Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistik dengan
mikrobiota rongga mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan
pertahanan pertama yang hampir tidak tertembus apabila sistem kekebalan
hospes dan pertahanan seluler berfungsi dengan baik. Apabila sifat
mikroflora berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya; apabila mukosa
mulut dan pulpa gigi terpenetrasi; apabila sistem kekebalan dan pertahanan
selular terganggu; atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka infeksi
dapat terjadi.1
Sejak zaman purbakala infeksi odontogenik termasuk salah satu
penyakit yang paling sering menyerang manusia. Hingga saat ini terutama di
negara berkembang, infeksi odontogenik masih tetap merupakan penyakit
yang banya dijumpai pada praktik dokter gigi.2
Infeksi odontogenik merupakan salah satu infeksi yang paling umum
dari rongga mulut. Dapat disebabkan oleh karies gigi. Dalam semua kasus
infeksi tersebut berasal dari mikroba mulut. Tergantung pada jenis, jumlah
dan virulensi dari mikroorganisme yang dapat menyebar ke jaringan lunak,
keras dan sekitarnya.6 Infeksi odontogenik selalu berasal dari berbagai macam
mikroba seperti bakteri aerob dan anaerob fakultatif.7

1.2 Tujuan penelitian


Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh mengenai infeksi
odontogenik berupa patofisiologi, klasifikasi, gambaran klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, prognosis serta pencegahan komplikasi lanjut
1.3 Manfaat Penelitian

1.

Manfaat aplikatif
Referat ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat
bagi dokter muda untuk mengetahui bagaimana gejala infeksi agar dapat
menegakkan diagnosis dengan tepat.

2. Manfaat bagi penulis


Bagi penulis, hasil referat ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tetang infeksi odontogenik, sehingga nantinya
penulis bisa ikut mengedukasi pasien untuk mencegah berlanjutnya
penyakit ini.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Gigi
Anatomi dasar gigi terdiri dari bagian mulut, sedangkabagian akar
terbenam di dalam tulang rahang dan gusi.

Gambar 2.1 Anatomi Gigi

2.1 Definisi Infeksi Odontogenik


Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi
yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien
infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai
dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang
mengalami gangguan.8

Fistula

Selulitis

Abses intra oral


lebih
Atau jaringan lunak-kutis
serebral

Bakteremie-Septikemie

Acute-Chronic
Periapikal Infection

Osteomielitis

Infeksi Spasium
yang dalam

Ke
tinggi

spasium

yang
infeksi

Gambar 2.2 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenik


Sumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G,
Morton H Goldberg, James R hupp. 4th ed;Philadelphia,
W.B.Saunders C

Infeksi odontogenik merupakan infeksi dalam rongga mulut yang


disebabkan oleh jaringan keras gigi dan jaringan penyangga gigi (jaringan
periodontal). Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan
penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. 5
Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri
seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara
cepat ke sisi wajah lain.9

2.1.1 Klasifikasi Infeksi odontogenik10


I. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi

Bakteri

Virus

Parasit

Mikotik

II. Berdasarkan Jaringan

Odontogenik

Non-odontogenik

III. Berdasarkan lokasi masuknya

Pulpa (melalui pulpa yang mati)

Periodontal (Kerusakan jaringan penyangga)

Perikoronal (melalui jaringan lunak yang menutupi gigi pada gigi


yang belum/ tidak erupsi sempurna)

Fraktur

Tumor

Oportunistik

IV. Berdasarkan tinjauan klinis

Akut (terjadi segera setelah invasi kuman)

Kronik (terjadi beberapa hari kemudian, sebagai pertahanan aktif


untuk merangsang terbentuknya imun)

V. Berdasarkan spasium yang terkena

Spasium kaninus

Spasium bukal

Spasium infratemporal

Spasium submental

Spasium sublingual

Spasium submandibula

Spasium masseter

Spasium pterigomandibular

Spasium temporal

Spasium Faringeal lateral

Spasium retrofaringeal

Spasium prevertebral

2.1.2 Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi11


1.

Virulensi dan Quantity


Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis.
Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora
normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan
bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan
dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan
dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan
produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari

mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan


dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.
2.

Pertahanan Tubuh Lokal


Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier
anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya
bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini
dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang
nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya.
Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal
terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan
jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang
mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri.
Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri
normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam
tubuh host dan tidak menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri
tersebut berkurang akibat penggunaan antibiotik, organisme lainnya
dapat menggantikannya dan bekerjasama dengan bakteri penyebab
infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih berat.

3.

Pertahanan Humoral dan selular


Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan
cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri.
Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen.

Imunoglobulin

adalah

antibodi

yang

melawan

bakteri

yang

menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit.


Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit.
Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e
daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis.
Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi
dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan
berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang
spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik
seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance
(pertahanan terhadap tumor).
2.1.3 Tahapan Infeksi10
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka
menjalani resolusi:
1.

Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan


adonannya konsisten.

2.

Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak


kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin
dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.

3.

Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah


pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang

10

terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan


jaringan dan jaringan bakteri.

2.1.4 Patogenesis11,15
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap
abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut
yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri
dapat masuk ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut.
Pada abses rahang dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan
gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di
daerah

membran

periodontal

berupa

suatu

periodontitis

apikalis.

Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di


apikal

mengadakan

reaksi

membentuk

dinding

untuk mengisolasi

penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut


dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.
2.1.5 Macam-macam Infeksi odontogenik11
Macam-macam

infeksi

odontogenik

dapat

berupa

infeksi

dentoalveolar, infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium,


selulitis, flegmon, osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi
lebih lanjut.
2.1.6 Tanda dan Gejala12

11

1.

Adanya respon Inflamasi


Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi.
proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam
beberapa tanda :
A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan
peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya
aliran darah pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi
dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti
migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada
daerah luka.
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada
dinding lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F.

2.

Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

Adanya gejala infeksi


Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan
terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat
vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah
infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif
hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran
darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan

12

akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh


pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau
faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada
akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau
kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah
inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari
pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit
di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak.
Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras
tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan
jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran
kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi
kelenjar terjadi jika organisme

penginfeksi menembus

sistem

pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan


memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan
memerlukan insisi dan drainase.
2.2 Infeksi Jaringan Pulpa
2.2.1 Pulpitis
Pulpitis adalah suatu radang yang terjadi pada jaringan pulpa gigi
dengan gambaran klinik yang akut. Merupakan penyakit lanjut karena

13

didahului oleh terjadinya karies, hyperemia pulpa baru setelah itu menjadi
Pulpitis, yaitu ketika radang sudah mengenai kavum pulpa. Penyebab
Pulpitis yang paling sering ditemukan adalah kerusakan email dan dentin,
penyebab kedua adalah cedera.
Gejala : Pulpitis menyebabkan sakit gigi yang tajam luar biasa,
terutama bila terkena oleh air dingin, asam, manis, kadang hanya dengan
menghisap angina pun sakit. Rasa sakit dapat menyebar ke kepala, telinga
dan kadang sampai ke punggung.
Pemeriksaan fisik : Sondasi(+), Perkusi(-), Reaksi dingin, manis dan
asam (+),Pembesaran kelenjar (-) Rasa sakit tidak terus menerus, terutama
pada malam hari, rasa sakit tersebar dan tidak bias dilokalisasi, Rasa sakit
berdenyut khas, yaitu rasa sakit yang tajam dan dapat menjalar ke kepala
dan telinga kadang ke punggung
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan klinis.
Dalam hal ini dapat dilakukan beberapa pengujian :
- diberikan rangsangan dingin, asam, manis, Pasien terasa sakit sekali/sakit
bertambah menusuk. Rangsangan dingin, asam dan manis (+), Penguji
Pulpa Elektrik pada pengujian dengan alat penguji elektrik, pasien merasa
sangat nyeri, kadang belum tersentuh pun pasien terasa sangat nyeri
- Perkusi Dengan Pangkal Sonde pada pulpitis perkusi (-), tapi pasien
merasa nyeri/perkusi (+), disebabkan karena pada dasarnya pasien sudah
merasa sakit pada giginya

sehingga hanya

paktor sugesti yang

mendasarinya. Bila perkusi terasa nyeri/perkusi (+), maka peradangan telah

14

menyebar

ke

jaringan

dan

tulang

sekitarnya.

- Roentgen Gigi : pada pemeriksaan dengan roentgen maka didapatkan


gambaran radiologist berupa gambaran radioluscent yang telah mencapai
kavum pulpa. Pemeriksaan radiologist dilakukan untuk memperkuat
diagnosa dan menunjukkan apakah peradangan telah menyebar ke jaringan
dan tulang sekitarnya.
Diferential Diagnosa: Pulpitis kronis, Periodontitis sebelah akar,
Pulpitis dengan permulaan periodontitis
Rencana Terapi: Endodontics (perawatan saraf gigi), Ekstraksi gigi
penyebab dan Endodontik. Endodontik merupakan cabang kedokteran gigi
yang berhubungan dengan etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi
terhadap kondisi yang mengenai pulpa gigi, akar gigi, dan jaringan
periapikal dalam hal ini amerupakan terapi perawatan saraf gigi. Terapi
endodontics dilakukan bila keadaan gigi masih baik, dan kerusakannya
belum terlalu luas, sehingga gigi masih bisa dipertahankan.
2.2.2 Ginggiva Polip
Hiperplasi ginggiva yang disebabkan oleh iritasi kronis. Klinis
ginggiva polip : tangkai polip berasal dari ginggiva, warna seperti ginggiva
normal, tidak mudah berdarah, karies terletak di proximal.
2.2.3 Kematian Pulpa
a. Nekrosis Pulpa
Kematian pulpa karena trauma.

15

Klinis : gigi masih utuh/pecah, warna keabu-abuan, pulpa belum


terkontaminasi, gigi non vita, perkusi dan drug negatif.
b. Ganggren Pulpa
kematian pulpa karena infeksi bakteri
Klinis : terdapat karies/tumpatan besar, gigi non vital, terdapat bau busuk
yang khas karena penumpukan gas.
2.3 Infeksi Periapikal
Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat
diklasifikasikan berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi
kelainan periapikal ini adalah sebagai berikut :2,3
Penyebab penyakit pulpa dan kelainan periapikal sangat berhubungan
dengan bakteri. Bakteri yang terdapat pada jaringan pulpa akan
mengakibatkan peradangan dan berlanjut kejaringan periapikal. Sumber
utama bakteri dalam pulpa adalah karies. Bakteri pada karies akan
memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui
tubulus. Akibatnya, jaringan pulpa akan terinflamasi secara lokal pada basis
tubulus yang terkena karies terutama oleh sel-sel inflamasi kronik seperti
makrofag, limfosit, dan sel plasma. Jika pulpa terbuka, jaringan pulpa akan
terinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonukleus untuk membentuk
suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa
tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis
atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi
bakteri, kemampuan untuk mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah
16

peningkatan tekanan intrapulpa yang besar, ketahanan host, jumlah sirkulasi,


dan drainase limfe.2,3,5
Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan
berlanjut kejaringan periapikal. Jaringan pulpa yang mengandung bateri
serta toksinnya akan keluar melalui foramen apikal, yang mana foramen
apikal ini merupakan penghubung pulpa dan jaringan peridonsium. Bakteri
serta toksinnya dan mediator inflamasi dalam pulpa yang terinflamsi dapat
keluar dengan mudah melalui foramen apikal sehingga menyebabkan
kerusakan periapikal, hal ini dikarnakan dibagian foramen apikal terdapat
bagian yang lunak untuk tempat keluarnya bakteri dan produknya.
Peradangan yang meluas ke jaringan periapikal menyebabkan respon
inflamasi lokal sehingga akan mengakibatkan kerusakan tulang dan resorpsi
akar.
2.3.1

Periodontitis Apikalis Akut


Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi yang
berlanjut ke jaringan periapikal. Periodontitis apikalis akut adalah
peradangan lokal yang terjadi pada ligamentum periodontal didaerah
apikal. Penyebab utama adalah iritasi yang berdifusi dari nekrosis pulpa ke
jaringan periapikal seperti bakteri, toksin bakteri, obat disinfektan, dan
debris. Selain itu, iritasi fisik seperti restorasi yang hiperperkusi,
instrumentasi yang berlebih, dan keluarnya obturasi ke jaringan periapikal
juga bisa menjadi penyebab periodontitis apikalis akut.1,2,3

17

Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa sakit


pada saat mengigit. Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda penting dari
tes diagnostik. Tes palpasi dapat merespon sensitif atau tidak ada respon.
Jika periodontitis apikalis merupakan perluasan pulpitis, maka akan
memberikan respon respon terhadap tes vitalitas. Jika disebakkan oleh
nekrosis pulpa maka gigi tidak akan memberikan respon terhadap tes
vitalitas. Gambaran radiografi terlihat adanya penebalan ligamentum
periodontal.8
Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan
perpindahan sel-sel inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan periapikal.
Hal ini menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal dan resopsi
tulang alveolar.4
2.3.2

Periodontitis Apikalis Kronis


Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis
apikalis akut atau abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan
proses inflamasi yang berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar
tanpa ada tanda dan gejala subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon
karena secara klinis pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi
respon non-sensitif, sedangkan untuk tes palpasi memberikan respon non
sensitif. hal ini menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah terjadi
perluasan lesi ke jaringan lunak.2,5,9

18

Secara

radiografis

periodontitis

apikalis

kronis

menunjukkan

perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari


penebalan ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi
destruksi tulang periapikal.2,5
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan
menjadi menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan
granulasi yang terbentuk sebagai respon jaringan periapikal yang kronis
terhadap inflamasi dan proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan
granuloma dimulai dengan terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks,
sehingga membentuk jaringan granulasi akibatnya sel yang berada di tengah
masa epitel tidak mendapatkan suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan
granulasi membesar dan menekan jaringan sehat serta tulang di sekitarnya,
sehingga terjadi resopsi tulang yang terlihat secara radiografis. Kista
radikuler merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang berisi
cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari
peradangan akibat nekrosis pulpa.2,5,9
2.3.3

Abses Apikalis
a. Abses Apikalis Akut
Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal
gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan
masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.
(ingel) Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya
pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak
19

divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang
tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi
sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses
apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi
akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.3,5,8
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi
destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak,
debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis
akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan
periapikal.2
b. Abses Apikalis Kronis
Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi
yang berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan.
Abses apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke
jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya
terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini
merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan
reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar
kebagian tubuh lainnya.1,2,10

20

Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang


subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau
dengan adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan
ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal
yang terbentuk akibat drainasi abses.4,10
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan
respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.8
2.4 Penyebaran Infeksi
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui :
a. Fascia space
Kepala leher diselubungi oleh lembaran fascia yang normalnya
dipisahkan oleh jaringan ikat yang jarang. Area jaringan ikat ini sangat
berpotensi terisi eksudat purulen ketika infeksi.
b. Sistem limfatik
c. Peredaran Darah
Penyebaran infeksi odontogen, dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu penyebaran infeksi yang memiliki prognosa baik (Contohnya Abses)
dan buruk (selulitis, Ludwigs Angina, osteomielitis).
2.4.1 Abses Odontogenik
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang
berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang
nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat.10

21

Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang,
atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi.
Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang
relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute
penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab
virulensi organisme.6
2.4.1.1 Macam-macam Abses Odontogenik11
1.

Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di

daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi


keadaan eksaserbasi akut. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal
dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

Gambar 2.3 : Abses periapikal


Sumber : http://www.dental-health-index.com/toothabscess.html., (diakses
Februari 2015.)

2.

Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan

lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke


ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab.

22

Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak
terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar
pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi
masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan


lokalisasi di daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan
abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah
mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang,
sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih
terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan
mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses
23

berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,


terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk
mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada
palpasi.

Gambar 2.5 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan


lokalisasi didaerah bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

4.

Abses fosa kanina


Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi

rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta
memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai
dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan
edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak,
seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.

24

Gambar 2.6 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina


b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

5.

Abses spasium bukal


Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan

m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara


otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal.
Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk
ke dalam spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol
ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif,
fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa
infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan
estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.

25

Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses


lateral ke muskulus buccinator
b. Tampakan Klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

6.

Abses spasium infratemporal


Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering

menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di


bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi
oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian
atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus.

a
b
Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga
infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer

26

7.

Abses spasium submasseter


Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi

otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa
suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo
m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang
antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah
belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular.
Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,
berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula
bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang
berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai
daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke


daerah submasseter
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

27

8.

Abses spasium submandibula


Spasium

ini

terletak

dibagian

bawah

m.mylohioid

yang

memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial


bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus
dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah
submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi
kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial
yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.

Gambar 2.10 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah


submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

28

9.

Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek

diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan


lateral oleh permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah
terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak
menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan
mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

a
b
Gambar 2.11 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan
elevasi
lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

10.

Abses spasium submental


Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di

depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental.

29

Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan


sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab
biasanya gigi anterior atau premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap
akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada
npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadangkadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.
Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar

juga kearah spasium yang

terdekat terutama kearah belakang.

a
Gambar 2.12 : a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

11.

Abses spasium parafaringeal


Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan

apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh

30

muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor.


sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan
prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini.
Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena
jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal,
simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai
foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses
otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat
melalui selubung karotis sampai mediastinuim.
2.4.1.2 Penatalaksanaan Abses Odontogenik1
Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik.
Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan
perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit,
terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien
memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila
diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari
manipulasi (perawatan) yang dilakukan.
Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan
(purulensi), yang bisa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan
tindakan lokal. Apabila abses mempunyai dinding yang tertutup, yang
merupakan ciri khas dari lesi periapikal, maka palpasi digital yang dilakukan

31

perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa menunjukkan adanya


fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.
Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa
diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila
interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat
debris makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses
infeksi.
a. Insisi dan Drainase1
Abses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal
maupun periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka
anestesi yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi
sudah dianggap cukup untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi standar untuk
melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang
paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi. Seperti
pada pembuatan flap, biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah
membuat insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar
mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain
yang dipakai adalah suatu selang karet dan di pertahankan pada posisinya
dengan jahitan.

Gambar 2.13 : Ilustrasi gambar untuk insisi Abses


Sumber : Oral Surgery, Frgaiskos Fragiskos D, germany, Springe

32

Gambar 2.14 : Ilustrasi gambar setelah dilakukan insisi Abses


Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, germany, Springer

2.4.2 Selulitis
Infeksi jaringan lunak yang tidak terlokalisir dimana eksudat dapat
menyebar diantara celah jaringan ikat. Belum terbentuk pus dan disertai
gejala sistemik seperti pucat, malaisem demam. Infeksi berlangsung cepat
ke jaringan yang letaknya jauh dari sumber infeksi.
2.4.3 Ludwigs Angina
Ludwigs Angina merupakan selulitis yang melibatkan sub mandibula
space dan sublingual space pada kedua sisi (bilateral) dan submental space.
Infeksi ini tidak terlokalisir dan terutama terjadi pada rahang bawah.
2.4.4 Osteomielitis
Merupakan suatu keradangan pada tulang yang menyangkut tulang
(osteitis), sumsum tulang (mielitis), dan selaput tulang (periostitis).

33

BAB 3
KESIMPULAN
Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari kerusakan
jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri
yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen.
Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa
abses. Infeksi odontogen dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola
patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi
mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang
terlibat.
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain; (1)
mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, (2)
pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai, (3) tindakan
drainase secara bedah dari infeksi yang ada, (4) menghilangkan secepat mungkin
sumber infeksi dan (5) evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan. Pada
kasus-kasus infeksi fascial space, pada prinsipnya sama dengan perawatan infeksi
odontogen lainnya, tetapi tindakan yang dilakukan harus lebih luas dan agresif.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2007. Ludwigs Angina. Wikipedia,. The Free Encyclopedia.


http://www.en.wikipedia.org/wiki/ludwigangina
2. Ariji Y. Gotoh, M.Kimura Y, Naitoh M kurita, K, Natsume N, Ariji E. 2002.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment
3. Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Mengenal Tanda-Tanda Sepsis Akibat
Infeksi Odontogenik
4. Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

35

Anda mungkin juga menyukai