PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak bagi setiap orang karena tanpa kesehatan yang baik,
manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan).
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif),
pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) oleh
pemerintah dan/atau masyarakat secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan
(UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Konsep upaya kesehatan ini menjadi
pedoman bagi semua fasilitas layanan kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.
Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan tingkat lanjutan memiliki tugas dalam
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dengan tugas yang
diberikan, maka rumah sakit memiliki fungsi dalam hal pengobatan, pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan perorangan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
sumber daya manusia, hingga penelitian dan pengembangan (UU No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit).
Penyediaan rumah sakit pada era Sistem Kesehatan Nasional, berkaitan erat
dengan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai
penanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan masyarakat khususnya di bidang
kesehatan. Keterjaminan pembiayaan, pembinaan dan pengawasan, serta penyediaan
tenaga kesehatan hingga alat kesehatan menjadi hal yang penting dalam mendukung
pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit (UU No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit).
2
Sehingga dengan adanya keterkaitan dalam penyediaan layanan kesehatan baik
dari rumah sakit hingga pemerintah sebagai regulator, diharapkan dapat saling
mendukung keberlangsungan pelayanan kesehatan yang adil dan merata bagi
masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
B. Tujuan
Dengan kegiatan yang terbimbing di Rumah Sakit, diharapkan peserta didik dapat
mencapai tujuan sebagai berikut
1. Mengetahui Manajemen Rumah Sakit, koordinasi antar sistem kesehatan, dan
sistem rujukan di RSUD Karanganyar
2. Mengetahui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi mengenai
infeksi nosokomial dan pengobatan irrasional di RSUD Karanganyar
3. Mengetahui pelaksanaan sistem jaminan kesehatan di RSUD Karanganyar
4. Mengetahui prosedur dan pengelolaan informed consent dan rekam medis di
RSUD Karanganyar
5. Mengetahui prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan RSUD
Karanganyar
3
BAB II
PROFIL RSUD KARANGANYAR
4
B. Visi, Misi dan Motto
1. Visi
Rumah sakit pilihan masyarakat berstandar nasional.
2. Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang professional
b. Meningkatkan kompetensi dan komitmen Sumber Daya Manusia
c. Pemenuhan sarana prasarana sesuai kebutuhan masyarakat
d. Meningkatkan kemandirian, transparansi dan akuntable
e. Mengembengakan pelayanan unggulan
3. Motto
Sehat adalah keutamaan kami
C. Strategi
a) Strategi Internal
a. Semua komponen RSUD melaksanakan Visi dan Misi
b. Semua komponen RSUD membuat Kontrak Kinerja
c. Penyediaan sarana dan fasilitas pelayanan
d. Meningkatkan keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kesopanan
dan keramah tamahan
e. Pemberi insentif secara proporsional
f. Pelayanan cepat, akurat, aman, dan menyenangkan
g. Pelayanan pengaduan 24 jam
h. Pemberian layanan informasi 24 jam
i. Layanan apotik 24 jam
j. Layanan pembayaran pasien 24 jam
b) Strategi Eksternal
a. Promosi
b. Membuat website
c. Jejaring kemitraan
d. Bakti sosial
5
D. Struktur Organisasi
DIREKTUR
dr. Mariyadi
Pembina Tk. I (IV/b)
E. Fasilitas Kamar
6
g. AC
2. Fasilitas Kamar Kelas Utama
a. Tempat tidur bisa di stel
b. Kursi tunggu alas busa
c. Almari pasien
d. Meja kecil
e. TV 14 Inchi
f. Kamar mandi air panas dan dingin
g. Fan
3. Fasilitas Kamar Kelas I
a. Tempat tidur
b. Sekat Gorden
c. Kursi tunggu
d. Almari kecil
e. Kamar mandi air dingin
f. Fan
4. Fasilitas Kamar Kelas II
a. Tempat tidur
b. Sekat gorden
c. Almari kecil
d. Kamar mandi air dingin
5. Fasilitas Kamar Kelas III
a. Tempat tidur
b. Almari kecil
c. Kamar mandi air dingin
F. Fasilitas Umum
7
memakai daya listrik 1.200 KVA, dan generator berdaya 250 KVA dan 80 KVA
sebagai cadangan. Untuk pengolahan limbah, RSUD memakai IPAL &
insenerator, sehingga dapat menghemat pemakaian sumber daya air. Sedang
untuk operasional diluar, RSUD Karanganyar dilengkapi 2 unit mobil ambulan,
dan 1 unit mobil jenazah.
Beberapa fasilitas umum yang ada di lingkungan RSUD Karanganyar antara
lain: Bank Jateng, Masjid Asy-Syifa, taman, dan minimarket
G. Instalasi
8
m. Poli Paru
n. Poli Gizi
o. Klinik VCT
2. Instalasi Rawat Inap
9
3. Instalasi Gawat Darurat
Sesuai dengan visi RS untuk menjadi RS bertaraf Nasional yang
memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dengan menyediakan pelayanan
komprehensif bermutu tinggi, pelayanan Gawat Darurat hadir selama 24 jam
untuk melayani anda.< Semua fasilitas yang tersedia di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) RSUD Karanganyar dirancang khusus sesuai dengan fungsinya
untuk memenuhi kebutuhan anda akan pelayanan emergency.
Jenis pelayanan gawat darurat yang paling sering dilakukan :
a. Penanganan pasien sesak napas;
b. Penanganan serangan jantung/Payah Jantung;
c. Penanganan pasien tidak sadar
d. Penanganan pasien kecelakaan
e. Penanganan pasien cidera, Mis. cedera tulang, cidera kepala, dll.
f. Penanganan pasien dengan pendarahan
g. Penanganan kasus Stroke
h. Penanganan pasien kejang dan kejang demam pada anak
i. Penanganan pasien dengan luka-luka
j. Penanganan pasien keracunan
k. Penanganan pasien dengan sakit perut hebat
l. Penanganan medis korban bencana / disaster
1) Pemeriksaan :
a) Pada saat masuk IGD, Perawat akan mengantar pasien ke tempat
pemeriksaan dan menanyakan tentang gejala/gangguan yang
diderita,memeriksa nadi,tekanan darah, suhu tubuh, dll.
b) Petugas administrasi akan menanyakan mengenai data identitas,
nomor rekam medik dan kartu asuransi (bila ada)
c) Anda akan diperiksa Dokter Jaga. Berikan informasi yang sejelas-
jelasnya agar segera diketahui penyakit/gangguan yang dialami.
10
2) Penunjang Medis :
a) Dokter Jaga dapat meminta dilakukan pemeriksaan Laboratorium,
Foto Rontgen, USG, EKG dll, dalam rangka menegakkan diagnosa.
b) Beberapa pemeriksaan membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam sehingga
pasien harus menunggu sebelum diberikan pengobatan.
3) Penanganan :
a) Penanganan emergency akan segera dilakukan Dokter Jaga
sedangkan penanganan definitif setelah diagnosis ditegakkan.
b) Bila pasien memerlukan perawatan lanjutan maka akan ditempatkan
pada Ruang Perawatan Umum atau Ruang Intensif tergantung
keadaan pasien
c) Pasien/keluarganya akan diminta persetujuan perawatan untuk kamar
perawatan dan Dokter yang akan merawat
d) Pasien yang tidak memerlukan perawatan akan dipulangkan setelah
mendapatkan pengobatan
11
5. Instalasi Bedah Sentral
Instalasi Bedah Sentral merupakan instalasi yang melakukan pelayanan
pembedahan baik yang bersifa segera (Cito) ataupun terencana (elektif).
a. Bedah Umum seperti laparatomi, prostat, hernia, apendiksitis, dll.
b. Bedah Mata seperti katarak, glukoma, trauma, dll.
c. Bedah THT seperti operasi sinus, keunggulan kami dalam bidang ini adalah
kami telah dapat melakukan operasi tympanoplasty karena telah tersedia
peralatan pendukung tindakan tersebut.
d. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Instalasi Bedah Sentral RSUD Kabupaten Karanganyar telah
dilengkapi dengan alat Endoskopi dan Laparaskopi. Sehingga dapat
melakukan pemeriksaan operasi dengan perlukaan yang minimal sehingga
dapat mengurangi risiko infeksi dan secara estetika bekas luka dapat
minimal atau hampir tidak terlihat.
12
e. Traksi Lumbal dan Cervical
f. Exercise Therapy
g. Manipulasi Therapy
h. Parafin Bath
i. Perawatan Gymnasium
7. Unit Elektromedik
Instalasi ini didukung bermacam peralatan untuk melayani antara lain:
a. Densitometri, digunakan untuk mendeteksi keropos tulang (Osteoporosis)
lebih dini
b. Brain Mapping, merekam aktifitas otak. Digunakan antara lain untuk:
pemeriksaan kejang, nyeri kepala kronis, susah konsentrasi
c. Transcranial Doppler, untuk mendeteksi pembuluh darah otak
d. Electroencephalogram (EEG)
e. Audiometri
f. Treadmill
g. Electrocardiogram (EKG)
8. Instalasi Radiologi
Instalasi Radiologi merupakan instalasi ayng bertanggung jawab
memberikan pelayanan radiodiagnostik pasien RSUD Karanganyar. Instalasi
Radiologi selain melayani pemeriksaan pasien dalam instalasi ini juga
menerima pasien rujukan dari dokter praktek ataupun rumah sakit lain di
sekitar Kota Karanganyar.
Didukung dengan peralatan Pesawat X-Ray General, X-Ray Panoramic
dan alat USG Umum. Instalasi Radiologi dapat melakukan pelayanan:
a. Pemeriksaan Radiodiagnostik non kontras maupun dengan kontras.
b. Pemeriksaan gigi Panoramik.
Pemeriksaan USG Penyakit Dalam, Bedah, Kandungan, Anak dan Soft
Tissue.
9. Instalasi Laboratorium
13
Instalasi Laboratorium merupakan instalasi yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan pemeriksaan laboratorium klinik pasien RSUD
Karanganyar. Instalasi Laboratorium selain melayani pemeriksaan pasien
rumah sakit, instalasi ini juga menerima pasien rujukan dari dokter praktek
ataupun rumah sakit lain di sekitar Kota Karanganyar.
Pelayanan yang dapat dilakukan di Instalasi Laboratorium adalah:
a. Pemeriksaan Darah Rutin
b. Pemeriksaan Kimia Darah
c. Pemeriksaan Serologi
d. Pemeriksaan Urin
e. Pemeriksaan Feses
14
f. Bahan Radiologi
g. Alat Fisioterapi
Instalasi Farmasi memberikan pelayanan selama 24 jam perhari kepada
pasien Rawat Jalan, pelayanan Rawat Inap dan IGD. Pelayanan yang ada di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar antara
lain:
a. Proses pengemasan kembali obat
b. Pelayanan informasi obat.
c. Pelayanan farmasi klinis.
15
BAB III
1. Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien. Isi rekam medis berbeda-beda sesuai
dengan pelayanan kesehatan/kondisi pasien saat datang ke rumah sakit, yaitu
rekam medis untuk pasien rawat jalan (RJ), rawat inap (RI), kegawatdaruratan
dan bencana. Isi rekam medis pasien rawat jalan dan rawat inap memiliki
kesamaan yaitu memuat identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis,
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis, diagnosis, rencana
penatalaksanaan, pengobatan dan/atau tindakan, pasien dengan kasus gigi
dilengkapi dengan odontogram klinik. Rekam medis pasien rawat inap
ditambahkan data tentang persetujuan tindakan, catatan observasi klinis dan
hasil pengobatan, ringkasan pulang.
16
4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi kesehatan,
entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian
17
4) Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
5) Penelitian, pendidikan dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien
18
2) Complete
3) Clear
Catatan harus jelas, mudah dibaca, Uraian harus jelas, dan mudah
dimengerti.
5) Bentuk Catatan
c) Lembaran grafik
g) Resume keluar
19
h) Lembaran kontrol istimewa
k) Identitas bayi
a) Coding
b) Indexing
a) Sentralisasi
Kebaikan:
20
- Mudah menerapkan sistim unit record
Keburukan:
b) Desentralisasi
Kebaikan:
Keburukan :
- Duplikasi pembuatan RM
21
dilakukan pencacahan dokumen dengan saksi berita acara pemusnahan
dokumen.
b. Kepesertaan
22
Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN
dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f
yang menerima Upah
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima
Upah,
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk
warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun;
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan
huruf e yang mampu membayar Iuran.
23
4) Penerima pensiun terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b) Anggota TNI dan Anggota Polti yang berhenti dengan hak
pensiun;
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d
yang mendapat hak pensiun.
5) Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
1) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
2) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria:
1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan
2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal.
6) Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain.
7) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar
negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
c. Syarat pendaftaran
Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
d. Lokasi pendaftaran
Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.
e. Prosedur pendaftaran Peserta
1) Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS
24
Kesehatan.
2) Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat
mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
3) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan
keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan
f. Hak dan kewajiban Peserta
1) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak
mendapatkan a) identitas Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan
di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
2) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan
berkewajiban untuk: a. membayar iuran dan b. melaporkan data
kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan
identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
g. Masa berlaku kepesertaan
1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang
bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta
2) Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran
atau meninggal dunia
3) Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh
Peraturan BPJS.
h. Pentahapan kepesertaan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap,
yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit
meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di
lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT
Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan
pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya
tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai
Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
25
B. Kegiatan dan Materi Hari Kedua
Kegiatan dokter muda pada hari kedua di RSUD Karanganyar
dilaksanakan pada hari Jumat, 7 Oktober 2016 pukul 08.00 WIB. Kegiatan diisi
bimbingan oleh dr. Ambar dengan materi Pengobatan Irasional.
Materi pada hari kedua akan dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
1. Pengobatan Irrasional
Penggunaan obat disebut irrasional jika kemungkinan dampak negatif
yang diterima pasien lebih besar daripada manfaatnya.Penggunaan obat
dikatakan rasional jika dilakukan secara tepat baik tepat diagnosis, tepat
indikasi penyakit, tepat pemilihan jenis obat, tepat dosis, tepat cara pemberian,
tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian, tepat informasi
penggunaan, tepat penilaian kondisi pasien, dan tepat tindak lanjut.
Kategori penggunaan obat irrasional yaitu:
a. Peresepan berlebih (overprescribing)
Jika memberikan obat yang sebenarnya kurang diperlukan untuk
penyakit yang bersangkutan dan pemberian obat dengan dosis dan jumlah
yang lebih besar daripada yang dianjurkan untuk pengobatan penyakit.
26
Jika pemberian obat yang tidak sesuai atau indikasinya keliru, untuk
kondisi yang kontraindikasi pemberian obat, yang memberikan risiko efek
samping lebih besar, dan apabila pemberian informasi mengenai obat
kepada penderita tidak tepat.
e. Dispensing
Jika pemberian obat tidak mempertimbangkan kondisi medis pasien,
faktor genetik dan lingkungan sekitar pasien
f. Extravagant-prescribing
Jika meresepkan obat yang harganya mahal sementara tersedia obat
sejenis yang lebih murah dengan kualitas sama dan jika lebih memilih
mengobati pasien berdasarkan tiap gejala daripada memberikan pengobatan
berdasarkan satu penyakit yang kemungkinan menyebabkan munculnya
gejala-gejala.
27
Upaya untuk mengatasi penggunaan obat irrasional dapat dilakukan
langkah sebagai berikut:
a. Upaya manajerial
Dilakukan pengendalian kecukupan obat melalui sistem informasi
manajemen obat sehingga setiap penggunaan dan permintaan obat oleh unit
pelayanan kesehatan dapat terpantau dan kecukupan obat dapat
dikendalikan dengan baik
b. Perbaikan sistem suplai
Dibentuknya formularium rumah sakit dimana obat yang paling
dibutuhkan oleh sebagian besar pasien dapat tersedia setiap saat dengan
harga yang terjangkau.
c. Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat
Disediakan buku pedoman pengobatan dan formulir resep dengan
jumlah R/ yang terbatas
d. Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di
Rumah Sakit
Memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan dan menerapkan
penggunaan obat yang rasional di Rumah Sakit.
e. Informasi harga
28
a. Definisi infeksi nosokomial
Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul
pada waktu pasien dirawat di rumah sakit (hospital acquired infection).
Bagi pasien di rumah sakit ia merupakan persoalan serius yang dapat
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.
Infeksi ini dapat berasal dari: dokter, perawat, dan penderita lain sebagai
carrier, penderita sendiri sebagai flora normal tubuh, dan lingkungan yang
tercemar.
b. Kriteria infeksi nosokomial
Kriteria suatu infeksi dapat digolongkan menjadi infeksi nosokomial
apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
29
2) Faktor Eksogen
a) Kontak langsung antar pasien
b) Melalui udara / air
c) Petugas kesehatan (carrier)
d) Objek yang terkontaminasi
e) Lama pasien dirawat di rumah sakit
d. Cara penularan infeksi nosokomial:
Penularan infeksi silang (cross infection)
a) Airborne
Penularan penyakit melalui udara, baik yang berupa bintik
percikan di udara (airborne droplet nuclei, ukuran 5 pm atau lebih
kecil) atau partikel debu yang berisi agen infeksi. Organisme yang
ditularkan dengan cara ini dapat menyebar secara luas bersama
dengan aliran udara. Penyakit yang masuk kategori ini antara lain
tuberkulosis, varisela, campak.
Penanganan penularan penyakit melalui udara:
30
mukosa hidung, mulut atau konjungtiva mata dari orang yang
rentan. Droplet (percikan besar) dapat terjadi pada waktu seseorang
berbicara, batuk, bersin, ataupun pada waktu pemeriksaan jalan
napas seperti intubasi atau bronkoskopi.
Penularan melalui droplet berbeda dengan transmisi airborne
karena pada transmisi droplet memerlukan kontak yang dekat
antara sumber dan penerima penularan, karena patogen tidak dapat
bertahan lama diudara.
Contoh penyakit yang ditularkan melalui droplet adalah
meningococcal meningitis, meningitis atau pneumonia
pneumokokkal, pertussis, influenza, dsb. Pasien harus ditempatkan
di kamar tersendiri, bila tidak tersedia pasien dengan penyebab
mikroorganisme infeksi yang sama dapat dirawat di ruang yang
sama atau cohort (bangsal umum).
c) Kontak langsung
Penyakit yang secara epidemiologis penting dan ditularkan
melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke
kulit) yang terjadi selama perawatan rutin atau kontak tak langsung
(persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien.
Contoh penyakit / keadaan yang rnemerlukan kewaspdaan
kontak adalah infeksi atau kolonisasi bakteri yang multidrug
resistens colitis Clostridium, infeksi kulit, scabies, impetigo, dsb.
Sebagai pencegahan sarung tangan harus dipakai terhadap kontak
tubuh dan bahan dari tubuh.
31
terhadap infeksi. Tanda dan gejala dari IADP adalah demam >38C,
hipotensi, serta menggigil. Diagnosis IADP menggunakan 2 kali kultur
darah pada waktu yang berbeda.
Hasil dari pantauan di RSUD Karanganyar kejadian paling sering
adalah phlebitis pada pemasangan IV kateter di perifer.
32
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bawah. Tanda
dan gejala pneumonia dapat berupa salah satu dari ronki basah,
munculnya sputum purulen, isolasi kuman positif pada biakan darah,
adanya infiltrat, efusi pleura, dsb. Faktor risiko pneumonia adalah
instrumentasi sistem saluran nafas (endotrakeal tube, ventilasi
mekanis, trakeostomi), tindakan operasi bagian thorax, intubasi lama,
dan penyakit paru obstruksi menahun. Infeksi saluran nafas yang
terjadi dua hari setelah penggunaan ventilator disebut ventilator
associated pneumonia (VAP).
Hasil pantauan di RSUD Karanganyar untuk VAP tergolong
rendah, hal ini dikarenakan penggunaan ventilator masih jarang.
Pencegahan VAP bisa dilakukan dengan cuci tangan, penggunaan
APD, desinfeksi alat nebulasi dan bantuan pernafasan tiap 24 jam, dan
posisi semi-recumbent (45) pada pasien.
33
keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial,
meyakinkan para klinisi tentang masalah yang memerlukan
penganggulangan, memenuhi standar pelayanan rumah sakit.
Pengukuran yang dilakukan pada program surveilans berupa:
3) Kontrol lingkungan
g. Tatalaksana umum infeksi nosokomial
1) Evakuasi faktor risiko penyebab infeksi
2) Isolasi
3) Pemberian antibiotik: profilaksis, empirik, definitif
34
Oleh karena itu fasilitas fisik, medis, peralatan lainnya, dan sumber daya
manusia harus dikelola secara efektif. Manajemen Rumah Sakit harus
berusaha untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko,
mencegah kecelakaan dan cedera, memelihara kondisi yang aman.
35
b. Mengirimkan sampel air bersih ke Laboratorium Dinas
Kesehatan Kabupaten Karanganyar dengan frekuensi
pengiriman sebanyak 12 kali setahun.
a. Pemeriksaan Harian :
- Pemeriksaan parameter fisik, bau, dan fungsi mesin.
b. Pemeriksaan Bulanan :
Mengirimkan sampel air limbah inlet dan outlet IPAL
ke BTKL Yogyakarta sebanyak 12 kali
3. Pengelolaan sampah
36
- Spuite ditampung di safety box
5. Sanitasi makanan
37
b. Pemeriksaan usap alat makan.
7. Infeksi nosokomial
38
11. Pemantauan penyehatan udara
39
b. Pemeriksaan terhadap fungsi peralatan bantu yang terdapat
dalam fasilitas toilet yang dilakukan setiap hari.
18. Ketenagaan
Langkah HIRADC:
1. Identifikasi bahaya
2. Penilaian risiko
3. Pengendalian risiko
Menilai risiko:
o Kemungkinan (probability
40
Suatu kejadian akan terjadi pada semua
Hampir pasti akan
5 kondisi/setiap kegiatan yang akan
terjadi
dilakukan
Suatu kejadian mungkin akan terjadi
Cenderung untuk pada hampir semua kondisi
4
dapat terjadi
o Keparahan (Severity)
PROBA SEVERITY
41
BILITY 1 2 3 4 5
Keterangan :
E : Extrim Risk, memerlukan penanganan /tindakan segera
H : High Risk, memerlukan perhatian pihak senior manajemen
M : Medium, harus ditentukan tanggung jawab manajemen
terkait
L : Low Risk, Kendalikan dengan prosedur rutin & inspeksi K3
3. Patient Safety
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes,
2011).
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi : Assesment Risiko, Identifikasi dan Pengelolaan Risiko
(Laporan dan Analisa), Pelaporan dan analisis insiden, Belajar dari Insiden
(Tindak Lanjut dan Implementasi Solusi).
42
Standar keselamatan pasien rumah sakit ini mengacu pada Hospital
Patient Safety Standarts yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, USA tahun 2002, yang meliputi :
1. Hak pasien
43
4. Risiko klinis menurun.
5. Keluhan berkurang.
44
Komunikasi langsung menggunakan prosedur SBAR saat operan jaga,
serah terima pasien di ruangan termasuk alih rawat oleh dokter maupun
petugas lain.
Situation
Background
Assesment
Recommendation
c. Obat narkotika
d. Obat kemoterapi
45
Resep narkotika dan elektrolit pekat ditulis oleh dokter akan
digarisbawah tinta merah oleh farmasis untuk memastikan obat diawasi
dengan benar sesuai aturan yang berlaku.
46
menyelenggarakan Tata Kelola RS dan Tata Kelola Klinik yang baik. Tata
Kelola RS yang baik dikatakan dari Manajemen yang dilaksanakan oleh RS
berdasarkan pada prinsip-prinsip transparasi, akuntabilitas, independen,
responsibilitas, serta kesetaraan dan kewajaran. Sedangkan Tata Kelola Klinik
yang baik didasarkan pada penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi
kepemimpinan klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan
kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,
pengembangan profesional dan akreditasi rumah sakit.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar merupakan rumah
sakit daerah milik pemerintah Kabupaten Karanganyar dengan
pertanggungjawaban pelaporan ke bupati Karanganyar melalui sekretaris
daerah kabupaten Karanganyar. Sistem pengelolaan di RSUD Karanganyar
sudah menerapkan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sesuai
amanat Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang
mengatakan bahwa rumah sakit daerah dikelola dengan menerapkan PPK-
BLUD. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah yang
memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, dalam hal ini segala upaya
pengambilan keputusan diselenggarakan oleh instansi tersebut sehingga
pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
Penerapan BLUD ini memiliki fleksibilitas dalam penyelenggaraan RS
dalam hal :
1 Merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumberdaya yang
dibutuhkan
2 Pengelolaan belanja BLUD diselenggarakan secara fleksibel
berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan
jumlah pengeluaran
3 Pengelolaan kas BLUD
4 Pengadaan barang/jasa oleh BLUD (prinsip efisiensi dan ekonomis)
5 Sistem informasi manajemen keuangan
Dalam BLUD diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga
profesional non PNS sebagai tenaga honorer yang kemudian bisa diangkat
sebagai pegawai tetap. BLUD juga memiliki kesempatan untuk memberi
imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Berbeda dengan RS
47
Non-BLUD yang mana pegawainya harus PNS ataupun non-PNS yang sudah
terdaftar sebagai pegawai di Pemda setempat.
Perbedaan lain dari segi pengelolaan keuangan, RS BLUD dapat
mengatur sendiri pendapatan dan pengeluarannya, sedangkan RS Non-BLUD
dalam hal penentuan tarif merupakan hasil keputusan yang tercantum dalam
Perda setempat (atas usulan RS tersebut), kemudian seluruh pendapatan yang
didapatkan oleh RS Non-BLUD harus disetorkan ke dalam Penghasilan Asli
Daerah (PAD) yang kemudian seluruh dana tersebut dihimpun dan digabung
dengan pendapatan sektor-sektor lain. Terakhir dana tersebut diberikan lagi
kepada RS sesuai jumlah yang diajukan oleh Rumah Sakit.
Dalam hal pelaporan pertanggung jawaban keuangan RS, bukan berarti
BLUD tidak melakukan pelaporan keuangan kepada Pemda setempat.
Pengawasan operasional BLUD RSUD dilakukan oleh pengawas internal
(internal auditor yang berkedudukan langsung di bawah direktur). Sedangkan
evaluasi dan penilaian kinerja BLUD RSUD dilakukan setiap tahun oleh dewan
pengawas dan kemudian akan dilaporkan kepada bupati. Evaluasi dilakukan
terhadap aspek keuangan dan non keuangan yang bertujuan untuk mengukur
tingkat pencapaian hasil pengeloaan BLUD. Dalam pertanggung-jawabannya
kepada Pemda, RS harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang
digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan, agar
tetap dapat dievaluasi bahwa pelayanan yang diberikan telah sesuai mutu dan
standar.
Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewan
Pengawas adalah unit nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan
pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis
perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat. Dewan Pengawas
merupakan unit nonstruktural yang bersifat independen, dibentuk dan
bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari unsur pemilik Rumah Sakit,
organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat. Unsur
pemilik Rumah Sakit ditunjuk oleh pemilik Rumah Sakit. Unsur organisasi
48
profesi ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit setelah berkoordinasi dengan
organisasi profesi tenaga kesehatan. Unsur asosiasi perumahsakitan ditetapkan
oleh pemilik Rumah Sakit setelah berkoordinasi dengan asosiasi
perumahsakitan. Unsur tokoh masyarakat) merupakan tenaga ahli di bidang
perumahsakitan.
Keanggotaan Dewan Pengawas berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri
dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas dapat membentuk komite
audit atau Tim Ad-hoc.
5. Penanggulangan Bencana Rumah Sakit
Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengemukakan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. RSUD Karanganyar
dalam proses penanggulangan bencana melakukan pelayanan kesehatan di
dalam rumah sakit, tidak langsung terjun ke lapangan. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk integrasi pelayanan bersama institusi-institusi dan organisasi yang turun
langsung ke lapangan.
a. Penerapan Rencana Penatalaksanaan Korban Bencana Massal Rumah Sakit
Mengacu pada Pedoman Teknis Penganggulangan Krisis Kesehatan
Akibat Bencana yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun
2007, proses penerapan rencana penatalaksanaan korban bencana massal rumah
sakit meliputi penerimaan di rumah sakit dan pengobatan; penerimaan pasien;
hubungan dengan perugas lapangan; dan tempat perawatan di rumah sakit.
1. Penerimaan di Rumah Sakit dan Pengobatan
Di rumah sakit, struktur perintah yang jelas diperlukan dan
pelaksanaan triase harus menjadi tanggung jawab dari klinisi yang
berpengalaman.
49
a. Proses Penyiagaan
Pesan siaga dari pusat komunikasi harus disampaikan langsung
kepada Unit Gawat Darurat (melalui telepon atau radio).Kepala
penanganan korban massal yang ditunjuk di rumah sakit harus
mengaktifkan rencana penanganan korban massal dan memberi
instruksi kepada tenaga penolong yang dibutuhkan.
b. Mobilisasi
Tim Siaga Penanggulana Bencana di Rumah Sakit akan segera
diberangkatkan ke lokasi kejadian bila bencana terjadi di lokasi dalam
radius 20 menit dari rumah sakit. Jika lebih dari itu, tim hanya akan
diberangkatkan berdasarkan permintaan Tim Kesehatan
Daerah.Klausula di atas tidak berlaku ktika bencana yang terjadi
cenderung menimbulkan banyak korban (kecelakan pesawat terbang,
kebakaran di atas kapal).Tim harus segera diberangkatkan ke lokasi
kecelakaan tersebut.
50
2. Penerimaan pasien
a. Lokasi
Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah tempat di mana
triase dilakukan. Perihal tersebut dibutuhkan:
51
Tempat perawatan di rumah sakit berkaitan dengan triase. Triase
adalah tindakan pemilahan korban sesuai dengan kondisi penyakitnya,
perlukaannya, untuk mendapat label tertentu dan dikelompokkan untuk
mendapatkan pertolongan sesuai dengan kebutuhan dan kegawatannya.
Prinsip dasarnya adalah melakukan yang terbaik untuk sebanyak-
banyaknya korban.Perhatian dititikberatkan pada pasien atau korban
dengan kondisi medis paling urgent dan paling besar kemungkinannya
untuk diselamatkan.
52
suportif, sebaiknya ditempatkan di perawatan / bangsal yang telah
dipersiapkan untuk menerima korban kecelakaan massal.
5. Evakuasi Sekunder
Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung Rumah
Sakit terlampaui, atau korban membutuhkan perawatan khusus (seperti
bedah saraf), korban harus dipindahkan ke Rumah Sakit lain yang
menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita. Pemindahan seperti
ini dapat dilakukan ke Rumah Sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah
atau provinsi lain, atau bahkan ke negara lain.
Pelayanan medis spesialistik, seperti bedah saraf, mungkin
tersedia pada rumah sakit di luar area bencana.Namun, evakuasi medis
semacam ini harus dengan hati-hati dikontrol dan terbatas bagi pasien
yang memerlukan penanganan spesialistik yang tidak tersedia pada
area bencana. Kebijakan mengenai evakuasi harus distandardisasi
diantara tenaga kesehatan yang memberikan bantuan pemulihan di
area bencana, dan kepada rumah sakit yang akan menerima pasien.
Rumah sakit darurat yang dilengkapi petugas dan mandiri, dari
pihak pemerintah, militer, palang merah atau pihak swasta didalam
negeri atau dari negara tetangga yang memiliki kultur dan bahasa yang
sama, dapat dipertimbangkan penggunaannya dalam kasus yang
ekstrim tetapi lihat masalah yang potensial. Rumah sakit didaftarkan
sesuai dengan lokasi geografiknya, dimulai dari yang terdekat dengan
lokasi bencana.
53
Rumah Sakit memiliki tim / organisasi penanggulangan
bencana (Hospital Disaster Plan) yang terdiri dari IGD, pimpinan
disaster, tim evakuasi, tim pengamanan, tim logistik, tim penunjang
serta tim khusus. Tugas dari masing-masing tim adalah sebagai
berikut:
1. IGD bertugas untuk memberikan pertolongan medis pertama,
menentukan status kegawatdaruratan, menetukan penanganan
selanjutnya dan keputusan rujukan
2. Pimpinan disaster bertugas untuk mengoordinasikan semua bagian
rumah sakit dan berkoordinasi dngan pihak luar rumah sakit
sebagai bentuk upaya penanggulangan bencana yang integratif
3. Tim evakuasi bertugas untuk membawa pasien keluar dari gedung
rumah sakit untuk menyelamatkan diri serta menyelamatkan harta
benda pasien maupun rumah sakit ketika terjadi bencana di dalam
rumah sakit
4. Tim pengamanan bertugas untuk memberikan pengamanan jalur
trasnportasi dalam rumah sakit, lalu lintas ambulans dan
pengamanan lokasi bencana dari pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab.
5. Tim logistik yang terdiri dari petugas dapur dan laundry bertugas
untuk memenuhi kebutuhan logistik petugas kesehatan dan pasien
6. Tim penunjang terdiri atas penunjang medik dan umum. Tim
penunjang medik bertugas untuk memberikan bantuan medis dan
tim penunjang umum bertugas untuk memberikan bantuan yang
bersifat sifat umum seperti pemenuhan kebutuhan listrik atau
komunikasi
7. Tim khusus yang terdiri atas perawat kamar operasi bertugas untuk
mempersiapkan segala bentuk kebutuhan operasi, seperti kamar
operasi dan tenaga medis.
54
6. Sistem Rujukan
Sistem Rujukan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal (antar unit yang berbeda tingkatan,dari
tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke yang lebih tinggi atau
sebaliknya)maupun horizontal (antar unit yang setingkat
kemampuannya).Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai
kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.Pelayanan
kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan dasar yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat
praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan
kesehatan, dan rumah sakit pratama.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.Pelayanan kesehatan tingkat kedua
adalah pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis
atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan spesialistik.Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat
diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat
pertama.Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub
spesialistik. Penerapan dari sistem rujukan ini misalnya penderita yang sakit
memeriksakan diri ke puskesmas atau praktik dokter umum kemudian jika
tidak dapat tertangani dirujuk ke rumah sakit tipe C atau D, dan jika masih
belum dapat ditangani dirujuk ke rumah sakit tipe B atau A.Ketentuan pada
pelayanan kesehatan pertama, kedua, dan ketiga tersebut dapat dikecualikan
pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan
pasien, dan pertimbangan geografis.
Menurut jenisnya rujukan dibagi menjadi dua:
1. Rujukan Kesehatan
55
Rujukan ini adalah rujukan yang berkaitan dengan masalah
kesehatan dalam upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan derajat kesehatan (promotif). Sehingga rujukan ini berlaku
untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Rujukan kesehatan mencakup
rujukan teknologi, sarana dan operasional dalam hubungan
pengiriman, pemeriksaan bahan atau spesimen ke fasilitas yang lebih
mampu dan lengkap.
2. Rujukan Medik
Rujukan ini adalah rujukan yang berkaitan denganupaya
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Sehinggarujukan
ini berlaku untuk pelayanan kedokteran. Rujukan medik dibedakan
menjadi tiga jenis:
a. Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan,
tindakan operatif, dan lain-lain.
b. Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
56
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety).
Menteri Kesehatan RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008
tentang Rekam Medis. Depkes RI: Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087 Tahun 2010
tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Depkes RI:
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Depkes RI: Jakarta.
58
LAMPIRAN
59