Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

SINUSITIS MAKSILARIS

Disusun oleh :
Sara Maria laras Maharkesti
1061050082

Pembimbing :
dr. Fitri Juniarta
dr. Persadaan Bukit, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 6 OKTOBER 13 DESEMBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
1

LAPORAN KASUS
SINUSITIS MAKSILARIS

Pendahuluan
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan kasus yang sering ditemukan pada
anak. Sinusitis adalah infeksi sinus paranasal dengan gejala ISPA yang menetap atau makin
berat dalam kurun waktu tertentu. Tiga faktor yang berperan dalam terjadinya sinusitis adalah
ostium yang tertutup, penurunan jumlah atau fungsi silia serta berubahnya viskositas sekret.
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat ditegakkan diagnosis sinusitis akut
pada anak. Pada sinusitis kronis, CT scan merupakan alat bantu diagnosis yang dapat
dipercaya. Pada umumnya sinusitis dapat sembuh dengan terapi medikamentosa. Amoksisilin
merupakan antibiotik utama disertai dengan pemberian antihistamin, nasal dekongestan dan
steroid, atau dengan komplikasi dapat dilakukan tindakan pembedahan.1

Laporan Kasus
Pasien bernama An. RTF lahir di Jakarta, 8 Februari 2007, berjenis kelamin laki-laki
berusia 7 tahun, beralamat di Jl. Kebon Sirih Timur, RT 06, RW 02, Menteng. Beragama
Islam. Pasie masuk ke Rumah Sakit C melalui UGD pada tanggal 8 Oktober 2014.
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 minggu SMRS. Demam muncul tiba
tiba sampai menggigil. Demam yang dirasakan hilang timbul saat sore menjelang malam dan
biasanya membaik saat pagi hari. Awalnya pasien batuk dan pilek sejak 3 minggu sebelum
demam, batuk dan pilek yang dirasakan hilang timbul hingga saat ini. Pada pasien juga
terdapat diare dan muntah. BAB berwarna kecoklatan dengan konsistensi cair dan frekuensi
3-4 kali sehari sejak 3 minggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien muntah
sebanyak 3 kali, berisi makanan, lendir, dan dahak berwarna kuning. Untuk mengurangi
keluhan keluhn ini ibu pasien sempat membawa pasien ke klinik untuk berobat dan diberi
obat, tetapi keluhan tersebut tidak berkurang. Demam pasien sempat turun namun hanya
sekitar 6 jam, kemudian suhu naik kembali. Selain itu pasien juga mengeluh pusing saat
demam serta nyeri pada daerah pipi kanan dan kiri dibawah mata. Ibu pasien juga
2

mengatakan bahwa disekolah pasien juga sering mengeluh tulisan di papan tulis terlihat
berbayang dan tidak jelas, sehingga pasien sering meminta untuk duduk di depan agar lebih
terlihat. Nafsu makan berkurang, kejang disangkal, BAK tidak ada keluhan.
Pasien dirawat di bangsal F. Saat pasien diperiksa di bangsal F didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg,
frekuensi nadi 120 x/menit regular da nisi cukup, suhu 37,80C (aksila), frekuesi pernafasan 24
x/menit adekuat. Berat badan pasien 36 kg, panjang badan 136 cm. Pada pemeriksaan kepala
lingkar kepala pasien 54,5 cm (normocephali). Pada pemeriksaan mata tidak ditemukan
konjungtiva anemis, sklera ikterik, mata cekung. Pemeriksaan hidung didapatkan kedua
cavum nasi lapang, mukosa hiperemis, terdapat sekret. Pada pemeriksaan telinga didapatkan
liang telinga lapang. Kelenjar getah bening tidak teraba membesar. Saat dilakukan
pemeriksaan toraks pada inspeksi diameter laterolateral > anteroposterior dan pergerakan
dinding dada simetris; pada palpasi vokal fremitus simetris kanan dan kiri; pada perkusi
sonor dikedua lapang paru; pada auskultasi bunyi nafas dasar bronkial, bunyi tambahan
wheezing tidak ada, ronki tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tampak iktus kordis
di intercostal 5 mid klavikula sinistra, batas jantung kiri didapatkan pada interkosta 5 garis
midklavikula kiri, Batas jantung kanan interkostae 4 garis sternalis kiri, pada bunyi jantung
didapat bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen
pada inspeksi perut tampak datar, pada auskultasi bising usus (+) 4x/menit, pada palpasi
supel, tidak ada tahanan dan tidak ada pembesaran hepar maupun lien , dan tidak ditemukan
ballotemen ginjal. Pemeriksaan alat kelamin didapatkan ostium uretra eksterna ditengah,
testis lengkap, lipatan skrotum jarang. Pemeriksaan ekstremitas akral hangat, capillary refill
time < 2 detik, turgor kulit di abdomen baik, tidak ditemukan edema di kedua ekstremitas atas
maupun bawah. Refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis tidak ditemukan.
Hasil laboratorium darah perifer lengkap tanggal 6 Oktober 2014, yaitu laju endap
darah 32 mm/jam, Hb 11,1 g/dl, leukosit 13.800/uL, eritrosit 3,89 x 106/uL, ht 32%,
retikulosit 37 permil, trombosit 240.00 /uL, hitung jenis leukosit : basofil 1%, eosinofil 0%,
neutrofil batang 0%, neutrofil segmen 67%, limfosit 27%, monosit 10%. MCV 82 fL, MCH
28,5 pg, MCHC 34,7 g/dL. Pada pemeriksaan elektrolit : natrium darah 132 mEq/L, kalium
darah 3,2 mEq/L, kalsium 7,9 mg/dl. Hasil pemeriksaan widal S. typhi O (+) 1: 80, S.
paratyphi AO negatif, S. paratyphi BO negatf, S. paratyphi CO negatif, S. typhi H negatif, S.
paratyphi AH negatif, S. paratyphi BH negatif, S. paratyphi CH negatif. Pemeriksaan
urinalisa lengkap tanggal 6 Oktober 2014, yaitu berat jenis 1.025 g/ml, warna kuning,
3

kejernihan jernih,esterase leukosit negatif, darah negatif, nitrit negatif, pH 6,0, protein
+1(30mg/dl), glukosa negatif, bilirubin negatif, urobilinogen 0,2, keton negatif, pemeriksaan
sedimen, leukosit 4/LPB, eritrosit 3/LPB, epitel 2/LPB, silinder 1/LPB, bakteri 3 /LPB.
Dalam perawatan pasien, diberikan diet lunak tidak merangsang, diberikan infus kaen
3B 30 tpm makro, diberikan medikamentosa, tempra forte 4 x 5 ml (PO), tamoliv 4 x 250 mg
(PO), lasal exp 3 x 5cc.
Saat perawatan hari pertama tanggal 7 Oktober 2014, pasien dalam keadaan sakit
kepala, pusing, demam, batuk, dan pilek. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 104 x/menit, suhu 37,80C, frekuensi nafas
24 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik.
Pada pemeriksaan hidung mukosa hiperemis, konka nasalis hipertropi, dan tidak terdapat
sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam batas normal, pada pemeriksaan abdominal dalam
batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2
detik, dan tidak ada edema.
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris bilateral. Terapi yang diberikan adalah
diet biasa, kaen 3B 20 tpm makro, diberikan medikamentosa bioxon 1 x 1gr (IV) drip, tempra
forte 4 x 5 cc (PO),

lasal exp 3 x 5cc, dan paracetamol injeksi 4 x 250 cc. Pasien

direncanakan untuk foto sinus.


Pada pemeriksaan foto sinus paranasal tampak septum nasi ditengah, konka nasalis
dan adenoid menebal, tampak penebalan mukosa sinus sinus maksilaris kanan dan kiri.
Kesan yang didapat yaiu sinusitis maksilaris bilateral, hipertropi konka dan adenoid.
Perawatan hari kedua tanggal 8 Oktober 2014, pasien demam, batuk, pilek, sakit
kepala berkurang, dan nafsu makan membaik. Keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis,tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120 x/menit, suhu 38,0 C,
frekuensi nafas 26 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun
sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa hiperemis, konka nasalis hipertropi, dan
tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam batas normal, pada pemeriksaan
abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat,
capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.

Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris billateral. Terapi yang diberikan adalah
diet biasa, kaen 3B 20 tpm makro, diberikan medikamentosa bioxon 1 x 1gr (IV) drip, tempra
forte 4 x 5 cc (PO), lasal exp 3 x 5cc, paracetamol injeksi 4 x 250 cc.
Perawatan hari ketiga tanggal 9 Oktober 2014, pasien dalam keadaan demam, pusing
hilang timbul, mual, nyeri bagian pipi kanan kiri bawah mata dan dibagian atas mata.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 120 x/menit, suhu 37,80C, frekuensi nafas 24 x/menit. Pada pemeriksaan mata
tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa
hiperemis, konka nasalis hipertropi, dan tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam
batas normal, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris billateral. Terapi yang diberikan adalah
diet biasa, infus kaen 3B 20 tpm makro, diberikan medikamentosa bioxon 1 x 1gr (IV) drip,
tempraforte 4 x 5 cc (PO), lasal exp 3 x 5cc, paracetamol injeksi 4 x 250 cc.
Perawatan hari keempat tanggal 10 Oktober 2014, pasien dalam keadaan demam
masih naik turun, pusing, pilek, batuk berkurang, nafsu makan membaik. Keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 100/60 mmhg, nadi 110
x/menit, suhu 360 C, frekuensi nafas 22 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat
konjungtiva pucat maupun sklera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa hiperemis, konka
nasalis hipertropi, dan tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris, bronchopneumonia Terapi yang
diberikan adalah diet biasa, kaen 3B 20 tpm makro, diberikan medikamentosa, tempraforte 4
x 5 cc (PO),

lasal exp 3 x 5cc, meropenem 3 x 750mg (IV), tamoliv 3 x 250 mg,

dexamethasone 3x5 ml.


Perawatan hari kelima tanggal 11 Oktober 2014, keluhan sudah tidak demam, sudah
tidak pusing, nafsu makan baik, nyeri sinus berkurang. Keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 100 x/menit, suhu 360C,
frekuensi nafas 19 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun
sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa hiperemis, konka nasalis hipertropi, dan
5

tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam batas normal, pada pemeriksaan
abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat,
capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris, rhinobronkitis. Terapi yang diberikan
adalah diet biasa, inject plug, diberikan medikamentosa, tempraforte 4 x 5 cc (PO), lasal exp
3 x 5cc, meropenem 3 x 750mg (IV), tamoliv 3 x 250 mg, dexamethasone 3x5 ml.
Perawatan hari keenam tanggal 12 Oktober 2014, keluhan sudah tidak ada. Keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 102
x/menit, suhu 35,60C, frekuensi nafas 19 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat
konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa tidak hiperemis,
konka nasalis tidak hipertrofi, dan tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam batas
normal, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris, rhinobronkitis. Terapi yang diberikan
adalah diet biasa, inject plug, diberikan medikamentosa, tempraforte 4 x 5 cc (PO), lasal exp
3 x 5cc, meropenem 3 x 750mg (IV).
Perawatan hari ketujuh tanggal 13 Oktober 2014, keluhan sudah tidak ada. Keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/80mmHg, nadi 100
x/menit, suhu 37,3 C, frekuensi nafas 19 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat
konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa tidak hiperemis,
konka nasalis tidak hipertropi, dan tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks dalam batas
normal, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris, rhinobronkitis. Terapi yang diberikan
adalah diet biasa, inject plug, diberikan medikamentosa, ranitidine 2 x 25mg (IV), lasal exp 3
x 5cc, meropenem 3 x 750mg (IV).
Perawatan hari kedelapan tanggal 14 Oktober 2014, keluhan demam dan pusing.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/60mmHg,
nadi 112 x/menit, suhu 37,8 C, frekuensi nafas 24 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak
terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa tidak
hiperemis, konka nasalis tidak hipertropi, dan tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks
6

dalam batas normal, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris, rhinobronkitis. Terapi yang diberikan
adalah diet biasa, diberikan medikamentosa, tempraforte 4 x 5 cc (PO), lasal exp 3 x 5cc,
bactecyn 2 x 1 tab, pondex syr K/P pusing.
Perawatan hari kedelapan tanggal 15 Oktober 2014, keluhan sudah tidak ada.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/80mmHg,
nadi 100 x/menit, suhu 37,3C, frekuensi nafas 19 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak
terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung mukosa tidak
hiperemis, konka nasalis tidak hipertropi, dan tidak terdapat sekret. Pada pemeriksaan toraks
dalam batas normal, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.
Diagnosis pasien adalah sinusitis maksilaris, rhinobronkitis. Terapi yang diberikan
adalah diet biasa, inject plug, diberikan medikamentosa, tempraforte 4 x 5 cc (PO), lasal exp
3 x 5cc, bactecyn 2 x 1 tab, pondex syr K/P pusing.

Landasan Teori
Definisi Sinusitis
Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus
maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus spenoidalis. Sinusitis yang paling
sering terjadi adalah sinusitis maxillaris dan sinusitis etmoidalis. Sinusitis bakterial akut
adalah infeksi sinus paranasal dengan gejala ISPA yang menetap atau makin berat dalam
waktu kurang dari 30 hari. Gejala yang menetap berupa sekret hidung (post nasal discharge),
batuk siang hari (yang dapat makin berat pada malam hari), atau keduanya dalam waktu lebih
dari 10 hari. Gejala yang makin berat ditandai dengan suhu sedikitnya 39 0C dan sekret yang
kental (purulent nasal discharge) yang timbul bersamaan selama sedikitnya 3 hari berturut
turut.Sinusitis bakterial sub akut adalah infeksi bakteri pada sinus paranasal yang berlangsung
antara 30-90 hari, gejala akan sembuh sempurna sedangkan sinusitis kronik adalah episode
inflamasi sinus paranasal lebihdari 90 hari, pasien akan mengalami gejala

gangguan

pernapasan yang menetap seperti batuk, rinorhea dan hidung tersumbat.1,2


7

Epidemiologi
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada dalam urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Data dari Divisi Rhinologi Departemen THT RSCM
Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut
adalah 435 pasien, 69% adalah sinusitis.3,4
Etiologi
Penyebab tersering dari sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran nafas atas karena
virus, seperti rinitis akut, campak, dan batuk rejan. Hanya 10% diakibatkan oleh radang pada
gigi molar atau premolar. Penyebab lain yang jarang adalah karena menyelam dan fraktur
tulang maksila dan tulang frontal. Sinusitis yang terjadi karena menyelam disebabkan
menyelam dengan kaki yang masuk air terlebih dahulu tanpa menjepit hidung.3,5
Patofisiologi
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati sebagai
patogen primer pada sinusitis bacterial. Selain itu M. Catarrhalis juga didapatkan pada
sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak). Penyebab sinusitis maksilaris terbanyak adalah
Streptococcus dan Staphylococcus.1
Faktor faktor predisposisi sinusitis maksilaris adalah obstruksi mekanik, rinitis
kronis, rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat trauma, menyelam, renang, naik
pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi pada faring. Rinitis adalah faktor predisposisi yang
paling penting dalam terbentuknya sinusitis.1,3
Pada saat terjadi infeksi, akan terjadi reaksi radang yang salah satunya berupa edema,
yang terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang sempit. Mukosa yang saling berhadapan
akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan,
terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh mukosa
sinus menjadi kental. Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus menerus, akan terjadi hipoksia dan retensi
lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.6,8
Gambaran Klinis
8

Gambaran klinis sinusitis bersifat subjektif yaitu rhinorrhea yang kental dan bewarna
agak hijau dan kadang berbau 7 hari hingga 14 hari, sakit pada wajah, hidung buntu. Gejala
yang disebutkan di atas ini adalah gejala klasik dari sinusitis akut, gejala klasik tersebut
sering juga disertai dengan gejala lain seperti sakit pada pipi dan dapat juga pada kepala,
demam dan rasa lesu, batuk, nyeri pada telinga, penurunan atau gangguan penciuman
(decreased or altered sense of smell). Sinusitis dapat didiagnosis dengan beberapa kriteria
mayor dan minor yang menetap untuk masa yang lebih lama dari infeksi saluran napas atas
oleh virus yang biasanya lebih dari 7 hari.3,6
Tabel 1. Kriteria Sinusitis
Diagnosis

Kriteria

Gejala dan tanda

Mayor

Minor

Sekret hidung yang purulent

edem praorbita, nyeri pada wajah,


nyeri pada gigi, nyeri pada telinga,

Sekret faring yang purulent


nyeri
Batuk

pada

menelan,

kepala,

nafas

nyeri

berbau,

saat

demam,

mengi.
Diagnosis

Gambaran radiologi waters terdapat

Pemeriksaan sitologi nasal neutrophil

opafikasi,

dan bacteremia

air

fluid

level

atau

penebalan mukosa 50 % dari antrum.

sintigrafi korona terdapat penebalan

pemeriksaan ultrasonografi

mukosa atau opafikasi sinus.

Sumber : Lily Irsa. Penyakit Alergi Saluran Napas yang Menyertai Asma Penyakit Alergi
Saluran Napas yang Menyertai Asma. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 19-25.
Diagnosis klinis
Gejala dan tanda: 2 kriteria mayor atau 1 mayor dan 2 kriteria minor.
Pemeriksaan diagnostik: 1 mayor : konfirmasi, 1 minor : menyokong
Pada pemeriksaan fisik tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata
bawah sisi yang terkena, Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tempak hiperemi dan edema,
9

selain itu tampak mukopus atau nanah di meatus media, Pada rinoskopi posterior tampak
mukopus di nasofaring. 1,3

Pemeriksaan Penunjang
Dengan pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat suram atau gelap.
Akan lebih bermakna hasilnya bila hanya salah satu sisi sinus saja yang sakit, sehingga
terlihat sekali perbedaanya antara yang suram atau sakit dengan yang normal. Pemeriksaan
radiologi, yaitu foto waters, PA, dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan
mukosa atau air- fluid level pada sinus yang sakit. CT scan merupakan tes yang paling
sensitive dalam mengungkapkan kelainan anatomis selain melihat adanya cairan dalam sinus,
tetapi karena mahal, CT scan tidak dipakai sebagai skrining dalam mendiagnosis sinusitis.
Pemeriksaan kultur, sample diambil dari sekret dari meatus medius atau meatus superior.
Pasien harus dirujuk ke otolaringologis untuk aspirasi maksila dan kultur, bila tidak sembuh
dengan pengobatan antibiotika yang sesuai dan adekuat.7,8

Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi,
mencegah perubahan menjadi kronik, prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM
sehinggan drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Terapi medikamentosa,
Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang merupakan first line drug,
namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam, dapat diberikan amoksisilin/klavulanat.
Sebaiknya antibiotik diberikan selama 10-14 hari. Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik
diberikan selama 4-6 minggu sebelum diputuskan untuk pembedahan. Dosis amoksisilin
dapat ditingkatkan sampai 90 mg/kgbb/hari. Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai
adanya komplikasi diberikan antibiotik secara intravena. Sefotaksim atau seftriakson dengan
klindamisin dapat diberikan pada Streptococcus pneumoniae yang resisten.1,3
Tabel 2. Daftar Antibiotik dan dosis
Antibiotik
Amoksisilin

Dosis (mg/kgbb/hari)
40
10

Amoksisilin/ Klavunat

40/10

Eritromisin/sulfixozasol

50/150

Sulfametoxazol-trimetoprin

40/8

Sefuroksim

30

Sefiksim

Klindamisin

30

Klaritromisin

15

Azitromisin

10

Sumber : Rinaldi, Helmi M. Lubis, Ridwan M. Daulay, Gabriel Panggabean. Sinusitis pada
Anak. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 244-248

Anti inflamasi, Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang
disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi).Analgesik diberikan untuk rasa sakit
kepala atau rasa sakit disekitar sinus, pengobatan diatas diberikan selama 2-3minggu. Jika
selama 2-3minggu tidak sembuh sakit tersebut berarti terjadi sinusitis kronis dan mukosa
dalam keadaan abnormal.1,3
Terapi tambahan, Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin, dekongestan,
dan steroid. Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis, kecuali
jelas adanya etiologi alergi.Pemberian antihistamin dapat mengentalkan sekret sehingga
menimbulkan penumpukan sekret di sinus,dan memperberat sinusitis. Dekongestan:
dekongestan topikal seperti oksimetazolin,penileprin akan menguntungkan jika diberikan
pada awal tata laksana sinusitis. Aktifitasnya akan mengurangi edem atau inflamasi yang
mengakibatkan obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki ventilasi
sinus. Pemberian dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah ketergantungan dan
rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan sistemik, seperti penilpropanolamin,
pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus dan mengembalikan fungsi pembersih
mukosilia. Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai 10-14 hari. Maka tindakan yang
diberikan selanjutnya dilakukan Operasi Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF),
Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang,
sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi
11

dirongga-rongga sinus. Fungsinya untuk mengembalikan fungsi yang terganggu. Indikasinya


sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat.1,3,6

Analisis Kasus
Dari anamnesis didapatkan keluhan demam muncul tiba tiba sampai menggigil
sejak 2 minggu yang lalu disertai batuk dan pilek yang dirasakan 1 minggu sebelum muncul
demam, batuk berdahak berwarna kuning kehijauan, dan mucus berwarna kuning, selain itu
pasien juga merasa nyeri kepala dan nyeri pada kedua pipi kanan dan kiri dibagian bawah
mata. Dari anamnesa yang telah dilakukan ditegakkan diagnosa sinusitis maxilaris karena
memenuhi kriteria diagnosis sinusitis yaitu terdapat 2 kriteria mayor pertama terdapat sekret
pada hidung dan faring yang purulent, dan pada gambaran radiologi waters terdapat
penebalan mukosa sinus maksilaris kanan dan kiri. Karena onset dari keluhan tersebut kurang
dari 30 hari, maka termasuk sinusitis makilaris akut.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ditemukan cavum nasi lapang,
konka hipertropi, mukosa hidung hiperemis dan terdapat sekret. Pemeriksaan fisik paru dan
abdomen tidak ditemukan adanya kelainan. Sebaiknya, juga dilakukan pemeriksaan
transiluminase karena dengan pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat gelap
untuk membantu menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan kecurigaan sinusitis adalah dengan
melakukan tindakan pemeriksaan radiologi, yaitu foto Waters, PA, dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau air- fluid level pada sinus yang sakit Penulis
setuju mengenai pemeriksaan radiologi foto waters yang telah dilakukan karena menunjang
dalam menegakan diagnosis sinusitis.
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan
mencegah perubahan menjadi kronik. Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40
mg/kgbb/hari) yang merupakan first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalam 48-72
jam, dapat diberikan amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik diberikanselama 10-14
hari. Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin, dekongestan, dan steroid.
Pada penatalaksaan awal, pasien diberi terapi cairan, kaen 3B 30 tpm, bioxon 1x1 gr
(IV) drip, rantin 2x25mg (IV), tempraforte 5cc (PO), paracetamol injeksi 4 x 250 mg(IV).
12

Pada pasien ini awalanya sudah benar karena diberikan antibiotik bioxon (seftriakson)
walaupun seharusya first line drugs untuk sinusitis akut adalah pemberian antibiotik
amoxicillin. Sefotaksim atau seftriakson dengan klindamisin dapat diberikan pada
Streptococcus pneumoniae yang resisten, atau pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai
adanya komplikasi diberikan antibiotik secara intravena. Pemberian terapi cairan dengan
kaen 3B juga sudah tepat untuk mengoreksi kadar kalium yang rendah yaitu 3,2 mEq/L,
dengan koreksi kalium ( (4-3,2) x 0,4 x 36 kg = 11,52 mEq/L ditambahkan dengan kebutuhan
kalium perhari 1 2 mEq/L ).
Simpulan
Pemeriksaan dan terapi yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan pedoman yang
yang ada. Diagnosis sinusitis secara dini dan terapi antibiotik yang adekuat memberikan hasil
yang baik, mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas penderita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rinaldi H M, Lubis R M, Daulay G P. Sinusitis pada anak. Sari Pediatri. Maret 2006;
7: 244-8.
2. Budiman B J, Mulyani, S. Rinosinusitis akut pada anak dengan komplikasi abses
periorbita. Diunduh dari www.repository.unand.ac.id. Diakses : tanggal 13 Oktober
2014.
3. Lili I. Penyakit alergi saluran napas yang menyertai asma penyakit alergi saluran
napas yang menyertai asma. Sari Pediatri. Juni 2005; 7:19-25.
4. Rhinology Supplement 20. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyposis. Diunduh dari : www.rhinologyjournal.com. Diakses : 13 Oktober 2014.
13

5. Mulyarjo S. Sinusitis Naskah lengkap perkembangan terkini diagnosis dan


penatalaksanaan sinusitis. Surabaya : Pustaka Media; 2006. h.1-63.
6. Hilgrer P A. Penyakit pada hidung. Dalam : Adams G L, Boies L R, penyunting. Buku
ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 1997. h. 200-7
7. Pracy R, Siegler J, Stell PM. Sinusitis akut. Dalam : Roenzim F, Soejak S,
penyunting. Pelajaran Ringkas Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : Penerbit
Gramedia;2000. h. 81-91.
8. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam : Soepardi E A, Iskandar H N,
penyunting. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 121-5

14

Anda mungkin juga menyukai