CSS TonsilTonsilitis Tasha
CSS TonsilTonsilitis Tasha
TONSIL
Disusun oleh :
Natasha A. Hadi
1301-1209-3039
Resvi Livia
1301-1209-0005
Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
I. ANATOMI
1.1 Faring
Untuk kepentingan klinis, faring dibagi menjadi 3 bagian utama :
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Satu pertiga bagian atas atau nasofaring
adalah bagian pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum
molle bagian bawah. Bagian tengah faring disebut orofaring, meluas dari batas
bawah palatum molle sampai permukaan lingual epiglotis. Pada bagian ini,
termasuk tonsila palatina dengan arcusnya dan tonsila lingualis yang terletak pada
dasar lidah. Bagian bawah faring dikenal dengan nama hipofaring atau
laringofaring, menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas yang terpisah dari
saluran pencernaan bagian atas.
1.2 Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang
melingkar (Cincin Waldeyer). Cincin Waldeyer terdiri dari Adenoid (tonsila
pharingeal), Tonsila palatina, Tonsila lingual dan folikel limfoid pada dinding
posterior faring. Orofaring dibatasi oleh palatum mole pada bagian atas, tepi atas
epiglotis pada bagian bawah, rongga mulut pada bagian depan, dan vertebra
servikalis pada bagian belakang. Struktur yang terdapat pada rongga orofaring
adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsil serta arkus faring
anterior dan posterios, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
1. Pharyngeal tonsil
2. Palatine tonsil
3. Lingual tonsil
4. Epiglottis
Tonsila Faringeal (adenoid)
Terletak pada nasofaring yaitu pada dinding atas nasofaring bagian
belakang. Pada masa pubertas adenoid ini akan menghilang atau mengecil
sehingga jarang seklai dijumpai pada orang dewasa. Apabila adenoid membesar
maka akan tampak sebagai sebuah massa yang terdiri dari 4-5 lipatan longitudinal
anteroposterior serta mengisi sebagian besar atas nasofaring. Berlainan dengan
tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali kripta dan letak kripta tersebut dangkal.
Tidak ada jaringan khusus yang memisahkan adenoid ini dengan m. konstriktor
superior sehingga pada waktu adeoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara
keseluruhan. Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis
interna dan sebagian kecil dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena
dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam V. Jugularis interna. Sedangkan
persarafan sensoris melelui N. Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX
dan juga melalui N. Vagus.
Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat
pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior
dari papilla sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar ke arah
lateral dan ukurannya mengecil. Dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan
jaringan fibrosa. Jumlahnya bervariasi, antara 30-100 buah. Pada permukaannya
terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini
sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang
akhirnya membentuk detritus.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan
cabang dari A. Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke
V. Jugularis interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.
Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.
Tonsila Palatina
Tonsil terletak di bagian samping belakang orofaring, dalam fossa
tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20
mm, tebal 15 mm, dan berat sekitar 1,5 gram. Berat tonsil pada laki-laki
berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita berat bertambah
pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali. Fossa tonsilaris di bagian
depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina anterior), sedangkan di bagian
belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian
bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk
palatum molle. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler
yang merupakan jaringan ikat longgar.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan
berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m. Konstriktor
faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk
septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.
Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan
yang merupakan muara dari kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20
buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang
5
paling besar terletak di pole atas, sering menjadi tempat pertumbuhan kuman
karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, juga karena
tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika
triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang
membesar. Plika ini penting karena sikatrik yang terbantuk setelah proses
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga
dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut
sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya
dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber,
yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat
tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak antara tonsil dengan fosa tonsilaris
mudah dipisahkan.
: m. Palatoglosus
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivary Weber, yang bila terinfeksi dapat
menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil.
2. Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut
yang dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m.
Buccinator, sementara pada bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus
internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus m. Temporalis. Bila terjadi
abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit
yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsil.
3. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang pterygomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh
darah besar, sehingga bila terjadi abses, berbahaya sekali. Adapun batas-batas
ruang ini adalah
- Superior
- Inferior
: Os hyoid
- Medial
- Lateral
- Posterior
: Otot-otot prevertebra
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan
otot-otot yang melekat pada prosesus styloideus tersebut :
-
Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil,
mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
7
Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro
faring.
Ruang retrofaring
Batas-batasnya adalah sebagai berikut :
- Anterior
- Posterior
: fascia prevertebralis
- Superior
: basis cranii
- Inferior
- Lateral
: parafaringeal space
1.3 Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di
dalam faring, diliputi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan
kriptus didalamnya. (UI). Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsila faringeal
(adenoid), tonsila palatina (tonsil faucium), dan tonsila lingualis yang ketigatiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah tonsila
palatina, sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.
Tonsil terletak pada fossa tonsilaris dari sisi orofaring dan hanya sebagian
terlihat. Tonsil berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar
15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram. Terdiri dari kutub atas, tengah
atau media dan kutub bawah. Kutub atas tersembunyi pada palatum molle dan
kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Fosssa tonsilaris, dibagian
depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina anterior), sedangkan dibagian
belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian
bersatu di pole atas dan selanjunya bersama-sama dengan M. palatina membentuk
palatum molle.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan
berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi M. Konstriktor
faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk kedalam jaringan tonsil, membentuk
8
trabekula tonsil yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil. Trabekula
tonsil merupakan kerangka tonsil tempat masuknya saraf dan pembuluh darah
tonsil serta tempat keluarnya pembuluh limfe. Kapsul meliputi 2/3 tonsil, dan
sisanya diliputi oleh mukosa dengan epitel berlapis skuamosa yang melanjutkan
kedalam kripta.
Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan
yang merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta tonsil berkisar antara 2030 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Beberapa
kripta ada yang berjalan kearah dalam substansia tonsil dan berakhir dibawah
permukaan kapsul. Kripta tonsil mungkin bercabang-cabang dan biasanya
mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur. Kripta dengan ukuran terbesar
terletak pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior. Dalam keadaan normal
kripta-kripta ini mengandung sel-sel epitel, leukosit, limfosit, bakteri, dan sisa
makanan.Pada kripta superior sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena
kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, juga karena
tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika
triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang
membesar. Plika ini penting, karena sikatrik yang terbentuk setelah proses
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fosa tosilaris, sehingga dapat
dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terdapat pada cekungan yang berbentuk bulan sabit,
disebut sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak,
letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa
dari Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada
saat tonsilektomi, jaringan areolar yamg lunak antara tonsil dengan fosa tonsilaris
mudah dipisahkan.
Aliran Limfe Tonsil
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim
tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula,
yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan
9
10
Fisiologi
Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi
peranannya sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan.
Penelitian menunjukkan bahwa tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase
permulaan kehidupan terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan
sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah.
Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa
perenkim tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian
terakhir menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A,
yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum
germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah
mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan
masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai sebagai indeks aktifitas sistem
imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran
fungsi tonsil yang disertai proses involusi.
Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam flora normal tonsil dan faring
tidak menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme
pertahanan dan hubungan timbal balik antara berbagai jenis kuman.
Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :
1.
lapisan
mukosa
tonsil
dan
kemampuan
limfoid
untuk
yang disebut fagososm. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri.
Mekanisme yang jelas belum pasti, namun diduga terjadi peningkatan konsumsi
oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan
membentuk H2O2 (bersifat bakterisidal), yang kemudian akan masuk ke dalam
fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan proses
oksidasi.
Di dalam sel fagosit terdaapt granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan
bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya
mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan
menghancurkan bakteri dengan proses digesti.
2.
tubuh terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah.
Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal
terhadap organisme patogen. Disamping itu, tonsil dan adenoid juga dapat
menghasilkan IgE yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit,
dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu
histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil dalam sirkulasi (sel basofil
mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel mastosit).
Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga
permukaan sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses
ini akan menyebabkan keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas
tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan
dari plasma sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan
kripta tonsil. Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen
akan tetapi mencegah substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi,
sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, IgA mencegah trjadinya
penyakit autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan barier untuk mencegah reaksi
imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.
12
II. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil
yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan
bakteri patogen dalan kripta
adalah adenovirus dan virus influenza. Virus Epstien-Barr (EBV) juga dapat
ditemukan pada faringotonsilitis akut yang berat bahkan saat adanya obstruksi
jalan nafas. EBV juga dihubungkan dengan hyperplasia adenotonsilar persisiten.
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel
yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai
bercak kuning.
13
14
Diagnosis
Diagnosis dapat langsung ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dimana
didapatkan lidah kotor, nafas berbau, tonsil hiperemis dan biasanya terdapat
detritus kadang ulserasi, leukositosis 12.000 20.000/mm3, dan pembesaran
kelenjar limfe servikal.
Diagnosis Banding
Angina Plaunt Vincent, tonsillitis difteri, scarlet fever, dan angina granulositosis.
Terapi
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya
tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan makanan lunak. Analgetik
oral efektif untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan
dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika
terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut
eritromisin atau antibiotic spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya
digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika
hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus, terapi yang adekuat
dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi
non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik. Untuk penggunaan obat
kumur, pemberiannya masih dipertanyakan maknanya.
Prognosis
Prognosis tonsilitis streptokokus baik. Bila tidak diobati dapat sembuh
sendiri dan biasanya lama dalam beberapa minggu. Apabila diobati dengan
antibiotik yang tepat biasanya sembuh dalam 2 3 hari.
2.2. Tonsillitis Akut Rekuren
Terdapat beberapa definisi mengenai tonsillitis akut rekuren, yaitu
Tiga kali tonsilitis akut dalam satu tahun selama tiga tahun berturut-turut
15
Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas, yaitu
hidung faring dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.
Gejala dan tanda
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal,
dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat,
serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan
bronkus yang dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat
pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan
penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau
disebut juga Burgemeesters hals.
Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan
16
Diagnosa
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan
bawah
17
infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring dan
pembesaran kelenjar submandibula.
Leukemia akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi
dan dibawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak
ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri hebat di
tenggorokan.
18
Angina agranulositosis
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa
dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring dan
disekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia
dan saluran cerna.
Infeksi Mononukleosis
Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.
Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak, dan regio inguinal. Gambaran
darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah
merah domba (reaksi Paul Bunnel).
2.4 Tonsilitis Kronis
Penyakit ini terjadi karena adanya peradangan pada akut subakut yang
berulang atau rekuren. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran tonsil karena
terjadi hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrotik dengan obstruksi kripta
tonsil.
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan yng
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak
adekuat. Kuman prnyebabnya sama dengan tonsillitis akut, tetapi terkadang
kumannya berubah menjadi kuman golongan gram negatif.
Beberapa konsep terbaru mulai dipercaya dalam pemahaman penyakit
tonsilar kronik, seperti
Adanya infeksi polimikrobial
Peningkatan mikroorganisme penghasil laktamase
Adanya peranan mikroorganisme anaerob
Adanya peranan konsentrasi antigen bakteri
Adanya Hemophilus influenza
19
20
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.
Terapi
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien
merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil
(tonsilektomi).
Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa
Halitosis
21
Pemeriksaan Fisik
Pembesaran tonsil dengan kripta melebar detritus atau pus yang menutupi
kripta.
Pilar
tonsil
menunjukkan
inflamasi
atau
menunjukkan
adanya
Antibiotika.
Simtomatik.
Tonsilektomi.
Komplikasi
23
mungkin banyak detritus, terdorong ke tengah, depan dan bawah. Uvula bengkak
dan terdorong ke sisi kontralateral.
Terapi
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotik dosis tinggi, dan obat
simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin
pada leher.
Bila abses telah terbentuk, dilakukan pungsi kemudian insisi untuk
mngeluarkan nanah dengan anestesi lokal. Insisi dilakukan pada daerah paling
menonjol dan lunak, atau pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula
dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Setelah selesai pasien diminta
berkumur dengan antiseptik.
Bila terdapat trismus, diberikan analgesia local untuk nyeri dengan
menyuntikan silokain atau novokain 1 % di ganglion sfenopalatinum (bagian
belakang atas lateral konka media).
Kemudian dianjurkan untuk tonsilektomi. Bila tonsilektomi dilakukan
bersama sama tindakan drainase abses, disebut tonsilektomi a chaud. Bila
dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi atiede, dan bila
tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi afroid.
Pada umumnya tonsilektomi dilakukan setelah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu
sesudah drainase abses. Pada anak kecil dianjurkan untuk anestesi umum.
Komplikasi
Dehidrasi,
perdarahan,
aspirasi
paru,
piemia,
abses
parafaring,
24
Patofisiologi
Ruang parafaring ini dapat mengalami infeksi dengan cara:
1. Langsung. Yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi
dengan analgesi. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah
terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring
superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris.
2. proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,
sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikaldapat merupakan sumber infeksi
untuk terjadinya abses ruang parafaring.
3. penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.
Gejala Klinik :
Hampir sama dengan abses peritonsiler. Demam, leukositosis, nyeri
tengorok, nyeri menelan, trismus, indurasi atau pembengkakan, di daerah sekitar
angulus mandibula, dan pembengkakan dinding lateral faring hingga menonjol
kearah medial. Pada pemeriksaan penunjang diagnosis dapat ditegakkan dengan
foto jaringan lunak AP menunjukkan penebalan jaringan lunak parafaring dan
pendorongan trakea kearah depan. Dengan tomografi computer terlihat jelas abses
dan penjalarannya.
Terapi
a.
Antibiotika
Antibiotika diberikan sampai 10 hari dan seharusnya diberikan
Intraoral, bila penonjolan yang timbul kearah faring yaitu di dinding faring
lateral.
Ekstraoral, dimana insisi dari sebelah luar, dibawah angulus mandibula dan
diseksi secara tumpul sepanjang batas medial dari m. pterigoid internus
menuju prosesus styloideus.
Komplikasi
Septik trombosis vena jugularis interna
Pencetusnya adalah infeksi saluran nafas atas. Penyakit ini mudah terjadi pada
bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.
Manifestasi klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium OMA berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah:
a. Stadium oklusi tuba eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan
negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh
pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media
serosa akibat virus atau alergi.
b. Stadium hiperemis
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar
untuk dilihat.
c. Stadium supurasi
Membrane timpani menonjol kearah telinga luar, akibat edema
yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia,
tromboflebitis, dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini terlihat
sebagai daerah yang lembek dan kekuningan pada membrane timpani. Di
tempat ini akan terjadi rupture.
d. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi yang
tinggi, dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi
tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
e. Stadium resolusi
27
glomerulopati
LFG
normal or/APG
FF
Distal delivery
reabsorbsi
proksimal
absolute
Hematuria
reabsorbsi Na+
Serum BUN
Kreatinin
dilusi plasma, volume plasma
dan volume cairan ekstraselular
refleks baroreseptor
factor vasokonstriktor
neural dan humoral
oliguria
hipertensi
edema
kongesti paru
29
Manifestasi klinis
1. Keluhan saluran kemih
Oliguria dan hematuria tanpa sakit merupakan gejala patognomonik untuk
SNA.
2. Hipertensi
Hipertensi ringan, sedang dan berat dengan komplikasi ensefalopati hipertensif
akut terutama pada pasien anak.
3. Sembab dan bendungan sirkulasi
a. Sembab kelopak mata atau pergelangan kaki pagi hari dan hilang siang
hari.
b. Bendungan sirkulasi
- Kardiomegali (bukan bentuk jantung hipertensif) dengan konfigurasi
Flabby heart disertai irama derap.
- Bendungan paru akut
a. Keluhan sesak nafas sampai ortopnea menyerupai bendungan paru
akut jantung tetapi tanpa didahului dyspnea on effort.
b. Ronki basah di daerah basal paru
-
Hepatomegali bendungan
Keluhan sakit di daerah perut kanan atas akibat regangan kapsul hepar.
Hepatomegali dengan permukaan rata dan konsistensi kenyal dan nyeri tekan.
4. Bradikardia
Bradikardia merupakan salah satu tanda penting untuk diagnosis banding
dengan gagal jantung kongestif.
Terapi
Tentukan penyebabnya dan lakukan penatalaksanaan penyebabnya.
Penatalaksanaan hipertansi dengan obat antihipertensi.
Mencegah kelebihan garam dan air. Dilakukan pembatasan garam dan cairan,
pemberian diuretic dosis tinggi bila perlu. Pengawasan ketat terhadap berat
badan, keseimbangan cairan, dan ukuran jantung.
Penatalaksanaan gagal ginjal.
30
3.5 Sepsis
Sepsis adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit
infeksi yang berat, disertai dengan ditemukannya respons sistemik yang dapat
berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi dan letargi.
Etiologi
Mikroorganisme penyebab sepsis sangat berhubungan dengan umur dan
status imunitas anak, pada masa neonatus E.coli, S.aureus, Streptokokus grup B
dan L. monositogenes merupakan penyebab tersering. Pada anak yang lebih besar
sepsis dapat disebabkan oleh S.pneumoniae, H.influenza tipe B, N.mengitidis,
salmonella sp., S.aureus, dan streptokokus grup A. Anak dengan gangguan
imunitas dapat mengalami sepsis yang disebabkan oleh berbagai kuman, bahkan
oleh kuman yang tidak biasa.
Patofisiologi
Infeksi bakteri
endorphin
produk bakteri
aktivasi komplemen
misalnya endotoksin
makrofag
faktor jaringan
sitokin
aktivasi PMN,
pelepasan PAF, produk
aktivasi
aktivasi
koagulasi
kalikreinkinin
fibrinolisis
31
Vasodilatasi,
syok septic
Kerusakan endotel
kebocoran kapiler,
kerusakan endotel
Kapiler
Kegagalan organ berganda
Manifestasi klinis
Manifestasi sepsis pada anak dengan gangguan imunitas yang berat sangat
sulit untuk diketahui. Stadium dini, adanya tanda awal sepsis yang dapat berupa
menggigil, hiperventilasi, takikardia, vasodilatasi yang disusul dengan hipotensi.
Gelisah dan agitasi merupakan tanda awal dari syok septic maka hal ini perlu
diperhatikan dalam pengelolaan sepsis. Hipotensi dapat mengakibatkan timbulnya
gagal ginjal akut, gangrene perifer dan laktik asidosis. Kadang-kadang dapat juga
ditandai dengan letargi, muntah, perut kembung dan hipotermia. Petekia dan
purpura dapat ditemukan pada pasien sepsis terutama yang disebabkan oleh
Meningokokus, P.aeruginosa dapat menimbulkan kelainan kulit berupa ecthyma
gangrenosa.
Terapi
1. Pengendalian infeksi
2. Memperbaiki perfusi jaringan melalui resusitasi cairan, koreksi asam basa dan
pemberian farmakoterapi kardiovaskular seperti dopamine dan dobutamin
pada kedaan syok septic.
3. Mempertahankan fungsi respirasi secara efisien, antara lain dengan pemberian
oksigen dan mengusahakan agar jalan nafas tetap terbuka.
4. Renal support untuk mencegah gagal ginjal akut
5. Kortikosteroid
3.5 Sinusitis
Sinusitis adalah radang pada sinus paranasal. Menurut Adams, berdasarkan
perjalanan penyakitnya terbagi atas:
1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
2. Sinusitis subakut, bila infeksinya beberapa minggu sampai beberapa bulan.
32
Etiologi
Penyebabnya dapat virus, bakteri atau jamur. Menurut Gluckman, kuman
penyebab sinusitis akut tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae yang ditemukan pada 70% kasus. Dapat disebabkan
rhinitis akut; infeksi faring seperti faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut; infeksi
gigi molar M1, M2, M3 atas, serta premolar P1, P2; berenang dan menyelam;
trauma dan barotrauma.
Faktor predisposisi obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, benda asing di
hidung, tumor atau polip. Juga rhinitis alergi, rhinitis kronik, polusi lingkungan,
udara dingin dan kering.
Patofisiologi:
Edema di kompleks osteomeatal,
Mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat
bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan
Silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih
kental
Perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Manifestasi klinis
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas
(terutama pada anak kecil).
Gejala subyektif:
a. gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu
b. gejala local, yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbaudan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih
berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena , serta kadang
nyeri alih ke tempat lain.
Sinusitis etmoid: nyeri di pangkal hidung dan kantus medius, kadangkadang nyeri di bola m,ata atau belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis.
Gejala obyektif:
Tampak pembengkakan di daerah muka.
sinusitis maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus medius.
Pada sinusitis etmoid posterior dan pada sphenoid, tampak nanah keluar dari
34
Kelainan orbita
Kelainan intracranial
Kelainan paru
3.6 Endokarditis
Endokarditis akut paling sering disebabkan oleh Stafilokokus aureus yang
terjadi pada katup jantung yang normal. Bentuk infeksi ini menimbulkan destruksi
yang cepat, menghasilkan fokus-fokus metastatik yang jika tidak diobati akan
menimbulkan kematian penderitanya dalam waktu 6 minggu. Endokarditis
subakut biasanya disebabkan oleh Streptokokus viridans, terjadi pada katup yang
sudah rusak, tidak menghasilkan fokus-fokus metastatik dan jika tidak diobati
memerlukan waktu lebih dari 6 minggu atau bahkan satu tahun sebelum
menimbulkan kematian penderitanya.
Gejala endokarditis umumnya mulai terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
kejadian yang mencetuskannya. Pada mikrorganisme yang patogenesitasnya
rendah, seperti Streptokokus viridans, awitan tersebut biasanya berangsur-angsur
dengan gejala febris dan malaise. Pada mikrorganisme yang patogenesitasnya
tinggi, seperti Stafilokokus aureus, awitannya akut dengan gejala febris yang
tinggi. Febris biasanya ditemukan pada hampir semua pasien endokarditis,
35
derajatnya rendah (kurang dari 39,4C) kecuali pada penyakit yang akut, disertai
artralgia.
3.7 Artritis
Artritis septik biasanya berasal dari penyebaran langsung secara
hematogen pada sinovial. Faktor yang memberi kecenderungan menjadi artritis
septik adalah masa bayi, terapi imunosupresif, alkoholisme, penyalahgunaan obat,
beberapa penyakit sistemik kronik, hemoglobinopati, defisiensi komplemen an
immunoglobulin, gangguan fungsi sel fagosit, artritis kronik, infeksi saluran nafas
atas dan kerusakan sendi sebelumnya.
Sekitar 75% pioartrosis nongonokokus disebabkan oleh kokus gram
positif, yang paling sering adalah Stafilokokus aureus. Pneumokokus dan
Streptokokus -hemolitikus grup A serta Streptokokus viridans ditemukan pada
kurang dari separuh bahan pemeriksaan.
36
TONSILEKTOMI
Definisi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil
palatine seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya sehingga tonsiler
bersih tanpa menimbulkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya,
seperti uvula dan pilar tonsil.
Adenoidektomi adalah tindakan operasi untuk mengangkat adenoid
(tonsila faringeal) di daerah nasofaring tanpa melukai otot faring dan torus
tubarius.
Indikasi operasi
Indikasi Absolut Tonsilektomi :
Tonsilektomi akut berulang (lebih dari 3x pertahun).
Tonsilektomi kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tetapi merupakan
fokal infeksi.
Post peritonsiler abses karena sering rekuren.
Karier difteri.
Tonsillitis yang menyebabkan kejang demam
Pembesaran
tonsil
yang
menyebabkan
obstruksi
pernafasan/
37
38
Kontraindikasi Relatif.
Palatoschizis.
Poliomielitis epidemika.
Umur kurang dari 3 tahun.
Anemia (Hb <10gr% atau Hct < 30%)
Infeksi akut saluran nafas atas (tidak termasuk abses peritonsiler)
Komplikasi :
Perdarahan.
Infeksi.
Nyeri.
Trauma jaringan sekitar tonsil.
Perubahan suara.
PROSEDUR PEMBEDAHAN
Persiapan Pasien
Riwayat penyakit yang komplit dan pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
dengan perhatian khusus terhadap adanya gangguan-gangguan yang bersifat
familial atau diturunkan terutama kecenderungan terjadiya perdarahan. Disamping
itu, riwayat saudara pasien yang mungkin mengalami kesulitan dengan anestesi
umum sebaiknya dicari dalam usaha untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
39
40
Pertimbangan-pertimbangan teknis
Hubungan anatomi yang penting harus dipahami oleh ahli bedah yang
melakukan tonsilektomi
Anatomi pembedahan
1. Struktur
kedua
arkus-otot
palatoglossus
(arkus
anterior)
dan
otot
orang dewasa tersebut kooperatif. Hal ini dapat terjadi setelah hari ke sepuluh
paska pembedahan. Pengangkatan bekuan darah pada fossa tonsilaris disertai
dengan kauter perak nitrat dan tekanan pada umumnya semua diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan setelah pembedahan yang terlambat. Kadang-kadang,
karena pasien yang tidak kooperatif atau perdarahan yang berlebihan, maka
diperlukan untuk membius kembali pasien dengan tujuan untuk mengendalikan
perdarahan secara adekuat.
Tonsilektomi dapat dilakukan sebagai prosedur pembedahan rawat jalan
pada beberapa pasien. Bagaimanapun, beberapa pasien mangalami nausea dan
disfagia yang persisten dan dapat menyebabkan dehidrasi jika dipulangkan lebih
cepat. Keputusan seperti pantas atau tidaknya pasien dipulangkan lebih cepat
sebaiknya tergantung pada ahli bedah. Pasien yang mengalami tonsilektomi perlu
menginap jika jumlah makan yang dimakan peroralnya tidak adekuat, mereka
yang tinggal jauh dari fasilitas medis, atau terdapat kekhawatiran terjadinya
perdarahan.
Prinsip
adenoidektomi
dengan
menggunakan
adenotom
LaForce
membutuhkan penyisipan adenotom yang terbuka pada garis tengah diikuti oleh
penyisipan adentom tambahan pada posisi lateral pada salahsatu sisi garis tengah
Keuntungan alat ini adalah kemugkinan cedera yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kuret, ke dalam insisi dapat dikendalikan dengan lebih baik dan
pengangkatan adenoid dapat dilakukan dengan aman oleh keranjang adenotom.
Setelah adenoid diangkat, atau selama fase pengangkatan adenoid, meletakkan
busa pada nasofaringsangat berguna untuk menghentikan perdarahan sehingga sisi
pengangkatan dapat diperiksa ulang untuk meyakinkan seluruh massa adenoid
sudah terangkat dan untuk melihat sumber perdarahan sehingga dapat digunakan
hemostat. Teknik ini hanya cocok untuk pengangkatan hipertrofi adenoid yang
biasa.
42
BAB III
KESIMPULAN
2. Abses Parafaring
5. Sepsis
7. Endokarditis
6. Sinusitis
8. Artritis
DAFTAR PUSTAKA
Ramsey,
D.D.
2003.
http://www.illionisuniv.com/infection/Midear.html.
Tonsilitis
4. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
5. Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/Ear. Wikipedia Ecyclopedia
6. Robertson, J.S. 2004. http://www.emedicine.com/emerg/topic351.htm. Journal
of Tonsilitis
7. Ballenger, Jhon Jacob. 2000. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck.
13th Editions. Philadelpia: 306 315
8.
Shah,
Udayan
K.
2006.
Tonsillitis
and
Peritonsillar
Abscess.
http://www.emedicine.com/
44
45