebanyak 1426 titik diikuti oleh HTI sebanyak 1206 titik, HPH sebanyak 867 titik, HL sebanyak 462 titik, HSAW sebanyak 357 dan terakhir TRA sebanyak 168 titik. Penyebaran titik panas pada bulan September mengalami penurunan, dimana jumlah titik panas pada HSAW, KUB, HPH, HL, HTI, dan TRA berturut-turut adalah 108 titik, 413 titik, 285 titik, 42 titik, 367 titik, dan 30 titik. Pada bulan Oktober KUB masih merupakan penutupan lahan yang memiliki jumlah titik panas tertinggi sebanyak 119 titik, lalu diikuti oleh HTI sebanyak 133 titik, HPH 96 titik, HL sebanyak 71 titik, TRA sebanyak 46 titik dan HSAW sebanyak 44 titik. Pada bulan November, titik panas mengalami penurunan jumlah yang sangat drastis yaitu HSAW sebanyak 2 titik, KUB sebanyak 1 titik dan HTI sebanyak 3 titik.

1600 1400 1200 Jumlah Titik Panas 1000 800 600 400 200 0 HSAW KUB HPH HL HTI TRA Jan 0 2 5 0 1 0 Feb 2 10 5 3 8 6 Mar 2 37 8 6 40 2 Apr 3 2 8 0 3 1 Mei 3 12 28 2 6 1 Jun 31 92 80 7 69 16 Jul 4 24 10 6 40 5 Agst 357 1426 867 462 1206 168 Sept 108 413 285 42 367 30 Okt 44 119 96 71 133 46 Nop 2 1 0 0 3 0 Des 0 0 0 0 0 0

Bulan

Gambar 4. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA) 5. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten Tahun 2003 Pada tahun 2003 hanya terdapat enam lokasi yang terdeteksi memiliki titik panas yaitu : Kab. Ketapang, Kab. Sambas, Kab. Sintang, Kab. Pontianak, Sanggau, dan Kab. Kapuas Hulu. Pola penyebaran titik panas bulanan pada kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 (Gambar 5) hampir merata terkecuali pada bulan Januari dan Desember tidak terdeteksi adanya titik panas. Pada bulan Februari, Kabupaten Sambas, memiliki jumlah titik panas terbanyak dengan jumlah 112 titik diikuti Kabupaten Ketapang sebanyak 13 titik dan Kabupaten Sintang sebanyak 2 titik. Penyebaran titik panas pada bulan Maret menyebar merata di enam kabupaten dimana Kabupaten Ketapang sebanyak 10 titik, Kabupaten Sambas sebanyak 2 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 18 titik, Kabupaten Pontianak sebanyak 60 titik, Kabupaten Sanggau 4 titik dan Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 1 titik. Titik panas pada bulan April hanya terdapat pada Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan jumlah masing-masing 1 titik. Pada bulan Mei titik panas juga hanya terdapat pada Kabupaten Sambas dan Kabupaten Sanggau dengan jumlah masing-masing 1 titik dan 5 titik.

Sebaran titik panas pada bulan Juni dan Juli mengalami peningkatan dan menyebar rata di seluruh kabupaten dan titik panas mencapai klimaks pada bulan Agustus yaitu : Kabupaten Ketapang sebanyak 661 titik, Kabupaten Sambas sebanyak 248 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 929 titik, Kabupaten Pontianak sebanyak 504 titik, Kabupaten Sanggau 1146 titik dan Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 201 titik. Pada bulan September titik panas mengalami penurunan terkecuali pada Kabupaten Ketapang, dimana Kabupaten Ketapang sebanyak 862 titik, Kabupaten Sambas sebanyak 42 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 830 titik, Kabupaten Pontianak sebanyak 190 titik, Kabupaten Sanggau 429 titik dan Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 288 titik. Penurunan ini berangsur-angsur terjadi pada bulan Oktober, dimana Kabupaten Ketapang sebanyak 292 titik, Kabupaten Sambas sebanyak 8 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 30 titik, Kabupaten Pontianak sebanyak 4 titik, Kabupaten Sanggau 2 titik dan Kabupaten Kapuas Hulu tidak terdeteksi. Pada bulan November penurunan terjadi secara drastis, yaitu : Kabupaten Sambas sebanyak 2 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 2 titik, Kabupaten Pontianak sebanyak 4 titik dan Kabupaten Sanggau sebanyak 1 titik.
1400 1200 Jumlah Titik Panas 1000 800 600 400 200 0 Ketapang Sambas Sintang Pontianak Sanggau Kapuas Hulu Jan 0 0 0 0 0 0 Feb 13 112 2 0 0 0 Mar 10 2 18 60 4 1 Apr 0 0 1 0 0 1 Mei 0 1 0 0 5 0 Jun 47 28 37 32 18 11 Jul 52 25 20 45 44 29 Agst 661 248 929 504 1146 291 Sept 862 42 830 190 429 288 Okt 292 8 30 4 2 0 Nop 0 2 2 4 1 0 Des 0 0 0 0 0 0

Bulan

Gambar 5. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA)

6. Sebaran Titik Panas Bulanan pada Beberapa Kabupaten Tahun 2004 Pola penyebaran titik panas bulanan pada beberapa kabupaten tahun 2004 (Gambar 6) tersebar secara merata mulai bulan Januari hingga bulan November, sedangkan bulan Desember tidak memiliki sebaran titik panas sama sekali. Pada bulan Januari titik panas hanya terdapat pada Kabupaten Pontianak yaitu 13 titik, sedangkan pada bulan Februari Kabupaten Sambas terdapat 1 titik dan Kabupaten Pontianak 28 titik. Penyebaran titik panas pada bulan Maret menyebar ke lima kabupaten dimana Kabupaten Ketapang sebanyak 12 titik, Kabupaten Sambas sebanyak 8 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 3 titik, Kabupaten Pontianak sebanyak 43 titik, Kabupaten Sanggau 7 titik. Pada bulan April hanya empat kabupaten yang terdapat titik panas yaitu : Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu dimana masing-masing terdapat 1 titik, 9 titik, 7 titik dan 4 titik. Sebaran titik panas berangsur-angsur mengalami peningkatan pada bulan Mei dan Juni tetapi pada bulan Juli mengalami penurunan dan kemudian mengalami peningkatan drastis pada bulan Agustus, dimana Kabupaten Sintang memiliki jumlah titik panas terbanyak dengan 1290 titik. Urutan kedua adalah Kabupaten Sanggau dengan jumlah 1266 titik. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Ketapang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sambas dengan jumlah masing-masing 727 titik, 683 titik, 300 titik, dan 130 titik. Pada bulan September dan Oktober jumlah sebaran titik panas berangsur-angsur mengalami penurunan, dimana Kabupaten Ketapang memiliki jumlah terbanyak dengan 629 titik pada bulan September dan 293 titik pada bulan Oktober. Kemudian terjadi penurunan drastis jumlah sebaran titik panas pada bulan November Kabupaten Ketapang sebanyak 1 titik, Kabupaten Sambas sebanyak 7 titik, Kabupaten Sintang sebanyak 1 titik, Kabupaten Sanggau sebanyak 2 titik dan Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 3 titik.

1400 1200 Jum lah Titik Panas 1000 800 600 400 200 0 Ketapang Sambas Sintang Pontianak Sanggau Kapuas Hulu Jan 0 0 0 13 0 0 Feb 0 1 0 28 0 0 Mar 12 3 3 43 7 0 Apr 1 9 7 0 0 4 Mei 5 17 27 3 1 6 Jun 17 89 61 54 11 60 Jul 6 28 8 17 0 24 Agst 727 130 1290 683 1266 300 Sept 629 19 459 102 129 74 Okt 293 8 86 19 23 4 Nop 1 7 1 0 2 3 Des 0 0 0 0 0 0

Bulan

Gambar 6. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA) 7. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan Tahun 2003 Berdasarkan data satelit NOAA-AVHHR tahun 2003 (Gambar 7), sebaran titik panas pada areal penutupan lahan di propinsi Kalimantan Barat paling signifikan pada penutupan berupa hutan yaitu HPH dengan jumlah 2076 titik. Kemudian diikuti oleh penutupan berupa KUB sebanyak 1721 titik dan HTI sebanyak 1563 titik. Selain itu HSAW, HL, dan TRA memiliki jumlah titik panas masing-masing 573 titik, 280 titik dan 21 titik. 8. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan Tahun 2004 Pada areal penutupan lahan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2004, sebaran titik panas tahunan yang terdeteksi oleh satelit NOAA-AVHHR (Gambar 7) memiliki jumlah yang lebih banyak daripada tahun 2003. Pada tahun 2004 sebaran titik panas paling signifikan pada penutupan berupa hutan yaitu KUB dengan jumlah 2138 titik. Urutan berikutnya terdapat pada penutupan lahan berupa HTI dan HPH dengan jumlah berturut-turut 1876 titik dan 1392 titik, sedangkan HL, HSAW, dan TRA memiliki jumlah titik panas tahunan sebanyak 599 titik, 556 titik dan 275 titik.

2500 Jumlah Titik Panas 2000 1500 1000 500 0 Tahun 2003 Tahun 2004

HSAW 573 556

KUB 1721 2138

HPH 2076 1392

HL 280 599

HTI 1563 1876

TRA 21 275

Penutupan Lahan

Gambar 7. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan 2004 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA) 9. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Beberapa Kabupaten Tahun 2003 Sebaran titik panas tahunan pada kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 (Gambar 8) berdasarkan data satelit NOAA-AVHHR, terdeteksi bahwa Kabupaten Ketapang merupakan lokasi sebaran titik panas yaitu 1937 titik. Hal ini diikuti oleh Kabupaten Sintang dengan jumlah 1869 titik panas lalu Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Pontianak dengan jumlah berturut-turut 1649 titik dan 775 titik. Sementara itu Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sambas memiliki jumlah titik panas sebanyak 621 titik dan 468 titik. 10. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Beberapa Kabupaten Tahun 2004 Berdasarkan data satelit NOAA-AVHHR tahun 2003 (Gambar 8), sebaran titik panas tahunan pada kabupaten di propinsi Kalimantan Barat terkonsentrasi pada Kabupaten Sintang dengan jumlah 1942 titik. Kabupaten Ketapang memiliki jumlah 1691 titik panas, sementara itu pada Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Pontianak terdapat 1439 titik dan 962 titik panas. Terakhir pada Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sambas dengan jumlah masing-masing 475 titik dan 311 titik.

JUmlah Titik Panas

2500 2000 1500 1000 500 0 Ketapang Tahun 2003 Tahun 2004 1937 1691 Sambas 468 311 Sintang 1869 1942 Pontianak Sanggau 775 962 1649 1439 Kapuas Hulu 621 475

Kabupaten

Gambar 8. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Beberapa Kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA) 11. Sebaran Titik Panas Tahunan Berdasarkan data satelit NOAA-AVHHR (Gambar 9), maka jumlah titik panas tahunan pada tahun 2004 memiliki jumlah yang lebih banyak daripada jumlah titik panas pada tahun 2003. Pada tahun 2003 hanya terdapat 12.092 titik sedangkan pada tahun 2004 terdapat 12.286 titik panas.
12500

12000 JUmlah Titik Panas

11500

11000

10500

10000 Jumlah Titik Panas

Tahun 2003 12092

Tahun 2004 12286

Gambar 9. Grafik Jumlah Sebaran Titik Panas Tahunan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 (Sumber data titik panas : satelit NOAA, FFPMP2 PHKA / JICA)

12. Indeks Kekeringan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 Berdasarkan data curah hujan tahunan, suhu maksimum, kelembaban udara dan curah hujan harian tahun 2003 pada tujuh stasiun pengamat cuaca di propinsi Kalimantan Barat, maka didapatkan nilai indeks kekeringan KeetchByram (KBDI) propinsi Kalimantan Barat pada tahun 2003. Nilai KBDI pada tahun 2003 (Gambar 10) di Kalimantan Barat pada bulan Januari hingga bulan Mei berkisar antara 0-999, dimana nilai ini diklasifikasikan pada tingkat kekeringan atau bahaya kebakaran yang rendah. Nilai KBDI antara bulan Juni berada pada tingkat kekeringan sedang atau termasuk dalam tingkat bahaya kebakaran sedang yang nilainya berkisar antara 1000-1499. Nilai KBDI mengalami penurunan pada bulan Juli yang termasuk ke dalam tingkat kekeringan rendah nilai berkisar antara 0-999. Sedangkan pada bulan Agustus dan September nilai KBDI naik kembali menjadi tingkat kekeringan sedang, akan tetapi pada bulan Oktober tingkat kekeringan turun menjadi tingkat kekeringan rendah dan ini berlanjut sampai bulan Desember, walaupun ada beberapa titik pada bulan November tingkat kekeringan berada pada tingkat kekeringan sedang.
2000

1500

KBDI

1000

500

0
eb 25 -M ar 22 -A pr 20 -M ay 17 -J un ct No v ul Ja n an ug De c 2Se p 15 -J 12 -A 29 -J 26 -F O 30 -D 17ec

Bulan

Gambar 10. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 (Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta).

9-

4-

13. Indeks Kekeringan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 Berdasarkan data curah hujan tahunan, suhu maksimum, kelembaban udara dan curah hujan harian tahun 2004 pada tujuh stasiun pengamat cuaca di propinsi Kalimantan Barat, maka didapatkan nilai KBDI propinsi Kalimantan Barat pada tahun 2004. Nilai KBDI pada tahun 2004 (Gambar 11) di propinsi Kalimantan Barat pada bulan Januari hingga Juli berada pada tingkat kekeringan rendah dengan nilai 0-999. Namun ada beberapa titik pada bulan April dan Juni berada pada tingkat kekeringan sedang. Pada bulan Agustus hingga bulan September nilai indeks kekeringan mengalami peningkatan mencapai tingkat bahaya kebakaran sedang dengan nilai berkisar 1000-1499. Pada bulan Oktober nilai KBDI mengalami penurunan hingga Desember menjadi tingkat kekeringan rendah dengan nilai 0999. Pada bulan Oktober juga terdapat beberapa titik berada pada tingkat kekeringan sedang.
2000

1500

KBDI

1000

500

0
-J an -J un -J ul eb Se p ay -A ug Oc t Ja n pr -M De 2No -M 15 1974-D 30 -A -F ec v ar c

29

26

25

22

20

17

Bulan

Gambar 11. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 (Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta).

12

14. Indeks Kekeringan dan Jumlah Titik Panas Kabupaten Sintang Tahun 2003 Berdasarkan data curah hujan tahunan, suhu maksimum dan curah hujan harian tahun 2003 pada stasiun pengamat cuaca Sintang, maka didapatkan nilai KBDI di Kabupaten Sintang tahun 2003. Grafik KBDI Kabupaten Sintang pada tahun 2003 (Gambar 12) menunjukkan bahwa nilai KBDI mulai bulan Januari hingga Mei secara dominan berada pada tingkat kekeringan rendah dengan nilai berkisar 0-999, walaupun ada beberapa titik berada pada tingkat kekeringan sedang dengan nilai berkisar 10001499. Pada bulan Juni nilai KBDI berada pada kisaran 1000-1499 dan pada bulan ini juga ada beberapa titik berada pada tingkat kekeringan tinggi dengan nilai berkisar 1500-2000. Nilai KBDI pada bulan Juli hingga September secara dominan berada pada tingkat kekeringan sedang, sedangkan pada bulan Oktober nilai KBDI berada pada tingkat kekeringan rendah 0-999. Pada bulan November nilai KBDI kembali mengalami peningkatan menjadi tingkat kekeringan sedang. Dan untuk bulan Desember mengalami penurunan lagi menjadi tingkat kekeringan rendah.
2000

1500

KBDI

1000

500

0
17 -J un 15 -J ul eb 25 -M ar 22 -A pr 20 -M ay 12 -A ug 26 -F 2D ec 30 -D ec 1Ja n 29 -J an 9Se p 7O ct 4N ov

Bulan

Gambar 12. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 (Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta).

Tabel 2. Jumlah Titik Panas Bulanan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat tahun 2003. Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Jumlah Titik Panas


0 2 18 1 0 37 20 929 830 30 2 0 1869

Total

Sebaran titik panas tahunan pada Kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 menunjukkan bahwa Kabupaten Sintang mempunyai jumlah titik panas terbanyak kedua setelah Kabupaten Ketapang yaitu 1869 titik. Jumlah titik panas di Kabupaten Sintang mencapai klimaks pada bulan Agustus dengan jumlah 929 titik. Apabila dikaitkan dengan indeks kekeringan stasiun Sintang tahun 2003, maka bulan Agustus berada pada tingkat kekeringan sedang yang nilainya berkisar 1000-1499. 15. Indeks Kekeringan dan Jumlah Titik Panas Kabupaten Sintang Tahun 2004 Berdasarkan data curah hujan tahunan, suhu maksimum dan curah hujan harian tahun 2004 pada stasiun pengamat Sintang, maka di dapatkan nilai KBDI di Kabupaten Sintang tahun 2004. Pada tahun 2004 nilai KBDI berdasarkan grafik KBDI (Gambar 13) untuk bulan Januari hingga April berada pada tingkat kekeringan rendah 0-999. Pada bulan Mei hingga Oktober secara dominan tingkat kekeringan berada pada tingkat kekeringan sedang 999-1499, namun ada beberapa titik pada bulan Mei dan Juli berada pada tingkat kekeringan rendah bahkan ekstrim. Selain itu pada bulan Agustus juga ada satu titik berada pada tingkat kekeringan tinggi. Pada bulan November hingga Desember nilai KBDI berada pada tingkat kekeringan rendah.

2000

1500

KBDI

1000

500

0
15 -J ul 12 -A ug 1Ja n 29 -J an 26 -F eb 25 -M ar 22 -A pr 20 -M ay 17 -J un ec 30 -D ec 9Se p 7O ct 4N ov 2D

Bulan

Gambar 12. Grafik Indeks Kekeringan Keetch Byram Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 (Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta). Tabel 2. Jumlah Titik Panas Bulanan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat tahun 2004. Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Jumlah Titik Panas


0 0 3 7 27 61 8 1290 459 86 1 0 1942

Total

Pada tahun 2004, Kabupaten Sintang merupakan lokasi yang memiliki jumlah titik panas terbanyak, yaitu 1942 titik. Hal ini berarti jumlah titik panas mengalami peningkatan, jumlah titik panas mencapai klimaks pada bulan Agustus dengan jumlah sebanyak 1290 titik.

16. Hubungan Rata-Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003. Berdasarkan grafik hubungan antara KBDI bulanan dengan jumlah titik panas bulanan propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 (Gambar 14) dapat diketahui bahwa pola grafik jumlah titik panas mengikuti pola KBDI atau peningkatan jumlah titik panas berhubungan dengan nilai KBDI. Akan tetapi pada bulan Juli dan Agustus terjadi kejanggalan dimana dengan peningkatan KBDI yang relatif sedikit yaitu 1054,92 pada bulan Juli dan 131,04 pada bulan Agustus, peningkatan jumlah titik panas mengalami peningkatan hampir 20 kali lipat, pada bulan Juli jumlah titik panas yaitu 391 titik dan pada bulan Agustus menjadi 6290 titik.
2000 1500
KBDI

8000 6000 4000 2000 0 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Bulan KBDI Jumlah Titik Panas
Jum lah Titik Panas

1000 500 0

Gambar 14. Grafik Hubungan Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003. 17. Hubungan Rata-Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004. Pada tahun 2004 hubungan antara KBDI dan jumlah titik panas juga sama dengan tahun 2003, justru pada tahun 2004 perbandingan antara KBDI dan jumlah titik panas lebih ekstrim dimana dengan peningkatan KBDI pada bulan Juli yaitu 829,13 dan 1152,99 pada bulan Agustus, jumlah titik panas mengalami peningkatan hampir 60 kali lipat, 19 titik pada bulan Juli dan 7000 titik pada bulan Agustus.

2000 1500
KBDI

8000 6000 4000 2000 0 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Bulan KBDI Jumlah Titik Panas
Jum lah Titik Panas

1000 500 0

Gambar 15. Grafik Hubungan Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004.

B. Pembahasan Sebuah titik panas merupakan 1 pixel pada citra satelit dengan luas areal 1,1 km2, dimana tinggi temperatur permukaannya mengindikasikan adanya kebakaran, (Fire Fight South East Asia, 2002). Berdasarkan hasil perhitungan jumlah titik panas dapat diketahui bahwa bulan yang memiliki jumlah titik panas yang ekstrim pada tahun 2003 maupun 2004 adalah bulan Agustus, September dan Oktober dengan jumlah masingmasing titik panas 6290 titik, 440 titik dan 475 titik untuk tahun 2003. Sedangkan pada tahun 2004 memiliki jumlah titik panas dengan jumlah berturut-turut 7000 titik, 3025 titik dan 1247 titik. Sebaran titik panas berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR, pada tahun 2003 di propinsi Kalimantan Barat, mencapai puncak pada bulan Agustus yaitu 6290 titik. Apabila dikaitkan dengan nilai KBDI, maka bulan Agustus 2003 termasuk kedalam kelas atau tingkat kekeringan sedang yang nilainya berkisar antara 1000-1499. Bulan yang memiliki jumlah titik panas ekstrim lainnya adalah bulan Oktober dengan jumlah titik panas 475 titik, sedangkan indeks kekeringannya termasuk kedalam tingkat kekeringan yang rendah. Hal ini berarti, jumlah titik panas pada bulan Oktober tidak dipengaruhi oleh indeks kekeringan yang ada pada bulan Oktober tersebut.

Berdasarkan hasil grafik hubungan antara nilai KBDI dengan jumlah titik panas tahun 2003 (Gambar 14) serta nilai korelasi (r), pada (Lampiran 7), dengan nilai 0,249 antara kelas KBDI dengan jumlah titik panas tahun 2003, dapat diketahui bahwa pola grafik jumlah titik panas mengikuti pola KBDI atau peningkatan jumlah titik panas berhubungan dengan nilai KBDI. Nilai r menunjukkan keeratan hubungan antara nilai peringkat KBDI dan jumlah titik panas yang sedang atau tidak begitu erat, sedangkan nilai r positif menunjukkan bahwa peningkatan peringkat nilai KBDI tidak diikuti dengan penurunan jumlah titik panas. Nilai korelasi dihitung berdasarkan data peringkat KBDI bulanan yang dikonversi menjadi angka dan data jumlah titik panas bulanan. . Nilai r antara peringkat nilai KBDI dan jumlah titik panas pada tahun 2004 cukup besar, yaitu 0,565 (Lampiran 7). Namun apabila dilihat grafik hubungan antara nilai KBDI dengan jumlah titik panas (Gambar 14), tampak ada kejanggalan. Pada bulan Juli nilai KBDI menunjukkan angka 829,13 (peringkat rendah) dengan jumlah titik panas 119. Pada bulan Agustus, nilai KBDI naik menjadi 1152,99 (peringkat sedang) namun kenaikan ini diikuti oleh kenaikan jumlah titik panas hampir 60 kali lipat, yaitu 7000. Uraian diatas menunjukan banyaknya jumlah titik panas yang tidak lazim dibandingkan tingkat atau kelas kekeringan (KBDI), yang dapat diartikan bahwa tidak semua kebakaran (yang diasumsikan dari titik panas) terjadi secara alami. Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat 80% terjadi karena kegiatan pembersihan lahan saat musim kemarau dengan pembakaran yang mengakibatkan api merembet ke kawasan lain. Sebagian masyarakat masih menggunakan cara tradisional saat membersihkan lahan dengan membakar kawasan hutan atau areal pertanian (Putra, 2002). Sulitnya mencari lahan untuk kegiatan perladangan menyebabkan sebagian masyarakat mulai beralih memanfaatkan lahan gambut untuk areal pertanian. Sebagian masyarakat mengambil jalan praktis untuk membuka areal pertanian dengan membakar areal gambut. Sebagian masyarakat juga tidak memahami sifat serta karakteristik lahan gambut yang akan dibuka untuk areal pertanian (Syaifullah dan Sodikin, 2003). Lebih dari 90% kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh manusia yang melakukan pembakaran pada lahan gambut, pembakaran untuk

membuka areal perkebunan (termasuk areal kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri/HTI), pembakaran pada sisa-sisa kayu dan ranting kering pada areal HPH yang rusak, serta pembakaran vegetasi pada sistem perladangan gilir balik berpindah (Anshari, 2003). Sebaran titik panas tahunan pada kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 dan tahun 2004 menunjukkan bahwa Kabupaten Sintang memiliki jumlah titik panas yang lebih dominan dibandingkan kabupaten lain. Pada tahun 2003 Kabupaten Sintang mempunyai jumlah titik panas yaitu 1869 titik. Jumlah titik panas di Kabupaten Sintang mencapai klimaks pada bulan Agustus dengan jumlah 929 titik. Apabila dikaitkan dengan indeks kekeringan stasiun Sintang tahun 2003, maka bulan Agustus berada pada tingkat kekeringan sedang yang nillainya berkisar 1000-1499. Sedangkan pada tahun 2004, Kabupaten Sintang memiliki jumlah titik panas, yaitu 1942 titik. Jumlah titik panas mengalami peningkatan signifikan. Jumlah titik panas juga mencapai klimaks pada bulan Agustus dengan jumlah sebanyak 290 titik, dimana bulan Agustus dapat diklasifikasikan ke dalam tingkat kekeringan sedang walaupun ada beberapa titik berada pada tingkat kekeringan tinggi. Sebaran titik panas di Kabupaten Sintang ini juga tidak lazim apabila dibandingkan dengan tingkat kekeringannya (KBDI). Kecenderungan kebakaran hutan dan lahan di kabupaten ini 90% terjadi akibat kegiatan perladangan di sekitar kawasan hutan (Kementrian Lingkungan Hidup 2003). Sebaran titik panas tahunan pada tahun 2003 pada areal penutupan lahan di propinsi Kalimantan Barat yang terbanyak berada pada HPH dengan jumlah 2076 titik diikuti oleh Perkebunan dan HTI dengan jumlah masing-masing berturutturut 1721 titik dan 1563 titik. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan jumlah titik panas, dimana puncak sebaran titik panas berada pada Perkebunan sebanyak 2138 titik, HTI dan HPH memiliki jumlah titik panas masing-masing berturut-turut 1876 titik dan 1392 titik. Dari jumlah diatas mengindikasikan bahwa telah terjadi kebakaran pada jenis-jenis penggunaan lahan diatas. Apabila dibandingkan dengan nilai KBDI rata-rata 7 stasiun cuaca di propinsi Kalimantan barat, kebakaran tersebut cenderung tidak terjadi secara alami. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya

kegiatan konversi hutan untuk kegiatan HTI, Perkebunan dan Budidaya pertanian yang mempunyai bobot resiko kebakaran paling besar. Kejadian kebakaran ini sering pula berkaitan erat dengan pembukaan lahan untuk pemukiman termasuk proyek transmigrasi (Hadisuparto, 2003). Kebakaran pada areal HPH yang umumnya terjadi di hutan alam sangat dimungkinkan terjadi akibat kecerobohan pekerja atau karena perambahan. Kebakaran hutan dan lahan di areal hutan tanaman atau HTI dan perkebunan sering diakibatkan oleh adanya kegiatan pembukaan lahan (Land Clearing) (Hadisuparto, 2003). Saharjo (2002), menyatakan bahwa timbulnya kebakaran besar dan beraturan dalam suatu wilayah HPH tertentu merupakan indikasi kuat telah terjadi sesuatu yang terencana dan sistematis, yaitu pembakaran limbah vegetasi sisa tebangan untuk tujuan komersial seperti penyiapan lahan. Hal tersebut sangat kental terasa belakangan ini di balik kabut asap yang sering terjadi. Pada tranggal 17 Maret 2006 juga telah terjadi kebakaran hutan di Kalimantan Barat di duga kebakaran ini terjadi karena musim kemarau dan dipicu oleh pembakaran hutan oleh masyarakat, ada 32 titik hotspot dan tersebar di 28 kabupaten antara lain 7 titik di Sambas, 6 titik di Pontianak dan sisanya tersebar di beberapa kabupaten lain. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah hotspot di Kalimantan Barat tahun 2003 dan 2004, diketahui bulan yang memiliki jumlah titik panas yang ekstrim yaitu bulan Agustus dan September. Jumlah titik panas yang tinggi selalu diikuti dengan peningkatan nilai KBDI, akan tetapi antara besarnya peningkatan KBDI dan jumlah titik panas tidak lazim. Hal tersebut diduga karena kebakaran yang terjadi di Kalimantan Barat akibat dari pembakaran untuk pembukaan hutan dan lahan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Sebaran titik panas pada kabupaten tahun 2003 dan tahun 2004 di dominasi Kabupaten Sintang. Pada tahun 2003 Kabupaten Sintang memiliki jumlah titik panas 1869 titik. Sedangkan pada tahun 2004 Kabupaten Sintang merupakan kabupaten yang memiliki jumlah titik panas terbanyak dengan jumlah 1942 titik. 2 Sebaran titik panas pada areal penutupan lahan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 paling tinggi terdapat pada penutupan berupa hutan yaitu HPH dengan jumlah 2076 titik. Pada tahun 2004 Perkebunan memiliki jumlah titik panas terbanyak yaitu 2138 titik. Tingginya jumlah titik panas pada HPH dan Perkebunan tersebut diduga terjadi karena adanya kegiatan pembukaan lahan dengan cara pembakaran di dalam areal HPH dan Perkebunan tersebut. 3. Grafik hubungan antara nilai KBDI dengan jumlah titik panas untuk tahun 2003 dan 2004 menunjukkan bahwa kebakaran yang terjadi di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 dan tahun 2004 lebih disebabkan oleh faktor manusia. B. Saran Kebakaran hutan dan lahan masih sering dan banyak terjadi di beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat, untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan tema yang sama untuk kabupaten-kabupaten yang rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan tersebut kelapangan secara langsung. dengan melakukan pengamatan Selain itu perlu adanya tindakan pemerintah

yang tidak hanya dengan mengeluarkan kebijakan dan himbauan saja tetapi tindakan langsung dengan terjun ke daerah-daerah yang rawan dan sering terjadi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada umumnya dan propinsi Kalimantan Barat pada khususnya.

DAFTAR PUSTAKA Anderson, I. P., Imanda, I. D. and Muhnandar. 1999. Forest Fire Prevention and Control Project. European Union Ministry of Forestry and Estate Crops. Palembang. Anshari, G. Z. 2003. Mengapa Lahan dan Hutan Terbakar dan Dibakar.http:/www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/ilpeng/440416. htm [7 Juni 2004]

Bapedal. 2002. Profil Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2001 Pada 17 Kabupaten Rawan dan Prioritas di Kalimantan dan Sumatra. Pusat Pemulihan Bencana Lingkungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta. Brown, A.A and K.P.Davis.1973. Forest Fire Control and Use. Mc Graw Hill Books Company, Inc. USA. Chandler, C.P. Cheney, P. Thomas., L. Trabaud., D. Williams. 1983. Fire in Forestry. Vol.1. John Willey and Sons, Inc. 450 pp. Clar, C.R and L.R Chatten. 1954. Principle of Forest Fire Management. Departemen of Natural Resources Division of Forestry. California. 200 p. De Bano, L.F, D. G. Neary, and P. F. Floliott. 1998. Fire,s Effect on Ecosystem. John Wiley and Sons, Inc. Canada-USA. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam. 1983. Pengumpulan dan Analisis Data Masalah Kebakaran Hutan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Fire Fight South East Asia. 2002. Pengadilan Pelaku Kebakaran Hutan dan Lahan : Sebuah Studi Kasus Mengenai Proses Hukum di Riau, Indonesia. Fire Fight South East Asia. WWF. IUCN. European Union. Franky, P. 1999. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Perubahan Sifat-sifat Tanah Histosol di Hutan Rawa Gambut. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hadisuparto, H. 2003. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. htt://www.kompas.com/kompas.cetak/0306/29/focus/395705.htm[6 Juni 2004].

Hawley, R.C. dan P.W. Stickel. 1948. Forest Protection. John Wiley And Sons, Inc. New York. Chapman and Hall, Limited. London. Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Profil Wilayah Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2002 17 Kabupaten Rawan dan Prioritas di Kalimantan dan Sumatera. Asdep Urusan Ekosistem Daratan Deputi Bidang Kelestarian Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Oemijati, R. 1986. Kebakaran Hutan Di Indonesia. Prosiding Seminar Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri. Jakarta. Pearse, A.S. 1946. Observations on the Micro-fauna of the Duke Forest. Ecol. Monogr. 16: 127 150. Putra, M. H. 2002. Pemantauan WWF dengan Citra Landsat Penyebab Kebakaran Hutan dan Kalbar, 80% Ulah Masyarakat, GATRA.Com, 5 September 2002. Putri, R. D. 2004. Studi Tentang Sebaran Titik Panas (HOTSPOT) Bulanan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2001 dan Tahun 2002. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Ruswandy, H dan R. Pohan. 1981. Peranan Tumbuhan bawah dalam kebakaran Hutan tanaman Pinus merkusii di Sibatuloteng, KPH Aek Nauli. Balai Penelitian Hutan Bogor. Saharjo, B. H. 2002. Strategi Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia. Workshop Nasional Strategi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Menghadapi Ancaman Bahaya El-Nino 2002. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Kementrian Lingkungan Hidup. Bogor. Syifullah, M dan A. Sodikin. 2003. Lahan Gambut dan Kearifan Adat. Kompas.com/kompas cetak/0306/29/focus/398468.htm [6 Juni 2004]. Show, S. B, and Clarke, C. G. 1953. Forest Fife Control. Food and Agriculture Organization Of United Nations. Roma.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sebaran Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat. Tahun 2003 Jumlah Hotspot 29 142 2 16 299 391 6290 4440 475 8 12092 Tahun 2004 Jumlah Hotspot 17 44 121 28 74 597 119 7000 3025 1247 14 12286

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

Lampiran 2. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Areal Penutupan Lahan

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

HSAW 12 8 21 186 232 114 573

KUB 2 34 6 86 67 1190 310 26 1721

Tahun 2003 HPH 2 51 2 78 145 1343 433 21 1 2076

HL 6 4 6 227 37 280

HTI 15 1 29 47 1021 417 32 1 1563

TRA 1 2 5 6 7 21

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

HSAW 2 2 3 3 31 4 357 108 44 2 556

Tahun 2004 KUB HPH 2 5 10 5 37 8 2 8 12 28 92 80 24 10 1426 867 413 285 119 96 1 2138 1392

HL 3 6 2 7 6 462 42 71 599

HTI 1 8 40 3 6 69 40 1206 367 133 3 1876

TRA 6 2 1 1 16 5 168 30 46 275

Lampiran 3. Sebaran Titik Panas Bulanan Pada Beberapa Kabupaten.


Tahun 2003 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Total Ketapang 13 10 47 52 661 862 292 1937 Sambas 112 2 1 28 25 248 42 8 2 468 Sintang 2 18 1 37 20 929 830 30 2 1869 Pontianak 60 32 45 504 190 4 4 839 Sanggau 4 5 18 44 1146 429 2 1 1649 Kapuas Hulu 1 1 11 29 291 288 621

Tahun 2004 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Total Ketapang 12 1 5 17 6 727 629 293 1 1691 Sambas 1 3 9 17 89 28 130 19 8 7 311 Sintang 3 7 27 61 8 1290 459 86 1 1942 Pontianak 13 28 43 3 54 17 683 102 19 962 Sanggau 7 1 11 1266 129 23 2 1439 Kapuas Hulu 4 6 60 24 300 74 4 3 475

Lampiran 4. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan.


Tahun 2003 Jenis Areal Penutupan Lahan Hutan Suaka Alam Dan Hutan Wisata Perkebunan Hak Pengusahaan Hutan Hutan Lindung Hutan Tanaman Industri Areal Transmigrasi Total

Jumlah Titik Panas 573 1721 2076 280 1563 21 6234

Tahun 2004 Jenis Areal Penutupan Lahan Hutan Suaka Alam Dan Hutan Wisata Perkebunan Hak Pengusahaan Hutan Hutan Lindung Hutan Tanaman Industri Areal Transmigrasi Total

Jumlah Titik Panas 556 2138 1392 599 1876 275 6836

Lampiran 5. Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Beberapa Kabupaten.


Tahun 2003 Nama Kabupaten Ketapang Sambas Sintang Pontianak Sanggau Kapuas Hulu Total Jumlah Titik Panas 1937 468 1869 775 1649 621 7319

Tahun 2003 Nama Kabupaten Ketapang Sambas Sintang Pontianak Sanggau Kapuas Hulu Total Jumlah Titik Panas 1691 311 1942 962 1439 475 6820

Lampiran 6. Contoh Tabel Perhitungan KBDI.


Tangg al IKHK (t-1) CH Kum CH Net IKHK (10*CH Net)

T max

RH

CH

FK

KBDIt

Kelas

Lampiran 7. Grafik Regresi Linier Hubungan Antara Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat.

6000

5000

4000

JTP-2003

R-Sq = 24.9 % 3000

2000

1000

400

900

1400

KBDI-2003
JTP-2003 = -1131.81 + 2.71641 KBDI-2003

Grafik Regresi Linier Hubungan antara Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003.

7500

5000

JTP-2004

R-Sq = 56.5 %

2500

450

550

650

750

850

950

1050

1150

KBDI-2004
JTP-2004 = -4500.25 + 7.15404 KBDI-2004

Grafik Regresi Linier Hubungan antara Rata Rata KBDI Bulanan dengan Jumlah Titik Panas Bulanan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2004.

Lampiran 8. Nilai KBDI Tujuh Stasiun Pengamatan Cuaca Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 2004.
Januari 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 112,85 203,85 123,85 67 78 96 182 282 377 418 227 183 224 299 385 474 413 379 402 478 562 649 559 226 282 220 298 384 87 86 192 Paloh 78 184 284 362 443 56 86 54 150 64 70 166 74 70 146 237 70 166 217 322 370 451 527 606 679 739 779 339 370 66 70 Nangapinoh 580,76 542,76 613,76 673,76 739,76 679,76 528,76 567,76 199,76 290,76 286,76 51 78 63 99 195 147 74 70 166 248 334 415 484 560 601 440 286 361 73 159 Sintang 174,5 104,5 195,5 169,5 269,5 159,5 74 160 248 86 96 69 78 184 275 335 66 86 70 78 174 265 351 432 501 565 623 589 610 554 272 Putusibau 175,38 224,38 222,38 57 78 96 86 96 189 193 185 67 86 162 253 339 382 323 53 109 209 304 385 466 550 619 576 540 619 489 547 Sankulirang 86 78 96 96 112 223 318 407 373 171 202 292 298 186 60 70 96 132 222 308 397 486 555 626 692 562 581 660 733 533 620 Pontianak 265,55 340,55 421,55 497,55 573,55 637,55 703,55 758,55 813,55 598,55 72,55 57 86 203 298 393 459 535 593 664 737 592 606 672 738 799 860 581 382 225 63 RataRata 210,43 239,71 279,57 274,68 327,68 278,25 282,62 332,19 335,76 260,19 162,76 126,43 132,00 166,71 216,57 291,86 233,29 242,14 232,43 303,57 385,29 440,14 485,43 501,71 571,71 586,43 593,86 482,71 451,71 289,43 274,41

Februari 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Singkawang 204 210 236 272 51 78 86 102 192 243 123 144 225 93 86 78 96 142 242 320 401 370 383 472 556 627 700 761 Paloh 146 188 54 78 63 70 57 70 86 102 191 291 377 358 66 86 113 164 255 350 439 523 594 665 731 792 860 922 Nangapinoh 241 131 60 96 126 137 159 183 125 142 156 230 276 153 95 70 116 175 67 63 86 96 192 292 397 478 547 634 Sintang 220 51 96 57 125 54 100 200 286 78 96 142 241 267 130 131 67 155 60 166 257 343 424 517 596 667 740 808 Putusibau 618 691 751 631 690 716 487 559 421 237 185 216 262 338 396 357 220 304 193 272 358 447 523 587 658 724 792 853 Sankulirang 556 507 498 514 448 504 565 546 470 479 255 341 342 218 57 93 179 270 356 437 256 254 330 419 495 571 642 708 Pontianak 139 193 174 134 208 286 364 93 76 122 213 281 70 96 86 152 234 78 164 264 359 440 524 603 581 652 725 786 RataRata 303,43 281,57 267,00 254,57 244,43 263,57 259,71 250,43 236,57 200,43 174,14 235,00 256,14 217,57 130,86 138,14 146,43 184,00 191,00 267,43 308,00 353,29 424,29 507,86 573,43 644,43 715,14 781,71

Maret 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 822 808 624 690 459 455 491 470 366 447 523 375 336 369 412 488 373 364 445 521 412 438 522 420 339 428 512 496 572 651 667 Paloh 969 1026 963 1020 1062 919 673 372 170 250 355 444 537 601 661 727 613 447 530 588 520 494 530 601 667 727 777 838 894 950 1007 Nangapinoh 307 388 469 553 574 605 678 751 812 561 592 671 591 605 665 738 749 249 324 403 487 563 642 702 392 473 348 361 347 263 309 Sintang 870 926 978 1030 1077 924 871 927 979 1026 1078 1125 1167 935 417 501 545 527 601 644 710 721 726 787 818 859 896 942 796 777 672 Putusibau 909 966 1023 1075 1087 889 760 431 397 403 469 541 628 694 760 815 706 446 435 519 583 654 720 781 55 86 57 143 254 340 78 Sankulirang 776 532 503 524 515 594 451 307 348 437 506 577 578 592 503 590 478 447 506 550 621 687 753 821 842 798 753 821 872 636 709 Pontianak 847 898 819 888 939 891 862 924 981 1033 1085 1132 1026 774 752 790 760 816 517 468 524 585 656 710 771 826 877 858 585 526 613 RataRata 785,71 792,00 768,43 825,71 816,14 753,86 683,71 597,43 579,00 593,86 658,29 695,00 694,71 652,86 595,71 664,14 603,43 470,86 479,71 527,57 551,00 591,71 649,86 688,86 554,86 599,57 602,86 637,00 617,14 591,86 579,29

April 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 637 643 709 770 741 809 860 393 212 148 139 220 306 395 438 444 443 519 443 432 391 472 548 627 687 749 764 669 742 810 Paloh 1059 1111 1157 1208 1249 1165 1211 1244 1281 1212 1052 876 932 919 982 1039 1086 1138 1184 1095 866 917 964 1021 905 962 1019 1066 910 962 Nangapinoh 350 423 392 445 514 566 637 710 167 247 145 67 173 264 57 143 228 256 324 261 366 447 503 492 451 527 598 469 545 517 Sintang 727 771 611 677 737 782 843 899 804 866 892 893 949 1001 1048 1100 1065 1017 1064 915 967 1009 1051 747 792 860 755 751 819 870 Putusibau 174 256 334 415 477 77 183 274 262 357 446 428 512 566 637 697 376 399 218 81 106 74 110 112 200 286 273 66 172 263 Sankulirang 674 740 635 545 546 567 646 712 773 503 310 263 230 258 344 425 501 580 651 470 402 398 447 516 580 554 633 679 752 813 Pontianak 576 387 448 532 619 692 765 743 729 767 405 261 51 86 192 274 78 78 174 265 351 319 392 48 78 134 74 160 100 191 RataRata 599,57 618,71 612,29 656,00 697,57 665,43 735,00 710,71 604,00 585,71 484,14 429,71 450,43 498,43 528,29 588,86 539,57 569,57 579,71 502,71 492,71 519,43 573,57 509,00 527,57 581,71 588,00 551,43 577,14 632,29

Mei 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 861 757 627 577 42 138 229 324 397 496 445 521 555 634 690 763 824 880 936 988 1045 967 959 1016 1063 1105 1147 1189 1240 1273 1328 Paloh 1014 1071 1128 1170 1212 1262 1303 1228 1165 1147 1185 1219 766 242 59 155 266 371 470 554 641 730 805 861 930 987 1050 1107 1158 1209 1250 Nangapinoh 361 440 226 292 358 411 483 552 544 585 646 682 485 441 66 162 273 359 448 532 611 700 775 836 892 961 1024 1076 1133 1179 1230 Sintang 866 922 883 945 997 1060 1027 1069 1103 1051 1098 1145 1176 1222 1000 739 807 858 914 966 1018 1070 1122 1164 1215 1256 1297 1338 1373 1408 1438 Putusibau 103 225 63 159 270 356 415 354 48 70 165 217 157 239 309 390 489 565 636 702 777 852 921 978 1035 1092 1149 1195 1241 1291 1336 Sankulirang 660 600 689 755 800 856 912 975 847 570 531 595 666 739 800 862 793 763 824 875 931 1007 1019 1066 1113 1159 1201 1242 1279 1316 1351 Pontianak 82 96 112 194 205 229 78 86 86 86 132 243 329 377 366 465 558 637 703 778 846 922 985 1048 1111 1162 1213 1258 1303 1342 1374 RataRata 563,86 587,29 532,57 584,57 554,86 616,00 635,29 655,43 598,57 572,14 600,29 660,29 590,57 556,29 470,00 505,14 572,86 633,29 704,43 770,71 838,43 892,57 940,86 995,57 1051,29 1103,14 1154,43 1200,71 1246,71 1288,29 1329,57

Juni 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 1360 1392 1301 1333 1372 1404 1437 1265 1238 1279 1324 1356 1391 1072 1119 1165 1207 1244 1281 1224 1261 1298 1343 1375 1407 1434 1464 1491 1521 1543 Paloh 1295 1340 1375 1414 1444 1321 1356 1391 1426 1456 1460 1442 1469 1496 1523 1547 1248 1289 1322 1345 1377 1396 1382 1368 1394 1420 1447 1474 1501 1525 Nangapinoh 1271 1316 1359 1388 1347 1379 1418 1448 1478 1505 1527 1554 1584 1611 1628 1568 1595 1622 1638 1655 1625 924 976 898 719 770 825 887 943 1012 Sintang 1468 1498 1534 1556 1572 1580 1604 1623 1640 1653 1667 1597 1619 1636 1640 1652 1671 1692 1709 1710 1697 1683 1702 1689 1400 1374 1406 662 728 811 Putusibau 1375 1414 1447 1471 1428 1435 1468 1495 1571 1595 1611 1628 1649 1666 1682 1701 1713 1727 1503 1353 776 837 51 78 78 86 57 57 95 57 Sankulirang 1383 1422 1449 1207 1252 1285 1326 1355 1387 1253 1294 1344 1376 1408 1435 1459 1137 1183 1239 1289 1312 1344 1376 1419 1383 1418 1392 1424 1457 1484 Pontianak 1413 1440 1473 1506 1533 1555 1577 1604 1367 1340 1373 1408 1438 1465 1495 1525 1552 1576 1589 1437 1475 1502 1492 1304 1333 1359 1005 863 925 977 RataRata 1366,43 1403,14 1419,71 1410,71 1421,14 1422,71 1455,14 1454,43 1443,86 1440,14 1465,14 1475,57 1503,71 1479,14 1503,14 1516,71 1446,14 1476,14 1468,71 1430,43 1360,43 1283,43 1188,86 1161,57 1102,00 1123,00 1085,14 979,71 1024,29 1058,43

Juli 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 1565 1585 1601 1618 1514 1536 1558 1304 1343 1375 1404 1334 1303 1335 1374 1313 1345 1377 1409 1436 1463 1493 1517 1539 1559 1581 1605 1622 1639 1656 1677 Paloh 1547 1452 1366 709 744 782 783 633 699 738 806 868 914 944 1001 1053 1095 1142 1184 1226 1263 1293 1330 1365 1400 1427 1454 1487 1437 1414 1444 Nangapinoh 1040 1082 1074 985 997 1044 1082 1116 1158 1183 1225 1225 1241 803 849 905 957 1009 1061 1108 1150 1192 1234 1275 1316 1062 1119 1165 1216 1253 1294 Sintang 698 753 800 234 290 385 466 528 607 646 456 507 565 562 641 707 762 823 885 941 988 1035 1082 1129 1175 1187 1233 1274 1315 1341 1380 Putusibau 153 244 74 57 57 123 82 69 163 60 136 118 110 54 130 230 293 363 444 520 591 670 743 798 859 928 985 1042 1094 1055 1055 Sankulirang 1511 1535 1565 1430 1460 1490 1517 1539 1563 1585 1607 1318 1357 1389 1421 1353 1388 1420 1450 1477 1504 1526 1550 1572 1594 1618 1635 1654 1570 1592 1610 Pontianak 1015 413 399 428 473 439 508 572 643 462 546 617 671 731 792 860 916 973 1030 1077 1124 1166 1212 1249 1286 1319 1354 1389 1424 1454 1481 RataRata 1075,57 1009,14 982,71 780,14 790,71 828,43 856,57 823,00 882,29 864,14 882,86 855,29 880,14 831,14 886,86 917,29 965,14 1015,29 1066,14 1112,14 1154,71 1196,43 1238,29 1275,29 1312,71 1303,14 1340,71 1376,14 1385,00 1395,00 1420,14

Agustus 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 1418 1448 1475 1502 1524 1546 1498 1531 1553 1577 1507 1427 1454 1481 1511 1533 1555 1240 1277 1322 1291 1336 1371 1403 1430 1463 1490 1520 1540 1562 1586 Paloh 1474 1507 1531 1555 1579 1601 1620 1636 1356 1399 1391 1420 1447 1465 1389 1424 1448 1472 1494 1527 1549 1569 1593 1617 1638 1407 1437 1467 1489 1516 1536 Nangapinoh 1331 1366 1401 1431 1461 1491 1521 1548 1490 1425 1452 1468 1465 1232 1273 943 995 1052 1099 1156 1184 1212 1245 1282 1323 1355 1390 1425 1449 1482 1512 Sintang 1149 1195 1241 1278 1315 1347 1379 1388 1407 1369 1404 1434 1458 1485 1518 1542 1564 1582 1604 1623 1211 1175 1213 1223 1264 1294 1331 1366 1392 1427 1454 Putusibau 942 994 1046 1093 1145 1187 1233 1278 1308 1017 859 900 957 1014 1061 1108 1146 1188 1182 1220 1076 797 865 921 978 676 757 812 783 844 895 Sankulirang 1516 1538 1558 1582 1606 1623 1642 1661 1678 1429 1456 1486 1473 1506 1533 1555 1427 1460 1342 1369 1404 1431 1455 1488 1515 1539 1486 1460 1493 1515 1537 Pontianak 1261 588 667 740 815 877 946 1003 1037 1079 1121 1155 1201 820 791 859 928 985 1037 1094 1098 1140 1186 998 1061 1073 1100 972 874 936 993 RataRata 1298,71 1233,71 1274,14 1311,57 1349,29 1381,71 1405,57 1435,00 1404,14 1327,86 1312,86 1327,14 1350,71 1286,14 1296,57 1280,57 1294,71 1282,71 1290,71 1330,14 1259,00 1237,14 1275,43 1276,00 1315,57 1258,14 1284,43 1288,86 1288,57 1326,00 1359,00

September 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 1610 1537 1302 1341 1376 1408 1438 1470 1484 1514 1541 1407 1434 1461 1491 1515 1537 1477 1507 1333 1368 1400 1359 1394 1426 1453 1480 1507 1383 1422 Paloh 1557 1581 1605 1626 1489 1519 1543 1567 1587 1609 1628 1647 1663 1679 1696 1709 1723 1735 1490 1520 1484 1517 1527 1554 1578 1600 1617 1633 1647 1056 Nangapinoh 1416 1446 1468 1498 1505 1518 1542 1564 1588 1610 1543 1429 1453 1486 1232 1273 1300 1335 1016 1018 1070 1077 1134 1102 1144 1186 1228 1265 1295 1272 Sintang 1484 1511 1531 1555 1251 593 668 728 789 850 881 935 749 817 778 839 901 953 915 709 777 838 894 790 851 913 976 1039 1021 1073 Putusibau 946 1003 1034 1076 1118 522 601 667 733 808 854 916 958 1021 789 864 926 983 1035 1063 1115 1157 1208 850 905 653 726 794 844 906 Sankulirang 1559 1581 1603 1624 1643 1660 1679 1700 1407 1434 1448 1478 1505 1407 1437 1421 1448 1478 1308 1340 1367 1366 1398 1433 1463 1487 1514 1180 1202 1239 Pontianak 1045 1092 1144 1190 1161 1207 1248 1289 1334 1373 1406 1350 1385 1234 1006 1058 1042 1084 1131 1173 1215 1256 1233 1267 1218 1239 1280 1307 1206 1247 RataRata 1373,86 1393,00 1383,86 1415,71 1363,29 1203,86 1245,57 1283,57 1274,57 1314,00 1328,71 1308,86 1306,71 1300,71 1204,14 1239,86 1268,14 1292,14 1200,29 1165,14 1199,43 1230,14 1250,43 1198,57 1226,43 1218,71 1260,14 1246,43 1228,29 1173,57

Oktober 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 1452 1349 1023 945 997 1034 1086 917 909 961 1013 1055 1107 772 807 863 884 940 992 877 946 1003 827 896 958 1005 1057 1104 1146 1192 1238 Paloh 1108 1159 1201 1242 1279 1316 1348 1160 1202 1239 1269 1236 86 162 263 331 301 372 471 573 660 726 787 855 911 974 1026 1078 1125 1171 1205 Nangapinoh 1302 1334 1333 1222 1195 676 710 225 291 70 86 154 151 162 253 339 420 496 580 667 756 817 873 929 981 1028 1075 1122 1160 1211 682 Sintang 1120 1162 1070 1104 1142 25 78 195 269 78 80 63 78 134 165 247 70 152 252 357 456 525 604 685 758 819 881 937 989 1046 1088 Putusibau 808 819 857 919 991 641 655 595 622 412 418 494 546 617 523 602 668 734 682 763 691 310 395 476 552 623 696 762 823 892 678 Sankulirang 1276 1317 1346 1378 1407 1437 1127 1105 1147 1085 1137 1119 1165 1203 977 1040 997 815 786 847 903 955 1012 1054 1111 1149 1195 1237 1278 995 1052 Pontianak 1288 1329 1058 1085 1137 524 587 508 502 463 419 165 232 327 416 472 503 507 594 681 762 837 893 955 1018 1065 1117 1159 1205 1246 1287 RataRata 1193,43 1209,86 1126,86 1127,86 1164,00 807,57 798,71 672,14 706,00 615,43 631,71 612,29 480,71 482,43 486,29 556,29 549,00 573,71 622,43 680,71 739,14 739,00 770,14 835,71 898,43 951,86 1006,71 1057,00 1103,71 1107,57 1032,86

November 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 1091 1118 1160 1132 1070 1067 1114 1156 804 825 816 593 664 730 485 534 613 679 238 256 302 383 176 276 352 221 307 300 371 470 Paloh 1242 1004 961 1013 547 571 522 353 404 488 544 291 337 310 391 472 556 635 708 763 818 874 483 559 630 690 576 310 391 164 Nangapinoh 755 773 809 390 306 329 238 323 412 264 350 449 525 596 560 571 505 479 545 616 666 739 429 381 480 542 400 76 172 74 Sintang 1135 1181 1140 1108 1150 1175 1209 1246 1209 1122 1168 1210 1233 1270 1044 1071 908 950 997 1044 1096 1143 1185 1227 1264 1189 1023 647 713 218 Putusibau 751 809 590 631 697 341 374 115 137 248 334 433 509 588 659 725 786 641 500 494 94 170 270 280 358 431 50 86 182 253 Sankulirang 1099 1071 1023 1060 1112 1140 931 848 910 957 511 575 629 509 236 322 403 472 556 557 329 362 451 527 606 672 546 328 409 502 Pontianak 1324 1359 1394 1429 1456 765 786 854 600 494 578 914 721 681 560 128 159 239 285 213 123 214 254 99 78 134 74 160 251 221 RataRata 1056,71 1045,00 1011,00 966,14 905,43 769,71 739,14 699,29 639,43 628,29 614,43 637,86 659,71 669,14 562,14 546,14 561,43 585,00 547,00 563,29 489,71 555,00 464,00 478,43 538,29 554,14 425,14 272,43 355,57 271,71

Desember 2003 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 546 520 317 338 379 450 526 460 439 515 392 481 557 644 717 672 738 799 804 547 618 678 738 354 187 169 260 346 427 503 285 Paloh 54 63 63 86 78 174 265 351 385 466 385 278 201 57 57 153 235 321 394 475 568 610 676 584 456 515 594 665 714 764 800 Nangapinoh 70 86 112 184 264 350 439 451 471 527 534 498 62 158 74 144 235 57 78 174 274 272 239 78 184 266 284 352 385 450 526 Sintang 196 283 355 436 432 414 498 537 564 635 539 403 382 428 377 353 399 397 378 53 159 231 134 96 182 264 51 147 229 315 374 Putusibau 318 57 123 149 91 197 297 383 59 165 67 70 138 220 150 261 347 446 502 581 660 706 591 428 504 536 590 661 705 766 827 Sankulirang 589 660 670 454 310 391 472 548 619 253 213 221 316 389 312 401 477 446 502 573 634 700 515 509 588 659 685 424 500 571 650 Pontianak 70 86 78 124 224 244 329 382 393 281 287 293 70 78 144 176 267 200 278 364 453 462 531 590 641 707 762 830 886 942 994 RataRata 263,29 250,71 245,43 253,00 254,00 317,14 403,71 444,57 418,57 406,00 345,29 320,57 246,57 282,00 261,57 308,57 385,43 380,86 419,43 395,29 480,86 522,71 489,14 377,00 391,71 445,14 460,86 489,29 549,43 615,86 636,57

Januari 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 371 374 445 261 279 347 55 151 103 95 161 252 133 60 116 207 285 363 436 71 157 54 86 86 86 142 233 191 282 350 431 Paloh 500 561 349 377 125 172 254 262 348 391 464 540 604 677 737 787 842 243 284 342 405 481 151 223 51 70 138 155 246 297 275 Nangapinoh 597 668 582 470 519 58 78 174 228 323 309 390 471 437 506 570 649 693 723 784 829 885 891 664 488 464 518 430 466 50 100 Sintang 447 531 583 647 707 522 593 664 737 668 344 310 391 464 540 627 687 607 653 734 795 581 529 571 458 69 175 54 110 60 70 Putusibau 878 934 682 421 497 419 503 574 661 727 788 683 764 795 420 486 562 556 635 685 766 636 717 43 63 159 250 258 363 252 338 Sankulirang 731 546 607 633 699 639 595 674 740 801 454 538 400 466 422 498 83 119 230 308 53 149 60 146 80 186 277 363 444 50 167 Pontianak 1046 1088 1135 1177 1215 848 917 980 1037 1089 1136 984 1036 884 946 708 769 837 883 945 1008 942 954 746 281 239 297 247 313 192 166 RataRata 652,86 671,71 626,14 569,43 577,29 429,29 427,86 497,00 550,57 584,86 522,29 528,14 542,71 540,43 526,71 554,71 553,86 488,29 549,14 552,71 573,29 532,57 484,00 354,14 215,29 189,86 269,71 242,57 317,71 178,71 221,00

Februari 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Singkawang 507 578 649 645 718 573 644 710 771 839 740 781 856 887 918 970 1022 673 629 695 725 445 481 574 542 603 684 734 775 Paloh 173 255 96 192 283 346 244 234 282 51 78 86 142 194 146 208 294 372 453 529 600 666 747 808 877 933 985 1037 1094 Nangapinoh 91 147 54 150 90 186 54 78 174 248 211 279 57 78 195 216 311 392 481 543 607 688 761 822 863 914 966 1013 1047 Sintang 156 238 57 117 228 306 395 224 127 189 193 265 343 322 411 396 389 462 555 613 679 363 239 305 221 257 343 379 410 Putusibau 371 160 271 349 188 150 261 228 255 63 131 143 150 224 162 164 195 266 371 444 510 571 650 646 642 668 728 789 864 Sankulirang 278 128 149 249 317 378 419 503 200 276 314 413 399 412 468 561 625 439 485 578 512 583 627 708 753 688 744 805 856 Pontianak 257 63 126 208 278 373 446 522 593 664 737 805 656 722 783 828 884 946 1003 1050 1102 644 717 772 840 776 844 900 947 RataRata 261,86 224,14 200,29 272,86 300,29 330,29 351,86 357,00 343,14 332,86 343,43 396,00 371,86 405,57 440,43 477,57 531,43 507,14 568,14 636,00 676,43 565,71 603,14 662,14 676,86 691,29 756,29 808,14 856,14

Maret 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 843 824 870 926 978 775 806 852 921 908 915 972 1019 991 705 580 621 677 697 770 426 492 585 619 533 544 631 697 566 637 703 Paloh 1151 1193 1239 1272 985 1037 989 1011 34 151 67 103 185 285 355 436 512 591 670 743 811 880 942 994 1051 1108 1159 1136 1151 1157 1194 Nangapinoh 1094 928 975 1027 831 847 818 799 719 559 376 345 434 483 552 631 530 334 415 499 498 547 618 684 757 832 888 889 958 1010 1048 Sintang 494 563 627 700 700 36 86 172 166 277 57 115 215 213 291 386 459 214 300 389 478 554 625 691 764 839 895 691 395 378 477 Putusibau 920 812 849 830 786 691 757 738 558 637 693 719 787 848 499 438 447 429 505 584 361 460 536 615 688 632 668 741 802 864 926 Sankulirang 925 977 689 762 512 573 644 588 602 598 542 621 470 479 555 519 598 662 471 350 403 487 556 550 551 638 704 772 777 732 793 Pontianak 994 1051 1108 1139 1181 719 774 849 885 947 994 942 999 1056 1063 1115 1161 1203 1248 1287 1332 1371 1406 1403 1436 1466 1499 1529 712 573 652 RataRata 917,29 906,86 908,14 950,86 853,29 668,29 696,29 715,57 555,00 582,43 520,57 545,29 587,00 622,14 574,29 586,43 618,29 587,14 615,14 660,29 615,57 684,43 752,57 793,71 825,71 865,57 920,57 922,14 765,86 764,43 827,57

April 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 688 704 772 522 533 612 221 209 304 48 124 224 310 399 242 210 276 309 398 479 319 245 263 271 337 436 375 406 472 565 Paloh 1232 1273 1310 1339 1362 1397 1436 1469 1499 1526 1553 1577 1601 1617 1634 1450 1483 1516 1543 1567 1587 1259 1269 1209 1254 775 350 399 498 567 Nangapinoh 1095 1052 1014 951 1008 1000 1047 1065 1122 1164 1206 1209 1186 1232 1256 1289 1326 1361 1396 1225 1142 1164 1169 1027 1084 1136 450 514 508 90 Sintang 52 63 78 144 67 78 184 275 243 329 255 350 431 515 469 495 588 659 732 787 855 886 839 850 826 888 885 846 902 690 Putusibau 978 1035 1087 818 749 817 839 505 409 493 569 603 692 765 826 882 938 995 1058 1060 858 927 969 1026 840 621 505 419 383 354 Sankulirang 1030 1098 1165 962 816 895 1023 780 652 822 824 953 1123 1280 1295 1377 1526 1654 1790 1847 1713 1813 1808 1876 1666 1509 1390 1265 1285 1044 Pontianak 456 540 589 361 422 506 543 394 460 544 615 678 751 531 298 373 252 347 96 96 106 196 287 207 215 320 66 172 272 322 RataRata 807,17 843,50 873,83 762,50 737,33 782,17 845,33 748,00 730,83 813,00 837,00 895,00 964,00 990,00 963,00 977,67 1018,83 1088,67 1102,50 1097,00 1043,50 1040,83 1056,83 1032,50 980,83 874,83 607,67 602,50 641,33 511,17

Mei 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 636 582 623 689 749 279 197 238 333 414 373 384 445 529 590 677 556 540 619 685 575 277 245 311 400 484 560 631 697 763 831 Paloh 638 719 780 855 911 668 247 95 212 328 437 530 377 476 545 632 713 788 829 905 962 1031 1088 1140 1182 1104 1150 898 960 937 909 Nangapinoh 166 266 63 149 111 192 509 521 592 671 711 642 708 699 780 841 910 973 920 977 1040 1082 1134 1159 1037 1069 1126 874 930 792 833 Sintang 746 821 867 929 981 983 975 917 974 1043 1106 1098 1076 1113 1164 1215 1260 1077 1129 1180 1231 1272 1305 1287 917 969 1001 1053 975 787 667 Putusibau 405 428 234 282 51 147 94 57 113 224 275 370 418 204 290 395 484 577 501 465 558 637 683 716 737 805 851 787 828 669 485 Sankulirang 775 830 721 732 790 858 839 520 551 622 688 282 240 296 391 462 292 308 407 163 234 339 322 345 426 378 439 532 583 614 687 Pontianak 301 400 476 578 642 545 233 78 184 306 387 436 529 608 697 786 869 938 990 1047 1104 1155 1201 1242 916 992 1055 417 476 552 616 RataRata 523,86 578,00 537,71 602,00 605,00 524,57 442,00 346,57 422,71 515,43 568,14 534,57 541,86 560,71 636,71 715,43 726,29 743,00 770,71 774,57 814,86 827,57 854,00 885,71 802,14 828,71 883,14 741,71 778,43 730,57 718,29

Juni 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 893 955 1012 1069 1116 1044 941 998 1050 1102 1153 941 998 1045 1092 1139 1185 820 851 913 855 901 958 1005 1047 748 749 824 780 841 Paloh 506 593 604 670 719 794 862 899 955 1007 1059 1116 1148 926 853 915 978 860 922 985 1042 1099 997 1049 1106 1157 1125 1171 1222 1267 Nangapinoh 659 363 396 485 569 656 729 344 377 430 506 585 672 745 806 857 919 982 1039 1091 855 917 974 1026 1078 1130 1162 1204 1249 1290 Sintang 617 651 717 785 853 904 961 963 1015 1072 1119 1165 1216 1257 1298 1335 1370 1405 1435 1462 1312 1347 1382 1417 1447 1477 1103 1105 1151 1197 Putusibau 527 229 277 382 471 537 588 576 637 718 563 650 731 696 652 685 766 757 825 492 576 655 721 796 871 933 996 1048 1100 1151 Sankulirang 760 755 823 892 961 1013 1065 1072 1059 1116 1154 1192 1243 1000 1037 1089 717 722 790 735 545 596 683 749 810 866 922 974 1037 1079 Pontianak 170 60 86 192 303 392 491 103 185 256 361 460 553 640 706 767 842 911 968 1031 1083 1135 1181 1227 1264 1309 1341 1376 1411 1444 RataRata 590,29 515,14 559,29 639,29 713,14 762,86 805,29 707,86 754,00 814,43 845,00 872,71 937,29 901,29 920,57 969,57 968,14 922,43 975,71 958,43 895,43 950,00 985,14 1038,43 1089,00 1088,57 1056,86 1100,29 1135,71 1181,29

Juli 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 892 943 880 891 953 1005 796 871 933 701 676 742 743 784 852 410 359 342 441 517 588 667 687 768 688 728 796 864 905 968 1025 Paloh 1312 1351 1040 838 824 841 867 773 573 644 717 785 840 891 947 994 1032 984 1022 1074 1105 729 734 774 714 669 658 547 618 632 566 Nangapinoh 1335 1364 1407 1321 1353 1388 1349 1220 202 135 235 78 148 230 78 126 54 171 67 103 54 78 63 78 88 194 285 246 351 399 458 Sintang 1243 1284 1325 1346 1375 1387 1406 1256 1297 1334 1363 1392 1340 1241 1174 1072 1033 1045 839 850 773 813 846 459 552 610 659 48 96 174 78 Putusibau 1202 1226 1263 1300 1279 1324 1356 1219 1073 1055 1102 1140 1182 1224 1257 1302 1337 1376 1177 1223 1053 1017 1069 800 856 918 965 635 515 602 668 Sankulirang 1126 1172 1050 1087 1094 956 938 990 698 718 793 854 910 430 336 367 438 522 601 430 419 503 467 551 602 658 731 806 862 924 941 Pontianak 1480 1516 1540 1564 1586 1556 1448 1066 1108 1146 1192 1230 1271 1274 1271 918 908 965 743 811 597 515 393 466 516 410 479 284 360 391 350 RataRata 1227,14 1265,14 1215,00 1192,43 1209,14 1208,14 1165,71 1056,43 840,57 819,00 868,29 888,71 919,14 867,71 845,00 741,29 737,29 772,14 698,57 715,43 655,57 617,43 608,43 556,57 573,71 598,14 653,29 490,00 529,57 584,29 583,71

Agustus 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 1077 1129 1175 1226 1267 1300 1332 1371 1253 1294 1331 1363 1395 1434 1464 1252 1293 1256 1297 1330 1362 1251 1194 1245 1282 1319 1351 1323 1355 1394 1429 Paloh 637 697 733 794 862 931 903 955 1002 1074 1121 1163 1209 1242 1287 1332 1367 1402 1435 1468 1498 1472 1462 1489 1522 1544 1566 1593 1613 1634 1390 Nangapinoh 534 613 679 760 821 872 923 701 762 823 749 817 873 935 987 1039 1081 1128 1174 1172 1218 1032 1080 1132 1178 1203 1240 1281 1326 1361 1393 Sintang 63 159 250 336 425 501 588 652 718 779 840 861 912 969 1021 1068 1110 1152 1198 1244 1285 1330 1365 1400 1427 1457 1487 1517 1539 1561 1581 Putusibau 668 502 530 601 667 733 808 789 857 913 970 1022 1079 1136 1187 1233 1266 1303 1342 1371 1406 1439 1463 1496 1529 1551 1573 1595 1625 1646 1679 Sankulirang 973 1030 1087 1134 1180 1018 1075 1127 1173 1219 1264 1309 1341 1376 1285 1326 1365 1377 1409 1442 1469 1502 1526 1553 1575 1602 1623 1642 1658 1677 1696 Pontianak 156 247 333 414 490 566 645 705 766 834 890 946 998 1050 1102 1148 1199 1250 1295 1340 1375 1418 1438 1428 1458 1488 1278 1323 1358 1397 1429 RataRata 586,86 625,29 683,86 752,14 816,00 845,86 896,29 900,00 933,00 990,86 1023,57 1068,71 1115,29 1163,14 1190,43 1199,71 1240,14 1266,86 1307,14 1338,14 1373,29 1349,14 1361,14 1391,86 1424,43 1452,00 1445,43 1467,71 1496,29 1524,29 1513,86

September 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 1323 1335 1370 1409 1439 1257 1254 1271 1298 1325 1004 991 1048 932 974 1031 999 956 1013 961 1024 1051 909 972 1024 642 612 693 774 835 Paloh 1382 1301 1324 1345 1366 1405 1432 1356 1119 1124 1152 1198 1223 1084 1108 1140 1088 1140 1186 1124 926 978 965 1028 1080 1118 1160 562 613 686 Nangapinoh 1428 1461 1494 1521 1104 1150 1192 1223 1264 936 868 937 975 1027 369 352 385 444 528 500 488 562 649 722 790 851 414 490 566 645 Sintang 1299 736 797 858 914 966 1018 1056 1098 956 963 1020 1051 1083 927 939 986 1043 1035 669 713 781 816 857 913 965 1022 1069 1111 1157 Putusibau 1533 1557 1581 1571 1387 1419 1446 1470 1500 1520 1056 1098 1102 1124 1142 767 732 690 716 716 651 661 707 672 728 723 718 769 659 740 Sankulirang 1540 1542 1566 1496 1523 1545 1565 1587 1262 1259 1304 1293 1206 1243 1070 1052 1109 1017 1039 1096 1098 1150 991 868 904 951 621 629 710 771 Pontianak 1353 1368 1403 1430 1418 1352 1387 1422 1232 1234 1251 1292 1325 1307 1163 1155 1193 1195 893 864 926 928 920 952 1009 1056 993 925 982 1019 RataRata 1408,29 1328,57 1362,14 1375,71 1307,29 1299,14 1327,71 1340,71 1253,29 1193,43 1085,43 1118,43 1132,86 1114,29 964,71 919,43 927,43 926,43 915,71 847,14 832,29 873,00 851,00 867,29 921,14 900,86 791,43 733,86 773,57 836,14

Oktober 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 891 668 684 757 818 441 400 416 500 571 505 576 647 713 774 842 489 538 617 683 749 817 886 942 879 941 769 844 906 953 1010 Paloh 740 795 863 932 995 1052 1104 1150 1116 1158 1200 1237 1274 1319 1348 1383 1418 1451 1487 1383 1352 1054 926 428 521 58 70 103 145 91 197 Nangapinoh 694 754 439 522 601 655 728 796 857 770 758 826 817 868 919 971 1023 1070 1127 1169 920 887 770 805 874 930 872 759 814 790 858 Sintang 1191 1179 970 957 1009 1066 1108 1159 1197 1165 1147 1193 1235 1268 1301 1333 1362 1394 1423 1453 1473 1330 969 1001 1053 955 912 350 223 328 417 Putusibau 676 700 768 788 843 899 961 799 867 923 975 1038 556 627 687 760 835 816 872 934 986 1038 806 868 924 987 1044 1091 933 940 1003 Sankulirang 832 888 950 807 843 905 962 1019 743 811 867 929 757 832 813 794 862 469 545 616 689 573 634 707 758 809 878 940 992 1049 1106 Pontianak 1061 938 990 1053 1105 1156 1207 1252 1297 1327 1359 1398 1421 1451 1481 1511 1535 1562 1586 1610 1629 1648 1664 1663 1409 1439 1472 1234 684 414 480 RataRata 869,29 846,00 809,14 830,86 887,71 882,00 924,29 941,57 939,57 960,71 973,00 1028,14 958,14 1011,14 1046,14 1084,86 1074,86 1042,86 1093,86 1121,14 1114,00 1049,57 950,71 916,29 916,86 874,14 859,57 760,14 671,00 652,14 724,43

November 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Singkawang 918 950 1007 1054 892 954 1017 1009 981 1038 1090 718 786 847 909 866 643 669 742 298 403 442 526 597 399 470 526 580 667 740 Paloh 207 285 243 269 264 174 285 348 429 522 564 281 376 475 551 630 660 239 334 400 372 355 426 478 207 291 229 334 243 141 Nangapinoh 909 961 948 935 663 657 695 245 51 157 224 319 408 484 568 647 728 789 857 908 506 484 62 168 250 306 249 354 443 519 Sintang 486 482 531 592 616 666 626 692 131 202 80 197 248 324 413 497 566 645 149 223 251 309 352 451 507 578 580 504 362 398 Putusibau 1045 773 458 542 621 280 78 184 284 379 402 495 571 658 724 792 867 923 577 628 701 769 824 886 942 1005 1057 1104 1155 1201 Sankulirang 1147 1193 1235 1276 1106 1152 1026 1083 1135 1173 1224 1261 763 831 887 956 1008 880 936 918 981 1008 842 878 505 584 671 737 805 861 Pontianak 564 635 708 503 471 440 542 613 433 409 465 549 628 694 767 828 890 952 824 510 404 303 284 362 53 119 91 208 251 337 RataRata 753,71 754,14 732,86 738,71 661,86 617,57 609,86 596,29 492,00 554,29 578,43 545,71 540,00 616,14 688,43 745,14 766,00 728,14 631,29 555,00 516,86 524,29 473,71 545,71 409,00 479,00 486,14 545,86 560,86 599,57

Desember 2004 Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Singkawang 801 863 919 846 908 720 731 806 483 567 631 651 732 677 743 744 819 870 921 984 1047 698 779 814 876 797 872 923 493 552 639 Paloh 222 120 211 306 182 264 369 450 45 141 241 327 426 425 461 554 625 691 772 840 667 740 570 657 730 695 776 801 847 909 961 Nangapinoh 281 87 105 176 198 309 200 83 139 211 277 372 70 176 267 305 394 253 348 437 496 589 451 517 475 568 639 712 773 841 892 Sintang 497 573 625 509 483 567 605 299 394 483 559 638 147 258 344 425 518 589 676 255 350 373 434 536 623 679 752 717 792 847 909 Putusibau 1121 1073 695 776 851 913 960 857 858 920 758 793 861 917 969 1032 603 684 163 274 360 383 482 434 518 245 350 439 515 586 673 Sankulirang 822 868 924 926 968 1025 1072 696 769 830 886 948 930 664 745 730 798 404 488 564 416 509 457 550 614 680 726 801 792 860 916 Pontianak 436 520 599 651 615 551 58 70 176 267 362 363 462 511 590 661 742 803 854 531 505 576 640 713 774 835 897 808 877 933 990 RataRata 597,14 586,29 582,57 598,57 600,71 621,29 570,71 465,86 409,14 488,43 530,57 584,57 518,29 518,29 588,43 635,86 642,71 613,43 603,14 555,00 548,71 552,57 544,71 603,00 658,57 642,71 716,00 743,00 727,00 789,71 854,29

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda, Ibunda dan Adikku tercinta atas semua kasih sayang, kesabaran dan pengorbananya selama ini. 2. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku Dosen pembimbing, arahan, masukan dan bimbingan bapak sangat berarti bagi saya baik dalam penyelesaian skripsi maupun dalam pola pikir saya menghadapi suatu masalah. 3. Prof. Dr. Ir. Elias dan Ir. Endes N. Dahlan MS. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan pada saat ujian akhir. 4. Badan Meteorologi dan Geofisika dan Departemen Kehutanan Jakarta. 5. Keluarga Besar BDH 38, THH, KSH dan seluruh rekan-rekan yang ada di Fakultas Kehutanan IPB......FAHUTAN.....ASIK.....!!!!! 6. Yasmine Crew, Arif, Bom2, Uki, Fadli, Alif, Ari, Agus, Yoyo, Kahfi, Sahrul, Tedy yang telah melewati hari-hari bersama dalam satu atap. 7. Memey, Ajenk, Intan, Pitaloka, Lisna, Mardhika terima kasih atas dukungannya hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 8. Erna terima kasih banyak atas printernya dan juga bantuannya, jadi bisa ngeprint sendiri deh. 9. Heva Ayu terima kasih telah menemani hari-hari penulis dan memberi dukungan baik lahir maupun batin, semoga Tuhan membalas kebaikan hatimu. 10. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan Amien.

Anda mungkin juga menyukai