Portofolio Appendisitis Dr. Nur Camelia
Portofolio Appendisitis Dr. Nur Camelia
APENDISITIS AKUT
Oleh:
dr. Nur Camelia
Pendamping :
dr. Asdiyati
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan
: wiraswasta
Alamat
Masuk RS
: 20 Juni 2014
No. RM
: 0367088
: Tn. M
KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan bawah.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RS. Roemani Muhammadiyah Semarang dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah sejak dua hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati sekitar pusar, kemudian berpindah
di perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri
dirasakan memberat saat perut ditekan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah
beraktivitas. Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah semakin memberat hebat
sejak tadi pagi SMRS. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2 hari yang
lalu, mual, tetapi tidak muntah. Pasien mengalami demam sejak satu hari SMRS,
demam dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Pasien tidak BAB selama 1 hari,
tidak flatus, dan BAK normal. Pasien tidak pernah berobat ke manapun terkait
dengan keluhannya saat ini.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.
Keadaan Umum
: Tampak lemah
Kesadaran
Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,60C
HR: 80x/mnt
RR: 22x/mnt
Status gizi
: cukup
STATUS GENERALISATA
Kepala
: Simetris, mesochepal
Mata
Hidung
: Discharge (-/-)
Mulut
Telinga
Leher
Thorax
-
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
-
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
: Status lokalis
Ekstremitas
: Edema - -
Akral dingin -
CRT < 2
Palpasi: supel(+), nyeri tekan dititik Mc. Burney(+), nyeri tekan lepas(+),
defans muskuler lokal di daerah Mc Burney(+), hepar dan lien tidak teraba.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hitung Jenis:
Eosinofil
Basofil
N. Segmen
Limfosit
Monosit
LED
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
: 15,1 g/dL
: 12.900/mm3
: 273.000/mm3
: 43,5%
: 1,8 %
: 1,3 %
: 83,6 %
: 10,3 %
: 4,0 %
: 5 mm/jam
: 4,76 juta/uL
: 92 fL
: 32 pg
: 35 %
URINALISIS
URINE RUTIN
Kimia Urin
- Warna
: kuning
- Kejernihan : agak keruh
- Berat jenis : 1,025
- pH
: 5,0
- Protein
:- Reduksi
:- Keton
:- Bilirubin : - Urobilinogen : - Nitrit
:- Blood
:- Leukosit : APPENDICOGRAPHY
Appendix terisi kontras barium
Lebar lumen appendix tak rata
Ada filling defect
HEMOSTASIS
- BT
: 130
- CT
: 300
IMUNOSEROLOGI
- HBsAg
: negatif
KIMIA KLINIK
- GDS
:150 mg/dL
Mikroskopis Urine
- Sel epitel
: 3-6/lpk
- Leukosit
: 3-6/lpb
- Eritrosit
: 1-3/lpb
- Silinder
:- Bakteri
:- Kristal
:-
Gastroenteritis
Kolik ureter
PLANNING
Terapi :
Inf. RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Inj. Ketorolac 1 Ampul (ekstra)
Asam Mefenamat 3x500 mg
Pro. Appendiktomi
Puasa Pre Operasi
Monitoring: Vital sign, keluhan
Score
1
1
1
2
1
1
2
1
10
In case
1
1
1
2
1
1
2
1
10
Edukasi: Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang akan
dilakukan, prognosa dan pengobatan setelah operasi
PROGNOSIS
Dubia at bonam
FOLLOW UP
Tanggal
Subjektif
Objektif
-Nyeri perut
-KU: sedang, CM
21/6/2014 kanan bawah(+) -S: 37C
-demam(-)
-N: 80x/mnt
-mual(+)
-TD: 130/80
-muntah(-)
-Abdomen:
-BAB(-)
supel (+), BU
-BAK(+)
normal, NT(+)
22/6/2014 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM
-demam(-)
-S: 36,8C
-mual (+)
-N: 80x/mnt
-muntah(-)
-TD: 120/80
-BAB(-)
-Luka post. OP(+)
-BAK(+)
-supel (+)
-BU normal
23/6/2014 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM
-demam(-)
-S: 36,5C
-mual (-)
-N: 76x/mnt
-muntah(-)
-TD: 120/80
-BAB lembek
-Luka post. OP(+)
-BAK(+)
-supel (+)
-BU normal
24/6/2014 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM
-demam(-)
-S: 36,6C
-mual (-)
-N: 80x/mnt
-muntah(-)
-TD: 120/80
-BAB (+)
-Luka post. OP(+)
-BAK(+)
-supel (+)
-BU normal
Assesment
Planning
-Appendisitis
Akut
-Pro
Appendiktomi
-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
Post.
Appendiktomi
H ke-1
-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
-Inj. Ondansetron 3x4mg
-Rawat Luka
-Mobilisasi
-Diet bubur halus
-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
-Rawat Luka
-Mobilisasi
-Diet bubur halus
Post.
Appendiktomi
H ke-2
Post.
Appendiktomi
H ke-3
TINJAUAN PUSTAKA
-Inf. RL 20tpm
-Inj. Cefotaxim 2x1gr
-Inj. Ketorolac 3x30mg
-Rawat Luka
-Mobilisasi
-Diet bubur halus
-Boleh pulang
A. PENGERTIAN
Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai
penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah
mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian
besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih
banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.1 Sebagai faktor pencetus berupa
penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan
periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang
selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.2
Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani
pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam. Bila
pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi, perjalanan
pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan dari rumah sakit
dalam beberapa hari.5
B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara
berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi, yaitu
sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara internasional insiden
apendisitis
jarang
ditemukan
pada
mereka
yang
mempunyai
kebiasaan
mengkonsumsi serat.2
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu
sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus menyerang perempuan. 2
Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai dengan 30 tahun,
dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan
usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun. 4,6 Meskipun jarang, pernah dilaporkan
kasus apendisitis neonatal dan prenatal.1 Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun
dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.6
C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI
1. Anatomi
Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin worm =
cacing) merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm
di bawah ileocecal junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di
sekum (menonjol dari dinding posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan
ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2) Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.3
Sekum merupakan bagian pertama usus besar. Proksimal dimana apendiks
melekat pada terminal ileum pada usus halus berhubungan dengan sekum.
Pada hubungan ini valvula ileocecal mengatur masuknya chyme ke dalam
kolon. Apendiks mempunyai mesenterium sendiri yang disebut sebagai mesoapendiks, yang gambarannya dapat membantu membedakannya dengan
sekum yang tidak mempunyai mesenterium.3
Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.1
Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi
retrosekal (65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lainlain.1 Pada posisinya yang normal, Appendix vermiformis terletak pada
dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan
menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis
ini merupakan pangkal apendiks.Pada 65% kasus, apendiks terletak
dan sampai
(terbentang
dari
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.
D. ETIOLOGI APENDISITIS
Penyebab apendisitis berhubungan dengan blokade (sumbatan/ obstruksi)
pada lumen apendiks. Secara umum penyebab obstruksi pada lumen apendiks adalah
pengentalan mucus, feses (fekalith), calculus, tumor, atau worm ball (Exyuriasis
vermicularis) yang selanjutnya mengeras dan dapat dilihat sebagai struktur yang
disebut sebagai appendicolith.4
Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
ras
berhubungan
dengan
kebiasaan
dan
pola
makanan
sehari-hari.
E. PATOFISIOLOGI APENDISITIS AKUT
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh
mempunyai
keterbatasan
sehingga
menyebabkan
peningkatan
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
Fekalit
Mukus >>
Obstruksi
lumen
appendiks
Gangguan aliran mucus
dari Appendik - sekum
Bendungan
mukus
Peningkatan
tekanan
intraluminal
Gangguan
aliran limfe
Obstruksi
vena
apendisitis akut
Edema >>
infark dinding
apendiks
edema,
diapedesis
bakteri, dan
ulserasi mukosa
Nyeri daerah
epigastrium
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan
peritoneum
apendisitis
ganggrenosa
Appendisitis
Supuratif akut
F. GAMBARAN KLINIS
Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala tipikal
dan gejala atipikal (Hobler, K. 1998).Gejala tipikal meliputi nyeri samar-samar dan
tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada
fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya berhubungan
dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual (61-92% kasus), dan
muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak. Ketika muntah berlangsung,
beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit perut yang hebat. Pada saat muntah
mendahului terjadinya nyeri ini menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.3
Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut
kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk.1 Tidak semua orang yang menderita apendisitis mengalami
semua gejala tersebut.2
Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi
membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten.3 Bila letak apendiks retrosekal
retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih
ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas
mayor yang menegang dari dorsal.1
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.1.3 Disamping itu peradangan apendiks dekat dengan vesika
urinaria maupun ureter dapat menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria.
Cystitis pada pasien laki-laki jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki
dipertimbangkan jika terjadi inflamasi apendiks dekat dengan pelvis.3
Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang
kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri
tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.
Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang kesakitan. Tetapi
pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih jelas nyeri tekan dan
nyeri lepas di perut kanan bawah.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam
beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.1
1. Tanda Awal :
Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan
anoreksia
2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc.Burney :
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
G. DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
a. Inspeksi
Pemeriksaan pada perut sangat membantu untuk mempersempit diagnosis.
Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada inspeksi perut tidak ditemukan adanya
USG Abdomen
USG
abdomen
merupakan
metode
lainnya
yang
digunakan
untuk
Tidak invasif
CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang
penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan
abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak
mengingat efek radiasi yang ditimbulkan).3
Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi
yang tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya
(sensitifitas dan spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai
95% = sensitivitas: 94%, spesifitas: 95%)11,dalam hal ini CT-Scan abdomen
lebih akurat dibandingkan dengan USG abdomen untuk mendiagnosis
apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja. 3 Keuntungan lainnya CT-Scan
tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk mengevaluasi kelainan akut
abdominal lainnya.4 Kerugiannya antara lain pasien akan terpapar oleh radiasi,
berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemakaian kontras
intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui mulut, dan
pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.3
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk
membedakan periappendiks flegmon dengan abses.5
Gambar 8. Menunjukkan foto polos abdomen posisi supine yang diambil pada
pasien dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang hebat. Adanya lesi pada
tulang panggul kanan yang mungkin menyebabkan nyeri. Foto polos abdomen dapat
digunakan untuk mengevaluasi kasus lain yang yang menyebabkan nyeri akut
maupun kronik abdomen.
c. Clinical Diagnostic Score
Pemeriksaan lainnya yaitu melalui sistem skoring. Yang terkenal adalah yang
dikenal dengan istilah MANTRELS Score (Skor Alvarado).
Characteristic
Score
A = Anorexia
N = Nausea and vomiting
T = Tenderness in RLQ
R = Rebound pain
E = Elevated temperature
L = Leukocytosis
S = Shift of WBC to the left
Total
Nilai :
<4
: bukan
4-7
: ragu-ragu (observasi)
>7
: appendisitis akut (operasi dini)
1
1
2
1
1
2
1
10
H. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.1 Gastroenteritis adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan
apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit
akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri
tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas.
Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat
menegakkan diagnosis.2
Adenitis mesenterikum, divertikulitis Meckeli, enteritis regional, amubiasis,
ileitis akut, perforasi ulkus duodenik, kolik ureter, salfingitis akut, kehamilan ektopic
terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis.
Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri perut
I. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu
dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi apendektomi,
3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi.2
1. Penatalaksanaan Sebelum Operasi
Penatalaksanaan pada pasien apendisitis dimulai dengan memelihara pasien
dari makanan maupun minuman apapun sebagai persiapan operasi. Drips
intravena untuk hidrasi pasien. Antibiotik diberikan secara intravena seperti
cefuoxamine dan metronidazole untuk membunuh bakteri dan mengurangi infeksi
minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.1
SERI APENDEKTOMI
Appendix terinfeksi
Pada apendektomi, untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara tehnik
operatif mempunyai keuntungan dan kerugian :
Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS
(Spina Iliaka Anterior Superior) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral
(titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, setelah itu akan
tampak peritoneum parietal (mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang
disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang
lebih besar, mengkilat, lebih kelabu/putih, dan tidak mempunyai haustrae dan
taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli. Tehnik inilah
Insisi menurut Roux (Muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama
dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus dinding otot perut
tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya
adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.
Kerugiannya bahwa diagnosis harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih
banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak,
masa istirahat pasca operasi lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu
pasien, nyeri pasca operasi lebih sering, kadang-kadang ada hematoma yang
terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.2
Insisi Pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rectus abdominis
dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya,
tehnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendisitis yang belum pasti dan kalau
perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan
ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan
memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi
diperlukan jahitan penunjang.2
3. Penatalaksanaan Pascaoperasi
Pascaoperasi apendektomi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, maka pasien dipuasakan terus sampai fungsi usus kembali
normal. Kemudian berikan minum mulai dari 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk ditempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat duduk dan berdiri di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan
diperbolehkan pulang.2
4. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi
melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan
K. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya
tidak ada.2. Waktu penyembuhan bergantung pada usia, kondisi pasien, keadaan gizi,
komplikasi dan berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya
penyembuhannya berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih
muda (sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Seorang
dokter menganjurkan agar pasien tidak mengkonsumsi alkohol setelahnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.
Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 thed. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC; 2004. 639-46
2. Mansjoer, Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika
Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3thed. Jakarta.
Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.
3. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1995
4. Sabiston. Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
Edisi 16.USA: W.B Saunders companies. 2004
5. Sandy, Craig. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,
editors. Available from URL; http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm.
6. Schwartz.
Principles
companies. 2005
of
Surgery.
Edisi
Ketujuh.USA:The
Mcgraw-Hill