Anda di halaman 1dari 5

Warla LAP AN, Vol. 2, No.

I, Januari - Maret 2000

Proses Fotokimia Atmosfer


Laju Fotolisis N0 2 Dan Foto ketunakan N 0 / N 0 2 / 0 3
Studi kasus di Jakarta
Afif Budiyono *, Azam Mulyadi"
ABSTRACT
An annual average of J N0 2 ( the rate of photolysis of N0 2 ) can be calculated from the hourly
concentration of NO, N02 and, 03 , which are recorded continuously at ambient air condition. An individual
hourly averaged reading of NOx and ozone data can also be used to verify a photostasionary state in the
atmosphere.
The result of this application to local data of NO, N0 2 and ozone in Jakarta show that the average value of
rate photolysis N0 2 (J) = 8.03(10" s~ ), and the photostasionary state (p) occurred on the balance values of around
0.5 to 1.8.
ABSTRAK
Hasil pemantauan rata-rata perjam konsentrasi NO, N0 2 , dan 03 secara kontinu pada kondisi udara ambient,
dapat dihitung rata-rata tahunan laju fotolisis N0 2 (.1). Dengan pembacaan data NOx dan ozone rata-rata perjam
secara terpisah dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya proses fotoketunakan NO/N0 2 /0 3 di
atmosfer.
Dari data NO, N0 2 , dan ozon hasil pengukuran selama tahun 1997 di Jakarta, diperoleh nilai rata-rata laju
fotolisis N0 2 (J) : 8,03 10 ~3 s'1, serta fotoketunakan (p) terjadi pada nilai kesetimbangan antara 0,5 - 1.8.
1.

PENDAHULUAN

Pada umumnya data polusi udara di beberapa


kota besar yang telah dilakukan digunakan sebagai
arsip, bahan informasi dan sebagai kontrol kualitas
udara suatu daerah serta sebagai data masukan untuk
kebijakan tata ruang kota. Pemanfaatan lain dari data
polusi udara untuk mengetahui proses fotokimia
yang terjadi di atmosfer, seperti laju fotolisis N0 2
(J), dan fotoketunakan (Photostasionery State)
NO/N02/03.
Studi tentang proses fotokimia atmosfer telah
banyak dilakukan, terutama pada daerah-daerah
lintang menengah dan tinggi, sementara studi tentang
proses fotokimia atmosfer untuk daerah ekuator
masih sangat minim dan jarang dilakukan,
khususnya di Indonesia.
Maksud dan tujuan penelitian ini untuk
mengetahui proses fotokimia atmosfer yang terjadi
di daerah ekuator khususnya di Jakarta. Proses
fotokimia atmosfer, yaitu laju fotolisis N0 2 (J) dan
fotoketunakan NO/NO2/O3 yang diperoleh untuk
wilayah Jakarta, dibandingkan dengan kondisi yang
terjadi di beberapa kota lain, seperti kota-kota di
Afrika dan Amerika, yang telah dihitung oleh

peneliti (Tabel
perhitungan.
2.

sebagai

referensi

hasil

TEORI DASAR

Proses dinamika fotoketunakan NO/N0 2 /0 3


yang terjadi di atmosfer sangat berhubungan erat
dengan
proses
fotodisosiasi
N0 2 ,
proses
fotodisosiasi N0 2 yang terjadi membutuhkan waktu
yang sangat singkat dan dalam kondisi cuaca yang
relatif cerah. Fenomena ini telah banyak
digambarkan oleh para ahli (Hiram, 1972 dan John,
1986) melalui reaksi :
Fotolisis : 02 + N0 2 +hv =>NO + 03
(2-1)
Perusakan: 03 + NO=>N02 + 02
(2-2)
Dalam kondisi kesetimbangan dinamis :
J[N02] = k[0 3 ] [NO]

(2-3)

maka laju fotolisis N0 2 dapat dituliskan menjadi:

Staf Peneliti Puslitbang Pengetahuan Atmosfer, LAP AN, Bandung


** Staf Bapedalda DKI Jakarta, Jl. Casablanka Kav. I, Kuningan Jakarta Selatan

40

4-1),

J = k[0 3 ][NO]/[N0 2 ]

(2-4)

Dari data rata-rata perjam 0 3 , NO, N0 2 hasil


pemantauan udara ambient secara kontinu, dapat
dimungkinkan untuk mengetahui nilai laju fotolisis
N02 (J) dengan menggunakan persamaan (2-4).
Konstanta k pada persamaan (2-3 dan 2-4)
menunjukkan keterkaitan
antara temperatur dan
laju konstan perusakan 03 oleh NO.
Anderson (1979) dan Wakamatsu (1983),
menunjukkan bahwa nilai k dapat diperoleh melalui
hubungan persamaan :

temperatur berkisar pada 25,1 - 34,2 "C. Di dalam


pemrosesan data, beberapa data pendukung, seperti
data penutupan awan (Cloud Cover), intensitas
radiasi matahari UV, fluks radiasi ekstraterestrial,
albedo, aerosol, dan faktor koreksi ketinggian lokasi
sangat diperlukan sebagai data koreksi. Namun data
pendukung ini belum diperhitungkan sebagai faktor
koreksi dari hasil yang diperoleh, hal ini dilakukan
mengingat keterbatasan data yang ada
3.2

Persamaan (2-1) menggambarkan adanya


proses laju fotolisis N0 2 (J), yang bergantung pada
radiasi matahari (ultraviolet), Nilai J dapat
tergambarkan pada pola intensitas radiasi matahari
ultraviolet, yang mempunyai nilai maksimum pada
periode siang hari antara pukul 11.00 - 13.00 (pada
kondisi atmosfer cerah/ideal).
Pada lintang menengah dan linggi nilai J akan
maksimum pada musim panas dan minimum pada
musim dingin, sebagaimana tingkat variasi musiman
radiasi ultraviolet. Di daerah ekuator, nilai J akan
relatif sama sepanjang musim. Pada kondisi stasioner
(2-3), maka reaksi fotolisis dan perusakan akan
setimbang (dynamic equilibrium), Shetter (1983)
dan
Stevens
(1987)
menunjukkan
bahwa
fotoketunakan digambarkan pada persamaan berikut:

Nilai ekspektasi p = 1 (setimbang), yang


merupakan hasil dari Persamaan (2-3). Dengan
mempertimbangkan
pembacaan variabel kimia
sesaat pada Persamaan (2-7), Shetter (1983),
menunjukkan bahwa proses fotoketunakan biasanya
terjadi pada siang hari.
3. DATA DAN METODOLOGI
3.1 Data
Data yang digunakan pada penelitian ini,
adalah data polusi udara yang meliputi N0 2 , NO, O3
dan temperatur, untuk daerah Jakarta (stasion
pemantauan polusi udara di Pulogadung Jakarta),
yang pemantauannya dilakukan
oleh P4-L DKI
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkotaan dan
Lingkungan) Bapedalda DKI Jakarta. Data yang
diolah adalah data berbasiskan rata-rata perjam
(pukul 06.00 - 17.00) tahun 1997 selama periode 24
jam. Dari data temperatur diperoleh
rentang

Metode Pcrhitungan laju Fotolisis N 0 2 (J)

Metode perhitungan laju fotolisis N 0 2 (J)


didasarkan pada data rata-rata perjam antara pukul
06.00 - 17.00 selama 1 tahun. Pembacaan data ratarata N0 2 , NO, dan 0 3 secara terpisah juga dilakukan
untuk mengecek/mengidentifikasi
adanya proses
fotoketunakan, dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika setiap pembacaan tiga data berturutan (,.i),
Y(i) , Y (, . ;; berbeda lebih kecil dari 10 %
terhadap data ke Y(o, maka dapat disimpulkan
bahwa kemungkinan proses fotoketunakan telah
terjadi pada waktu ke Y,. (Shetter, Stedman and
West, 1983).
b. Fotoketunakan kebanyakan terjadi pada pukul
11.00-13.00 kemudian mcnurun dengan tajam
pada sebelum dan sesudahnya.
Untuk
identifikasi
adanya
proses
fotoketunakan, seluruh data pada periode siang hari
antara jam 06.00 - 17.00 diolah dan dipilih untuk
data-data : Konsentrasi 0 3 , N 0 2 , NO 0,005 ppm
dan ratio NO/N0 2 S 3, dengan alasan bahwa :
a. Pada wilayah di daerah equator seperti kota
Jakarta
sering terselimuti oleh awan (cloud
cover) sehingga menyebabkan adanya proses
penurunan intensitas radiasi matahari khususnya
radiasi ultraviolet, yang konsekuensinya terjadi
gangguan
pada pembentukan (formasi) 0 3 ,
sehingga
mengurangi kemungkinan adanya
proses fotoketunakan.
Pada reaksi balik
(perusakan ozon) NO + 0 3 => N 0 2 + 0 2 , jika
konsentrasi 0 3 lebih kecil 0,005 ppm maka akan
mengurangi
kemungkinan
adanya
proses
fotoketunakan (Stevens, 1987).
b. Bilamana nilai ratio NO/N0 2 3 ada
kemungkinan bahwa data yang terekam adalah
data tidak normal, atau ada kejadian yang tidak
normal (seperti terjadi kepadatan transportasi,
proses pembakaran yang tidak normal pada
sekitar stasion pemantauan) dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan konsentrasi polutan NO
yang tidak wajar.
4. HASDL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4-1 menunjukkan variasi diurnal
konsentrasi ozon, NO, dan N 0 2 sepanjang hari, hasil
pengukuran selama periode tahun 1997. Pada kondisi

41

WartaLAPAN, Vol. 2 No.l.Januari-Maret 2000

siang hari (noon days) nampak adanya pola yang


berlawanan antara konsentrasi ozon terhadap NO
dan N0 2 , hal ini menggambarkan adanya proses
fotolisis N0 2 . Secara global konsentrasi NO akan
lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi N0 2 .
Pada saat matahari mulai terbit, proses fotolisis akan
berlangsung sehingga konsentrasi ozon
akan
meningkat,
yang berakibat pada
penurunan
konsentrasi N0 2 . Di samping terjadinya proses
fotolisis NO2, atau proses pembentukan ozon, terjadi
pula reaksi balik perusakan ozon oleh NO. Proses
ini relatif lebih lambat dibandingkan proses fotolisis,
hal ini terjadi karena adanya trigger (pemicu)
radiasi ultraviolet pada reaksi fotolisis N02.
Proses fotolisis N0 2 (pembentukan ozon) dan
proses perusakan ozon oleh NO berlangsung secara
simultan, dengan laju proses pembentukan dan
perusakan yang berbeda, akan berakibat terjadinya
lime lag (pergeseran waktu pola variasi diurnal
antara konsentrasi N0 2 dan ozon).

b. Perbedaan konsentrasi antara NO dan N0 2 pada


pukul 06.00 - 09.00 relatif kecil dibandingkan
pada kondisi siang hari, serta konsentrasi ozon
pada pagi hari juga relatif kecil, (Gambar 4 - 1 ) .
c. Dari hasil pembacaan data NO, N0 2 , dan ozon
pada pukul 06.00 - 09.00 menunjukkan bahwa
perbedaan data antara K06.00, Y 07.00, Y0.oo dan Y
09.00 perbedaannya lebih besar dari 10%.
Laju fotolisis N0 2 (J) selama pukul 09.00 17.00, menunjukkan pola yang lebih baik dan
normal, dimana perbedaan pembacaan data NO,
N0 2 , dan ozon pada jam yang ke Y ,., , Y, dan Y i+i
lebih kecil dari 10 %, dan plot laju fotolisis NO^J)
ini cenderung mengikuti pola intensitas radiasi
matahari ultraviolet pada umumnya, yang
mempunyai nilai maksimum pada pukul 12.00.
Dari hasil perhitungan berdasarkan Persamaaan (2-4)
diperoleh nilai rata-rata laju fotolisis N0 2 ( J ) =
8,03 x 10'3 s"1, selama tahun 1997, pada nilai
kestimbangan antara p = 0.5 dan p = 1.8
(Gambar 4-3).
Pada Tabel 4-1, ditunjukkan perbandingan
hasil perhitungan nilai laju fotolisis N0 2 (.1) peneliti
dari beberapa kota, tampak nilai laju fotolisis yang
diperoleh untuk kota Jakarta (Indonesia) tidak
berbeda jauh dengan nilai-nilai hasil peneliti lain.
Secara global perbedaan nilai laju fotolisis yang
diperoleh untuk kota Jakarta relatif kecil (5 %)
terhadap kota-kota lain. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil yang diperoleh untuk kota Jakarta cukup bagus
dan rasional. Adanya perbedaan nilai laju fotolisis
N0 2 (J) lebih diakibatkan oleh adanya perbedaan
kondisi wilayah setempat, seperti background
polutan, ketinggian lokasi, tingkat perawanan dan
intensitas radiasi ultraviolet.

Gambar4-1 : Ploting hasil


pengukuran variasi
diurnal 0 3 , NO, N0 2 tahun 1997 di
Pulogadung Jakarta
Gambar 4-2 menunjukkan plot laju fotolisis
N0 2 (J) rata-rata dan tiap jam selama tahun 1997,
pada periode pukul 06.00 - 17.00, pada gambar
tampak terjadi pola yang sangat menarik antara
pukul 06.00 - 09.00.
Pola yang terjadi ini lebih diakibatkan oleh :
a. Adanya pola konsentrasi NO dan N0 2 yang
tinggi antara pukul 06.00 - 09.00, karena pola
variasi diurnalnya, serta kemungkinan adanya
aktifitas tranportasi yang meningkat pada jamjam tersebut, mengingat lokasi pemantauannya
pada daerah padat transportasi.

42

Gambar 4-2 : Nilai laju fotolisis N0 2 (.1) rata-rata


tiap jam pada tahun 1997 di Jakarta

WartaLAPAN, Vol. 2 No.l, Januari -Maret 2000


Tabel 4-1 :

PERBANDINGAN
NILAI
LAJU
FOTOLISIS N0 2 (J) ANTARA KOTA
JAKARTA DAN KOTA-KOTA LAIN

Gambar 4-3 : Variasi


diurnal
fotoketunakan
NO/N0 2 /0 3 untuk kota Jakarta &
Johannesburg

Gambar 4-3, menunjukkan perbedaan pola


plot variasi diurnal Fotoketunakan NO/N0 2 /0 3
(Photostasionary State) untuk wilayah Jakarta ratarata pada bulan September 1997 dan rata-rata tahun
1997, serta untuk kondisi kota Johannesburg (Afrika
Selatan) pada tanggal 16 September 1987 (Steven
1987).
Tanda garis datar terpotong-potong menunjukkan
nilai expectasi (p), (kondisi setimbang), yaitu kondisi
laju
pembentukan ozon dan perusakan ozon
setimbang (Forward rate = Backward rate) atau
kondisi kesetimbangan dinamis Persamaan (2-3).
Pada keadaan alamiah, kondisi setimbang sangat
sulit untuk diperoleh, atau diamati. Dengan
mempertimbangkan
pembacaan parameterparameter kimiawai sesaat yang terjadi di atmosfer,
maka nilai fotoketunakan dapat diperoleh kembali
melalui Persamaan (2-7). Pada plot variasi diurnal
fotoketunakan pada bulan September 1997
menunjukkan nilai yang menurun pada sekitar jam
12.00 (W1B). Kondisi ini menggambarkan bahwa
secara rata-rata pada bulan September 1997, ada
kecenderungan atmosfer di Jakarta (Pulogadung)
mengalami penurunan intensitas radiasi matahari
(UV), karena proses peliputan awan. Secara global
dari perbandingan nilai variasi diurnal proses
fotoketunakan yang terjadi untuk kota Jakarta dan
Johannesburg, menunjukkan pola yang mirip,
meskipun secara riil pada nilai-nilai tiap jamnya
sangat berbeda satu sama lain. Hal ini
menggambarkan bahwa peranan kondisi lokal
(setempat) sangat berpengaruh.

Gambar 4-4:

Hubungan konsentrasi ozon dan


nisbah NO/N0 2 pada J 8.03 x
10"5 s'' tahun 1997 di Jakarta

Pada Gambar 4-4 menunjukkan hubungan


antara konsentrasi ozon dan ratio NO/N02, pada
kondisi nilai laju fotolisis N0 2 (J) + 8.03 10'3 S"1,
selama jam 06.00 - 18.00 selama tahun 1997,
sementara Gambar 4-5 menunjukkan gambar yang
sama dengan Gambar 4-4 akan tetapi hanya pada
bulan September 1997. Dari kedua gambar
menunjukkan pola hubungan antara ozon dan ratio
NO/N02 mempunyai pola yang mirip, begitu pula
dengan kondisi pada bulan-bulan yang lain.
Dari hasil ploting data Oj dan ratio NO/N02, seperti
Gambar 4-4 dan 4-5 diperoleh adanya hubungan
yang memenuhi persamaan Y = a X ~ , dimana Y =
konsentrasi ozon, X = ratio NO/NO?, dan a,b adalah
konstanta-konstanta yang mengikutinya.
Secara rata-rata hubungan antara konsentrasi ozon
dan ratio NO/N02 mempunyai faktor korelasi ( r )
yang besar, yaitu antara 0,92 - 0.95. Hal ini
menggambarkan bahwa konsentrasi kedua parameter

43

Warta IAPAN, Vol. 2 No.l, Januari

itu mempunyai peran yang sangat penting sebagai


prekursor ozon. Hubungan konsentrasi ozon dan
ratio NO/NO2 untuk tahun 1997 memenuhi
persamaan [03] = 13,939 [NO/N0 2 ] ~0'5696, dengan
korelasi 95 %, sementara untuk bulan September
1997[0,] = 8,604 [NO/N0 2 ] ~'1M'*i dengan korelasi
92 %.

Gambar 4-5 : Hubungan konsentrasi Ozon dan


nisbah NO/NO Pada J 8.03 x 10":
s"1 September 1997 di Jakarta

5. KESIMPULAN
a.

b.

c.

44

Dari hasil pengolahan data 0 3 , NO, N 0 2 , dan


temperatur pada tahun 1997, untuk terminal
Pulogadung Jakarta diperoleh nilai laju
fotolisis N 0 2 (J) sebesar = 8,03 10"3 s"1,
belum dilakukan koreksi terhadap data radiasi
UV, Cloud cover, albedo, dan aerosol sebagai
faktor koreksi. Bila dibandingkan dengan
perolehan hasil peneliti lain, maka nilai (J)
yang diperoleh untuk Jakarta mempunyai
perbedaan lebih kecil 5 %.
Pola plot laju fotolisis N 0 2 dan proses
fotoketunakan
NO/N0 2 /0 3 ,
mempunyai
keccnderungan yang sama, yang mempunyai
nilai maksimum pada pukul + 12.00, terjadinya
fluktuasi nilai (J), dan (p), diakibatkan oleh
pengaruh-pengaruh parameter atmosfer lokal,
seperti fluktuasi radiasi ultraviolet dan
perawanan.
Adanya hubungan yang sangat erat (r > 90 %)
antara konsentrasi ozon dan ratio NO/N0 2 ,
yang memenuhi persamaan [Y] = a [X] "b . Hal
ini menggambarkan bahwa NO dan N 0 2
sebagai prekursor mempunyai peran yang

sangat
berarti
konsentrasi ozon.

Maret 2000

(significant)

terhadap

DAFTAR RUJUKAN
Anderson L.O,
1979,
"Effect of Night-time
Chemistry Upon The Transport of Ozone and
Ozone Precursors", J.Air Pollut. Control Ass,
V. 29, p.970-973.
Bahe F.C., Schurath U. and Backer K.B, 1980, " The
frequency ofN02 photolysis at ground level as
recorded
by
a
continous
actinometer".
Atmospheric Envronment, V. 14, p. 711-718.
Disckerson R.R and Stedman D.H, 1980 "Precision
of N02 photolysis rate measurement", Enmv.
Sci. Technology, V. 14, p. 1261 - 1262.
Harvey R.B, Stedmen.D.H and Chemeides W, 1977,
"Determination of absolute rate of solar
photolysys of N02", J.Air. Pollution control
Ass, V. 27, p. 663 - 666.
Hiram Levy II, 1972, " Photochemistry Of The
Lower Troposphere" Planet Space Sci. V.2, p.
919-935.
John H. Seinfield, 1986, "Atmospheric Chemistry
and Physics of Air Pollution", John Wiley &
Sun, A Wiley Interscience Publicution, p. 111184.
Pamsh D.D, Murphy P.C., Albritton D.L, and
Fehesnfeld F.C., 1983, "The Measurement of
Photodissociation rate
of N02 in the
atmosphere" , Atmph.Env. , V.17, p. 1365 1379.
Shelter R E . , Stedman D.H and West D.H , 1983, "
The NO/N02/03 Photostasionary State in
Clameront, California", J. Air Pollut. Control
Ass. 3 3 , p . 2 1 2 - 2 1 4 .
Sickles.J.E, Ripperton L.A, Eaton W.C, and Wrigth
R.S,
1977,
"Diurnal sunlight
intensity
determined by nitrogen dioxide photolysis", A
field study research Triangle Institute, North
Carolina, report No. RT 1-1163/F3.
Stevens. C.S , 1987, "
The
NO/N03/03
Photostasionary State and Rate Of Photolysis
OfN02 In Central Johannesburg" Atmospheric
Environment V.21, No. 4 p. 799 - 805
Wakamatsu.S., Ogawa.Y., Murano. K., Goi. K. and
Aburamoto. Y, 1983, "Aircrafts Survey of the
Scondary Photochemical Pollutans Covering
The Tokyo Metropolitan Area", Atmospheric
Environment, V.17, p. 827 - 837.
Zafonte L., Rieger P., and Holmes J R . 1977,
"Nitrogen dioxide photolysis in the Los Angles
Atmophere", Env. Sci. Technl., V. 11, p. 483 487.

Anda mungkin juga menyukai