Anda di halaman 1dari 7

II. 4.

Gambaran Klinis Nefrolithiasis


Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi batu, ukuran batu dan penyulit
yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang,
baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik disebabkan oleh adanya aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan tekanan intraluminal meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Sedangkan
nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau
infeksi pada ginjal akibat stasis urine.2
Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih karena
batu. Kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik. Jika didapatkan demam, harus dicurigai suatu urosepsis.2
Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba
ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan adanya
retensi urine.2
Pada pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea.2
II. 5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, dan pemeriksaan fisik, selain itu perlu
ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium, radiologik, dan dengan pencitraan untuk
menentukan kemungkinan adanya gangguan fungsi ginjal.
Pemeriksaan Penunjang yang dapat menegakan diagnosis Nefrolithiasis antara lain :
Laboratorium :
1. Urin
pH urin
- Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH yang rendah (pH<7).
- Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7)
Sedimen
- Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan meningkat.

- Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat


- Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi pada saluran kemih
2. Darah
- Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang kronis dapat terjadi anemia
- Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu menyebabkan leukositosis
- Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal
- Kalsium, dan asam urat.
Radiologik :

1. Foto Polos Abdomen


Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai, sedangkan
batu asam urat bersifat radiolusen.2
2. Pielografi Intra Vena
Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu juga dapat mendeteksi
adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut.
Jika pielografi intra vena ( selanjutnya disebut dengan PIV ) belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograde.2
3. Ultrasonografi
Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan alergi
terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli ( yang
ditunjukkan sebagai echoic shadow ), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan
ginjal.2

Penatalaksanaan Medis

Ignatavicius, dkk (2001:1620) mengatakan bahwa tujuan pengelolaan batu saluran kemih
terdiri dari beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: menghilangkan obstruksi,
menghilangkan rasa nyeri, mengobati infeksi, mencegah terjadinya nephrolithiasiskembali.
Langkah-langkah untuk mencapai tujuan ini adalah sebagai berikut:
1.

Menghilangkan obstruksi, infeksi, dan rasa nyeri.

2.

Analisis batu.

3.

Mencari latar belakang terjadinya batu.

4.

Mengusahakan mencegah pembentukan kembali batu.

5.

Memberikan diet terapi rendah kalsium, phospat, magnesium dan lain-lainnya sesuai

dengan jenis batu.


6.

Membatasi aktivitas yang berlebih.

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan lebih bersifat simtomatis, yaitu
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar.
2. ESWL ( Extracorporeal Shockwave Lithotripsy )
Alat ESWL dapat memecah batu ginjal tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.
Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih. Tidak jarang, pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria.
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu, tindakan
tersebut terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih

melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu pada ginjal
adalah :
a. PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy )
Yaitu mengeluarkan batu di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises ginjal melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Uretero atau Uretero-renoskopi
Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat kedaan ureter atau sistem
pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureterorenoskopi.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan
endourologi, laparaskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
pembedahan terbuka. Pembedahan itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan
nefrektomi karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan telah terjadi pionefrosis, korteksnya
sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan
infeksi yang menahun
II. 7. Pencegahan Nefrolithiasis
Tindakan selanjutnya yang tidak kalah penting setelah pengeluaran batu adalah upaya
menghindari timbulnya kekambuhan. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas
kandungan unsur yang menyusun batu yang diperoleh dari analisis batu3. Pada umumnya
pencegahan itu berupa 5:

Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak
2-3 L/hari

Aktivitas harian yang cukup

Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu

Jenis Batu

Faktor predisposisi

Pengobatan

pencegahan

untuk mencapai pH kemih


ynag dibutuhkan

Kalsium oksalat

Kemih asam ( pH < 6 )

Kemih basa ( pH > 6 )

Hiperkalsiuria

Sayuran,

susu,

buah

( kecuali plum, plum kering,


cranberry )
Natrium
Kristal asam urat

bikarbonat

Kemoterapi gout

sitrat

Kemih basa

Kemih asam

Infeksi saluran kemih

Daging,

Triple fosfat

roti,

atau

makanan

berprotein, jus cranberry,


plum, plum kering
mandelanin
Hiperkalsiuria,

Kalsium fosfat

imobilitas

lama

II. 8. Prognosis Nefrolithiasis


Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya tergantung dari faktor-faktor ukuran
batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi
akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek.5
II. 9. Komplikasi Nefrolithiasis
Obstruksi ureter dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis. Batu di pielum dapat
menimbulkan hidronefrosis, batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks
yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder, dapat menimbulkan pionefrosis,
urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan lanjut, dapat
terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal
permanen.2
KESIMPULAN

1.

Di Indonesia, kasus penyakit batu saluran kemih banyak dijumpai, menyebabkan


angka kesakitan yang tinggi, penyebab hilangnya jam kerja dan sejumlah biaya
pengobatan. Diperkirakan bahwa peningkatan insidensi batu berkaitan dengan diet
rendah protein nabati dan fosfat, adanya perubahan pola hidup ke gaya modern.

2.

Gambaran klinis nefrolithiasis tergantung pada posisi batu, ukuran batu dan penyulit
yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang, baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik, hematuria, demam, nyeri ketok
pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan adanya retensi urine.

3.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada nefrolithiasis adalah pemberian


medikamentosa, pemecahan dan pengeluaran batu pada ginjal dengan ESWL, PNL,
uretero-renoskopi, pielolitotomi atau nefrolitotomi

4.

Tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya atau terbentuknya kembali


nefrolithiasis tanpa memandang unsur-unsur penyusun batu adalah minum banyak,
minimal 2 3 liter per hari. Tindakan lain yang dapat membantu adalah aktivitas harian
yang cukup serta diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu.

5.

Prognosis nefrolithiasis tergantung ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta
tingkat obstruksi

DAFTAR PUSTAKA
1. Ashadi T., 1998, Manfaat Diagnosa Radiografi pada Batu Saluran Kemih, 24 (8), hal ; 544
9, Medika
2. Ismadi M., 1976, Penelitian Tentang Urolithiasis Pada Perhatian Dengan Sifat Biokimiawi
Air Kencing, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
3. Palmer P.E.S., 1995, Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum, Penerbit EGC,
Jakarta.
4. Price S. A., Wilson L. M., 1995. Batu Ginjal dan Saluran Kemih dalam Patofisiologi,
konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, hal ; 797 8, EGC, Jakarta
5. Purnomo B., 2003, Batu Ginjal dan Ureter dalam Dasar-Dasar Urologi, hal ; 57 68,
Sagung Seto, Yogyakarta
6. Raharjo J. P., 1996, Batu Saluran Kencing dalam Ilmu Penyakit Dalam, ed 3, hal ; 337
40, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
7. Sabiston C. D. Jr, MD., 1997, Batu Ginjal dan Ureter dalam Buku Ajar Bedah 2, hal ; 472
3, EGC, Jakarta

8. Sjahriar dkk, 2000, Nefrolitiasis, Radiologi Diagnostik, Bagian Radiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
9. Stuart J., Nefrolithiasis,www.eMedicine.com, 2005
10. Tisher C. Craig., Wilcox C., 1997, Penyakit Batu Ginjal dalam Buku Saku Nefrologi,
ha1 ; 86 99, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai