PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada dasarnya yang menjadi sumber norma dan hukum islam adalah kitab
suci Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Keduanya merupakan sumber pokok
atau sumber utama. Akan tetapi kalau di rinci, sebetulnya selain dua sumber
tersebut, masih ada sumber lain yang berkedudukan sebagai sumber perlengkap
atau tambahan-tambahan atau penjelasan, yang disebut Ijtihad ini bentuk
bermacam-macam, seperti Ijma, rayu, Qiyas, istihsan, mashallah mursalah,
istihab, dan saddu-dzairah.
Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntutan Allah SWT (Al-quran
dan hadis) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan
berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai
syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.
Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan
oleh syariat (Al-quran dan hadis) berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, alkarahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah
(mandub), haram, makruh, dan mubah.
Dasar penggunaan sumber agama islam di dasarkan ayat al-quran surat
An-Nisa (5) : 59 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah rasulmu. Dan ulil amri diantara kamu. Jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan rasul
(sunah). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya. (Qs An-Nisa,4:59).
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Sumber Hukum Islam ?
2. Apa saja yang menjadi Sumber Hukum Islam ?
3. Bagaimana Al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam ?
4. Bagaimana Al-Hadist sebagai Sumber Hukum Islam ?
5. Bagaimana Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam ?
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Sumber Hukum Islam.
2. Mengetahui apa saja yang menjadi Sumber Hukum Islam.
3. Mengetahui Al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam.
4. Mengetahui Al-Hadist sebagai Sumber Hukum Islam.
5. Mengetahui Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
2 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum
Islam di Indonesia, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta, Hal:38
3 Mahmud Syaltut, Al-Islam Aqidah wa Syariah, Dar al-Qalam: 1966. Cet.III. Kairo. Hal: 9
dalam setiap waktu dan keadaan. Ijtihad dengan rayu (akal) sesungguhnya adalah
alat atau jalan untuk menyusun legislasi mengenai masalah-masalah baru yang
tidak ditemukan bimbingan langsung dari Al-Quran dan Sunnah untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ijtihad dengan berbagai
metodenya dipandang sebagai sumber hukum yang berkewenangan dengan
kedudukan di bawah Al-Quran dan Sunnah. Keotentikan sumber-sumber
pembantu yang merupakan penjabaran dari ijtihad hanyalah ditentukan dengan
derajat kecocokannya dengan dua sumber utama hukum yang mula-mula dan
tidak ditentang otoritasnya. Jika dirinci lebih khusus, yakni dalam arti syariah dan
fikih sebagai dua konsep yang berbeda, maka sumber hukum bagi masing-masing
berbeda. Syariah, secara khusus, bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah
semata, sedang fikih bersumber kepada pemahaman (ijtihad) manusia (mujtahid)
dengan tetap mendasarkan pada dalil-dalil terperinci dari Alquran dan Sunnah.4
2.3Al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam
2.3.1
Pengertian Al-Quran
Menurut Subhi Ash-Shalih, Al-Quran sebagai kalam Allah Swt. berupa
mukjizat yang diturunkan pada Nabi Muhammad dan ditulis di mushaf serta
diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah.
Definisi senada diungkapkan oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni.
Menurutnya, Al-Quran adalah firman Allah SWT yang tiada tandingannya,
diturunkan kepada Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara
Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan
kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan
ibadah, dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan ditutup dengan Surah Al-Nas.5
Firman Allah :
4 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum
Islam di Indonesia, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta, Hal:38
Artinya: Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam (QS. Al-Furqan :1).
Arti kata Al-Quran menurut bahasa (etimologi) berarti bacaan. Di dalam
Al-Quran sendiri ada pemakaian kata Quran, sebagaimana dalam surah AlQiyamah ayat 17-18.
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (17). Apabila kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.6
Kemudian di pakai kata Quran itu untuk Al-Quran yang dikenal sekarang ini.
Adapun definisi Al-Quran ialah kalam Allah Swt., yang merupakan mukjizat
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., dan membacanya adalah
ibadah.
2.3.2
yang dimiliki oleh umat Islam dan sampai sekarang masih terjaga keasliannya. AlQuran bukan hanya sekedar menjadi bahan bacaan, akan tetapi Al-quran
memiliki multifungsi dan selalu cocok dengan fenomena dalam kehidupan ini,
hal ini merupakan salah satu mukjizat yang dimiliki oleh al-Quran.7
Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan perantaraan malaikat jibril
sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua
hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41
tahun yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir Al-Quran
turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah Al-Maidah ayat
3. Al-Quran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik
beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat
6 Muhammad Daud Ali, SH., Prof., Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum
Islam di Indonesia, Rajawali Pers: 1996, Edisi 5, Cet. V, Jakarta, Hal: 76
7 Ibid, Hal: 93
dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan.
Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad Saw. akan lebih
mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama AlQuran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22
hari.
Al-Quran yang menjadi sumber nilai atau norma umat Islam itu terbagi ke
dalam 30 juz (bagian), 114 surah (surat: bab) lebih dari 6000 ayat 74,499 kata atau
325. 345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325 345 suku kata kalau dilihat dari
sudut pandang bahasa Indonesia). Al-Quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surah,
6326 ayat itu, sistematikanya ditetapkan oleh Allah sendiri melalui malaikat Jibril
yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad. Allahlah yang menentukan
kemana ayat yang turun kemudian disisipkan di antara ayat yang turun lebih
dahulu. Sistematiknya tidak seperti sistematik buku (ilmiah), mengikuti metode
tertentu, suatu masalah dibicarakan dalam beberapa bab, bagian dan butir-butir.
Oleh karena itu kalau kita membaca al-Quran, masalah akidah misalnya,
berdampingan dengan soal hukum, sejarah umat yang lalu disatukan dengan
nasihat, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta.
Soal perang berurutan dengan hukum meminum minuman yang memabukkan
(mibuk), perjudian, pemeliharaan anak yatim dan perkawinan dengan orang
musyrik seperti yang dapat dibaca dalam surah al-Baqarah (2); 216-221. Maksud
sistematik demikian adalah agar orang mempelajari dan memahami al-Quran
sebagai satu kesatuan yang harus ditaati pemeluk agama Islam secara keseluruhan
tanpa memilah-milah (bagian) yang satu dengan (bagian) yang lain.8
Penamaan ayat-ayat yang turun pada kelompok turunnya disebut Ayat
Makkiyah karena turunnya di Kota Makkah, sedangkan yang turun di Kota
Madinah disebut ayat Madaniyah. Ayat-ayat tersebut bisa dibedakan dari ciricirinya, adalah:
1)
3)
4)
Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 13 hari, sedang ayatayat Madaniyah selama 10 tahun 2 bulan 9 hari.9
membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi
yang telah mampu menjalankannya.10
c. Akhlaq/Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang
terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang
diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
d.
Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah
kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan
hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam
islam berdasarkan Alqur'an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat,
mu'amalat, munakahat, faraidh dan jihad.
e. Peringatan/Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada
manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa'id. Tadzkir
juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya
dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa'ad. Di samping itu ada
pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib
dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
f. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik
yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang
mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran
yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.
g. Dorongan Untuk Berpikir
Fungsi Al-Quran
Al-Quran merupakan wahyu atau kalam yang di sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, isinya penuh dengan ilmu yang terbebas dari keraguan,
kecurangan, pertentangan dan kejahilan, Al-Quran juga merupakan penjelmaan
dari kebenaran, keseimbangan pemikiran dan karunia. Sebagai wahyu, Al-Quran
bukan pemikiran dan ciptaan Nabi Muhammad SAW.
Ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami
seorang Muslim, yaitu:
a. Al-Quran sebagai Mukjizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ajz yang berarti lemah,
kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan
kelemahan. Mujiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain
11 Ibid, Hal: 208
tukang
sihir
sangat
berkuasa
dan
mereka
mencapai
puncak
10
Rasulullah saw., sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat
Adh-Dhuha yang dibacakan oleh beliau. 13
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas
lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan
segala
kemukjizatannya.
Ayat-ayat
yang
berhubungan
dengan
ilmu
13 Ibid
11
dipandang
Melaksanakannya
Al-Quran
dinilai
sebagai
ibadah,
bentuk
pelanggaran
memperjuangkannya
dan
dinilai
dosa.
sebagai
perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena
memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi dan tidak mau
melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.
c. Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan
yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang
dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt.
Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukumhukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.15
2.4Al-Hadist sebagai Sumber Hukum Islam
2.4.1
Pengertian Al-Hadist
Hadits menurut bahasa (etimologi) berarti baru dari segala sesuatu. Kata
14 Ibid
15 Ibid
12
keadaan Nabi.
Ulama Ushul fiqih : hadits adalah segala perkataan,perbuatan,dan taqrir nabi
utnuk
hendaknya
orang
yang
hadir
diantaramu,
agama
Islam.
Sabda
rasulullah
tersebut
16 Sulaiman PL M. Noor, Prof. Dr, Antologi Ilmu Hadits, GP Press: 2008, Cet: 1,
Jakarta, Hal: 1
17 Ibid, Hal: 44
13
daerah-daerah,
yang
isinya
tentang
batas-batas
yang
tampak
menyelesaikan
pertentangan
tersebut
dengan
cara
Shahifah-Shahifah, adalah :
Samurah bin Jundub, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr al-Shiddiq.18
4. Peristiwa cara penyampaian hadits
Hadits Rasulullah tersebut disampaikan oleh beliau dalam berbagai
cara dan peristiwa, yaitu :
Pada majelis-majelis Rasulullah. Rasulullah telah secara khusus
dan teratur mengadakan majelis-majelis yang berhubungan dengan
menerangkan hukumnya.
Pada peristiwa yang dialami oleh kaum muslimin, kemudian
14
Rasulullah SAW.
Secara tidak langsung dari Nabi : mereka tidak secara langsung
mendengar,melihat,atau
menyaksikan
tentang
apa
yang
15
jika diperlukan. Artinya, jika masyarakat menghadapi suatu masalah yang tidak
terdapat ketentuannya dalam Al-Quran dan membutuhkan penjelasan dari
hadits, maka pada saat itu periwayatan hadits dapat dilakukan.20
c. Hadits pada periode Tabiin
Pada masa Tabiin juga masih terdapat kehati-hatian dalam melakukan
periwayatan
20 Ibid
16
Hadits Dhaif : jika salah satu syarat yang hilang. Dibagi menjadi
beberapa macam antara lain (hadits Mursal, hadits Munqathi, hadits
Mudal
c. Ditinjau dari aspek diterima atau ditolaknya
Hadits Maqbul
Hadits Mardud 21
2.4.3
Struktur Al-Hadist
Struktur hadist : meliputi sanad, matan, dan makharij (rawi)
a. Sanad : berarti sandaran yang dapat dipegang atau dipercayai, kaki
bukit atau kaki gunung. Menurut istilah, sanad hadits berarti jalan yang
menyampaikan kita kepada matan hadits. Sanad disebut juga dengan
thariq atau wajih.
b. Matan : secara etimologis berarti segala sesuatu yang keras bagian
atasnya. Matan dari segala sesuatu adalah bagian permukaan yang
tampak darinya, juga bagian yang menonjol dan keras. Matan secara
terminologis adalah redaksi hadits yang menjadi unsur
pendukung
pengertiannya.
c. Makhaarij : secara etimologis berarti orang yang mengeluarkan atau
meriwayatkan. Jadi pengertian terminologisnya adalah orang yang
mengeluarkan atau yang meriwayatkan sebuah hadits atau orang yang
menukilkan sebuah hadist Nabi Saw.22
2.4.4
Kedudukan Al-Hadist
Hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, perintah
untuk menjadikan sunnah sebagai sumber hukum Islam. Hadis berfungsi sebagai
tafsir Al-Quran. Dalam hubungannya dengan Al-Quran, hadis berfungsi sebagai
tafsiran, syarahan, dan penjelasan terhadap ayat Al-Quran. Perbedaan kedudukan
dengan Al-Quran dalam menetapkan sesuatu.
1. Segala yang ditetapkan oleh Al-Quran adalah absolut nilainya.
21 Ibid
22 Ibid
17
2. Penerimaan
seorang
muslim
terhadap
Al-Quranadalah
dengan
keyakinan.
3. Karena pengalaman sejarah yang berbeda dengan pengalaman sejarah
kondifikasi Al-Quran ini, maka timbul usaha di bidang seleksi hadis dan
kemudian melahirkan ilmu hadis.23
Kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah penjelas ayat Al-Quran
yang masih global. Hadis menjadi pedoman tambahan ketika muncul persoalanpersoalan yang tidak secara spesifik terdapat pada Al-Quran.
2.4.5Fungsi Al-Hadist terhadap Al-Quran
a) Menurut ulama ahl al-ray :
Bayan Taqrir: keterangan yang didatangkan oleh sunnah untuk
lebih).
Bayan Tabdil atau bayan Naskh: mengganti suatu hokum atau
menghapuskannya.24
b) Menurut Imam Malik:
Bayan Taqrir: menetapkan atau mengokohkan hukum Al-Quran,
bukan men-tawdhih (memperjelas), men-taqyid (membatasi) yang
itu sendiri.
Bayan Tafshil: menjelaskan keumuman (mujmal) Al-Quran,
18
dalam Al-Quran.
c) Menurut Ahmad Ibn Hanbal:
Bayan Taqid: ketika sunnah sangat sesuai petunjuknya dengan
19
2.5.2Macam-Macam Ijtihad
Dari pelaksanaannya ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu Ijtihad fardi dan
ijtihad jamai. Ijtihad fardi adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid
secara pribadi, sedangkan ijtihad jamai adalah ijtihad yang dilakukan oleh
mujtahid secara berkelompok.
Ijtihad jamai terdiri dari empat macam, yaitu qiyas, ijma, istihasan, dan
mashalihul mursalah. Qiyas menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan
lainnya dan mempersatukannya. Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan
sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya.
Ijma menurut bahasa adalah sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan
menurut istilah adalah kebulatan pendapat atau kepakatan semua ijtihad ummat
setelah wafatnya Nabi pada suatu masa tentang hukum. Ijma ada dua macam,
yaitu (1) ijma qauli (ucapan), dimana para ulama mujtahid menetapkan
pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang menerangkan
persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya; (2) Ijma sukuti, dimana
para mujtahid berdiam diri, tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad
para ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu.
Istihsan adalah menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan
ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berkaitan dengan
kebaikan, keadilan, kasih sayang, dan sebagainya dari Al-Quran dan hadis.
Mashalihul Mursalah adalah menetapkan hukum terhadap suatu persoalan
ijtihad atas dasar pertimbangan keguanaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan
tujuan syariat Islam, kendati tidak ada dalil-dalil secara eksplisit dari Al-Quran
dan Hadis.28
2.5.3Dasar Hukum Ijtihad
Ulama fikih membagi hukum ijtihad menjadi tiga macam. Hukum-hukum
tersebut berkaitan dengansaat ijtihad tersebut disampaikan.
20
Pertama, ijtihad itu fardu ain, yaitu harus dilakukan oleh setiap muslim.
Hal ini terjadi jika seseorang berada dalam suatu keadaan atau masalah
dan ia harus menentukan sikap, sementara tidak ada orang lain di sana.
Kedua, ijtihad itu fardu kifayah, yaitu jika ada suatu masalah dan pada saat
yang sama ada para ulama yang mampu melakukan ijtihad. Oleh karena
itu, hanya mereka yang telah mampu yang dibolehkan melakukan ijtihad.
Ketiga, ijtihad itu mandub atau sunah, jika terdapat masalah yang masih
baru dan masih bersifat wacana atau belum terjadi. Saat itu, ijtihad tidak
harus dilakukan, walaupun jika dilakukan tetap diperbolehkan sebagai
langkah antisipasi kemungkinan pada masa depan.
Ijtihad tidak di benarkan untuk dilakukan oleh sembarang orang untuk
21
Satu hal yang di sepakati oleh para ulama bahwa ijtihad tidak boleh merambah
dimensi ibadah mahdhah.31
2.5.4
Kedudukan Ijtihad
Ijtihad menempati kedudukan ketiga setelah Al-Quran dan hadist sebagai sumber
hukum islam. Dalil yang menegaskan kedudukan ijtihad sebagaimana dijelaskan
dalam hadis yang artinya, Dari Muaz, bahwasanya Nabi Muhammad saw.,
ketika mengutusnya ke Yaman bersabda sebagai berikut. Bagaimana pendapat
engkau
jika
suatu
perkara
diajukan
kepadamu
bagaimana
engkau
dalam
sunah
Rasulullah?
Jawab
Muaz,
Saya
akan
berijtihad
22
ketentuan hukum secara konkret, kita boleh berijtihad dengan akal sehat kita. Para
ulama juga berpendapat bahwa hasil ijtihad dapat digunakan dan dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. (Satria Effendi dan M. Zein. 2005. Halaman 246).32
32 Thoyar Husni, Pendidikan Agama Islam, Pusat Kurikulum dan Perbukuan: 2009,
Jakarta, Hal: 78
23
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa :
1. Hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran
Islam.
2. Sumber hukum dalam agama Islam yaitu Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad.
3. Al-Quran ialah kalam Allah Swt., yang merupakan mukjizat yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., dan membacanya adalah
ibadah. Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan perantaraan malaikat
jibril sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi
Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai
ayat 5. Sedangkan terakhir Al-Quran turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah
tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3. Al-Quran turun tidak secara
sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu
surat, potongan ayat, dan sebagainya. Didalam surat-surat dan ayat-ayat
Al-Quran terkandung aqidah/akidah, ibadah, akhlaq/akhlak, hukumhukum, peringatan/tadzkir, sejarah-sejarah atau kisah-kisah mengenai
orang-orang yang terdahulu, dorongan untuk berpikir untuk mendapatkan
manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam
semesta. Al-Quran merupakan sumber hukum utama dalam Islam. Semua
tuntutan dan larangan dalam Al-Quran harus ditatati oleh semua muslim
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi atau peranan AlQuran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu: AlQuran sebagai Mukjizat, Al-Quran sebagai Pedoman Hidup, Al-Quran
sebagai Korektor.
4. Hadits diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah SAW
sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul. Akan tetapi, bila disebut
kata hadits, umumnya dipakai sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan
dari rasul SAW setelah kenabian baik berupa sabda, perbuatan, maupun
taqrir. Sejarah Perkembangan Al-Hadist: Hadits pada periode Rasul,
24
Hadits pada periode sahabat, Hadits pada periode Tabiin. Struktur AlHadist meliputi sanad, matan, dan makharij (rawi). Hadis adalah sumber
hukum Islam kedua setelah Al-Quran, perintah untuk menjadikan sunnah
sebagai sumber hukum Islam. Kedudukan hadis dalam Islam yang utama
adalah penjelas ayat Al-Quran yang masih global. Hadis menjadi
pedoman tambahan ketika muncul persoalan-persoalan yang tidak secara
spesifik terdapat pada Al-Quran.
5. Ijtihad adalah mengerahkan segala potensi dan kemampuan semaksimal
mungkin untuk menetapkan hukum-hukum syariah. Objek ijtihad adalah
perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-Quran dan AsSunnah. Ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu Ijtihad fardi dan ijtihad jamai,
sedangkan ijtihad jamai dibagi lagi menjadi empat macam, yaitu qiyas,
ijma, istihasan, dan mashalihul mursalah. Ulama fikih membagi hukum
ijtihad menjadi tiga macam yaitu farduain, fardu kifayah, dan sunnah.
Ijtihad menempati kedudukan ketiga setelah Al-Quran dan Al-Hadist
sebagai sumber hukum Islam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 1996. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Almanar, Abduh , 2011. Studi Ilmu Hadis. Jakarta: GP Press.
Aminudin.2005. Pendidikan Agama Islam. Bogor: Ghalia Indonesia.
Furqan, H. Arif. 2002.
Agama.
Husni , Thoyar. 2009. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pusat Kurikulum
dan Perbukuan.
Mukniah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Sudirman. 2012. Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya
Islam. Malang: UIN-Maliki Press.
Sulaiman PL, H.M. Noor, 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: GP Press.
Syaltut, Mahmud. 1966. Al-Islam Aqidah wa Syariah. Kairo: Dar al-Qalam.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
26