___________________________________________________________________________
SKENARIO
Pada suatu sore hari datang seorang laki-laki membawa anak perempuannya yang berusia 14
tahun, menyatakan bahwaanaknya tersebut baru saja pulang dibawa lari oleh teman lakilaki yang berusia 18 tahun selama 3 hari keluar kota.sang ayah takut apabila terjadi sesuatu
pada diri putrinya. Ia juga bimbang apa yang akan diperbuatnya bila sang anak telah
disetubuhi laki-laki tersebut dan akan merasa senang apabila anda dapat menjelaskan
berbagai hal tentang aspek medikolegal dan hukum kasus anaknya.
ASPEK HUKUM
Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 287-296.
Pasal 287 KUHP
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui
atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau
umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah suatu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.
Pasal 288 KUHP
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang diketahui
atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila
perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 289 KUHP
Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum
mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh
diluar perkawinan dengan orang lain
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.
Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan
dan 12 bulan.
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya.
(2) Permintaan keterangan ahli seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan pada mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. 1,2
Permintaan Visum et Repertum Menurut Pasal 133 KUHP :
- Wewenang penyidik
- Tertulis (RESMI)
- Terhadap korban, bukan tersangka
- Ada dugaan akibt peristiwa pidana
- Bila mayat:
i. Identitas pada label
ii. Jenis pemeriksaan yang diminta
iii. Ditujukan kepada SpF dan Dokter RS
2. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut UU oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda paling
banyak Rp 9.000,00.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus
atau untuk
sementara
waktu diserahi
tugas
siapa
sengaja
mencegah,
menghalang-halangi
atau
menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9
bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,00. 1,2
3. Permintaan sebagai Saksi Ahli (masa persidangan)
Pasal 179 KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal 224 KUHAP
Barang siapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut UU ia harus
melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
4. Pemeriksaan Tersangka
Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian
Pasal 37 KUHAP
(2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang
menggeledah pakain dan atau menggeledah badan tersangka.
Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis
terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan
5. Pembuat Visum et Repertum bagi Tersangka (misal: VeR Psikis)
Keterangan ahli ini dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. 1,2
9. Keterangan Ahli Diberikan Secara Bertulis
Pasal 187 KUHAP
(1) Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas smpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya
alat bukti sah surat
10. Pejabat Yang Berwewenang Meminta visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP penyidik
Pasal 6 (1) KUHAP
Penyidik :
- Pejabat POLRI
- Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU
Yang membutuhkan Visum et Repertum kasus pidana Umum penyidik harus Polisi
Penyidik PNS tidak berwenang meminta Visum et Repertum
Pasal 2 PP No 27 Thn 1983
(2) Penyidik adalah pejabat polisi NKRI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
pembantu letnan dua polisi (Ajun inspektur dua)
Pasal 2 PP No 27 Thn 1983
Penyidik pembantu adalah
Pejabat polisi NRI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi
Pejabat PNS tertentu yang berpangkat pengatur muda (gol II/a) atau yang
disamakan dengan itu
Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka komandan kepolisian yang berpangkat bintara dibawah
pembantu letnan dua polisi, karena jabatannya adalah penyidik. 1,2
Artinya :
PROSEDUR HUKUM
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan
1.
2.
Informed Consent
Sebelum memeriksa, dokter harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari pihak
korban, karena meskipun sudah ada surat permintaan dari polisi, belum tentu korban
menyetujui dilakukannya pemeriksaan ke atas dirinya. Selain itu, bagian yang akan
diperiksa meliputi daerah yang bersifat pribadi. Jika korban sudah dewasa dan tidak ada
gangguan jiwa, maka dia berhak memberi persetujuan. Sedangkan jika korban anak
kecil dan jiwanya terganggu, maka persetujuan diberikan oleh orang tuanya atau
saudara terdekatnya, atau walinya.
Dalam melakukan pemeriksaan, tempat yang digunakan sebaiknya tenang dan dapat
memberikan rasa nyaman bagi korban. Oleh karena itu, perlu dibatasi jumlah orang
yang berada dalam kamar pemeriksaan, hanya dokter, perawat, korban, dan keluarga
atau teman korban apabila korban menghendakinya. Pada saat memeriksa, dokter harus
didampingi oleh seorang perawat atau bidan.
3.
4.
Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ayah/ibu
untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih
perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi
persetubuhan.
Dalam hal ini, sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin
mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan
akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu.
Katakana bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan
biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan
penerangan pada ibu/ayah itu, bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika
persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki
yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan
anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari
seorang pengacara.1,2
Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan
pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat
dalam bentuk surat keterangan, karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan
itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang yang tidak
bersalah. Dalam keadaan sedemikian umumnya anak tidak mau diperiksa, sebaliknya
orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta ijin tertulis untuk memeriksa
dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.
PEMERIKSAAN MEDIK
Pemeriksaan secara medis pada korban kejahatan seksual, baik pada anak-anak maupun
dewasa pada dasarnya sama dengan pada pasien lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang:
1.
2.
Anamnesis:
3.
Umur
Status perkawinan
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Periksa pakaian:
Kancing putus
4.
Pemeriksaan badan:
Umum:
Genitalia:
Pada pemeriksaan fisik anak, temuan tidak spesifik yaitu temuan yang mungkin
sebagai akibat seksual abuse, tergantung pada jarak saat pemeriksaan dan saat abuse,
tetapi mungkin juga akibat sebab lain atau merupakan varian yang normal.
Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau karena
traksi labia mayor pada pemeriksaan)
Kulit genital semu (mungkin jumbai kulit atau kulit bukan genital mungkin
condyloma acuminata yang didapat bukan dari seksual)
Kongesti vena atau pooling vena (biasanya akibat posisi anak, juga ditemukan
pada konstipasi)
Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain seperti uretra atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang eksidental
5.
6.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan VDRL
Pemeriksaan serologis Hepatitis
Pemeriksaan Gonorrhea
Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan rambut, air liur, dan pemeriksaan pria tersangka3,4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair
dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5ml
pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7.2 7.6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel
epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan disebut plasma seminal yang
mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai
bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai
120 juta per ml.
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu
persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaanpemeriksaan laboratorium sebagai berikut:
Pemeriksaan spermatozoa (mikroskopis)
Tanpa pewarnaan
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak.
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya
persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini
menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan
menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.
Cara pemeriksaan: satu tetes lender vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma.
Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat
kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan
mani dalan cairan vagina.
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite green. Cara pewarnaan yang mudah
dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green dengan prosedur
sebagai berikut:
Warnai dengan larutan Malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
Penentuan cairan mani (kimiawi)
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat
yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut:
Reaksi fosfatase asam
Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar
prostate. Aktifitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.K.A. (kaye). Dalam
sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualis ditemukan aktifitas 0-6 Unit (Risfeld). 3,4
Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm 2 bercak, dapat
ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A. per 1
cc ekstrak yang diperoleh dari 1cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.
Reagens untuk pemeriksaan ini adalah:
Larutan A:
1 g (1)
20 g (2)
10 ml (3)
Aquadest
100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B : Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna
gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya
endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi dengan
aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan /
diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul
warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan
intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas
warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 65 detik, masih
perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat
menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi >
65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina
memberikan waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan
jamur, dapat mempercepat waktu reaksi. 3,4
Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen : Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan
mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca
penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum dengan
ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal
mungkin pula berbentuk ovoid.
Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi golongan
darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina, cairan mani, dan
lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2
100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam
semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi. 3,4
Tabel 1. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari forniks posterior vagina.
sendiri
asing
H
A
B
A+B
AB
A+H
B+H
H*
H*
H*
A+H
A+B
Hasil :
Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan mani.
Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang
sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat
dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna
kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak pada
sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada
bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret
vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel
yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan
membran inti dengan diameter kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan
terletak pada satu dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah berlangsung lama atau
telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka pemeriksaan ini tidak akan berguna
lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa dan anak-anak
adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap korban. Pengumpulan barang
bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.
INTERPRETASI HASIL
1. Tanda-tanda seks sekunder
Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka
umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah
dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya. Keadaan
perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan.
Tanner membagi tahapan yang terjadi selama pubertas. Tahapan ini dibagi menjadi
dari T1 sampai T5, di mana T1 identik dengan perkembangan masa anak-anak dan T5
identik dengan maturitas penuh.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam tanda-tanda seks sekunder pada wanita
antara lain :
i.
telarche, yaitu pembesaran payudara,
ii.
pubarche, yaitu tumbuhnya rambut pubis,
iii.
menarche, yaitu menstruasi yang pertama kali terjadi, dan
iv. adrenarche, yaitu tumbuhnya rambut aksila sebagai akibat peningkatan
androgen dari adrenal.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi selama
pubertas pada wanita, Tanner menggolongkannya menjadi beberapa tahapan yang
ditandai dengan dari T1 (Tanner 1) sampai T5.
Tabel 2. Penggolongan Oleh Tanner
Pubarche
Kecepatan
pertumbuhan
tinggi
badan/tahun
10 tahun atauElevasi puting susu,Tidak ada rambut,5-6 cm
kurang
areola masih sejajaratau ada rambut
dengan permukaannamun bentuknya
dada
seperti vilus
10-11,5 tahun Tunas payudara bisaRambut jarang,7-8 cm
teraba,
areolasedikit
membesar
berpigmentasi
Lain-lain
Adrenarche
Pembesaran
klitoris,
pigmentasi
labia
Acne vulgaris,
rambut aksila
biasanya terdapat pada bagian posterior (63% antara posisi jam 5 dan jam 7, dengan
posisi pasien supinasi). Robekan yang lebih parah lagi terdapat pada perluasan
laserasi hymen ke dinding vagina atau corpus penineum dan rektum dan disertai
dengan perdarahan nyata.3
Cairan semen
Cairan seminal ditambahkan kedalam saluran vagina ketika ejakulasi terjadi selama
koitus. Ketika penis ditarik, maka saluran vagina akan meluas sejauh panjang vagina.
Kelemahan dari bagian-bagian atau perubahan dari postur lubang vagina perempuan
akan menyebabkan kebocoran, yang akan membuat cairan semen tertinggal dan
menetap di rambut pubis, perineum, dan paha bagian atas dan tentu juga pada sprei
atau pakaian dalam pada waktu kejadian. Maka pada korban dilakukan pemeriksaan
cairan semen dari swab atau bilasan forniks posterior dan pada bercak pakaian.
Apabila ditemukan spermatozoa dan cairan mani pada pemeriksaan ini, ini
menunjukkan persetubuhan telah terjadi.
3. Tanda-tanda kekerasan
Cedera Akibat Kekerasan Fisik atau Perlawanan
Menampar, memukul, menendang, dan menjatuhkan semuanya merupakan tindakan
yang dilakukan pada saat terjadi perlawanan. Bukti-bukti dari kekerasan ini sering
kali terlihat sebagai kontusio disekitar mata, pipi, bibir tetapi bukti ini juga
mungkin dapat patah; gigi-geligi tanggal; rahang mungkin akan mengalami fraktur.
Goresan berbentuk garis pada perut dan lengan bawah memberikan kesan bahwa
korban terseret pada permukaan yang kasar. Partikel-partikel dari kotoran mungkin
pada daerah ruas jari, daerah perbatasan ulnar pada sikut atau pada daerah betis.
Kuku jari korban terkadang patah jika ia mencakar penyerangnya. Bahan-bahan di
bawah kuku seperti jaringan epitel dan darah dapat dikumpulkan dan sangat
Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum
Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput
dara
Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chrons
disease atau akibat tindakan medis sebelumnya)
Eritema (kemerahan/memar) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau traksi labia
mayor pada pemeriksaan)
Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak
karena infeksi atau trauma)
Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental
Cedera akibat gigitan
Gigitan agresif ini dapat menyebabkan kerusakan dari jaringan. Goresan-goresan yang
tertinggal sebagai goresan dari gigi disepanjang kulit yang tergigit memiliki bentuk
yang beragam dengan bentuk dari ujung insisi, dan sekali lagi hal ini dapat berharga
dalam proses identifikasi. Tekanan dari gigi itu sendiri, biasanya jika dilakukan secara
perlahan oleh gigi seri, akan meninggalkan sebuah area berbentuk bulan sabit yang
berwarna pucat, masing-masing dikelilingi oleh sebuah gambaran leher yang livid,
keseluruhan dari lesi mencerminkan sebuah lengkungan dari gigi-geligi. Dimensi dan
bentuknya akan menolong untuk mengindikasi apakah si penggigit itu adalah seorang
manusia atau bukan, dan dapat memperkirakan usia dari sang penggigit. Cairan saliva
yang ada dan imunologi mungkin dapat membantu untuk penyelidikan dari sang pelaku.
Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahsia jabatan bagi dokter serta
ketentuan kearsipan.
VISUM ET REPERTUM KORBAN KEJAHATAN SUSILA
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada
dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukum oleh KUHP.
Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan,
adanya kekerasan (termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya) serta usia
korban. Selain itu dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual,
kehamilan dan kelainan psikiatrik/kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter
tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah
hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.3
Untuk dapat memeriksa korban wanita tersebut, selain adanya surat permintaan visum et
repertum, dokter sebaiknya juga mempersiapkan si korban atau orang tuanya bila ia masih
belum cukup umur, agar dapat dilakukan pemeriksaan serta saksi atau pendamping perawat
wanita dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup yang tenang.
Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila diharapkan tercantum
perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin,
menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada tidaknya tanda kekerasan.
ASPEK PSIKOSOSIAL
Pelaku merupakan pelaksana utama dalam hal terjadinya perkosaan tetapi bukan berarti
terjadinya perkosaan tersebut semata-mata disebakan oleh perilaku menyimpang dari pelaku,
tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar diri si pelaku. Namun secara
umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan dibagi dalam 2
bagian yaitu: faktor intern, dan faktor ekstern.5
FAKTOR INTERN
Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus
dilihat dari individu serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan
perkosaan. Hal ini dapat ditinjau dari:
(a) Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari
seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang
abnormal, sehingga melakukan perkosaan terhadap korban wanita yang tidak menyadari
keadaan diri si penjahat, yakni sakit jiwa, psycho patologi dan aspek psikologis dari instinkseksuil.
Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita memiliki kelainan mental yang didapat baik
dari faktor keturunan maupun dari sikap kelebihan dalam pribadi orang tersebut, sehingga
pada akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan
rangsangan seksual sebagai energi psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan
hubungan-hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain.
Dalam keadaan seperti ini sering dijumpai dalam perbuatan manusia itu terdapat kesilapankesilapan tanpa disadari. Jika terdapatnya perbuatan-perbuatan tidak sadar yang muncul dapat
menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada perbuatan kejahatan.
Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek
yang mendasari puas atau tidak puasnya dalam melakukan hubungan seksual dengan segala
eksesnya. Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan seksual dapat
memberikan kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan ekses-ekses tertentu yang
merupakan aspek psikologis tersebut akan muncul akibat ketidakpuasan dalam melakukan
hubungan seks. Dan aspek inilah yang dapat merupakan penyimpangan hubungan seksual
terhadap pihak lain yang menjadi korbannya. Orang yang mengidap kelainan jiwa, dalam hal
melakukan perkosaan cenderung melakukan dengan sadis, sadisme ini terkadang juga
termasuk misalnya melakukan di hadapan orang lain atau melakukan bersama-sama dengan
orang lain. Kemudian disamping itu, zat-zat tertentu seperti alkohol dan penggunaan
narkotika dapat juga membuat seseorang yang normal melakukan perbuatan yang tidak
normal. Seseorang yang sudah mabuk akibat meminum minuman keras akan berani
melakukan tindakan yang brutal. Dalam kondisi jiwanya yang tidak stabil ia akan mudah
terangsang oleh hal-hal yang buruk termasuk kejahatan seksual. 5
(b) Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan.
Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang, sebab
moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan dan merupakan hal yang vital
dalam menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya seseorang maka dengan sendirinya dia
akan terhindar dari segala perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral
cenderung untuk melakukan kejahatan.
Pada kenyataannya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah, melainkan ada pasang
surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat. Timbulnya kasus-kasus perkosaan,
disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut banyak
diantaranya terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya bahkan saudara dan anak
kandung sendiri. Kasus-kasus tersebut memberi kesan kepada kita bahwa pelakunya adalah
orang-orang yang tidak bermoral sehingga dengan teganya melakukan perbuatan yang
terkutuk itu terhadap putri kandungnya sendiri. Di lain kasus melakukan perbuatan yang tidak
manusiawi itu secara bersama-sama dan di hadapan teman-temannya tanpa adanya rasa malu.
Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral seseorang dipengaruhi oleh kurangnya
pendidikan agama. Agama merupakan unsur pokok dalam kehidupan manusia yang
merupakan kebutuhan spiritual yang sama. Norma-norma yang terdapat di dalamnya
mempunyai nilai yang tertinggi dalam hidup manusia. Sebab norma-norma tersebut adalah
norma-norma ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan oleh agama adalah baik dan
membimbing ke arah yang jalan yang baik dan benar, sehingga bila manusia benar-benar
mendalami dan mengerti isi agama, pastilah ia akan menjadi manusia yang baik dan tidak
akan berbuat hal-hal yang merugikan atau kejahatan walaupun menghadapi banyak godaan. 5
FAKTOR EKSTERN
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor ekstern ini
berpangkal pokok pada individu. Dicari
merangsang, dan kadang-kadang dan berbagai perhiasan yang mahal, kebiasaan bepergian
jauh sendirian, adalah faktorfaktor dominan yang mempengaruhi tingginya frekuensi kasus
perkosaan. 5
Aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya moralitas masyarakat. Bagi orang yang mempunyai moralitas tinggi atau
iman yang kuat dapat mengatasi diri sehingga tidak diperbudak oleh hasil peradaban tersebut,
melainkan dapat menyaringnya dengan menyerap hal-hal yang positif. Salah satu contoh
faktor sosial budaya yang dapat mendukung timbulnya perkosaan adalah remaja yang
berpacaran sambil menonton film porno tanpa adanya rasa malu. Kebiasaan yang demikian
pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi pikiran si pelaku. Sehingga dapat mendorongnya
untuk menirukan adegan yang dilihatnya, maka timbul kejahatan kesusilaan dengan berbagai
bentuknya dan salah satu diantaranya adalah kejahatan perkosaan. 5
PERAN LSM
Dalam bidang perlindungan anak adanya eskalasi kriminalis terhadap anak belum banyak
menunjukkan perlindungan yang maksimal. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menunjukkan selama tahun 2007 terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak. Di
samping itu, data dari Kejaksaan Agung selama tahun 2006 terdapat 600 kasus kekerasan
terhadap anak yang telah diputus oleh peradilan. Anak masih dijadikan objek sasaran
perlakuan yang tidak seharusnya atau menjurus ke bentuk kriminalitas oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab, dan oleh oknum pelaku anak. Hal itu banyak dipengaruhi oleh
lingkungan yang sarat dengan informasi dan teknologi, pornografi, dan lain-lain memicu
kegiatan yang bersifat kriminal, seperti pencabulan, pelecehan seksual, perkosaan,
perdagangan anak, penganiayaan sampai dengan pembunuhan. Bentuk kekerasan lain seperti
perdagangan anak (trafficking), berdasarkan catatan Komnas Perlindungan Anak, jumlah
yang terperangkap dalam perdagangan anak pada tahun 2006 adalah 42.771 oreang
meningkat menjadi 745.817 orang pada tahun 2007 dan pada akhir Juni 2008 jumlahnya
mencapai 400.000 orang. Di lingkungan pendidikan yang diharapkan sebagai wadah
mendidik anak sebagai tunas bangsa pun tidak terlepas dari adanya bentuk-bentuk kekerasan
terhadap anak. Sebagai contoh, masih ada kekerasan di antara murid sekolah dalam bentuk
bullying atau dengan dalih orientasi masa pendidikan sekolah, sampai kekerasan yang
dilakukan oleh guru sekolah. Dalam bidang hukum, perlindungan terhadap anak juga menjadi
fokus penting karenaperlindungan terhadap anak yang terlibat dalam kasus hukum masih
kurang mendapatkan penanganan yang semestinya. Perlindungan terhadap hak anak perlu
dilakukan sejak tahap penyelidikan, penuntutan, persidangan bahkan sampai proses
penghukuman. Bentuk penghukuman terhadap narapidana anak juga harus dipertimbangkan
dengan baik. Pengaruh lingkungan penjara akan banyak mempengaruhi jiwa anak. Oleh
karena itu, hukuman dapat diganti, misalnya dalam bentuk kerja sosial dan lain sebagainya.
Di bidang kesehatan dan pendidikan, masih banyak anak Indonesia yang belum mendapatkan
hak tersebut. Mengingat jumlah anak Indonesia sebesar 30% dari 243 juta jiwa penduduk
Indonesia, anak merupakan potensi strategis dari sebuah bangsa yang perlu diberikan
perlindungan semestinya.6
Dalam UU Perlindungan Anak, kebijakan penangulangan kekerasan pada
anak, dapat diidentifaksi pada bagian upaya perlindungan anak, yaitu
mencakup:
(1)
Diwajibkannya
ijin
penelitian
kesehatan
yang
menggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2)
Diwajibkannya
bagi
pihak
sekolah
(lembaga
pendidikan)
untuk
pendidikan
lainnya
(Pasal
54);
(3)
Diwajibkannya
bagi
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi kedua. Bagian Kedokteran
Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta; 1994.
2. Pengantar Medikolegal. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/40442614/01Pengantar-medikolegal tanggal 7 Januari 2013.
3. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK
Universitas Indonesia. Jakarta:2001.
4. Pemeriksaan Klinis Korban Kejahatan Seksual. Diunduh dari
http://staff.ui.ac.id/internal/140173606/material/PFkorbankejahatanseksual-MP.pdf
tanggal 7 Januari 2013.
5. Dampak
Sosial
Psikologis
Perkosaan.
Diunduh
dari
http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-%20Dampak%20Sosial-Psikologis
%20Perkosaan.pdf tanggal 7 Januari 2013.
6. Data
Pelanggaran
Hak
Anak
di
Indonesia.
Diunduh
dari