Profesionalisasi Guru
Profesionalisasi Guru
PROFESIONALISASI GURU:
Antara Harapan dan Kenyataan
Darwing Paduppai
FMIPA UNM Makassar
ABSTRAK
Menjadi seorang guru diperlukan syarat-syarat khusus dan kompetensi
tertentu apalagi sebagai guru yang profesional, ia harus menguasai seluk beluk
pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Guru
merupakan jabatan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagaimana
halnya dokter, apoteker, pengacara, dan lain lain. Masalah utama pekerjaan
profesi adalah implikasi dan konsekwensi jabatan tersebut terhadap tugas dan
tanggung jawabnya. Ciri-ciri pokok pekerjaan yang bersifat profesional, yakni:
(1) dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal, (2)
mendapat pengakuan dari masyarakat, (3) adanya organisasi profesi dan (4)
mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas. Banyak
guru yang tidak memahami hakekat profesinya sehingga ia tidak bertindak
profesional dalam mengemban tugasnya. Kenyataan dilapangan mengindikasikan bahwa jabatan guru masih jauh dari hakekat profesi keguruan, sehingga
kurang mendapat penghargaan dan pengakuan di mata masyarakat. Intervensi
penyelenggara pendidikan dan bahkan masyarakat terhadap pekerjaan guru
semakin menurunkan derajat profesionalisme guru.
PENDAHULUAN
Hampir semua golongan masyarakat masih cenderung memandang
bahwa guru merupakan pekerjaan profesi yang tingkatannya paling rendah
dibanding profesi lain. Tidak seperti halnya dokter yang dipandang oleh
masyarakat sebagai pekerjaan profesi yang derajatnya paling tinggi. Rendahnya
pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor pertama adalah adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa siapa pun
dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan. Kekurangan tenaga guru di
daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak
mempunyai kewenangan profesional. Faktor kedua adalah pandangan guru itu
sendiri terhadap profesinya. Banyak guru yang tidak menghargai profesi yang
disandangnya, dan tidak berusaha untuk mengembangkan profesi tersebut.
Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk
kepuasaan dan kepentingan dirinya, ketidakmampuan guru melaksanakan tugas
profesinya, komersialisasi mengajar, dan lain-lain, sering menyebabkan
pudarnya wibawa guru sehingga pengakuan profesi guru semakin merosot.
Itulah sebabnya pengakuan dan usaha menegakkan profesi guru harus dimulai
dari guru itu sendiri. Usaha yang dapat dilakukan harus dimulai dari pengakuan
72
secara sadar akan makna profesi, menghargai dan mencintai tugas profesinya,
serta berusaha untuk mengembangkan profesi yang disandangnya.
Di lain pihak, dapat dikatakan bahwa guru merupakan faktor penentu
keberhasilan pendidikan, sebab guru memegang peranan utama dalam proses
mengajar belajar yang merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan. Proses mengajar belajar merupakan proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang
berlangsung secara edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian
khusus. Pekerjaan ini tidak dapat dilakukan tanpa memiliki keahlian sebagai
guru. Untuk menjadi guru, diperlukan syarat-syarat khusus dan kompetensi
tertentu, apalagi sebagai guru yang profesional, ia harus menguasai seluk-beluk
pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu
pengetahuan tersebut perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan
tertentu atau pendidikan prajabatan.
Jabatan guru memiliki tugas yang cukup banyak, baik yang terikat oleh dinas
maupun di luar dinas. Pengelompokan tugas-tugas guru terdiri dari tiga jenis, yaitu:
(1) tugas dalam bidang profesi, (2) tugas kemanusiaan, dan (3) tugas dalam
bidang kemasyarakatan. Salah satu di antara ketiga tugas guru tersebut (yakni
tugas dalam bidang profesi yang meliputi: mendidik, mengajar, dan melatih)
akan dibahas secara singkat dalam makalah ini.
1.
Profesi Guru
Profesionalisasi Guru
(1)
Memilih suatu jabatan atau pekerjaan profesi didasari atas motivasi yang
kuat dan merupakan panggilan nurani orang yang bersangkutan.
(2) Memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang bersifat
dinamis dan terus berusaha untuk mengembangkannya.
(3) Ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki tersebut
diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan dalam jangka waktu yang
lama.
(4) Mempunyai otonomi dalam bertindak ketika melayani klien.
(5) Mengabdi kepada masyarakat atau berorinetasi kepada layanan sosial, dan
bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial.
(6) Tidak mengiklankan atau mempromosikan keahliannya untuk
mendapatkan klien.
(7) Menjadi anggota organisasi profesi.
(8) Organisasi profesi tersebut menentukan persyaratan penerimaan anggota,
membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, memberi sanksi
kepada anggota yang melanggar kode etik, dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota.
(9) Menaati atau mematuhi kode etik profesi.
(10) Mempunyai kekuatan dan status yang tinggi serta diakui oleh masyarakat
sebagai konsekuensi keahlian yang ia miliki.
(11) Berhak mendapat imbalan yang layak.
2. Profesionalisasi Guru dan Kompetensinya
Bila diperhatikan karakteristik suatu pekerjaan yang bersifat profesional
seperti telah dikemukakan di atas, maka akan tampak bahwa profesi guru tidak
mungkin dapat dikenakan kepada sembarang orang yang dipandang oleh
masayarakat umum sebagai guru. Pada umumnya masyarakat berpandangan
bahwa pekerjaan guru yang berupa mendidik dan mengajar dapat dilakukan oleh
siapa saja. Sebagaimana Pidarta (1997) mengemukakan bahwa kalau mendidik
diartikan sebagai memberi nasehat, petunjuk, mendorong agar rajin belajar,
memberi motivasi, menjelaskan sesuatu atau ceramah, melarang perilaku yang
tidak baik, menganjurkan dan menguatkan perilaku yang baik, dan menilai apa
yang telah dipelajari anak, maka memang hampir semua orang bisa
melakukannya dan tidak perlu bersusah-payah membuat orang menjadi pendidik
profesional. Namun demikian, apakah mendidik seperti ini dapat menjamin anak-anak
untuk berkembang sempurna secara batiniah dan lahiriah?
Untuk memperjelas masalah di atas, kita harus memahami dengan baik
pengertian mendidik. Pekerjaan mendidik mencakup banyak hal, yaitu segala
sesuatu yang bertalian dengan perkembangan manusia. Kadang orang
mengatakan bahwa mendidik adalah me-manusiakan manusia. Ada pula yang
mengemukakan bahwa mendidik adalah membudayakan manusia. Pengertian
mendidik yang relatif operasional dikemukakan oleh Pidarta (1997) bahwa
75
Profesionalisasi Guru
mendidik adalah suatu upaya untuk membuat anak-anak mau dan dapat belajar
atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensipotensi lainnya secara optimal. Lebih lanjut dikemukakan bahwa mendidik
memusatkan diri pada upaya pengembangan afeksi anak-anak, sesudah itu
barulah pada pengembangan kognisi dan keterampilannya. Berkembangnya
afeksi yang positif terhadap belajar, merupakan kunci keberhasilan belajar
berikutnya, termasuk keberhasilan dalam meraih prestasi kognisi dan
keterampilan. Bila afeksi anak sudah berkembang secara positif terhadap belajar,
maka guru, orang tua, maupun anggota masyarakat tidak perlu bersusah payah
membina mereka agar rajin belajar. Apa pun yang terjadi mereka akan belajar
terus untuk mencapai cita-citanya.
Melakukan pekerjaan mendidik seperti yang telah dikemukakan di atas
tidaklah gampang. Hanya orang-orang yang sudah belajar banyak tentang
pendidikan dan sudah terlatih yang mampu melaksanakannya. Ini berarti
pekerjaan mendidik memang harus profesional.
Guru harus dapat membangkitkan minat dan kemauan anak untuk belajar,
memahami cara belajar, senang belajar, dan tidak pantang mundur untuk belajar
meskipun banyak rintangan yang dihadapi. Inilah tuntutan masayarakat sebagai
konsekuensi jabatan profesi yang disandang oleh guru. Hal ini cukup beralasan
sebab guru telah dibekali ilmu pendidikan dan ilmu tertentu untuk diajarkan selama
menjalani studi dalam waktu yang relatif cukup lama. Dengan cara mendidik
seperti yang telah dikemuakan, citra pendidikan di mata masyarakat dapat
terdongkrak. Ini pula merupakan tantangan bagi para pendidik bila ingin
profesinya mendapat pengakuan dan tidak diragukan oleh masyarakat.
Sekilas Mengenai Kondisi Guru di Lapangan
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang
melakukan tugasnya hanya dengan mengajar, membuat satuan pelajaran,
membuat rencana pelajaran, membuat alokasi waktu dalam bentuk program
tahunan dan program caturwulan, melakukan evaluasi hasil belajar yang hanya
terbatas pada aspek kognitif siswa, dan menganalisis daya serap siswa. Ia
cenderung tidak mempedulikan kondisi psikologis yang terjadi pada siswa di
kala proses mengajar belajar berlangsung karena mengejar target kurikulum. Hal
ini dilakukan oleh guru karena takut dimarahi oleh kepala sekolah bila target
kurikulum belum tercapai. Ada juga guru (untuk mata pelajaran tertentu) yang
malas memeriksa hasil ulangan siswa karena kepala sekolah telah
menginstruksikan batas minimum nilai yang harus dimasukkan ke buku rapor.
Guru tersebut beranggapan bahwa untuk apa diperiksa, toh nilainya juga sudah
ada patokannya. Adanya patokan nilai seperti ini akan memberikan peluang
kepada guru untuk memanipulasi nilai. Sudah tentulah kondisi dan tindakan
seperti ini tidak memenuhi kriteria keprofesionalan. Dengan kata lain ia tidak
bertindak secara profesional sebagai seorang guru. Dengan demikian, harus
diakui bahwa masih ada guru di lapangan yang belum atau kurang profesional.
76
Dan hal inilah yang selalu disorot oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan
sejumlah cara dan tempat untuk mengembangkan profesi guru.
Kurang profesionalnya guru dalam bertindak, tidak sepenuhnya dan kurang
bijaksana bila kita hanya menuding bahwa hanya guru tersebutlah yang tidak
profesional. Sebab pihak penyelenggara pendidikan (kepala sekolah, kakandep,
kakanwil, beserta seluruh jajarannya) kadang kala kurang menghargai jabatan
profesi guru seperti kenyataan yang saya ungkapkan di atas. Dengan demikian,
para penyelenggara pendidikan pun perlu ditingkatkan derajat keprofesionalannya
dalam menjalankan tugas dan memangku jabatannya.
Demikianlah sekelumit pandangan penulis mengenai guru di lapangan
dan pihak penyelenggara pendidikan. Berikut ini akan dikemukakan mengenai
tugas dan tanggung jawab guru beserta kompetensinya sebagai bagian yang
takterpisahkan dengan tugas profesinya.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru Beserta Kompetensinya
Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsekuensi jabatan
tersebut terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini sangat penting karena di
sinilah perbedaan pokok antara profesi yang satu dengan profesi yang lainnya.
Menurut Peters (1963), tugas dan tanggung jawab guru terdiri dari: (1)
guru sebagai pengajar, (2) guru sebagai pembimbing, dan (3) guru sebagai
administrator kelas. Pendapat lain dikemukakan oleh Usman (1994) yang
mengelompokan tugas-tugas guru atas tiga jenis, yaitu: (1) tugas dalam bidang
profesi, yang meliputi: mendidik, mengajar, dan melatih, (2) tugas kemanusiaan,
dan (3) tugas dalam bidang kemasyarakatan. Bila kedua pendapat ini dikaji,
maka pendapat Usman lebih luas dibanding pendapat Peters. Dalam situasi di
lapangan, tugas dan tanggung jawab guru yang menonjol adalah sebagai
pengajar dan administrator kelas. Tugas mendidik belum membudaya di
kalangan para guru, padahal hal itu termasuk konsekuensi dari jabatan
profesional yang disandangnya. Memang tugas mendidik itu cukup berat, sebab
pekerjaan mengajar, membimbing, melatih, dan memfungsikan diri sebagai orang tua
di sekolah termasuk pekerjaan mendidik. Dengan demikian, secara sederhana dapat
dikatakan bahwa bila guru telah melakukan pekerjaan mendidik maka guru
tersebut juga telah melakukan tugas-tugas lainnya. Jadi tugas pokok seorang
guru adalah mendidik. Pencantuman dan pengelompokan beberapa tugas lainnya
hanyalah untuk mengeksplisitkan saja agar kelihatan lebih operasional.
Guru dalam melaksanakan tugasnya harus mempunyai kemampuan
dasar yang disebut kompetensi. Menurut Sudjana (1998), kompetensi tersebut
terdiri dari tiga bidang, yaitu: (1) kompetensi bidang kognitif, (2) kompetensi
bidang sikap, dan (3) kompetensi bidang perilaku/performance.
Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual yang dimiliki
oleh guru, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan
77
Profesionalisasi Guru
tersebut, diperlukan etika profesi keguruan. Jadi etika profesi keguruan adalah
ketentuan-ketentuan moral atau kesusilaan yang merupakan pedoman bagi guru
dalam melakukan tugasnya. Kode etik guru di Indonesia dilahirkan oleh
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Kode etik tersebut adalah sebagai
berikut:
(1) berbakti dalam membimbing peserta didik,
(2) memiliki kejujuran profesional dalam melaksanakan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan masing-masing peserta didik,
(3) mengadakan komunikasi untuk mendapatkan informasi tentang peserta
didik,
(4) menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mengadakan hubungan
dengan orang tua siswa,
(5) memelihara hubungan dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan,
(6) secara individual atau berkelompok mengembangkan profesi,
(7) menciptakan dan memelihara hubungan baik antarpendidik,
(8) secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
profesi, dan
(9) melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
PENUTUP
Demikianlah uraian mengenai profesionalisasi guru yang sempat penulis
paparkan dalam makalah ini. Uraian tersebut agaknya bersifat harapan, sebab
harus diakui bahwa beberapa kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
jabatan guru masih jauh dari profesi guru yang sesungguhnya, meskipun tidak
dapat dipungkiri bahwa mereka itu berstatus guru. Dengan kata lain, kita
masih harus banyak berbenah diri untuk menjadi guru yang profesional,
meskipun kita telah berstatus guru. Ini merupakan suatu tantangan bagi para
guru untuk mendongkrak derajat profesinya agar mendapat penghargaan dan
pengakuan di mata masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., 1996. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Cetakan Kesembilan. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Kartikawati, E. dan Willem Lusikooy, 1993. Profesi Keguruan. Depdikbud
Ditjen Dikdasmen, Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III,
Jakarta.
Manan, I., 1989. Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan. Depdikbud Ditjen Dikti.
Jakarta: P2LPTK.
79
Profesionalisasi Guru
80