Anda di halaman 1dari 33

EKSKUTIF SUMMARY

STUDI PEMANFAATAN BATUGAMPING


DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

MEDAN
2011

ABSTRAK

Di daerah Sosopan terdapat potensi bahan galian batugamping yang banyak dibutuhkan
dalam bidang industri. Batugamping merupakan batuan karbonat yang disusun oleh
mineral mineral karbonat terutama mineral kalsit (CaCO3). Berdasarkan hasil analisis
kimia yang dilakukan terhadap contoh batugamping didaerah penelitian menunjukkan
kandungan unsur rata rata CaO 53,87%, MgO 0,4 %. Hadirnya unsur Fe2O2, Al2O3,
Na2O, SiO2, pada batuan tersebut sebagai unsur pengotor yang kehadiranya

tidak

diperlukan dalam proses industri (diminimalisir). Tingginya komposisi CaO tersebut


dapat dimanfaatkan dalam industri semen, peleburan dan pemurnian baja. Dalam
pemanfaatannya sebagai bahan baku industri semen perlu pencermatan dan penelitian
lebih lanjut terutama bahan aditif lainnya seperti lempung, dan pasir.
Keyword : Batugamping, Kalsium Oksida (CaO)

ii

KATA SAMBUTAN
Di daerah Sumatera Utara banyak terdapat bahan galian batugamping yang kualitas dan
kuantitas belum termanfaatkan secara baik dan maksimal. Batugamping merupakan
salah satu bahan galian industri yang banyak dibutuhkan dalam bidang industri seperti
semen, peleburan dan pemurnian baja, pertanian, industri kaca dan berbagai macam
industri lainnya, didalam pemanfaatannya sebagai bahan baku industri sangat ditentukan
oleh sifat fisik dan sifat kimianya.

Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan terutama
untuk pemerintah daerah dan pelaku industri sebagai data awal didalam pengguna dan
pemanfaatan batugamping sebagai bahan baku industri di Sumatera Utara. Adanya
pemanfaatan sumberdaya alam lokal didaerah diharapkan mampu untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat dan pendapatan asli daerah, semoga industri berbasiskan
sumberdaya alam lokal dapat terwujud.
Medan,

2011

Badan Penelitian dan Pengembangan


Propinsi Sumatera Utara
Kepala

Ir. H. Alwin, M.Si


Pembina Utama Muda
NIP : 19600911 198711 1 001

iii

KATA PENGANTAR

Meningkatnya pembangunan infrastruktur dan sektor industri yang begitu tinggi harus
diimbangi dengan penyediaan bahan baku (raw material) yang berasal dari sumberdaya
alam lokal. Salah satu industri yang berkembang sekarang adalah industri semen.
Adanya permintaan semen yang meningkat menyebabkan harga bahan baku semen
berfluktuasi. Untuk itu diperlukan pencarian bahan baku industri semen salah satunya
adalah batugamping. Batugamping / batukapur merupakan bahan galian industri yang
banyak digunakan dalam sektor industri konstruksi, semen maupun pertanian, baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan aditif lainnya.

Laporan ini merupakan hasil dari kegiatan Studi Pemanfaatan Batugamping di


Kabupaten Tapanuli Selatan. Kegiatan studi dilakukan dengan pengamatan terhadap
singkapan batuan di permukaan, analisis kimia batugamping dan interpretasi skala
pemanfaatan batugamping berdasarkan komposisi kimianya.

Kiranya laporan ini akan bermanfaat, terutama sebagai base data untuk penelitian
penelitian lanjutan yang lebih detail dari batugamping daerah penelitian. Pada semua
pihak yang turut berperan serta dalam penyusunan laporan ini, diucapkan banyak
terima kasih.

Medan,

2011

Tim Penyusun

iv

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK
KATA SAMBUTAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL

ii
iii
iv
v
vi
vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang penelitian
1.2.
Perumusan masalah
1.3.
Tujuan penelitian
1.4.
Ruang lingkup

1
3
3
4

BAB II
2.1.
2.2.
2.2.1.
2.2.2.
2.2.3.
2.3.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Batugamping
Kegunaan Batugamping
Industri Semen
Pembuatan Karbit
Bahan Pelebur dan Pemurnian Baja
Pengertian Sumberdaya

5
6
7
8
8
9

BAB III.
3.1.
3.1.1.
3.1.2.
3.1.3.
3.1.4.
3.2.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian
Tahap pendahuluan
Tahap pekerjaan lapangan
Tahap analisa dan interpretasi data
Tahap penyusunan laporan
Lokasi daerah penelitian

12
12
13
13
13
14

BAB

IV. HASIL DAN PEMBAHANSAN


4.1.
Eksplorasi batugamping
4.1.1. Morfologi daerah penelitian
4.1.2. Satuan batugamping
4.1.3. Sifat fisik batugamping
4.1.4. Analisa kimia
4.2.
Kualitas batugamping
4.3.
Pemanfaatan batugamping
4.4.
Nilai ekonomi batugamping

BAB V.
5.1.

KESIMPULAN
Saran

DAFTAR PUSTAKA

15
16
17
17
19
20
20
21

23

24

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
14

Gambar 3.1.

Lokasi daerah penelitian

Gambar 4.1.

Bentuk morfologi daerah penelitian

16

Gambar 4.2.

Singkapan batugamping

17

Gambar 4.3.

Singkapan batugamping

17

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1.

Klasifikasi batugamping berdasarkan kadar dolomit


(Petti Jhon,1990)

Tabel 2.2.

Penggolongan sumberdaya dan cadangan

11

Tabel 4.1.

Hasil analisis kimia batuan

19

DAFTAR LAMPIRAN

vii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang penelitian
Kebutuhan akan data dan informasi mengenai potensi bahan galian industry dirasakan
cukup besar pada saat ini. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya kegiatan
eksplorasi di daerah yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta dalam upaya
memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Bahan galian industri yang konsumsi sangat
dibutuhkan adalah batugamping. Batugamping atau batukapur merupakan salah satu
bahan galian industri yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Penggunaan
dan pemanfaatan batugamping sebagai bahan baku industri terutama sangat ditentukan
oleh sifat fisik dan kimianya. Dalam

pemanfataanya batugamping digunakan sebagai

bahan baku utama maupun sebagai bahan baku tambahan pada proses industri. Di
Indonesia penggunaan batugamping sebagai bahan baku industri telah banyak
memberikan manfaat kepada pemerintah

daerah terutama kontribusinya didalam

menopang dan meningkatkan pendapat asli didaerah (PAD).

Secara umum cadangan batugamping di Sumatera Utara sangat banyak dan memiliki
penyebaran yang begitu luas, hanya saja potensi dan kualitas batugamping tersebut
belum diketahui secara baik dan akurat. Selaman ini konsumsi batugamping didaerah
hanya digunakan sebagai bahan baku pertanian terutama untuk penetralitas tanah yang
memiliki konsentrasi tanah asam tinggi. Kemudian batugamping banyak digunakan
sebagai bahan agregat penimbun jalan terutama didaerah untuk perbaikan sarana
infrastruktur yang ada. Kondisi yang demikian menyebabkan pemanfaatan dan
konsumsi batugamping tidak begitu besar sementara

penyebaran luas cadangan

didaerah cukup melimpah. Untuk itu perlu dilakukan kajian kajian sehinga konsumsi
dan pemenfaatan batugamping dapat digunakan secara optimal dengan memperhatikan
sifat fisik dan kimianya.

Di sektor industri laju pertumbuhan setiap tahunnya berkisar 10,45 %. Industri semen
merupakan industri pemakai utama batugamping, tercatat sekitar 86,84 % jumlah
konsumsi batugamping diserap oleh industri semen. Diperkirakan pada tahun-tahun
mendatang penggunaan batugamping akan semakin meningkat dengan kuantitas yang
cukup besar, baik di sektor industri, konstruksi/jalan maupun di sektor pertanian.

Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai daerah otonom perlu menggali dan mencari sumber
sumber pemasukan didalam menambah dan meningkatkan pendapatan asli didaerah
untuk mendukung pembangunan daerah dan mensejahterakan masyarakat. Salah satu
sector yang perlu diperhatikan dan dicermati adalah sector sumberdaya alam. Potensi
sumberdaya alam terutama sumberdaya mineral didaerah ini belum digali dan
dikembangkan secara baik dan optimal. Didaerah Tapanuli Selatan terdapat
batugamping yang potensi kualitas dan penyebarannya belum diketahui secara akurat.
Hal ini disebabkan oleh belum adanya kajian kajian / penelitian yang dapat mengungkap
tentang potensi dan cadangan batugamping tersebut.

Batugamping yang tersusun oleh mineral kalsium karbonat (CaCO3) banyak digunakan
dan dimanfaatkan

pada berbagai bahan baku industri seperti bahan baku industri

Semen, bahan baku industri Pupuk, Keramik, Penetral Tanah, Bahan Bangunan,

Ornament, industri Kertas, Cat, bahan Pemutih dan industri Kimia lainnya. Keberadaan
dan penggunaan batugamping sebagai bahan baku industri sangat ditentukan oleh sifat
fisik dan sifat kimianya. Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas dari batugamping
didaerah tersebut, pemerintah daerah dapat memberikan masukan kepada investor
terutama tentang potensi dan penyebaran batugamping tersebut. Disamping itu dapat
memberikan gambaran kepada instansi terkait didalam penyusunan profile investasi
sumberdaya mineral yang terdapat didaerah Tapanuli Selatan dan sekitarnya.

1.2. Perumusan masalahan


Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kaitanya dengan penelitian Studi
Pemanfaatan batugamping di Kabupaten Tapanuli Selatan dan sekitarnya, adalah:
a. Batugamping merupakan bahan galian industri yang banyak dibutuhkan
dalam bidang industri, belum tersedianya data dan informasi batugamping
yang terdapat didaerah
b. Dalam pemanfataanya dalam bidang industry ditentukan oleh sifat fisik dan
kimia, belum terdatanya kualitas batugamping yang terdapat didaerah
c. Batugamping

belum

digunakan

secara

baik

dan

optimal,

Skala

peruntukannya sesuai dengan kualitasnya


d. Kuantitas batugamping yang terdapat didaerah penelitian
e. Lokasi keterdapatannya

1.3.Tujuan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data tentang
keberadaan sumberdaya mineral

terutama tentang

lokasi keterdapatanya,

jenis

mineral, komposisi kimia (kualitas) batugamping, mengetahui jumlah cadangan


3

(hipotetik), prospek pemanfaatan dan pengembangan batugamping dan pada akhirnya


termanfaatkannya batugamping didaerah penelitian. Kemudian

sebagai bahan

kebijakan didalam penyusunan profile investasi sumberdaya mineral dan pelaksanaan


pembangunan dikabupaten Tapanuli Selatan khususnya daerah Padanglawas .

1.4. Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari kegiatan Studi Pemanfaatan Batugamping di kabupaten Tapanuli
Selatan dan sekitarnya adalah:

Identifikasi dan inventarisasi data dan informasi potensi batugamping


yang terdapat dikabupaten Tapanuli Selatan

Mendeliniasi potensi batugamping yang terdapat dikabupaten Tapanuli


Selatan dan sekitarnya

Analisis Laboratorium kimia (AAS) untuk mengetahui kualitas


batugamping

Identifikasi pemanfaatan batugamping sesuai dengan peruntukannya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Batugamping
Batugamping yang dikenal sebagai batu kapur merupakan bagian dari batuan karbonat
yang disusun oleh dominan mineral mineral karbonat (Kusumadinata, 1983). Penyusun
utama batugamping adalah mineral kalsit (CaCO3), sedangkan mineral karbonat lain
yang dapat hadir adalah dolomit (Ca Mg (CO3)2), aragonit (CaCO3), kalsit yang kaya
akan magnesit, Magnesit (MgCO3) dan siderit (FeCO3). Mineral lain dapat juga hadir
sebagai mineral pengotor yang terbentuk pada saat pengendapan seperti mineral
lempung, kuarsa (silika).

Kehadiran mineral pengotor tersebut dapat menjadi dasar

pengklasifikasian batugamping.

Bila batugamping banyak dikotori oleh magnesit,

maka disebut dolomit, bila pengotor mineral lempung disebut batugamping lempungan
dan bila pengotornya kuarsa disebut batugamping kuarsa. Warna dari batugamping
sangat di kontrol oleh persentasi mineral penyusun yang dominan dan mineral
pengotornya. Batugamping yang berwarna putih susu dominan disusun oleh mineral
kalsit, berwarna abu-abu muda tua menunjukan kehadiran unsur magnesium, warna
kemerah-merahan umumnya disebabkan oleh hadirnya mangan dan warna kehitaman
disebabkan oleh hadirnya unsur organik.

Tabel 2.1. Klasifikasi batugamping berdasarkan kadar dolomit


atau MgO (Petti Jhon,1990)
Nama Batuan
Batugamping
Batukapur bermagnesium
Batukapur dolomitan
Dolomit berkalsium
Dolomit

Kadar Dolomit
05
5 10
10 50
50 90
90 - 100

Kadar MgO (%)


0,1 1,1
1,1 2,2
2,2 10,9
10,9 19,7
19,7 21,8

2.2. Kegunaan Batugamping


Batugamping adalah salah satu diantara bahan galian industri yang paling banyak
kegunaannya dalam berbagai sektor industri, baik sebagai bahan baku utama maupun
sebagai bahan tambahan/campuran. Data dari Direktorat Sumber Daya Mineral,
Departemen Pertambangan dan Energi mengatakan bahwa batugamping memiliki 32
sektor kegunaan. Konsumen industri yang paling besar adalah industri semen dan bahan
bangunan (agregat dan ornamen), diikuti oleh industri lain seperti industri kertas, cat,
plastik, kosmetik, farmasi, besi baja, kapur untuk pertanian, tekstil, industri gula,
plastik, karet, bahan penjernih, pembuatan gas CO2, industri lemak dan lain-lain.

Penggunaan batugamping memerlukan persyaratan tertentu untuk masing-masing


peruntukan, seperti derajat kemurnian (kadar CaO), serta memperhatikan kehadiran
unsur pengotor (Mg, Al, Fe, P, S, Na, K dan F), mineral pengotor (kuarsa, pirit, dan
markasit) dan sifat fisiknya (kecerahan, ukuran butir, luas permukaan dan
kelembabannya).

Secara umum cadangan batugamping Indonesia mempunyai

komposisi kimia sebagai berikut :


- CaO antara

40 55 %

- SiO2antara

0,23 18,12 %

- Al2O3

antara

0,20 4,33 %

- Fe2O3

antara

0,1 1,36 %

- MgO

antara

0,05 4,26 %

- CO2 antara

35,74 42,78 %

- H2O antara

0,1 - 0,85 %

- P2O5
- K2O

antara
=

0,072 - 0,109 %

0,18 dan L.O.I = 40,06 %

2.2.1. Industri Semen


Batugamping merupakan bahan baku utama dalam pembuatan semen, terdapat tiga jenis
semen yang menggunakan kalsium karbonat (batugamping) sebagai bahan mentahnya,
yaitu semen portland, semen puzolan dan semen alam. Komponen terbesar dalam
semen adalah batugamping (karbonat), yaitu sekitar 64 %. Secara umum untuk satu ton
semen diperlukan lebih kurang satu ton batugamping. Persyaratan batugamping untuk
dapat dijadikan bahan baku semen adalah : kadar CaCO3 = 50 55 %; MgO maksimum
2 %, kadar Fe2O3 = 2,47 % dan Al2O3 = 0,95 % dan kekentalan luluhan 3200 centipoise
(40 % H2O). Pendapat lain mengatakan, bahwa batugamping yang baik untuk bahan
semen adalah batugamping yang kandungan CaCO3 > 75 % (Prajartoro, 1992).

Semen portland merupakan jenis semen yang paling banyak menggunakan bahan baku
batugamping dan merupakan jenis semen yang paling penting. Bahan-bahan untuk
pembuatan semen portland terdiri dari kalsium karbonat = 75 %, lempung = 20 % serta
pasir silika, pasir besi dan gips sekitar 5 %.

Menurut Projartoro, (1992) bahan-bahan

mentah tersebut dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu :


a.

Komponen utama, terdiri dari CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3, dimana CaO dari
material batugamping sedangkan SiO2, Al2O3 dan FeO3 dari lempung dan
batupasir.

b.

Material pengoreksi (corrective material), digunakan untuk menambah


komponen utama yang kurang (misal CaO high grade limestone), Al2O3
bauksit).

c.

Material tambahan (additive material), yaitu material yang ditambahkan untuk


membuat efek tertentu pada semen, seperti gipsum (CaSO3).

Berdasarkan komposisi kimia, menurut Sarno Harjanto (1992) semen portland harus
memenuhi persyaratan berikut :
-

Faktor kejenuhan kapur tidak lebih dari 1,02 dan tidak kurang dari 0,66.

Sisa bahan tidak larut tidak kurang dari 1,5,%

MgO tidak lebih dari 4 5 %

Hilang dalam pembakaran (LOI) tidak lebih dari 3 4 %

Awal pengerasan tidak lebih dari 45 menit, sedang akhir pengerasan tidak
lebih dari 10 jam.

2.2.2. Pembuatan Karbit.


Batugamping yang digunakan untuk bahan ini adalah jenis kapur tohor sebesar 60 %
dan merupakan bahan bahan baku utama, bahan lainnya adalah kokas 40 %, antrasit,
petrolium coke (carbon black). Spesifikasi kapur tohor untuk bahan karbit adalah :
-

Total CaO minimum 92 %

MgO maksimum 1,75 %

SiO2 maksimum 2 %

Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1 %

Fe2O3 tidak lebih dari 5 %

Sulfur (S) tidak lebih dari 5 %

Potasium (P) maksimum 0,02 %

Hilang dalam pemijaran pada contoh yang diambil ditungku 4 %.

2.2.3. Bahan Peleburan dan Pemurnian Baja


Fungsi batugamping/dolomit dalam peleburan dan pemurnian besi atau logam adalah
sebagai bahan imbuh pada tanur tinggi. Disamping itu batugamping berperan sebagai

pengikat gas-gas seperti SO2, H2S dan HF sehingga diperlukan batugamping yang
mempunyai kadar CaO yang tinggi, dimana batuan tersebut harus sarang dan keras.
Syarat batugamping/dolomit untuk bahan ini adalah :
a. Untuk batugamping CaO minimum 52 %, SiO2 maksimum 4 % (1,5 4 %),
Al2O3 + Fe2O3 maksium 3 %, MgO maksimum 3,5 %, Fe2O5 maksimum 0,65 %,
P maksimum 0,1 %.
b. Untuk dolomit syaratnya MgO 17 19 %, SiO2 maksimum 6 % dan Al2O3 +
Fe2O3 maksimum 3 %.

2.3. Pengertian Sumberdaya dan Cadangan


Keberadaan mineral di dalam perut bumi dapat diketahui dari sejumlah indikasi adanya
mineral yang terdapat di perut bumi. Penyelidikan secara geologi pada dasarnya belum
dapat menentukan secara teliti atau detail kuantitatis dan kualitas tentang informasi dari
keberadaan sumberdaya mineral. Akan tetapi pada kegiatan pentahapan tersebut sudah
dapat dikemukakan indikasi adanya sumberdaya mineral, sehingga keberadaan mineral
tersebut sering disebut dengan sumberdaya. Bila penyelidikan dilakukan dengan lebih
teliti, yaitu dengan menggunakan berbagai metode seperti : geokimia, geofisika,
pemboran maka mineral tersebut sudah diketahui dengan pasti baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Dengan keberadaan tersebut sumberdaya mineral tersebut sering
disebut dengan cadangan.

Kategori cadangan dibagi bertingkat-tingkat, dimana semakin teliti kegiatan


penyelidikannya maka makin lengkap informasi yang didapat mengenai keberadaan
mineral tersebut, khususnya dalam bentuk kualitas dan kuantitasnya. Ada berbagai

pertimbangan yang menentukan kelayakan suatu mineral untuk dapat ditambang, seperti
: letak geografi, teknologi penambangan, teknologi pemrosesan, kondisi sosial budaya
dan masalah lingkungan hidup dan lain lain. Mc. Kelvy (1973), menggambarkan
hubungan antara tingkat keekonomisan dengan

tingkat kelayakannya. Berdasarkan

tingkat penyelidikannya dari yang paling kasar kepada yang lebih teliti, kita dapat
menggolongkan sumberdaya ke dalam golongan discovered atau infered (tereka),
indicated atau terunjuk dan terukur (measured). Sedangkan dari pandangan kelayakan
Mc. Kelvy membagi menjadi marginal (kurang layak), para marginal (tidak terlalu
ekonomis) dan ekonomis atau menguntungkan.

Apabila sumberdaya terunjuk telah diteliti dan ternyata layak untuk ditambang, maka
pada tingkatan tersebut baru berbicara tentang cadangan probable (terkira), sedangkan
apabila berbicara pada tingkat sumberdaya terukur dan studi kelayakan menunjukkan
ekonomis maka disebut dengan cadangan terbukti (proved). Bila dari studi kelayakan
ternyata penambangan bisa menguntungkan, tingkat sumberdaya tereka (infered) dapat
digolongkan sebagai cadangan tingkat mungkin (possoble), dan apabila datanya masih
umum atau data kasar hanya memungkinkan mineral tersebut digolongkan menjadi
sumberdaya ditemukan (discovered).

10

Tabel 2.2. Penggolongan Sumberdaya dan Cadangan (Mc. Kelvy, 1973)


Kelayakan
Ekonomis
Penemuan
Cadangan

Cadangan Terkira

Cadangan

Sumberdaya

Mungkin

(Probable)

Terbukti (Proved)

(Discovered )

(Possible)

Sumberdaya

Sumberdaya

Sumberdaya

Sumberda
ya

Marginal Umum
(Measured)

Tereka (Infered)

Indicated (Terunjuk) Terukur


Tingkat Ketelitian

11

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey lapangan, meliputi
pengumpulan dan pengambilan data primer dilanjutkan dengan data sekunder.
Pengamatan langsung (pengambilan data primer) dilakukan dengan cara pengamatan
singkapan batugamping, kondisi daerah penelitian, pendiskripsian batuan dan
pengamatan

bentuk

bentang

alam

(morfologi)).

laboratorium/studio dilakukan dengan analisa kimia

Sedangkan

metode

analisa

batuan yang dilakukan di

Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Bandung (PPPTMB ), serta digitasi peta dengan software Mapp info. Data data tersebut
kemudian diolah, di diskripsi dan dianalisa untuk selanjutnya diinterpretasikan
kemudian di sajikan dalam bentuk peta dan laporan penelitian. Secara umum tahapan
kegiatan penelitian dapat dilakukan dengan beberapa tahap, Adapun tahap-tahap yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah :

3.1.1. Tahap pendahuluan/persiapan


Pada tahapan ini dilakukan pekerjaan untuk mendapatkan data dan informasi
yang mendukung pekerjaan ini yaitu mencakup :
-

Studi kepustakaan atas laporan-laporan terdahulu atau data sekunder

Perencanaan pekerjaan lapangan

Interpretasi tofografi daerah penelitian melalui peta tofografi skala 1 :


50.000 dan peta geologi skala 1 : 250.000 lembar Padangsidempuan
Sibolga dan mempersiapkan peralatan lapangan.
12

3.1.2.

Tahap pekerjaan lapangan


Pada tahap pengamatan lapangan dilakukan pengamatan terhadap objek
penelitian berupa singkapan batuan yang terdapat didaerah penelitian. Untuk
mendapatkan singkapan dilakukan dengan menyusuri Sungai dan jalan pada
daerah penelitian. Setelah singkapan di dapatkan dilakukan berupa :
-

Menentukan posisi objek kedalam peta

Melakukan deskripsi secara megaskopis terhadap singkapan/endapan batuan


dengan mengamati warna batuan, komposisi batuan, ukuran butir, bentuk
butir dan sifat fisik lainnya.

Pengambilan foto sebagai dokumentasi

3.1.3. Tahap analisa dan Interpretasi data


Analisa data yang dilakukan adalah analisa litologi/petrologi meliputi warna
batuan, komposisi batuan, tekstur ukuran butir dan bentuk butir dan sifat fisik
lainnya, sedangkan analisa kimia untuk mengetahui komposisi unsur kimia
batuan, Data-data tersebut kemudian digunakan untuk mengetahui dan
menginterpretasikan kondisi geologi daerah penelitian dan kualitas endapan
batuan.
3.1.4. Penyusunan laporan
Tahap penyusunan laporan dimulai sejak studi pendahuluan dan dilanjutkan,
dengan analisa kimia batuan serta menggabungkan seluruh hasil penelitian yang
ada untuk mendapatkan suatu kesimpulan menyeluruh di daerah penelitian.

13

3.2. Lokasi daerah penelitian


Daerah penelitian dahulunya merupakan

bagian dari kabupaten Tapanuli Selatan

seiring dengan adanya otonomi daerah, maka kabupaten Tapanuli Selatan melakukan
pemekaran daerah,

sehingga lokasi daerah penelitian masuk kedalam kabupaten

Padanglawas. Secara Administratif daerah penelitian terletak di daerah Sosopan


Kecamatan Sosopan Kabupaten Padanglawas dengan koordinat N 0101200 N
0101800, E 9902700 - E 9903600. Lokasi daerah penelitian dapat dilalui dengan
kenderaan roda empat/roda dua, melalui Medan menuju ke Tapanuli Selatan, dengan
waktu tempuh 9 -10 jam atau berada di Tenggara dari kota Medan.

Gambar 3.1. Lokasi Daerah Penelitian

14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Eksplorasi batugamping
Eksplorasi batugamping merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan
lapangan, pengambilan sampel dan kemudian dilakukan pemetaan geologi lapangan.
Tujuan dari eksplorasi geologi ini salah satunya adalah untuk mengetahui keberadan
batugamping, prosentase kimianya (kualitas), pola sebaran mineral tersebut yang
akhirnya dapat ditentukan pemanfaatannya berdasarkan komposisi kimia tersebut.
Pekerjaan yang dilakukan dalam tahapan eksplorasi/survey tersebut meliputi pemetaan
untuk mencari dan mendapatkan singkapan batuan, struktur dan target batugamping.
Pemetaan dilakukan untuk mengetahui seberapa luas penyebaran endapan batugamping,
bentuk morfologi kemudian batas satuan batuan, jenis satuan batuan dan kondisi
dilapangan.
Pendiskripsian mengenai batugamping ini diawali dengan mengamati mengenai sifatsifat fisik batugamping dilapangan,

sifat-sifat fisik yang diamati tersebu meliputi

warna, tekstur, struktur, komposisi. Tujuan pendiskripsian secara megaskopis


(petrologi) untuk

memberikan penamaan batuan dilapangan. Analisa kimia batuan

diperlukan untuk mengetahui kualitas dari batuan yang dimaksud sehingga dapat
ditentukan nantinya didalam skala peruntukannya, Sedangkan pembahasan mengenai
potensi pemanfaatan batugamping tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran
mengenai pemanfaatan pada saat ini dan peluang pengembangan pemanfaatan
batugamping pada massa datang dengan mempertimbangkan fungsi dan kandungan
komposisi kimianya.

15

4.1.1.Morfologi daerah penelitian


Geomorfologi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang mengulas tentang
kenampakan roman muka bumi. Roman muka bumi itu sangat dikontrol oleh litologi,
struktur dan proses yang bekerja pada daerah tersebut. Secara umum morfologi daerah
penelitian sebagian besar merupakan perbukitan yang merupakan

bagian dari

pegunungan bukit barisan, dengan elevasi tertinggi 1225 m diatas permukaan laut
terdapat pada dolok Parbalimbingan, Sianggunan, dan dolok Sitanggoru yang mengalir
sungai

aek Sordang, aek Uluaer dan aek Kolatan. Berdasarkan klasifikasi

W.D.Thornbury (1969) membagi satuan geomorfik berdasarkan morfogenesanya dan


didukung dengan data yang ditemukan dilapangan maka satuan geomorfik didaerah
penelitian termasuk satuan geomorfik pegunungan struktur sesar (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Bentuk Morfologi di daerah Penelitian

16

4.1.2.Satuan batugamping
Satuan batugamping ini termasuk dalam group Tapanuli formasi Kuantan

yang

berumur Karbon Akhir sampai Permokarbon (Aldis, 1982). Anggota formasi batuan ini
adalah batugamping dicirkan data lapangan berwarna abu abu coklat muda,, tidak
keras dan bersifat kompak dengan struktur massif dengan tekstur kristalin, dengan
komposisi batuan adalah kalsit, pada batuan tersebut terdapat kekar (fracture) yang
telah terisi oleh mineral kalsit, bereaksi (berbuih) jika ditetesi larutan HCl 0,1 N.
Singkapan batugamping ini dapat diamati pada jalan lintas Sosopan-Sibuhua terutama di
daerah Sebab balik Jahe, Hutabaru, Sosopan dan Sosopan Julu.

Gambar 4.2. Singkapan Batugamping berwarna abu abu-coklat muda

4.1.3. .Sifat-sifat Batugamping


Berdasarkan

pengamatan

secara

megaskopis

dilapangan

kemudian

dilakukan

pendiskripsian secara petrologi terhadap contoh batugamping didapatkan perbedaaan


17

warna. Pada daerah Hutabaru batugamping berwarna abu abu kemerahan, tekstur
klastik, berukuran kalsilutit, komposisi dominan karbonat/kalsit, tidak retas dan terdapat
fracture, beraksi dengan HCl 0,1 N bila ditetesi (foto 4.1). Kemudian pada daerah
Sianggunan berwarna abu abu kecoklatan dan lapuk, dengan tekstur klastik, dengan
komposisi dominan karbonat, bereaksi bila ditetesi larutan HCl dan terdapat frakture.
Secara umum hasil pengamatan megaskopis terhadap singkapan batugamping pada
daerah penelitian mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut :
Warna segar : abu-abu kemerahan, abu abu hingga

coklat
-

Warna lapuk : kemerahan hingga kehitaman

Komposisi

: dominan karbonat

Tekstur

klastik, berukuran kalsilutit sampai

kalkarenit,
-

Struktur

: pada beberapa tempat dijumpai adanya perlapisan dan

dijumpai adanya frakture.


-

Ditetesi HCl : bereaksi/mengeluarkan buih

Gambar 4. 3. Singkapan batugamping berwarna abu abu-kecoklatan

18

4.1.4.Analisa Kimia
Pengujian analisa kimia batuan dilakukan sebanyak 7 (tujuh) sampel batuan yang terdiri
dari GMT-1.GMT-2, GMT-3, Geo-1, Geo-2, Geo-3, Geo-4. Analisis tersebut dilakukan
pada laboratorium kimia Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara Bandung (PPPTM Bandung) terlampir. Tujuan analisa kimia batugamping
dimaksudkan untuk mengetahui komposisi kimia/kualitas

batugamping yang

selanjutnya di gunakan untuk menafsirkan peruntukan atau pemanfaatan batugamping


daerah telitian berdasarkan parameter kimianya. Disamping untuk mengetahui
komposisi kimia (kualitas) batugamping juga untuk mengetahui jenis batuan yang
pengelompokannya berdasarkan komposisi kimia terutama prosentase kadar MgO
(dolomite). Adapun komposisi kimia yang dianalisa adalah : Iron Trioxide (Fe2O3),
Aluminium Trioxide (Al2O3), Calcium Oxide (CaO), Sulfur Trioxide (SO3), Magnesium
Oxide (MgO), Posfat Pentaoksida (P2O5), Sodium Oxide (Na2O), Potassium Oxide
(K2O), Silicon Dioxide (SiO2), Titanium Dioxide (TiO2), Loss On Ignition (LOI).
Hasil analisis kimia batuan yang dilakukan didapatkan sebagai berikut (terlampir) :
Tabel 4.1 Hasil analisa Kimia

Kode
Sampel
GMT-1
GMT-2
GMT-3
Geo-1
Geo-2
Geo-3
Geo-4

CaO
54,1
54,4
53,8
54,5
54,3
52,6
53,4

LOI SiO2
43,2 0,12
43,1 0,1
42,6 0,58
43,2 0,025
43,4 0,32
41,9 1,92
42,0 0,42

Hasil
Al2O3
0,096
0,13
0,28
0,035
0,16
0,69
0,12

Analisis
Fe2O3
0,12
0,11
0,13
0,064
0,23
0,26
0,20

Kimia (%)
K2O
0,029
0,039
0,058
0,022
0,046
0,095
0,036

Na2O
0,041
0,064
0,057
0,054
0,056
0,07
0,054

MgO
0,53
0,31
0,31
0,37
0,72
0,58
0,046

TiO2
tt
tt
tt
tt
tt
tt
tt

P2O5
tt
tt
tt
tt
tt
tt
tt

19

SO3
0,14
0,17
0,19
0,11
0,15
0,21
nihil

**

tt :tidak terdeteksi

4.2. Kualitas batugamping daerah telitian


Berdasarkan hasil analisis kimia batugamping daerah penelitian terhadap 7 contoh
batuan, menunjukan bahwa, komposisi kimia rata rata CaO 53,87%, MgO 0,4 %, SiO2
0,49 %, Al2O3 0,2 %, Fe2O3 0,15 %. Mengacu kepada klasifikasi Pettijhon, yang
mengklasifikan batuan berdasarkan kandungan magnesium oksidanya (MgO) maka
batuan yang terdapat pada daerah penelitian termasuk dalam jenis batugamping dengan
kandungan rata rata MgO 0,4%% dan CaO 53,87 %.

Adanya unsure Iron Trioxide

(Fe2O3), Aluminium Trioxide (Al2O3), Silicon Dioxide (SiO2), Sodium Oxide (Na2O),
Potassium Oxide (K2O), merupakan unsure pengotor yang terdapat pada batugamping,
yang kehadirannya kurang diperlukan dalam pemanfaatan dan penggunaannya dalam
proses industry.
4.3.Pemanfaatan Batugamping
Pemanfaatan batugamping, dalam proses industri haruslah memenuhi beberapa
persyaratan yang salah satu parameter atau persyaratannya adalah dari parameter kimia
batuannya.

Berdasarkan

parameter

kimia

tersebut ada

delapan

pemanfataan

batugamping, yaitu untuk bahan semen, bahan bangunan, industri kaca, industri bata
silika, pembuatan karbit, peleburan dan pemurnian baja dan industri gula. Dimana
untuk masing-masing kegunaan, prosentase (%) kehadiran unsur maupun senyawa
kimia

sangat diperlukan terutama adalah prosentase kehadiran/kadar dari kalsium

monoksidanya (CaO).

20

Berdasarkan hasil pengeplotan komposisi kimia batugamping yang dianalisiskan pada


laboratorium PPTM Bandung menunjukan sampel GMT-1, GMT-2, GMT-3, Geo-1,
Geo-2, Geo-3 dan Geo-4 memenuhi persyaratan sebagai bahan baku industry semen dan
bahan peleburan dan pemurnian baja. Hal tersebut dapat dilihat dari syarat kimia
batugamping untuk industry semen yaitu CaO 50-50%, MgO maks 2%, Al2O3 0,95%,
Fe2O3 2,47% (table 4.3). Sedangkan dalam pemanfaatnnya untuk industri soda, industry
gula, bata silica, pembuatan karbit dan industry kaca tidak semua komposisi unsure
kimia terpenuhi, terutama unsure CaO, MgO, Al2O3 dan Fe2O3.
4.4.Nilai ekonomi batugamping
Bahan galian batugamping merupakan bahan galian industri yang banyak digunakan
dalam sektor industri, konstruksi maupun pertanian, baik sebagai bahan baku utama
maupun sebagai bahan aditif lainnya .Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan
hasil analisis kimia sebaran batugamping pada daerah penelitian cukup luas dan
memiliki kualitas yang baik dengan kadar rata rata CaO 53 - 54%.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan sofwer mapp
infow tersebut didapatkan luas sebaran batugamping adalah 5.347 Ha,

sedangkan

ketebalan rata rata lapisan batugamping dipermukaan adalah 3,8 meter. Besar cadangan
(tonase) batugamping di lakukan dengan mengalikan total volume batugamping
terhadap densitas batugamping (2,65 ton/m3). Adanya factor koreksi 40% dalam
perhitungan cadangan dengan asumsi adanya control struktur, bentuk morfologi yang
tidak sama, sehingga ketebalan lapisan tidak merata. Berdasarkan data tersebut kita
dapat menghitung volume dan tonage dengan menggunakan formulasi setengah daerah
pengaruh:

21

(V) = S x T
Tonage = V x
Dimana

:
V

: volume (m3)

: luas daerah (m2)

: kedalaman (ketebalan m)

: density batugamping (2,6 Kg / m3)

Skala peta : 1 : 50.000 = 1cm = 500 meter

Cadangan batugamping :
= 1 Ha; 10.000 m 2
= 5.347 Ha X 10.000 m
= 53.470.000 m2
= 53.470.000 X 3,8 m
= 113.346.000 m3
Volume batugamping = 113.346.000 X 2,65 = 290.366.900 m3 juta ton
Dengan factor koreksi 40%
= 290.366.900 m3 X 40% = 116.146.460. m3 juta ton
= 290.366.900 m3 116.146.460 m3 juta ton
Cadangan batugamping

= 174.220.440 m3 juta ton

Menurut Prajartoro (1992), untuk membuat satu (1) ton semen diperlukan bahan baku
padat dan air seluruhnya 2507,1 kg, dimana 63 % daripadanya adalah jumlah bahan

22

padatan, maka total kebutuhan bahan padatan adalah 63 % x 2507,1 kg = 1579,416 kg.
Seluruh bahan padatan tersebut 80 % daripadanya adalah batugamping dan dikurangi
dengan jumlah air yang dikandung dalam batugamping tersebut sebesar 4,5 %.
Selanjutnya kebutuahan bahan baku batugamping dapat dicari dengan perhitungan :
(100 % - 4,5 %) x 80 % = 76,40 %, dan berat total kering setelah dikurangi kadar air
adalah sebesar 92,85 %.
Berdasarkan perhitungan tersebut, selanjutnya dapat dicari jumlah batugamping yang
diperlukan untuk membuat satu (1) ton semen adalah = (76,40 % / 92,85 %) x
1579,416 kg = 1.229,595 kg. Bila di bulatkan, maka jumlah batugamping yang
diperlukan untuk membuat satu (1) ton semen adalah 1.230 ton. Secara umum untuk
industri semen yang besar, jumlah minimum produksi semen yang dihasilkan pertahun
adalah 2 juta ton. Namun ada juga industri semen yang produksi semen pertahunnya
hanya 750.000 ton.

Untuk menghasilkan 2 juta ton pertahun, maka diperlukan

batugamping sebesar 2,46 ton ( 1.230 ton x 2 juta ton ). Bila cadangan batugamping
daerah penelitian

dapat di gunakan sebagai bahan semen maka kebutuhan dan

permintaan batugamping semakin meningkat.

23

BAB V
KESIMPULAN
Dikecamatan Sosopan Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara terdapat
bahan galian industri batugamping yang belum dikelola dan di manfaatkan
secara baik dan optimal. Berdasarkan hasil analsis kimia batugamping terhadap
tujuh sampel GMT-1, GMT-2, GMT-3, GMT-4, Geo-1, Geo-2 dan Geo-3
didapatkan kandungan unsur rata rata CaO 53,87%, MgO 0,4 %, dengan jumlah
cadangan hipotetik 174.220.440 m3 juta ton. Hadirnya unsur Fe2O2, Al2O3,
Na2O, SiO2, pada batuan tersebut sebagai unsur pengotor yang kehadiranya
tidak diperlukan dalam proses industri (diminimalisir). Hasil analisis tersebut
menunjukan batuan yang terdapat didaerah penelitian merupakan batugamping
dengan komposisi mineral adalah kalsit (CaCO3), sifat fisik berwarna abu abu
kemerahan,

tekstur

klastik,

berukuran

kalsilutit,

komposisi

dominan

karbonat/kalsit, tidak retas dan terdapat frakture.

Tinggi prosentase (kualitas) calcium oxide (CaO) tersebut dapat dimanfaatkan


sebagai bahan baku industry semen dan peleburan dan pemurnia baja. Dalam
upaya pemanfaatanya sebagai bahan baku industri industri semen perlu
pencermatan dan penelitian lebih lanjut terhadap bahan baku aditif lainnya
seperti pasir, lempung dan tras didaerah penelitian. Diharapkan dengan adanya
pemanfaatan potensi sumberdaya alam lokal,

industri yang berbasiskan

sumberdaya alam lokal dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

22

5.1. Saran Rekomendasi


1. Dalam upaya pemanfaatanya sebagai bahan baku industri semen perlu penelitian
lebih lanjut terhadap bahan baku aditif lainnya terutama pasir, lempung dan
trass pada daerah penelitian.
2. Untuk mendapatkan jumlah cadangan yang lebih baik perlu dilakukan pemboran
sehingga ketebalan lapisan batuannya dapat lebih akurat.
3. Untuk pemanfaatan dan pengembangan bahan galian batugamping perlu
koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait sehingga pemanfaatanya lebih
efektif dan optimal

23

DAFTAR PUSTAKA
Aldiss D.T at al, 1983, Peta Geologi Lembar Padangsidempuan dan Sibolga, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Direktorat Jendral
Pertambangan Umum dan Departemen Pertambangan dan Energi,
Bandung.
Adjat Sudradjat., 1991. The Strategy of Mineral Exploration in Indonesia Toward The
Year 2000. IMA, Bandung.
Albertus Prajartoro, 1992, Penelitian Geologi dalam Industri Semen, Majalah
Mahasiswa Teknik Geologi Nebula No.16-1992 HMTG UGM,
Yokyakarta.

Blunden S.J.,Cusack P.A.1985, The Industrial Uses of tin Chemicals, The Royal
Society of Chemical

Harben,P.W.,1995, The Industrial Minerals Handy Book, Industrial Minerals


Information Ltd, New york

Normal L.Weiss.,1985, SME Mineral Processing Handbook, Society of Mining


Mettalurgical and Petroleum, Inc ,New York

Rachman Wiryosudarmono, 1991. Kebijakan Pengembangan Mineral Industri di


Indonesia. Laporan Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

Supriatna Suhala dan M.Arifin, 1997, Bahan Galian Industri, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM), Bandung

Suhendar.,1996. Prospek Semen Pozolan untuk Mensubtitusi Semen Portlan, Pusat


Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM), Bandung

24

Anda mungkin juga menyukai