Anda di halaman 1dari 3

Presiden Jokowi Mengikuti Rakyat

Oleh: Ahmad Barjie B


Mahasiswa Prodi Akhlak dan Tasawuf Pascasarjana IAIN Antasari
Akhirnya Badrodin Haiti menggantikan posisi Budi Gunawan (BG) sebagai
calon Kapolri baru. Tanda-tanda Presiden Jokowi membatalkan pelantikan BG
sebenarnya sudah terasa cukup lama. Terlihat dari sikap Jokowi yang lambat
mengambil keputusan, sehingga harus minta nasihat sejumlah tokoh eksternal. Tokoh
tua seperti Buya Syafii Maarif, Hasyim Muzadi dan Malik Fadjar.juga turun gunung
memberi masukan.
Sekiranya Jokowi ingin melantik, hal itu dapat segera dilakukan, sebab
mayoritas Fraksi di DPR-RI, kecuali Demokrat, telah menyetujuinya. Artinya
prosedur pengangkatan dan pelantikan Kapolri sudah terpenuhi
Pembatalan pelantikan BG, berarti Presiden Jokowi lebih mendengarkan suara
rakyat yang ada di luar, bukan wakil rakyat yang ada di dalam gedung parlemen. Jika
kita amati kekuatan Jokowi memang terletak pada rakyat di luar. Kekuatan inilah
yang mesti harus tetap dipelihara oleh Jokowi.
Di era sekarang memang agak sulit mendefinisikan dan menunjuk, rakyat
mana yang dimaksud. Tapi paling tidak rakyat yang telah memilih dan mendukung
Jokowi sendiri. Termasuk kategori rakyat ini para tokoh, aktivis dan rakyat yang
tidak jelas yang mendukung KPK sesaat setelah Bambang Widjojanto ditangkap
Polri. Juga Forum Rektor se-Indonesia yang mensupport KPK. Mereka berada di
belakang KPK secara spontan tanpa rekayasa.
Kartika Djoemadi, seorang relawan Jokowi sejak Pilpres menyatakan bersama
kelompoknya selalu berusaha mendampingi dan mengawal pemerintahan Jokowi.
Ketika Jokowi dililit dilema KPK - Polri, pihaknya juga memberi masukan, yang
intinya pelantikan itu dibatalkan. Kalau diteruskan berpotensi menambah panjang
perdebatan publik, hal ini melelahkan dan kontraproduktif.
Tidak Optimal
Kepastian Jokowi membatalkan pelantikan, bukanlah tamparan bagi BG,
sebab dia dalam posisi dicalonkan, bukan mencalonkan diri atau minta dicalonkan.
Apalagi status tersangka BG mengandung kontroversi, sehingga pihak BG melakukan
upaya hukum praperadilan dan dikabulkan.
Justru yang patut dipertanyakan, mengapa hampir semua fraksi DPR, minus
Demokrat menyetujui pencalonan tersebut. Terkesan DPR tidak optimal menghargai
dan mendukung produk hukum KPK. DPR seperti menganggap angin lalu dan
membelakangi KPK.
Memang sudah teramat banyak kader partai di legislatif maupun eksekutif
dihukum KPK. Gubernur/bupati/walikota dan anggota DPR yang dihukum KPK,
yang mereka itu notabene kader partai politik, sudah tak terhitung. Hukuman berat
yang ditimpakan KPK itu tak jarang menimbulkan kontroversi, dalam arti orang yang

dituduh korupsi merasa tidak bersalah seperti dituduhkan. Tak mustahil ada yang
merasa dizalimi. Hal ini membuat daftar musuh KPK makin panjang.
Ada dugaan, persetujuan Koalisi Merah Putih (KMP) terhadap pencalonan
BG tempo hari sebagai jebakan, sehingga Jokowi menjadi serba salah dan dilematis,
maju kena mundur kena. Tetapi saya tidak percaya terhadap teori jebakan ini, karena
tidak mungkin presiden mau dijebak. Pencalonan BG sebagaimana kata Syafii
Maarif, bukan kehendak Jokowi pribadi. Besar kemungkinan persetujuan tersebut
karena KMP tidak lagi bermusuhan dengan KIH, bahkan dari momentum
persetujuan itu kedua koalisi tampak makin cair dan mesra.
Patut diacungi jempol sikap Fraksi Partai Demokrat yang dari awal menolak
pencalonan BG disebabkan statusnya yang sempat dijadikan sebagai tersangka KPK.
Padahal BG termasuk petinggi Polri yang berprestasi dan di zaman Presiden SBY
telah dua kali dinaikkan bintangnya. Meski demikian Fraksi Demokrat tetap
menghormati sinyal KPK. Benny K Harman dari Demokrat telah menegaskan
penolakan itu dengan melihat konsekuensi di belakang. Dianulirnya BG sebagai calon
Kapolri, berarti naluri politik Demokrat lebih tepat dan menjadi kenyataan.
Sensitivitas Demokrat terhadap perasaan rakyat lebih terlihat.
Menjadi Lilin
Meskipun pembatalan pelantikan BG dan penunjukan calon Kapolri baru
berhasil dilakukan, haru biru masalah ini telah memakan korban, yaitu status para
pimpinan KPK yang berada di ujung tanduk. Bahkan Bambang Widjojanto dan
Abraham Samad sudah diberhentikan sementara dan posisi mereka diisi oleh Plt
Taufiqurraman Ruki, Indriyanto Senoaji dan Johan Budi.
Ada yang menyindir, langkah KPK menjadikan BG sebagai tersangka atau
keberanian menghukum para koruptor selama ini tak ubahnya memercik air di dulang
terkena muka sendiri. Tetapi lebih tepat langkah KPK tersebut ibarat nasib lilin.
Setiap lilin yang menyala memiliki misi menerangi orang sekitar, walau
konsekuensinya batang tubuh lilin sendiri akhirnya ikut meleleh.
Mengingat korupsi di negeri ini masih marak, kita belum ingin KPK lumpuh
apalagi hancur. Kalau ada komisioner bermasalah perlu diisi pengganti antarwaktu
atau rekrutmen anggota baru yang lebih mumpuni. Nasir Jamil dari PKS
mengusulkan, jika KPK lumpuh tugas pemberantasan korupsi dialihkan ke
Kejaksaan. Usul ini terlalu prematur, karena kepercayaan rakyat terhadap lembaga
lain di luar KPK belum kuat. Yang penting sekarang KPK dibenahi dan diselamatkan.
Lembaga antikorupsi perlu tetap ada, sampai saatnya negara kita bersih.
Menurut Pramono BS (BPost 8/2), Singapura, Malaysia, Hongkong dan Cina
menjadi negara bersih karena petinggi negara hingga ke bawah memiliki konsistensi
tinggi dan keberanian memberantas korupsi. Mereka full mendukung lembaga
antikorupsi semacam KPK sehingga benar-benar eksis dan efektif. Jepang dan Korea
juga demikian, bahkan melengkapinya dengan budaya malu yang tinggi. Sementara
di negara kita, belum apa-apa KPK sudah terancam lumpuh dan bubar.
KPK dan Polri hendaknya sama-sama dijaga dan menjaga kekuatan dan
integritasnya. Kita menanti dan mendukung kinerja Kapolri baru dan komisioner

baru. Semua dapat menjalankan tugas dan fungsi masing-masing, dan ke depan tidak
lagi bertabrakan seperti pernah terjadi selama ini.
Dan kepada DPR kita berharap tidak terlalu kecewa terhadap putusan
Presiden Jokowi. Kenyataannya masyarakat lega dan suasana sudah relatif kondusif.
Tidak perlu DPR mengajukan hak angket atau interpelasi kepada presiden atas
putusannya itu, karena dapat membuat suhu politik memanas lagi. Kini waktunya
semua bekerja untuk rakyat.

Anda mungkin juga menyukai