Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

APENDISITIS AKUT

Oleh:
dr. Nur Camelia
Pendamping :
dr. Asdiyati

RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH


PROGRAM DOKTER INTERNSIP
SEMARANG
2014

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur

: 36 tahun

Pekerjaan

: wiraswasta

Alamat

: Petarukan RT.3, RW. 3, Pegundan-Pemalang

Masuk RS

: 20 Juni 2014

No. RM

: 0367088

: Tn. M

KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan bawah.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RS. Roemani Muhammadiyah Semarang dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah sejak dua hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati sekitar pusar, kemudian berpindah
di perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri
dirasakan memberat saat perut ditekan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah
beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah semakin memberat hebat
sejak tadi pagi SMRS. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2 hari yang
lalu, mual, tetapi tidak muntah. Pasien mengalami demam sejak satu hari SMRS,
demam dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Pasien tidak BAB selama 1 hari,
tidak flatus, dan BAK normal. Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait
dengan keluhannya saat ini.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Penderita belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit gula disangkal.

Riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat penyakit ginjal disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien adalah seorang suami dari seorang istri dan 2 orang anak. Bekerja sebagai
wiraswasta. Tinggal di rumah sendiri, dan biaya pengobatan ditanggung dengan
jaminan BPJS. Kesan ekonomi: cukup.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

: Tampak lemah

Kesadaran

: Compos mentis, GCS = 15

Vital Sign

TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,60C
HR: 80x/mnt
RR: 22x/mnt

Status gizi

: cukup

STATUS GENERALISATA
Kepala

: Simetris, mesochepal

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor, refleks cahaya (+/+)

Hidung

: Discharge (-/-)

Mulut

: Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies gigi (-)

Telinga

: Tidak ada kelainan bentuk, discharge (-/-)

Leher

: Kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar limfe


tidak membesar, JVP tidak meningkat, kelenjar tiroid
tidak membesar.

Thorax
-

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi

: Batas kiri atas ICS II LPS sinistra


Batas kanan atas ICS II LPS dekstra
Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra
Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra

Auskultasi
-

: S1 > S2 reguler, bising jantung (-)

Paru
Inspeksi

: Simetris kanan kiri, retraksi (-)

Palpasi

: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler kanan kiri, suara tambahan (-)

Abdomen

: Status lokalis

Ekstremitas

: Edema - -

Akral dingin -

CRT < 2

STATUS LOKALIS ABDOMEN

Inspeksi: tampak cembung, simetris, distensi(-), massa(-), sikatrik(-).

Auskultasi: peristaltik usus normal.

Palpasi: supel(+), nyeri tekan dititik Mc. Burney(+), nyeri tekan lepas(+),
defans muskuler lokal di daerah Mc Burney(+), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi: timpani (+)

Pemeriksaan khusus intraperitoneal:

Rebound tenderness (+)

Rovsing sign (-)

Blumberg sign (-)

Psoas sign (+)

Obturator test (+)

Rectal toucher : nyeri tekan pada jam 9-12

PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hitung Jenis:
Eosinofil
Basofil
N. Segmen
Limfosit
Monosit
LED
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC

: 15,1 g/dL
: 12.900/mm3
: 273.000/mm3
: 43,5%
: 1,8 %
: 1,3 %
: 83,6 %
: 10,3 %
: 4,0 %
: 5 mm/jam
: 4,76 juta/uL
: 92 fL
: 32 pg
: 35 %

URINALISIS
URINE RUTIN
Kimia Urin
- Warna
: kuning
- Kejernihan : agak keruh
- Berat jenis : 1,025
- pH
: 5,0
- Protein
:- Reduksi
:- Keton
:- Bilirubin : - Urobilinogen : - Nitrit
:- Blood
:- Leukosit : APPENDICOGRAPHY
Appendix terisi kontras barium
Lebar lumen appendix tak rata
Ada filling defect

HEMOSTASIS
- BT
: 130
- CT
: 300
IMUNOSEROLOGI
- HBsAg
: negatif
KIMIA KLINIK
- GDS
:150 mg/dL

Mikroskopis Urine
- Sel epitel
: 3-6/lpk
- Leukosit
: 3-6/lpb
- Eritrosit
: 1-3/lpb
- Silinder
:- Bakteri
:- Kristal
:-

Kesan: mendukung diagnosa appendisitis, bila physical finding di


daerah appendix demikian juga.
RESUME
Clinical Diagnostic Score (skor alvarado)
Characteristic
Symptoms M = Migration of pain to the RLQ
A = Anorexia
N = Nausea and vomiting
Signs
T = Tenderness in RLQ
R = Rebound tenderness
E = Elevated temperature (>37,5)
Lab.
L = Leukocytosis
S = Shift of WBC to the left
Total
Nilai :
<4
: bukan
4-7
: ragu-ragu (observasi)
>7
: appendisitis akut (operasi dini)
DIAGNOSIS KLINIS
Appendisitis Akut
DD:

Gastroenteritis

Kolik ureter

PLANNING
Terapi :
Inf. RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Inj. Ketorolac 1 Ampul (ekstra)
Asam Mefenamat 3x500 mg
Pro. Appendiktomi
Puasa Pre Operasi
Monitoring: Vital sign, keluhan

Score
1
1
1
2
1
1
2
1
10

In case
1
1
1
2
1
1
2
1
10

Edukasi: Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang akan
dilakukan, prognosa dan pengobatan setelah operasi
PROGNOSIS
Dubia at bonam
FOLLOW UP
Tanggal

Subjektif

Objektif

-Nyeri perut
-KU: sedang, CM
21/6/2014 kanan bawah(+) -S: 37C
-demam(-)
-N: 80x/mnt
-mual(+)
-TD: 130/80
-muntah(-)
-Abdomen:
-BAB(-)
supel (+), BU
-BAK(+)
normal, NT(+)
22/6/2014 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM
-demam(-)
-S: 36,8C
-mual (+)
-N: 80x/mnt
-muntah(-)
-TD: 120/80
-BAB(-)
-Luka post. OP(+)
-BAK(+)
-supel (+)
-BU normal
23/6/2014 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM
-demam(-)
-S: 36,5C
-mual (-)
-N: 76x/mnt
-muntah(-)
-TD: 120/80
-BAB lembek
-Luka post. OP(+)
-BAK(+)
-supel (+)
-BU normal
24/6/2014 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM
-demam(-)
-S: 36,6C
-mual (-)
-N: 80x/mnt
-muntah(-)
-TD: 120/80
-BAB (+)
-Luka post. OP(+)
-BAK(+)
-supel (+)
-BU normal

Assesment

Planning

-Appendisitis
Akut
-Pro
Appendiktomi

-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg

Post.
Appendiktomi
H ke-1

-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
-Inj. Ondansetron 3x4mg
-Rawat Luka
-Mobilisasi
-Diet bubur halus
-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
-Rawat Luka
-Mobilisasi
-Diet bubur halus

Post.
Appendiktomi
H ke-2

Post.
Appendiktomi
H ke-3

TINJAUAN PUSTAKA

-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
-Rawat Luka
-Mobilisasi
-Diet bubur halus
-Boleh pulang

A. PENGERTIAN
Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai
penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah
mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian
besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih
banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.1 Sebagai faktor pencetus berupa
penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan
periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang
selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.2
Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani
pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam. Bila
pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi, perjalanan
pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan dari rumah sakit
dalam beberapa hari.5
B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara
berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi, yaitu
sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara internasional insiden
apendisitis

jarang

ditemukan

pada

mereka

yang

mempunyai

kebiasaan

mengkonsumsi serat.2
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu
sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus menyerang perempuan. 2

Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai dengan 30 tahun,
dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan
usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun. 4,6 Meskipun jarang, pernah dilaporkan
kasus apendisitis neonatal dan prenatal.1 Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun
dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.6
C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI
1. Anatomi
Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin worm =
cacing) merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm
di bawah ileocecal junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di
sekum (menonjol dari dinding posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan
ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2) Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.3
Sekum merupakan bagian pertama usus besar. Proksimal dimana apendiks
melekat pada terminal ileum pada usus halus berhubungan dengan sekum.
Pada hubungan ini valvula ileocecal mengatur masuknya chyme ke dalam
kolon. Apendiks mempunyai mesenterium sendiri yang disebut sebagai mesoapendiks, yang gambarannya dapat membantu membedakannya dengan
sekum yang tidak mempunyai mesenterium.3
Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.1
Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi
retrosekal (65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lainlain.1 Pada posisinya yang normal, Appendix vermiformis terletak pada
dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan
menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis
ini merupakan pangkal apendiks.Pada 65% kasus, apendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang


geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. 1 Pada
kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,
di belakang kolon asendens atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 1. Tipe Lokasi Appendiks vermiformis pada system digestive


Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
cabang dari a.ileokolika. Arteri apendikuler ini berfungsi untuk menyalurkan
darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi ke apendiks. Arteri ini melewati
meso-apendiks

dan sampai

pada bagian apendiks

(terbentang

dari

mesenterium = meso-apendiks dan berhubungan dengan apendiks terhadap


ileum terminal.4 Arteri assesorius dapat dipercabangkan dari a.ileokolika atau
arteri sekum posterior yang mensuplai sebagian terhadap apendiks. Jika arteri
ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami ganggren.1

Gambar 2. Anatomi Appendiks vermiformis


Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.1
2. Histologi
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan struktur
rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai fungsi pada
manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Appendix vermiformis
pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran histologikal yang
dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini bahwa Appendix
vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune yang sampai
sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Appendix vermiformis tidak
memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.

Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis


Secara histologi, lapisan dari Appendix vermiformis sesuai dengan lapisan
yang pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika
submukosa, dan tunika muskularis.3 Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/
kolon). Pada lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas
aggregasi limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid
sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat
terlihat jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam
submukosa. Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan
sedikit jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat
ototnya berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak
dijumpai tenia koli.4 Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa,
tunika muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive
atau duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi
pencernaan.Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis
tidak memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun sistem
imun seseorang.4
3. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.
Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika

apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.
D. ETIOLOGI APENDISITIS
Penyebab apendisitis berhubungan dengan blokade (sumbatan/ obstruksi)
pada lumen apendiks. Secara umum penyebab obstruksi pada lumen apendiks adalah
pengentalan mucus, feses (fekalith), calculus, tumor, atau worm ball (Exyuriasis
vermicularis) yang selanjutnya mengeras dan dapat dilihat sebagai struktur yang
disebut sebagai appendicolith.4

Gambar 4. Menunjukkan perubahan pada Appendix vermiformis yang menyebabkan


akut apendisitis. Gambar kiri menunjukkan pembengkakan apendiks yang menempel
pada sekum. Gambar kanan menunjukkan appendicolith yang menyumbat lumen
apendiks.
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, di antaranya :

Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

Faktor ras dan diet


Faktor

ras

berhubungan

dengan

kebiasaan

dan

pola

makanan

sehari-hari.
E. PATOFISIOLOGI APENDISITIS AKUT
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.

Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami


bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks

mempunyai

keterbatasan

sehingga

menyebabkan

peningkatan

intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di


seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini
menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis
mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan dinding apendiks
tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat
pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.

Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.


Penyumbatan
secret mukus

Fekalit

Mukus >>
Obstruksi
lumen
appendiks
Gangguan aliran mucus
dari Appendik - sekum
Bendungan
mukus
Peningkatan
tekanan
intraluminal

Obstruksi arteri (a.


terminalis appendikularis)

Gangguan
aliran limfe

Obstruksi
vena

apendisitis akut
Edema >>

infark dinding
apendiks

edema,
diapedesis
bakteri, dan
ulserasi mukosa

Nyeri daerah
epigastrium

bakteri akan
menembus dinding
apendiks.

gangren
Peradangan
peritoneum
apendisitis
ganggrenosa

Appendisitis
Supuratif akut

Nyeri perut kanan


bawah bawah

F. GAMBARAN KLINIS
Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala tipikal
dan gejala atipikal (Hobler, K. 1998).Gejala tipikal meliputi nyeri samar-samar dan
tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada
fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya berhubungan
dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual (61-92% kasus), dan
muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak. Ketika muntah berlangsung,
beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit perut yang hebat. Pada saat muntah
mendahului terjadinya nyeri ini menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.3
Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut
kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk.1 Tidak semua orang yang menderita apendisitis mengalami
semua gejala tersebut.2
Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi
membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten.3 Bila letak apendiks retrosekal
retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih
ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas
mayor yang menegang dari dorsal.1
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.1.3 Disamping itu peradangan apendiks dekat dengan vesika
urinaria maupun ureter dapat menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria.
Cystitis pada pasien laki-laki jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki
dipertimbangkan jika terjadi inflamasi apendiks dekat dengan pelvis.3
Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang
kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri

tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.
Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang kesakitan. Tetapi
pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih jelas nyeri tekan dan
nyeri lepas di perut kanan bawah.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam
beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.1
1. Tanda Awal :
Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan
anoreksia
2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc.Burney :

Nyeri tekan

Nyeri lepas

Defans muskuler

3. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam,


berjalan, batuk, atau mengedan.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit.


Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui anamnesis. Pada umumnya
pada kasus apendisitis, pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah
dengan sifat nyeri samar-samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau
periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah
abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah. 3 Pada kasus apendisitis
akut yang klasik gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1-2 hari, yang
dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke titik Mc Burney,
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk.1.5Sementara pada kasus apendisitis kronis terdapat riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu.1
Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
penyakit dalam keluarga, riwayat pengobatan maupun riwayat penggunaan alkohol
maupun merokok, disebabkan banyak gangguan lain yang juga memberikan
gambaran klinis akut abdomen yang harus dibedakan dengan apendisitis akut.
2. Pemeriksaan Fisis
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, seorang dokter maupun seorang
perawat sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap status vitalis pasien meliputi
tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan. Ditemukan bahwa pasien tampak
kesakitan, membungkuk, dan memegang perut kanan bawah. Demam biasanya
ringan, dengan suhu 37.5 38.5oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksiler dan suhu rektal sampai 1 oC.
Pemeriksaan fisis dilakukan dari kepala hingga kaki (Head to Toe) meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.1

a. Inspeksi
Pemeriksaan pada perut sangat membantu untuk mempersempit diagnosis.
Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada inspeksi perut tidak ditemukan adanya

gambaran yang spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan


komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa
atau abses periapendikuler.1
b. Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa
disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak spesifik. 1.3
Nyeri tekan perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien dengan situs
inversus atau anatomi apendiks yang panjang sampai pada kuadran perut kiri
bawah, hal ini jarang.4 Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.1 Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya nyeri. Dapat
pula ditemukan nyeri perut kanan bawah apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan yang disebut sebagai tanda Blumberg.1
c. Perkusi
Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini menandakan terjadi
proses inflamasi pada apendiks.2
d. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata.1
Pemeriksaan fisis lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan uji psoas,
maupun pemeriksaan uji obturator.1.3
a. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada
apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah
nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.1

b. Pemeriksaan uji psoas


Uji psoas merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada
m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.1.3 Uji psoas ini
ditemukan pada sebagian kecil pasien dengan apendisitis akut. Uji psoas
dilakukan pada apendiks yang letaknya retrosekal.

c. Pemeriksaan uji obturator


Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. 2
Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendiks pelvis.1.3
3. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. 1
Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan
labolatorium (pemeriksaan darah rutin, kimia darah, urinalisis, C-Reactive Protein),
pemeriksaan radiologi, dan tes lainnya (Clinical Score).3
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya


infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit.1 Akan terjadi leukositosis
ringan (10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang
disertai dengan peningkatan jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung
pada 78% pasien, terlebih pada kasus dengan komplikasi. 1.2.3Demam
ditemukan pada 4% pasien dengan apendisitis akut dimana jumlah sel
darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil kurang dari 75%.3
Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik.
Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya dehidrasi,
atau kelainan elektrolit maupun cairan.2
Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi traktus
urinarius.2 Satu studi pada 500 pasien dengan apendisitis akut
menampakkan adanya gejala traktus urinarius seperti disuria dan nyeri
panggul kanan. Satu dari tujuh pasien mengalami puyria dengan 10
Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan lebih dari 3
eritrosit/LPB.
Pemeriksaan C-Reactive Protein
C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh hati
yang merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum meningkat setelah 612 jam pada inflamasi akut jaringan. Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada
orang dewasa dengan kombinasi leukosit <10.500/ml, neutrofil <75%, dan
CRP normal (99-100%), memberikan hasil negative terhadap apendisitis
akut.3
b. Pemeriksaan Radiologi

USG Abdomen
USG

abdomen

merupakan

metode

lainnya

yang

digunakan

untuk

mengevaluasi apendisitis. Terutama digunakan pada anak-anak, pasien yang

kurus, dan kadang-kadang efektif digunakan pada wanita hamil. Meskipun


CT-Scan merupakan pemeriksaan gold standar radiologi untuk mendiagnosis
apendisitis, akan tetapi terdapat beberapa alasan mengapa USG-Abdomen
dipertimbangkan dalam mendiagnosis, antara lain : 1) Biaya lebih murah, 2)
Aman digunakan pada wanita hamil, 3) dan tersedia di institusi kesehatan
lainnya.4
Beberapa studi mengemukakan bahwa USG abdomen memiliki sensitifitas
85-90% dan spesifitas 92-96%. Lima studi mengemukakan bahwa USG abdomen
pada anak-anak memiliki sensitifitas sebesar 85-95% dan spesifitas antara 47-96%.
Dan satu studi mengemukakan bahwa pada pasien geriatrik dengan perforasi
apendisitis, dengan pemeriksaan USG abdomen memiliki sensitifitas 35% dan
spesifitas 98%.3

Gambar 9. menunjukkan adanya abses pada apendiks melalui pemeriksaan


USG-abdomen longitudinal

Gambar 6. Menunjukkan apendisitis yang ditandai dengan adanya cairan yang


mengisi apendiks (tengah gambar) dan penebalan dinding apendiks

Beberapa keuntungan USG abdomen pada kasus apendisitis, antara lain :4

Tidak invasif

Waktu lebih singkat

Tidak membutuhkan kontras

Dapat lebih mudah pada anak kecil yang banyak bergerak

Pemaparan terhadap radiasi lebih sedikit

Mempunyai kemampuan yang besar untuk menemukan penyebab nyeri


perut lainnya seperti kista ovarium, kehamilan ektopik, atau abses tuba
ovarium).

CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang
penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan
abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak
mengingat efek radiasi yang ditimbulkan).3
Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi
yang tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya
(sensitifitas dan spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai
95% = sensitivitas: 94%, spesifitas: 95%)11,dalam hal ini CT-Scan abdomen
lebih akurat dibandingkan dengan USG abdomen untuk mendiagnosis
apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja. 3 Keuntungan lainnya CT-Scan
tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk mengevaluasi kelainan akut
abdominal lainnya.4 Kerugiannya antara lain pasien akan terpapar oleh radiasi,
berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemakaian kontras
intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui mulut, dan
pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.3
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk
membedakan periappendiks flegmon dengan abses.5

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat


menunjukkan adanya obstruksi usus atau perforasi, benda asing dan pada
kasus yang jarang dapat memperlihatkan adanya apendikolith pada
apendiks.1.5 Adanya apendikolith pada pasien dengan gejala apendisitis yang
jelas adalah besar kemungkinan merupakan apendisitis, tetapi ini hanya
berlangsung pada beberapa kasus (10% kasus).3

Gambar 7. Menunjukkan adanya air fluid level dengan suspek appendicitis


atau obstruksi usus halus. Tidak terdapat efek massa atau apendikolith pada area
apendiks. Gambaran radiologi ini tidak menyingkirkan adanya apendisitis tetapi
kemungkinan adanya nyeri abdomen.

Gambar 8. Menunjukkan foto polos abdomen posisi supine yang diambil pada
pasien dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang hebat. Adanya lesi pada
tulang panggul kanan yang mungkin menyebabkan nyeri. Foto polos abdomen dapat

digunakan untuk mengevaluasi kasus lain yang yang menyebabkan nyeri akut
maupun kronik abdomen.
c. Clinical Diagnostic Score
Pemeriksaan lainnya yaitu melalui sistem skoring. Yang terkenal adalah yang
dikenal dengan istilah MANTRELS Score (Skor Alvarado).
Characteristic

Score

M = Migration of pain to the RLQ

A = Anorexia
N = Nausea and vomiting
T = Tenderness in RLQ
R = Rebound pain
E = Elevated temperature
L = Leukocytosis
S = Shift of WBC to the left
Total
Nilai :
<4
: bukan
4-7
: ragu-ragu (observasi)
>7
: appendisitis akut (operasi dini)

1
1
2
1
1
2
1
10

H. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.1 Gastroenteritis adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan
apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit
akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri
tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas.
Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat
menegakkan diagnosis.2
Adenitis mesenterikum, divertikulitis Meckeli, enteritis regional, amubiasis,
ileitis akut, perforasi ulkus duodenik, kolik ureter, salfingitis akut, kehamilan ektopic
terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis.
Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri perut

di kuadran kanan bawah. Berikut ini memperlihatkan beberapa diagnosa banding


apendisitis.2
Tabel . Diagnosa Banding Apendisitis

I. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu
dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi apendektomi,
3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi.2
1. Penatalaksanaan Sebelum Operasi
Penatalaksanaan pada pasien apendisitis dimulai dengan memelihara pasien
dari makanan maupun minuman apapun sebagai persiapan operasi. Drips
intravena untuk hidrasi pasien. Antibiotik diberikan secara intravena seperti
cefuoxamine dan metronidazole untuk membunuh bakteri dan mengurangi infeksi

perut maupun komplikasi postoperative pada luka di perut. Antibiotik yang


digunakan merupakan antibiotik gram negative spektrum luas dan anaerobik.2
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik. Foto abdomen dan torak tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
gejala.2
2. Operasi Apendiks
Pembedahan pada kasus apendisitis akut dilakukan oleh ahli bedah dengan
mengangkat apendiks. Pada operasi ini diperlukan kerja sama dengan ahli
anestesi, dan biasanya anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi umum jika
lambung kosong (tidak terisi makanan sejak 6 jam yang lalu), dapat pula dengan
menggunakan anestesi spinal. Operasi dapat saja dengan membuat insisi kecil
pada perut bagian bawah (apendektomi) atau dengan menggunakan laparoskop
yaitu membuat insisi kecil sebanyak tiga atau empat buah. Pada kasus lain yang
dicurigai apendisitis dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan laparoskopi.
Laparoskopi lebih disukai pada operasi terbuka karena insisi lebih kecil sehingga
luka yang dihasilkan sedikit, waktu perawatan di rumah sakit lebih cepat, dan
nyeri lebih sedikit. Kerugiannya yaitu membutuhkan biaya yang lebih mahal, dan
waktu operasi kira-kira 20 menit lebih lama dibandingkan dengan open
apendektomi.Operasi laparoskopi apendektomi ini berhasil kira-kira 90% pada
apendisitis perforasi. Kontraindikasinya pada pasien dengan intra-abdominal
adhesi yang signifikan.3
Apendektomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang
telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8

minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.1
SERI APENDEKTOMI

Appendix terinfeksi

Prosedur Insisi Apendektomi

Lokasi Insisi Apendektomi

Post Operasi Apendektomi

Pada apendektomi, untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara tehnik
operatif mempunyai keuntungan dan kerugian :

Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS
(Spina Iliaka Anterior Superior) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral
(titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, setelah itu akan
tampak peritoneum parietal (mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang
disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang
lebih besar, mengkilat, lebih kelabu/putih, dan tidak mempunyai haustrae dan
taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli. Tehnik inilah

yang paling sering digunakan karena keuntungannya tidak mungkin terjadi


benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alatalat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena
penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit
diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan
memotong otot secara tajam.2

Insisi menurut Roux (Muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama
dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus dinding otot perut
tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya
adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.
Kerugiannya bahwa diagnosis harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih
banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak,
masa istirahat pasca operasi lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu
pasien, nyeri pasca operasi lebih sering, kadang-kadang ada hematoma yang
terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.2

Insisi Pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rectus abdominis
dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya,
tehnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendisitis yang belum pasti dan kalau
perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan
ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan
memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi
diperlukan jahitan penunjang.2

3. Penatalaksanaan Pascaoperasi
Pascaoperasi apendektomi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, maka pasien dipuasakan terus sampai fungsi usus kembali

normal. Kemudian berikan minum mulai dari 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk ditempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat duduk dan berdiri di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan
diperbolehkan pulang.2
4. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi

Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis

dehidrasi atau septicemia.


Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun

melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan

lakukan pengukuran kadar hCG


Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia
dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.

Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam


peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.2
J. KOMPLIKASI
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi
progresif dan perforasi. Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur.
Ruptur terjadi apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan
tepat. Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anakanak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan
peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi
perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada
beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi kematian.2

K. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya
tidak ada.2. Waktu penyembuhan bergantung pada usia, kondisi pasien, keadaan gizi,
komplikasi dan berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya
penyembuhannya berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih
muda (sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Seorang
dokter menganjurkan agar pasien tidak mengkonsumsi alkohol setelahnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.
Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 thed. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC; 2004. 639-46
2. Mansjoer, Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika
Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3thed. Jakarta.
Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.
3. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1995
4. Sabiston. Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
Edisi 16.USA: W.B Saunders companies. 2004
5. Sandy, Craig. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,
editors. Available from URL; http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm.

6. Schwartz.

Principles

companies. 2005

of

Surgery.

Edisi

Ketujuh.USA:The

Mcgraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai