Skripsi
Disusun Oleh :
GUNAWAN SAIDI
NIM. 104032100985
JAKARATA
2009
KATA PENGANTAR
9. Keluarga besar kepala sekolah SDN Perigi Baru II beserta para staf dan guruguru yang selalu memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
10. Habib Taufik SPd, Ibu Tuti, Ibu Nenty, M. Nafis, Antalalai dan Istri, Ika dan
Atika, serta Rohim yang telah membantu penulis untuk berbagi pendapat dan
tenaganya berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
11. Pihak-pihak lain yang mungkin belum penulis sebutkan.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan, perhatian, dan
motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya
skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat pada penulis
khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Amin.
Jakarta,
Februari 2009 M
Rabiul Awal 1430 H
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari beriburibu pulau dengan ke anekaragaman suku bangsa, bahasa, sosial
budaya
dan
agama
yang
senantiasa
menjunjung
tinggi
serta
dari
kehadiran
dan
perkembangan
agama-agama
Khonghucu
ternyata
berpengaruh
terhadap
masyarakat luas dari daratan Cina. Rakyat Cina sudah sejak lama telah
melakukan imigrasi ke berbagai tempat dengan membawa budaya dan
kepercayaannya termasuk ajaran-ajaran Khonghucu. Indonesia termasuk
menjadi negara dengan warga pendatang Cina di berbagai wilayah
Nusantara ini. Mereka tetap melaksanakan ajaran-ajaran Khonghucu
dengan penuh khidmat.
Pemerintah Orde Baru mengeluarkan Inpres No. 14 tahun 1967 yang
menghendaki agar adat, budaya dan kepercayaan yang bercirikan Cina
dibatasi atau dipersempit ruang geraknya, sehingga agama Khonghucu
tidak berkembang. Selain itu, pemerintah menghapus mata pelajaran
agama Khonghucu dalam kurikulum pendidikan Sekolah Dasar yang
mengakibatkan para siswa anak-anak Khonghucu pada tahun 1977 dipaksa
mengikuti pelajaran pendidikan agama lain demi memenuhi tuntunan
kurikulum yang berlaku. Umat Khonghucu sering mengakui beragama lain
dengan alasan bahwa pada saat itu Khonghucu bukan agama yang
diakui, sehingga umat Khonghucu tidak diijinkan merayakan hari-hari
Wawancara peribadi dengan Ws Asyuntapura ( ketua Majlis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia)
Tangerang 16 Maret 2009
kegiatan
diperbolehkan
berkat
pemerintahan
Presiden
Abdurrahman Wahid. Pada masa ini dikeluarkan Inpres No. 27 tahun 1998
dan Kepres No. 6 tahun 2000. Inpres No. 14 tahun 1967 dinyatakan dicabut
dan semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat Inpres tersebut
dinyatakan tidak berlaku lagi. Dewan Pengurus Majelis Tinggi Agama
Khonghucu Indonesia (DP. Matakin) melaksanakan arahan presiden tersebut
dengan Surat Nomor 171/MATAKIN/SUI/0505 tanggal 3 Mei 2005 ditambah
dengan surat Komnas HAM Nomor 090/TUA/II/2006 tanggal 26 Februari 2006
yang ditujukan kepada presiden sebagai berikut:
Dalam masalah hak-hak sipil umat agama Khonghucu, kami telah
mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM,
Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama (Surat Nomor 398/M.
Seneg/6/2006 tanggal 27 Juni 2005 terlampir) untuk menyampaikan
Hal
tersebut
telah membawa
angin segar
dan
memberikan
Yuzril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara, No. B229/M. Sesneg; 3/2006, Hak-Hak
Sipil Umat Agama Khonghucu, (Jakarta: 29 Maret 2006), h. 1.
agama yang berkembang. Jaminan itu dapat dilihat pada pasal 29 UUD
1945 yang berbunyi :
Ayat ( 1 ) ; Negara berdasar atas ke -Tuhan Yang Maha Esa
Ayat ( 2 ) ; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk
agamanya
dan
untuk
beribadah
menurut
agama
dan
kepercayaannya.
Agama yang dianut oleh penduduk di Indonesia ialah: Islam, Kristen,
Hindu, Katholik, Budha, dan Khonghuchu. Hal ini dapat dibuktikan dalam
sejarah perkembangan agamaagama Indonesia karena ( 6 ) agama ini
adalah agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia.
Pada kenyataannya, agama Khonghucu yang dianut oleh minoritas
masyarakat Cina Indonesia mengalami problematika yang membutuhkan
dukungan dan rasa simpatik dari para ilmuwan khususnya ilmuwan
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis, yakni sebuah metode yang menjelaskan masalah-masalah yang
terjadi dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung, dan pengaruh-pengaruh dari
suatu
fenomena.
Penulis
dalam
hal
ini
akan
menjelaskan
dan
mempermudah
historis
(sejarah).
penelitian
ini,
Pendekatan
Penulis
historis
menggunakan
adalah
sebuah
pendekatan yang mengambil latar dari suatu peristiwa masa lalu yang
merupakan sebuah fakta, perubahan dan perkembangannya, sehingga
dengan sejarah dapat diketahui asal usul pemikiran, pendapat tertentu dari
seorang tokoh. 3
Adapun data yang penulis peroleh adalah dari data di lapangan
dan kepustakaan. Dalam penelitian lapangan penulis mendapatkan data
melalui wawancara dan pengamatan langsung untuk memadukan atau
3
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 65.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analisis empirik yang bertujuan untuk
Memberikan gambaran tentang perkembangan umat dan misi Agama
Khonghuchu di Tangerang pada masa reformasi
1. Mencari jawaban dan memberikan gambaran yang rasional dan
empirik (ilmiah) tentang analisis terhadap perkembangan Agama
Khonghuchu di Tangerang pada masa Reformasi.
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini penulis bagi menjadi empat Bab yaitu:
Bab I Pendahuluan
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIS
memberikan
gambaran
atau
lukisan
keadaan
Kota ini merupakan pusat dari suatu peradaban yang cukup maju dan
besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan
yang besar, bejana perunggu yang indah, kain sutra yang ditenun
sempurna, dan banyak lainnya. Mereka merupakan bangsa yang
berbudaya tinggi, namun banyak kitab telah musnah, sehingga
memberi
sedikit
pengetahuan
mengenai
upacara-upacara
H.G.Creel, Alam Pikiran Cina, Terj. Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wancana 1990), h.
11.
5
M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indoensia (Jakarta: Pelita
Kebajikan, 2005), h. 24.
kerajan
Chou
hidup
berabab-abad
sebelum
pertanian, namun
mereka
menganggap
bahwa
setelah
Joesoef Sou'yb, Agama-agama Besar Di Dunia (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1996), Cet-ke
3, h. 175
8
Huston Smith, Agama-agama Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1990), h. 194.
Cina
sebelum
lahirnya
Khonghucu
sudah
mengenal
untuk
sangat
prihatin melihat
kehidupan masa itu, dimana mereka banyak yang senang berfoyafoya dan bermabuk-mabukan.
Khonghucu
adalah
nabi
besar
dan
tokoh
yang
dinasti
kembali di seluruh Tiongkok yang disebarkan oleh Men Tze. Men Tze
menjabarkan lima asas susila berikut ini :
a.
b.
yang tidak disenangi bawahan atau untuk orang lain melainkan diri
sendiri.
/.i (bersikap ramah terhadap bawahan), yakni
c.
d.
e.
Ren/Jin:
cinta
kasih,
rasa
kebenaran,
kebajikan, tahu diri, halus budi pekerti (sopan santun) rasa tepo seliro
serta dapat menyelami kebenaran.
b.
Gi,
yaitu;
rasa
solidaritas,
senasib,
d.
Ce
atau
Ti,
yaitu:
Bijaksana
atau
e.
Sin:
kepercayaan,
rasa
untuk
dapat
Khonghucu
telah
meninggal,
ajarannya
masih
keberhasilan
seorang
pemimpin
bukan
diukur
dari
2. Sejarah
Perkembangan
Agama
Khonghucu
di
Indonesia
Pendekatan sejarah kiranya merupakan pendekatan terbaik
untuk
membicarakan
serta
menyoroti
"masalah
Cina",
karena
10
11
berkembang kepada masa yang akan datang, masalah ini sudah harus
diselesaikan sesuai dengan cita-cita tentang kebangsaan, yaitu
kesatuan dan persatuan bangsa yang bersifat Bhineka Tunggal Ika
berdasarkan Pancasila.
Para sarjana menemukan bahwa pada zaman akhir pra sejarah
terdapat sejenis bangsa Melayu purba di Indo Cina (300 M). Bangsa
tersebut
berkebudayaan
Neolithicum.
Inilah
yang
kemudian
para
ahli
prasejarah
dinamakan
kebudayaan
Dongson
(Thongson/Tengswa).
Di Indonesia kedatangan agama Khonghucu diperkirakan sejak
zaman akhir prasejarah dengan diketemukannya benda prasejarah
seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo Cina, dan tidak terdapat di
Indonesia dan Asia kecil. Hal ini menunjukan telah terjadi hubungan
antara kerajaan-kerajaan yang terdapat di daratan yang kini disebut
Tiongkok dengan Indonesia. Namun dengan proses akulturasi yang
terjadi dengan lancar menunjukan bahwa kedatangan bangsa
Tiongkok dapat diterima tanpa hambatan.
Di Tiongkok sejak tahun 136 SM, Khonghucu ditetapkan di
sebagai agama resmi, maka dengan demikian orang-orang Tionghoa
datang ke Indonesia membawa sistem dan nilai-nilai religius agama
Khonghucu yang mempunyai arti : yang taat yang lembut hatinya. Di
Indonesia
istilah yang
digunakan para sajana barat. Pada abad ke -17 sebutan resmi bagi
agama Kong Fu ji adalah agama Ru (Ru jiao). Kong Fu Zi diambil dari
ejaan pin yin yang merupakan ejaan baku bahasa Mandarin. Agama
Kong Fu Ji atau Khonghucu sangat dikenal di Indonesia yang diambil
dari dialek Hokkian (Fujian). Dialek Hokkian berkembang di kalangan
orang Indonesia yang keturunan Cina di pulau Jawa.
Agama Khonghucu pernah diakui sebagai salah satu agama
yang
diikuti
pemerintah
oleh
penduduk
nyatakan.
Kondisi
bangsa
politik
Indonesia
pada
sebagaimana
saat
itu
tidak
12
Yong dan
Dalam
perkembangan
lebih
lanjut,
untuk
mengokohkan
13
Wawancara Pribadi dengan Ws. Asyuntapura (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia) Tangerang, 25 September 2008.
kurang
menguntungkan
bagi
perkembangan
agama
14
202-203.
Mely G. Tan, Etnis Tionghoa Di Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.
masa
pemerintahan
Presiden
Abdurrahman
Wahid
15
13
pencabutan
Inpres
tersebut,
umat
Khonghucu
Seri Prisma, Agama Dan Tantangan Zaman ( Jakarta: LP3ES, 1985), h. 113-115.
Kompetisi Barongsai, '' Radar Serpong, Rabu,10 Desember 2008, h. 3.
tidak
Dalam
17
Wawancara Pribadi dengan Ws, Asyuntapura, (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia) Tangerang, 29 September 2008.
18
Chandra Setiwan, Hak-Hak Sipil Pengalaman Agama Khonghucu, dalam Martin L
Sinaga (ed.), Bincang Agama di Udara, Fundamentalisme, Pluralisme, Peran Publik Agama (Jakarta:
Radio Pelita Kasih, 2005), h. 277.
Tahun 1969 bahwa agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Khonghucu merupakan agama yang dipeluk penduduk Indonesia.
Dengan perkembangan ini warga Tionghoa penganut Khonghucu
menyambut gembira. Umat Khonghucu menyatakan kegembiraannya
dengan memasang iklan ucapan terima kasih di beberapa koran. Umat
Khonghucu sudah bosan dengan aneka bentuk diskriminasi dan
merindukan sebuah harmoni sehingga semua etnis di negeri ini bisa
hidup rukun, saling menghormati keberadaan masing-masing dan
bebas memeluk agama yang dianut. Selain itu yang lebih penting
adalah permintaan Presiden kepada kantor catatan sipil di Indonesia
untuk
mencatat
perkawinan
bagi
pemeluk
Khonghucu
seperti
tidak
diijinkan
merayakan
hari-hari
sucinya
di
depan
yang
bertugas
mencatat
perkawinan
sebagaimana
yang
bagi
tidak bersedia
ingin
mengikuti
kemudahan
kewarganegaraannya,
diwajibkan
Khonghucu
telah
memasuki
babak
baru
dalam
stempel
MAKIN dan
supaya tertulis
"Majelis
Khonghucu
19
20
diadakan
kongres
kedua
yang
membahas
tentang
Khonghucu,
kebatinan
perkawinan.21
21
dan
tentang
perealisasian
22
dan
kartu
pendudukpun
agama
Khonghucu
sudah
23
Wawancara Pribadi dengan Ws, Asyuntapura, (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia) Tangerang, 25 September 2008
24
Wawancara Pribadi dengan Ceng Eng (Pengamat Budaya Tangerang) Tangerang, 26
Desember 2008.
serta
upacara
dalam
hidup
masyarakat,
serta
sangat
25
Bahri Ghajali, Studi Agama-Agama Dunia Bagian Agama Non Semitik (Jakarta: CV.
Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 60.
perkawinan
sudah
berstatus
Khonghucu.
Di
samping
itu,
26
Wawancara Pribadi dengan Ceng Eng (Pengamat Budaya) Kamis 24 September 2008.
penuh mengurusi pabrik dan pohon karet oleh pemerintah, dan kini diisi
oleh keluarga Jho Peng27,
Pada masa Orde Baru masyarakat keturunan Tionghoa lebih suka
berwiraswasta dibandingkan menjadi birokrat. Menurut pemerhati
kebudayaan Tionghoa di Tangerang Oey Tjin Eng, selama ini masyarakat
Tionghoa tidak mempunyai kesempatan untuk bergabung ke dalam
Birokrasi, mulai dari pemerintahan sampai kepolisian. Kondisi ini jauh
berbeda ketika sebelum Orde Baru, karena banyak warga keturunan
yang ikut kegiatan birokrasi, seperti menjadi polisi hingga sampai duduk
di pemerintahan bisa diperkirakan 50 persen. Sekarang hampir tidak ada
satupun warga keturunan Tionghoa yang ikut kegiatan birokrasi.28
Pada tanggal 21 Mei 1998, akhirnya sang penguasa otoriter Orde
Baru yaitu Presiden Suharo berhasil dipaksa lengser.29 Dengan lengsernya
Soeharto itu pula, maka sejarah bangsa Indonesia pun bergerak menuju
proses perubahan dengan keluarnya kepres No. 6 Tahun 2000 yang
mencabut Inpres 14 tahun 1967. Menteri dalam Negeri sendiri mencabut
surat edaran tahun 1978 tentang agama yang lima, sehingga tidak ada
lagi dokumen resmi pemerintah yang mengatakan agama yang diakui
hanya lima. Oleh karena itu pemerintah sudah mengakui 6 agama yaitu:
Islam,
27
Kristen,
Katolik
Buddha,
Hindu,
dan
Khonghucu.
Setelah
sebagian
b.
kehidupan masyarakat.
c.
nasional antara pengurus forum umat agama dan para tokoh antar
umat beragama. Hal ini dilakukan untuk menyamakan persepsi dan
merespon persoalan yang tengah dihadapi agama, menciptakan
suasana
konduksif
dalam
rangka
pemeliharaan
kerukunan
dan
a.
30
b.
c.
menghormati
kebebasan
menjalankan
perjalanan sejarah
agama-agama
besar
di
dunia,
perjuangan
satu
persatu
tercapai
di
berbagai
sektor
yang
memantau
agama
Kantor
Khonghucu
Catatan
pada
Sipil
menambahkan
dokumen
administrasi
32
FKUB.''
33
Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia Etis Dan Agama Dalam Era Perubahan Politik
(Jakarta: LP3ES, 2003), h. 23.
maka
kebebasan
menjalankan
kepercayaannya
dikembangankanlah sikap
dan
ibadah
tidak
sesuai
memaksakan
saling menghormati
dengan
agama
dan
suatu
agama
dan
34
beragama
di
Indonesia.
Patut
disayangkan
jaminan
35
Tomy Su, Koordinatot Masyarakat Pencita Indonesia diakses tanggal 22 Desember 2008
dari Http://www2.kopas.com/kompas-cetak/0602/24/opini/2441409.htm
BAB III
PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA MASA REFORMASI
36
peristiwa penghapusan mata pelajaran agama Khonghucu di sekolahsekolah sejak dikeluarkannya kurikulum sekolah dasar pada tahun 1975.
Peristiwa ini mengakibatkan para siswa dari anak-anak umat Khonghucu
pada 1977 dipaksa mengikuti pendidikan agama lain untuk memenuhi
tuntunan agama yang berlaku, bahkan sering dipaksa mengaku beragama
lain dengan alasan Khonghucu bukan agama yang diakui dan tidak resmi.38
Inpres No. 14 tahun 1967 menyebutkan bahwa umat Khonghucu tidak
diijinkan merayakan hari-hari sucinya di depan masyarakat umum. Lembaga
atau majelis-majelis agama Khonghucu tidak dibenarkan dan tidak diijinkan
menyelenggarakan
kegiatan
apapun
yang
bersifat
formal.
formal.
38
Pencantuman
ini
juga
termasuk
dalam
daftar
isian
Wawancara Pribadi dengan WS. Asyuntapura, (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia), Tangerang, 29 September 2008.
39
Wawancara Pribadi dengan Rudi Guna Wijaya (Sekretaris MAKIN), Tangerang, 10
Februari 2009.
40
Wawancara Pribadi dengan WS. Asyuntapura, Tangerang, 29 September 2009.
agama
bersedia
melakukannya, maka dikatakan kumpul kebo atau melanggar undangundang perkawinan. Untuk mendapat pelayanan di kantor catatan sipil,
mereka harus bersedia mengaku beragama lain dan mau menikah menurut
agama yang formal atau resmi. Jika tidak, mereka harus mohon belas kasih
lembaga agama yang resmi agar mau menerangkan bahwa mempelai
tersebut sudah melakukan perkawinan menurut agama tersebut. Terakhir
yang tidak kurang memperhatinkan, umat Khonghucu yang masih berstatus
asing
41
dicabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967 oleh pemerintah Gusdur,
umat Khonghucu boleh berlega hati. Sebelum pencabutan Inpres tersebut,
umat Khonghucu tidak merayakan tahun baru Imlek secara terbuka dan
hanya diperbolehkan di rumah atau lingkungan masing-masing. Namun
ketika Inpres tersebut dicabut umat Khonghucu di Indonesia dengan lega
dapat merayakan tahun baru Imlek secara terbuka dan tidak ada batasan
dalam lingkungan sendiri.42
Seteleh dicabut Inpres No. 14 tahun 1967 (pada bulan Februari 2000).
Menteri dalam Negeri sendiri mencabut Surat Edaran tahun 1978 tentang
agama yang lima, sehingga tidak ada lagi dokumen resmi pemerintah yang
mengatakan agama yang diakui hanya lima.
No.
I/pn.Ps/1965
tentang
pencegahan
dan
atau
mengusahakan
dukungan
umum
untuk
42
MPRS
No.
III/RES/MPRS/1966.
yang
pada
pokoknya
Presidium
Kabinet
Republik
Indonesia
No.
1975,
tentang
penghapusan
mata
pelajaran
agama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
24
Februari
2006
tentang
Pelayanaan
Administrasi
10. Surat
keputusan
Departeman
Agama
Dalam
Negeri
Republik
bangsa
Indonesa
memasuki
gerbang
kemerdekaan,
segalanya tidak lagi dimulai dari awal. Dengan kata lain mereka sama sekali
tidak berada dalam situasi vakum, melainkan telah mewarisi situasi sosial
yang telah tercipta sebelumnya. Polarisasi antara pribumi dan warga asing khususnya
keturunan
Cina-
misalnya
telah
tercipta
ratusan
tahun
diri
sebagai
sebuah
bangsa.
Akibatnya,
selain
43
tersebut
tidak
serta
merta
menjamin
kelancaran
proses
45
46
Semenjak
bergulirnya
masa
reformasi, perkembangan
agama
Pada
mengenai
pengajaran agama
menganutnya.47
Masyarakat
Tionghoa
Tangerang
menyambut
47
Tomy Su, Presiden, Khonghucu, dan Diskriminasi, diakses tanggal 24 Desember 2008
dari http://wwwr.kompas.com/kompas-cetak/0602/24/opini/2441409.htm
agama
Khonghucu bagi
masyarakat Tionghoa
yang
Menurut
Asyuntapura,
negara
berkewajiban
melayani
hajat
beragama warganya secara adil tanpa diskriminasi, harus dijaga sebaikbaiknya agar jangan ada sebagian atau sekolompok umat beragama yang
merasa diperlakukan tidak wajar dan tidak adil.
"Kami bersyukur ke hadirat Thian, Tuhan yang Maha Esa, atas
bimbingan Nabi Khonghucu kami dapat melalui hal tersulit dalam
pengembangan agama Khonghucu. Ini terbukti dengan dicabutnya Inpres
No 14 Tahun 1967 oleh Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 yang
berdampak baik bagi kualitas dan kuantitas umat Khonghucu di Tangerang
yang mengalami peningkatan 60% atau 50 menjadi 73 dari jumlah yang
aktif sekarang.48
Tabel perkembangan agama Khonghucu di MAKIN Tangerang
150
130
110
90
70
50
30
10
-10
1998-2002 2003-2005 2006-2009
48
dan
membina
umat
Khonghucu
agar
selalu
pondasi
keimanan
umat
Khonghucu
menuju
terciptanya, dialog spiritual yang lebih intens dan kokoh antara umat
Khonghucu dengan Tuhan yang Maha Esa.
2. Memberdayakan umat lewat penanaman dan pengembangan nilai
agama Khonghucu pada setiap individu, sehingga dapat tercapai
dialog internal dalam diri setiap umat, dalam rangka meningkatkan
daya tahan keimanan setiap umat Khonghucu, yang pada akhirnya
mampu membangun jatidiri yang sejati.
3. Meningkatkan dialog institusional dan saling pengertian yang lebih
mendalam dengan semua institusi formal, informal, sosial keagamaan
dan kemasyarakatan; lewat berbagai teknik dan media komunikasi,
dengan tujuan akhir terwujudnya legalitas institusi dalam artian
maupun praktis.
4. Memberdayakan umat Khonghucu di setiap lapisan dan setara
masyarakat agar dapat menjadi insan Khonghucu yang bermoral
dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, sehingga
dapat menciptakan dialog sosial yang nyata dan inklusif.
5. Secara sitematis, terencana dan terus menerus melakukan berbagai
kegiatan publikatif, dengan tujuan utama untuk menanamkan
pemahaman
yang
lebih
mendalam
akan
hakikat
dan
nilai
49
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan agama Khonghucu di Tangerang pada masa
reformasi
Dalam
perkembanganya
agama
Khonghucu
meliputi
kualitas
dan
rendah hati dan semangat untuk saling membagi yang dibangun diatas
nilai-nilai kebijaksanaan, cinta kasih dan keberanian.
Keadaan ini diawali dengan keputusan Presiden No.6 tahun 2000 dan
diteruskan oleh Menteri dalam Negeri tanggal 31 Maret 2000 mengenai
pencabutan Intruksi presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang agama,
kepercayaan, dan istiadat Cina. Dengan sekejap kualitas umat Khonghucu
di Tangerang bahkan seluruh Indonesia berkembang.
Umat Khonghucu di Tangerang sudah merasakan angin segar dan
tidak lagi diskriminasi. Presiden Megawati mengumumkan mulai tanggal
2003 Imlek sebagai hari Raya Ethis Tionghua menjadi hari nasional.
Kemudian, Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono pada perayaan Imlek
Nasional di Jakarta Convention Center menegaskan kepada bangsa
Indonesia saat ini tidak ingin adanya diskriminasi. Departemen Agama telah
mencatatkan perkawinan bagi pemeluk umat Khonghucu serta memberi
fasilitas
penyediaan
guru
agama
Khonghucu
untuk
mengajarkan
demikian
umat
Khonghucu
di
Tangerang
dapat
B. Saran-saran
Semua agama berasal dari Tuhan, dan manusia yang plural itu pun
adalah umat manusia yang satu juga, karena berasal dari satu sejarah dan
keturunan yang sama. penulis berharap kepada rekan-rekan mahasiswa,
khususnya
yang
mendalami
Ilmu
Perbandingan
Agama,
untuk
DAFTAR PUSTAKA
Pilih Usaha Tangerang Jadi Birokrat. Tangerang Tribun, Rabu, 30 Juni 2008.
Kompetisi Barongsai, Radar Serpong, Rabu, 10 Desember 2008.
Cahyawan, Pajar. Pendidikan Pancasila dan Kewargangeraan. Jakarta: Depdikbud,
1999
Departemen Agama RI. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan
Hidup Umat Agama. Jakarta: Depag 2003.
Ghajali, Bahri. Studi Agama-Agama Dunia Bagian Agama Non Semitik. Jakarta: CV.
Pedoman Ilmu Jaya, 1994.
Mahendra, Yuzril Ihza Menteri. Sekretaris Negara, No. B229M. Sesneg; 3/2006,
Hak-Hak Sipil Umat Agama Khonghucu. Jakarta: 29 Maret 2006.
Metro, Tangerang Tribun, Senin, 28 Juni 2008.
Muhaimin. Damai Di Dunia Damai Untuk Semua, Prespektif Berbagai Agama.
Jakarta: Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2004.
Prisma, Agama Dan Tantangan Zaman. Jakarta: LP3ES, 1985.
Ranpengan, Jimmy J. Memelihara Kerukunan Dan Memberdayakan Umat
Beragama FKUB. Diakses Tanggal 23 Desember 2008 Dari
http:/www.kekuskupanbogor.org/mekar/1-2008/news7.htm.
Setiawan, Chandra. Hak-Hak Sipil Pengalaman Agama Khonghucu. Dalam Martin
L Sinaga (ed), Bincang Agama di Udara, Fundamentalisme, Pluralisme,
Peran Publik Agama, Jakarta: Radio pelita kasih, 2005.
Situmorang, Abdul Wahib. Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa Perlawanan
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Smith, Huston. Agama-agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.
Souyb, Joesoef. Agama-agama Besar di Dunia. Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1996.
Su, Tomy. Koordinator Mayarakat Pecinta Indonesia. Diakses tanggal 22
Desember
2008
dari
Http:/www2.Kopas.com/Kompascetak/0602/24/opini/2441409.htm.
Suprayogo, Imam dan tobroni, Metodologi Penelitian Agama. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003
Suryadinata, Leo, Penduduk Indonesia Etis dan Agama dlam Era Perubahan politk.
Jakarta: LP3ES, 2003.
Tahir, Tarmizi. Masyarakat Cina Ketahanan Nasional dan Integrasi Bangsa di
Indonesia (Jakarta: Pusat Kajian Islam Masyarakat, 1997).
Tan, mely G. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Tanggok, M. Ikhsan. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia
Jakarta: pelita Kebajikan, 2005.
Tanuwibo, Budi Santoso. Genta Harmoni. Surakarta: 2006.
Wawancara Pribadi dengan Ws. Asuntapura (Ketua Majelis Tiggi Agama
Khonghucu Indonesia) Tangerang, tanggal 25 September 2008.
Wawancara Pribadi dengan Eng Eng (Penganut Budaya Tangerang) Tangerang,
Tanggal 26 Desember 2008.
Wawancara Pribadi dengan Rudi Guna Wijaya (Sekretaris MAKIN), Tangerang, 10
Februari 2009.
Wawancara Pribadi dengan lili (TU MAKIN), Tangerang, 10 februari 2009.
Wawancara Pribadi dengan Budi (Masyarakat Tionghoa) Tangerang, 29 September.
Wawancara Pribadi dengan Andri (Umat Khonghucu), Tangerang, 9 Februari 2009.
Wawancara Pribadi dengan Victor (driver), Tangerang, 10 Februari 2009.
Yunianto. Pendidikan Kewarganegaraan. Bojonegoro: CV Pustaka Manggala,
2006.