Anda di halaman 1dari 30

SEORANG LAKI-LAKI 54 TAHUN DENGAN PARAPLEGIA INFERIOR,

PNEUMONIA KOMUNITI, EFUSI PLEURA DD KEGANASAN

Oleh :
Aulia Agung Sanubari
G99131022

Pembimbing :
DR. Dr. Hj. Noer Rachma, Sp RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
A.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. J

Umur

: 54 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Selogiri, Wonogiri

Status

: Menikah

Masuk rumah Sakit : 18 Februari 2015

B.

Tanggal Periksa

: 21 Februari 2015

No CM

: 00882754

Keluhan Utama
Sesak nafas

C.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu SMRS. Sesak
terutama dirasakan saat batuk, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca atau
aktivitas, dapat tidur nyaman dengan 1 bantal, mengi (-)
10 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk. Batuk berdahak, warna
putih kental, batuk darah (-), nyeri dada (-), demam (-), penurunan nafsu
makan (-), penurunan berat badan (+), mual (-), muntah (-)
Pasien juga mengeluhkan tidak bisa menggerakkan kedua kaki sejak 1
tahun yang lalu, awalnya hanya terasa lemas dan berat, namun lama lama
menjadi tidak bisa digerakkan. Pasien juga tidak bisa merasakan BAB dan
BAK, sehingga keluar sendiri dan tidak bisa ditahan.

D.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Trauma

: 2 tahun yang lalu, jatuh dari pohon


2

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Mondok

:-2013 di RSUD Wonogiri karena


fraktur clavicula
:-2015 di RSUD Wonogiri karena sesak

E.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

F.

Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat Merokok

: (+) 24 batang sehari, selama 35 tahun

Riwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat Olahraga

: disangkal

G.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki yang memiliki satu orang istri dan empat orang
anak. Pasien merupakan petani. Saat ini dirawat di RSDM dengan fasilitas
BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris


3

Respirasi

: 24 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal

Suhu

: 36,50C per aksiler

C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-),
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam,
tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+4) ,limfonodi membesar
multiple, nyeri tekan (-)
J. Thoraks
a.

Retraksi (-), terdapat massa terfixir diameter 10 cm di


regio posterior dextra thoraks

b.

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,


bising (-)
Inspeksi

: pengembangan dada kanan = kiri, gerakan


4

paradoksal (-)
Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ),RBH (-), RBK (-)


K. Trunk
Inspeksi

: deformitas (-), pengembangan dinding dada kanan


< kiri

Palpasi

: Fremitus taktil kanan < kiri

Perkusi

: redup di SIC VII ke bawah < sonor

Auskultasi

: SDV menurun di SIC VII < SDV (+)

L. Abdomen
Inspeksi

: supel

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: tympani

Palpasi

:nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, bruit (-) dan


lien tidak teraba

M. Ekstremitas
Oedem

Akral dingin

N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, berpakaian rapi
2. Kesadaran : Kuantitatif

: compos mentis

Kualitatif

: tidak berubah

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : normoaktif


4. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan
5. Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
Afek dan Mood
-

Afek

: Appropiate

Mood : normal
5

Gangguan Persepsi
-

Halusinasi (-)

Ilusi (-)

Proses Pikir
-

Bentuk : realistik

Isi

: waham (-)

Arus

: koheren

Sensorium dan Kognitif


-

Daya Konsentrasi : baik

Orientasi

: Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik

Daya Ingat

: Jangka pendek : baik


Jangka panjang : baik

Daya Nilai

: Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight

: Baik

Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya


O. Status Neurologis
Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : IV line, DC


Fungsi Sensorik
N

Fungsi Motorik dan Reflek :


Kekuatan :

5
-

Tonus :

5
-

N
6

Reflek fisiologis:

Reflek patologis:

+2

+2

+2

+2

Nervus Cranialis
N. III

: reflek cahaya (+/+) ; pupil isokor (3 mm/3mm)

N. VII

: dalam batas normal

N XII

: dalam batas normal

Range of Motion (ROM)


ROM

ROM

Flexi
Extensi
Lateral bend
Rotasi

Aktif
0 700
0 400
0 600
0 900

EKSTREMITAS
SUPERIOR
Shoulder Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
External Rotasi
Internal Rotasi
Elbow
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Wrist
Fleksi
Ekstensi
Ulnar deviasi
Radius deviasi
Finger
MCP I fleksi
MCP II-IV

ROM AKTIF
Dextra
Sinistra
0
0-180
0-1800
0-300
0-300
0-1500
0-1500
0-750
0-750
0
0-90
0-900
0-900
0-900
0-1350
0-1350
0
135-180
135-1800
0-900
0-900
0-900
0-900
0-900
0-900
0
0-70
0-700
0-300
0-300
0
0-30
0-300
0-900
0-900
0
0-90
0-900
7

Pasif
0 700
0 400
0 600
0 900
ROM PASIF
Dextra Sinistra
0-1800
0-1800
0-300
0-300
0-1500
0-1500
0-750
0-750
0
0-90
0-900
0-900
0-900
0-1350
0-1350
0
135-180
135-1800
0-900
0-900
0-900
0-900
0-900
0-900
0
0-70
0-700
0-300
0-300
0
0-30
0-300
0-900
0-900
0
0-90
0-900

fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I ekstensi

0-900
0-1000
0-300

EKSTREMITAS
INFERIOR
Hip

Knee
Ankle

0-900
0-1000
0-300

ROM AKTIF
Dextra
Sinistra
Fleksi
0
0
Ekstensi
0
0
Abduksi
0
0
Adduksi
0
0
Eksorotasi
0
0
Endorotasi
0
0
Fleksi
0
0
Ekstensi
0
0
Dorsofleksi
0
0
Plantarfleksi
0
0

0-900
0-1000
0-300

0-900
0-1000
0-300

ROM PASIF
Dextra
Sinistra
0
0-140
0-1400
0-300
0-300
0
0-45
0-450
0-450
0-450
0
0-80
0-800
0-800
0-800
0
0-120
0-1200
0
120-180
120-1800
0-400
0-400
0
0-40
0-400

MManual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Strenocleidomastoideus

Ekstensor

Shoulder

Elbow

Ekstremitas Superior
Fleksor
M Deltoideus anterior
M Biseps
Ekstensor
M Deltoideus anterior
M Teres mayor
Abduktor
M Deltoideus
M Biceps
Adduktor
M Lattissimus dorsi
M Pectoralis mayor
Internal
M Lattissimus dorsi
Rotasi
M Pectoralis mayor
Eksternal
M Teres mayor
Rotasi
M Infra supinatus
Fleksor
M Biceps
M Brachialis
Ekstensor
M Triceps
8

Dextra
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Sinistra
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Wrist

Supinator
Pronator
Fleksor

M Supinator
M Pronator teres
M Fleksor carpi
radialis
M Ekstensor
digitorum
M Ekstensor carpi
radialis
M ekstensor carpi
ulnaris
M Fleksor digitorum
M Ekstensor
digitorum

Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Finger

Hip

Knee
Ankle

Fleksor
Ekstensor

Ekstremitas inferior
Fleksor
M Psoas mayor
Ekstensor
M Gluteus maksimus
Abduktor
M Gluteus medius
Adduktor
M Adduktor longus
Fleksor
Harmstring muscle
Ekstensor
Quadriceps femoris
Fleksor
M Tibialis
Ekstensor
M Soleus

5
5
5

5
5

5
5

Dextra
1
1
1
1
1
1
1
1

Status Ambulasi
Dependent
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
Rujukan
Hb

: 12,8 gr/dl

13,5-18

Hct

: 37 %

40-54

AE

: 4,42 x 106 L

4,6-6,2

AT

: 327 x 103 L

150-440

AL

: 6,4 x 103 L

4,5-11

5
5
5

Sinistra
1
1
1
1
1
1
1
1

GDP

: 126 mg/dl

60-140

Ureum

: 16 mg/dl

10-50

Creatinin

: 0,7 mg/dl

0,9-1,3

Natrium

: 129 mmol/l

135-145

Kalium

: 4,7 mmol/l

3,3-5,1

Chlorida

: 99 mmol/l

98-106

Analisa Gas Darah


Ph
BE
PCO2
PO2
Hct
HCO3
Total CO2
O2 saturasi

:
:
:
:
:
:
:
:

7.430
-1.9
33.6
75.4
37
22.8
19.7
95.4

Rujukan
7.350-7.450
-2-+3
27-41
83-108
37-50
21-28
19-24
94-98

Pemeriksaan Analisa Cairan Pleura


Rujukan
Analisa cairan
tubuh
Makroskopis
Warna
Kejernihan
Bekuan
Bau
Tes Rivalta
Protein

Kuning kemerahan
Agak keruh
Ada bekuan
Tidak berbau
Tidak dilakukan
2.9

Kuning muda
Jernih
Tak ada bekuan
Tidak berbau
Negative
<3

kualitatif
Glukosa
LDH
Jumlah sel
Hitung
jenis

98
241
30
65

0-115
<200
<1000
30-75

sel MN
Hitung jenis se

35

<10

PMN

10

SPUTUM 21 Februari 2015


Pada pengecatan gram ditemukan kuman gram positif coccus, leukosit 02/LPB, epithel 1-5/LPB
SITOLOGI 24 Februari 2015
Kesimpulan : AJH massa dinding dada : dijumpai sel ganas, adeno
carcinoma, metastase ke lifonidi supraclavicular dextra DD carcinoma of
the male breast, acenocarcinoma paru
B. Pemeriksaan Radiologis
Thoracal AP dan Lat

Tampak wedge axial kompresi setinggi corpus Vth 3 dan 7


Tampak terpasang internal fiksasi di lateral dan medial os clavicula kanan,
tak tampak jelas garis fraktur dengan alignment dan aposisi baik
Curve normal
Trabekulasi tulang di luar lesi normal
Superior dan inferior endplate di luar lesi tak tampak kelainan
Corpus, pedicle dan spatoum intervertebralis di luar lesi tampak normal
Tak tampak pravertebral soft tissue mass/swelling
Kesimpulan :
Fraktur kompresi Vth 3 dan 7
Terpasang internal fiksasi di lateral dan medial os clavicula kanan,
tak tampak jelas garis fraktur dengan alignment dan aposisi baik

11

Thorak PA+lat dewasa


Cor : besar dan bentuk normal, tapak elongatio aorta
Pulmo : tampak perselubungan dengan air bronchogram di parahiiler dan
paracardial kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam
Retrosternal dan retrocardiac space dalam batas normal
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakhea di tengah
Tampak terpasang internal fiksasi di lateral dan medial os clavicula kanan,
tak tampak jelas garis fraktur dengan alignment dan aposisi baik
Kesimpulan :
-pneumonia
-konfigurasi hipertensif heart disease
-tampak terpasang internal fiksasi di lateral dan medial os clavicula
kanan, tak tampak jelas garis fraktur dengan alignment dan aposisi
baik
Thorax RLD
Tak tampak perpindahan cairan di hemithoraks kanan sisi lateral dari
inferior ke superior
12

Tampak terpasang internal fiksasi di lateral dan medial os clavicula kanan,


tak tampak jelas garis fraktur
Kesimpulan :
Tak tampak efusi pleura kanan
Terpasang internal fiksasi di lateral dan medial os clavicula kanan,
tak tampak jelas garis fraktur
USG Abdomen

Vesica Felea, pankreas, ren dextra, lien dalam batas normal

VU tak tampak batu, tak tampak AS, tampak massa

Kesan : cystitis kronik DD massa VU

13

IV. ASSESMENT
Paraplegi inferior, pneumonia komuniti, efusi pleura dd keganasan
V. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa :
1. Bed rest tidak total
2. Diet TKTP 1900 kkal
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi ciproflox 200mg/12 jam
5. Injeksi vit B1 100mg/12 jam
6. NAC 3x200mg

VI.

DAFTAR MASALAH

Problem Medis

Problem Rehabilitasi Medik

: Paraplegi inferior, BAB dan BAK tak terkontrol

1. Fisioterapi

: Pasien tidak dapat menggerakkan anggota gerak


bawah (kelemahan spastic)
BAB dan BAK tak terkontrol

2. Terapi wicara

: tidak ada

3. Okupasi Terapi

: Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik

: Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas


sehari-hari

5. Ortesa-protesa

: Keterbatasan mobilisasi

6. Psikologi

: Beban pikiran keluarga dalam menghadapi penyakit


penderita

Rehabilitasi Medik:
1.

2.

Fisioterapi

a.

ROM exercise aktif dan pasif

b.

Positioning dan turning (rubah posisi tiap 2 jam)

c.

Bowel and bladder training


Terapi wicara: tidak dilakukan

14

3.

Okupasi terapi

Melatih keterampilan dalam melakukan aktivitas sehari-hari


4.

Sosiomedik :
a.

Motivasi

dan

edukasi

keluarga

Motivasi

dan

edukasi

keluarga

tentang penyakit penderita


b.

untuk membantu dan merawat penderita dengan selalu berusaha


menjalankan program di RS dan Home program
5.

Ortesa-Protesa

Memfasilitasi ambulasi dengan penggunaan kursi roda


6.

Psikologi

Psikoterapi suportif untuk mengurangi kecemasan keluarga


VII.

IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP


Impairment : Paraplegi inferior, BAB dan BAK tak terkontrol
Disability

: Penurunan fungsi anggota gerak bawah

Handicap : Keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan kegiatan sosial


yang terhambat
VIII.

TUJUAN
1.

Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat


waktu perawatan

2.

Mencegah

terjadinya

komplikasi

yang

dapat

memperburuk keadaan
3.

Meminimalkan impairment, disability dan handicap

4.

Membantu penderita sehingga mampu mandiri


dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

5.
IX.

Edukasi perihal home exercise

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad malam

Ad sanam

: dubia ad malam
15

Ad fungsionam

: dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

16

Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh luka atau
penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis.
Pada luka medulla spinalis tulang belakang, biasanya rusak di suatu tempat di
sepanjang tulang belakang tersebut akan sembuh, tetapi jaringan saraf pada medulla
spinalis tidak dapat sembuh. Kerusakan saraf inilah yang menyebabkan kehilangan
permanent pada fungsi dan berakibat pada kondisi yang disebut paraplegia.
II. DEFINISI
Paraplegia adalah kondisi dimana bagian bawah tubuh (extremitas bawah)
mengalami kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal pada
medulla spinalis.
III. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medulla spinalis dalam setahun di
Amerika Serikat, terutama pada pria muda yang belum menikah. Dari jumlah di atas,
penyebab terbanyak karena kecelakaan mobil. Diikuti karena terjatuh, luka tembak
dan cedera olah raga. Penyebab non traumatic yang paling sering menyebabkan
paraplegi adalah tumor tulang belakang.
IV. PENYEBAB
Penyebab yang paling umum dari kerusakan medulla spinalis adalah :
1. Trauma
Seperti kecelakaan motor, jatuh, luka ketika berolahraga (khususnya menyelam ke
perairan dangkal), luka tembakan dan juga bisa karena kecelakaan rumah tangga.
2. Penyakit

Motorneuron disease : keluhan berupa kelemahan otot, seperti pada otot


yang cepat letih dan lelah, yaitu pada jari-jari tangan.

Polimiositosis bilateral : keluhan berupa kelemahan / keletihan pada otot


otot disertai mialgia ataupun sama sekali bebas nyeri atau rasa pegal/ linu /
ngilu. Polimiositosis juga dapat menyebabkan kelemahan keempat anggota
gerak.

Poliradikulopatia / polineuropatia bilateral : keluhan berupa kelemahan otot


otot tungkai.

Miopatia bilateral : keluhan berupa tidak dapat mengangkat badannya untuk


berdiri dari sikap duduk taupun sikap sujud.

17

Distropia bilateral : kelemahan otot sesuai dengan penyakit herediter


umumnya, yaitu sejak kecil.

Sindroma Miastenia Gravis : dimulai dengan adanya ptosis unilateral atau


bilateral.

V. GAMBAR ANATOMI
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang dikelompokkan menjadi :

7 vertebra cervical atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk.

12 vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian


belakang thoraks atau dada.

5 vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal atau
pinggang.

5 vertebra sacralis atau ruas tulang selangkang membentuk sacrum.

4 vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang koksigeus.

18

VI. DIAGNOSA
1. ANAMNESA
1. Bagaimana kekuatan otot pada extremitas bawah ?
2. Bagaimana rasa rasa yang dialami pada extremitas bawah ? Apakah
merasa seperti tebal atau kesemutan ?
3. Bisa buang air kecil atau tidak ?
4. Bisa buang air besar atau tidak ?
5. Apakah pernah kecelakaan / jatuh yang mengenai tulang belakang ?

19

6. Tumor ? Infeksi ? Gangguan vaskuler ?

2.PEMERIKSAAN
a. Inspeksi
Pasien dalam kondisi berbaring
b. Palpasi

Sistem Motorik

Penilaian kekuatan otot merupakan salah satu pemeriksaan yang harus dilakukan
pada pemerikasaan paraplegi. Kekuatan otot dapat diperiksa baik pada waktu otot
melakukan suatu gerakan (power, kinetik) atau pada waktu menahan atau
menghambat atau melawan gerakan (statik). Kadang kelemahan otot baru diketahui
bila penderita disuruh melakukan serentetan gerakan pada satu periode (endurance).
Untuk melakukan pemeriksaan kekuatan otot harus diketahui fungsi masing
masing otot yang diperiksa.
Pada paraplegia didapatkan kekuatan otot yang menurun pada kedua tungkai.
Penilaian kekuatan otot :
Nilai
0
1
2

Kontraksi
Persentase
Tidak ada
Ada, tanpa gerakan yang nyata
0 10 %
Dapat menggeser / menggerakkan lengan tanpa11 25 %

beban dan tahanan


Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat dan26 50 %

4
5

tanpa tahanan
Dapat mengangkat lengan dengan tahanan ringan 51 75 %
Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat76 100 %
dengan beban tahanan berat
Sistem Sensorik

Untuk menentukan level dari paraplegia terutama digunakan sistem sensoris, bukan
motoris.

20

21

Defisit sensorik pada sindrom paraplegia karena trauma, gangguan spinovaskuler,


proses autoimunologik atau proses maligna, satu atau beberapa segmen medulla
spinalis rusak sama sekali. Lesi yang seolah memotong medulla spinalis dinamakan
lesi transversal. Bilamana lesi transversal berada di bawah Intumesensia
servikobrakialis, maka timbulah paralysis kedua tungkai (paraplegia) yang disertai
hiperstesia pada permukaan badan dibawah tingkat lesi (hiperstesia paraplegia).
Pada paraplegia spastika ada batas defisit sensorik sedangkan pada paraplegia
flaksida tidak memperlihatkan batas defisit sensorik yang jelas.

Refleks
22

Pada kelumpuhan lower motor neuron (LMN) tidak menunjukkan reflek patologis
sedangkan pada kelumpuhan Upper Motor Neuron menunjukkan refleks patologis.
a. Reflek Superficial
1. Reflek Kulit Dinding Perut
Kulit dinding perut digores dengan ujung gagang palu refleks atau ujung kunci.
Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini
yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi
lesi di susunan piramidal.
2. Reflek Kremaster dan Reflek Skrotal
Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci terhadap
kulit bagian medial akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral. Refleks kremaster
menghilang pada lesi di segmen L I II, juga pada usia lanjut.
3. Reflek Gluteal
Refleks ini terdiri dari gerakan reflektorik otot gluteus ipilateral bilamana digores
atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks. Refleks gluteal
menghilang jika terdapat lesi di segmen L IV S I.
4. Reflek Anal Eksterna
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan penggoresan atau ketukan terhadap kulit atau
mukosa daerah perianal.
5. Reflek Plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan ekstansi serta
pengembangan jari jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.
b. Reflek Patologik
Reflek patologik yang sering diperiksa di dalam klinik ialah Ekstensor Plantar
Response atau tanda Babinski.
Metode-metode Perangsangan :
1. Refleks Chaddock
Penggoresan terhadap kulit dorsum pedis pada bagian lateralnya atau penggoresan
terhadap kulit di sekitar malcolus eksterna.

2. Refleks Oppenheim
Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari
tangan terhadap kulit yang menutupi os. telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit
yang menutupi os. tibia atau pengurutan itu dilakukan dengan menggunakan sensi
interfalangeal jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang mengepal.

23

3. Refleks Gordon
Cara membangkitkan Ekstensor Plantar Response ialah dengan menekan betis secara
keras.

4. Refleks Scaeffer
Cara membangkitkan respon tersebut adalah dengan menekan tendon Achilles secara
keras.

5. Refleks Gonda
Respon patologik tersebut diatas timbul pada penekukan (plantar fleksi) maksimal
dari jari kaki keempat.

6. Refleks Bing
Dibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal kelima.

c. Perkusi
1. Refleks otot dinding perut (bagian atas T8-9, tengah T9-10, bawah T11-12)
Sikap
:
Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan lurus di samping badan.
Stimulasi :
Ketukan pada jari yang ditempatkan pada bagian atas, tengah dan bawah dinding
perut.
Respons :
Otot perut yang mengganjal.
2. Refleks tendon lutut (L 2-3-4, N. Femoralis)
24

Sikap
:
Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung
Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan di lantai
Pasien berbaring terlentang dengan tungkainya difleksikan di sendi lutut
Stimulasi :
Ketukan pada tendon Patella
Respons :
Tungkai bawah berekstensi
3. Refleks Biseps Femoralis (L4-5,S1-2, N.Ischiadicus)
Sikap
:
Pasien berbaring terlentang dengan tungkai ditekuk ke lutut.
Stimulus :
Ketukan pada jari di pemeriksa yang ditemoatkan pada tendon
M. Biseps
femoralis
Respons :
Kontraksi M.biceps femoralis
4. Refleks Tendon Achilles (L5,S1-2, N.Tibialis)
Sikap
:
1. Tungkai ditekuk di sendi dan kaki didorsofleksikan
2. Pasien Berlutut dengan kedua kaki bebas
Stimulus :
Ketukan pada tendon Achilles
Respons :
Plantarfleksi kaki
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a)
b)

RO

Laboratorium :

: Ditemukan fraktur vertebrae

Darah : Tidak spesifik


Urine : Ada infeksi, sehingga leukosit dan eritrosit meningkat

VII. PENGOBATAN
a. Obat
Jika terjadi contasio / transeksi / kompresi medulla spinalis, maka dapat kita terapi
dengan :

25

Metyl Prednisolon 30 mg/kg BB bolus intravena selama 15 menit, dilanjutkan


dengan 5,4 mg/kg BB 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil optimal
bila pemberian dilakukan < 8 jam onset.

Tambahkan profilaksis strees ulkus : Antacid / antagonis H2.

Sedangkan apabila terdapat comotio medulla spinalis fraktur atau dislokasi tidak
stabil harus disingkirkan. Jika pemulihan sempurna, pengobatan tidak diperlukan.
Antibiotik pada umumnya untuk menyembuhkan infeksi saluran kemih.
b. Fisioterapi
Terdiri dari :

Alat bantu

Pada penyakit paraplegia, kita dapat menggunakan alat bantu terapi yang dinamakan
Giger MD. Dimana merupakan suatu terapi dinamis koordinasi yang efisien untuk
melatih pasien dengan lesi CNS.

Pemanasan

Dengan air hangat atau sinar.

Latihan

Disebut dengan Range Of Motion (ROM) untuk mengetahui luas gerak sendi.
c. Operasi
Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization (Instrumen Harrison) yaitu
mengguakan batang distraksi baja tahan karat untuk mengoreksi dan stabilisasi
deformitas vertebra.

26

Prinsip dasar teknik Harrison dalam perawatan trauma deformitas spinal adalah
adanya kemauan dan dukungan dari pasien mengikuti rehabilitasi sejak dini dan
untuk mencegah deformitas yang lebih parah.
Tindakan operasi diindikasikan pada kasus :

Reduksi terbuka pada dislokasi

Cedera terbuka dengan benda asing atau tulang dalam canalis spinalis

Lesi parsial medulla spinalis dengan hemamielia yang progresif

Dapat juga kita lakukan tindakan segera pada cedera medulla spinalis, tujuannya
adalah mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis yang diperburuk
dengan penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hypoxia pada jaringan
saraf yang sudah terganggu, yaitu :

Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan

Beri bantal, guling atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah
pergeseran

Tutupi dengan selimut untuk menghindari kehilangan hawa panas badan

Bawa pasien ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas penanganan kasus


cedera medulla spinalis

d. Saran

Perawatan vesica urinaria dan fungsi defekasi

27

Perawatan kulit untuk menghindari terjadinya ulcus dekubitus

28

Nutrisi yang adekuat

Control nyeri : analgetik, obat anti inflamasi non steroid, anti konvulsi,
codein, dll.

e. Psikoterapi sangat penting, terutama pada pasien yang mengalami sekuel


neurologist berat dan permanen.
.

DAFTAR PUSTAKA
Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Neurologi Klinis
Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. Hal : 20 27, 35, 85.
29

Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. Neurologis Klinis dalam Praktek Umum. Hal 7
Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Hal :
115 131, 434 443.

30

Anda mungkin juga menyukai