Anda di halaman 1dari 25

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1.Aliran Air di Saluran Terbuka


Aliran air dapat terjadi pada saluran tertutup (pipa atau pipe flow) maupun pada
saluran terbuka. Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan
bebas yang berkaitan langsung dengan parameter parameter aliran, seperti:
kecepatan, kekentalan, gradien dan geometri saluran.
Menurut Ven Te Chow (1959), ada beberapa golongan jenis aliran air pada
saluran terbuka, yaitu :
1. Aliran tunak (steady flow)
a. Aliran seragam (uniform flow)
b. Aliran berubah, meliputi :

Aliran berubah lambat laun (gradually varied flow)

Aliran berubah tiba tiba (rapidly varied flow)

2. Aliran tak tunak (unsteady flow)


a. Aliran seragam (uniform flow)
b. Aliran berubah, meliputi :

Aliran berubah lambat laun (gradually varied flow)

Aliran berubah tiba tiba (rapidly varied flow)

Pembagian aliran air menjadi aliran tunak dan aliran tak tunak menggunakan
waktu sebagai kriteria. Aliran tunak adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran
yang dapat dianggap konstan atau tidak berubah selama suatu selang waktu tertentu.
Sedang, aliran tak tunak adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran yang berubah
sesuai

dengan

waktu.

Persamaan

yang

menyatakan

aliran

tunak

adalah

h
Q
U
= 0;
= 0;
=0
t
t
t
Pembagian aliran air menjadi aliran seragam dan aliran berubah menggunakan
ruang sebagai kriteria. Aliran seragam adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran

II-1

yang dapat dianggap konstan atau tidak berubah pada setiap penampang saluran.
Sedang, aliran berubah adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran yang berubah
pada setiap penampang saluran. Persamaan matematis yang menyatakan aliran
seragam adalah

h
Q
U
= 0;
= 0;
=0
x
x
x

Dalam kasus ini, bila mengacu pada geometri dan kondisi dasar saluran, maka
aliran termasuk tunak-seragam (steady-uniform flow).

2.1.1. Perilaku Aliran


Dalam saluran terbuka terdapat dua persamaan untuk membedakan perilaku
aliran, yaitu persamaan bilangan Reynold dan persamaan bilangan Froude. Bilangan
Reynold akan membagi aliran menjadi laminar, transisi dan turbulen, sedangkan
bilangan Froude akan membagi aliran menjadi subkritis, kritis dan superkritis.
Persamaan untuk menghitung bilangan Reynold :
Re =

U.l

Dimana

: Re

: bilangan Reynold (non dimensional)

: kecepatan aliran (m/detik)

: panjang karakteristik (meter)

: viskositas kinematik (m2/detik)

Sedangkan perilaku aliran yang dibedakan berdasarkan atas bilangan Reynold, yaitu :
1. Aliran laminar : Re < 2000
2. Aliran turbulen

: 2000 Re 4000

3. Aliran transisi : Re > 4000


Persamaan untuk menghitung bilangan Froude adalah:

Fr =

U
g.h

Dimana

: Fr

: bilangan Froude (non dimensional)

: kecepatan aliran (m/detik)

: percepatan gravitasi (m/detik2)

II-2

: kedalaman aliran (meter)

Sementara perilaku aliran yang dibedakan berdasarkan atas bilangan Froude, yaitu :
1. Aliran subkritis

: Fr < 1

2. Aliran kritis

: Fr = 1

3. Aliran superkritis

: Fr > 1

2.2.Distribusi Kecepatan Pada Saluran Terbuka


Distribusi kecepatan pada saluran terbuka dipengaruhi oleh beberapa kondisi;
yaitu kekasaran dasar saluran, dan bentuk saluran.

2.2.1. Distribusi Kecepatan Karena Kekasaran Dasar Saluran


Distribusi kecepatan melalui suatu kedalaman aliran dengan dasar saluran halus
dan kasar.

Gambar 2. 1

Distribusi Kecepatan pada Aliran dengan Dasar Saluran Halus dan Kasar

II-3

Gambar 2. 2

Aliran dengan Dasar Saluran Halus dan Kasar

Kecepatan maksimum biasanya terjadi di bawah permukaan bebas sedalam 0,05


s.d. 0,25 kali kedalaman (0,05.h s.d. 0,25.h). Tegangan geser pada lapisan dekat dasar
saluran dengan ketebalan 0,1.h dianggap konstan, yaitu sebesar b. Sedangkan,
tegangan geser turbulen (t) dominan pada sebagian besar kedalaman aliran.
Untuk dasar hidrolis halus, tegangan geser viskos dominan pada daerah yang
dekat dasar saluran. Ketebalan sublapisan viskos ini mencapai v =

5.
. Sublapisan
U*

diatas sublapisan viskos adalah lapisan turbulen dengan bagian utama yaitu
sublapisan logaritmik. Antara sublapisan viskos dan sublapisan logaritmik terdapat
sublapisan transisi. Diatas sublapisan logaritmik terdapat sublapisan luar. Sketsa
sublapisan pada dasar saluran halus dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3

Sublapisan untuk Dasar Halus

II-4

2.2.2. Pengukuran Debit

Debit air adalah fungsi dari kecepatan arus dan luas penampang yang dilaluinya.
Karena itu pengukuran debit dilakukan dengan pengukuran arus dan luas
penampangnya.

2.2.2.1.Pengukuran Kecepatan Aliran Pada Saluran Terbuka

Besar dan arah kecepatan dalam saluran terbuka diperoleh dari pengukuran arus.
Untuk pengukuran di lapangan, pengukuran arus dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengukuran arus dengan menggunakan currentmeter dilakukan pada beberapa
titik potongan melintang. Dari pengukuran ini akan diperoleh distribusi
kecepatan.
2. Pengukuran kecepatan dilakukan pada 3 (tiga) kedalaman pada masingmasing potongan melintang; yaitu pada kedalaman 0.2, 0.6, dan 0.8.
Berdasarkan teori, kecepatan rata-rata dapat dirumuskan dengan:

V =

v 0.2d + v0.6d + v 0.8d


3

Dimana: d

: kedalaman aliran

Gambar skema pengukuran kecepatan pada saluran terbuka dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

II-5

Gambar 2. 4

Sketsa Pengukuran Arus pada 3 (Tiga) Kedalaman

Terdapat dua jenis currentmeter, yaitu :


1. Tipe Price (kerucut)
Arus air memutar kerucut, banyak putaran dicatat pada counter :
U = e + f .N

Dimana

: e, f

: konstanta tergantung jenis alat

: banyak putaran (frekuensi) per satuan waktu

: kecepatan

2. Tipe Baling-baling (propeller)


Arus air memutar baling-baling, banyak putaran dibaca pada counter dan waktu
dicatat pada stopwatch.

II-6

Tabel 2. 1

Metode Pengukuran Kecepatan (U) dengan Current Meter

1 titik

Kedalaman
sungai saluran
(m)
0,3 0,6

2 titik

0,61 3,0

3 titik

3,1 6,0

Metode

Titik pengamatan
(pengukuran)
0,6.d

U (kecepatan rata-rata)
U = U 0 , 6. d

0,2.d dan 0,8.d


0,2.d; 0,6.d dan
0,8.d

U =

1
.(U 0 , 2.d + U 0,8.d )
2

U =

1
.(U 0 , 2.d + 2.U 0, 6.d + U 0,8.d )
4

U =

1
.(U A + 3.U 0, 2.d + 2.U 0, 6.d + 3.U 0,8.d + U B )
10

U =

1
.(luasdiagra mkecepa tan )
B

U.A0,3; 0,2.d;
5 titik

0,6.d; 0,8d;

6,1 10,0

U.B0,3
Banyak
titik
Dimana

> 10,0

U.A0,5;1,0;2,0 10,0;
U.B0,5

: e, f

: konstanta tergantung jenis alat

: jumlah putaran (frekuensi) baling-baling per satuan waktu

: e + f.N

: kecepatan

Pengukuran Penampang Melintang Pada Saluran Terbuka

Pengukuran penampang melintang pada saluran terbuka di lapangan dilakukan


dengan metode sebagai berikut:

II-7

1. Mid Section Method


o3
o2

a3

a2

a1
o1

a2
2

a3
2

titik awal

D5
D3

D2

D4
U5, D5

U2, D2

U4, D4
U 3, D 3

Gambar 2. 5

Dimana

Skema Mid Section Method

: 1, 2, 3

: titik pengukuran

o1, o2, o3

: jarak titik pengukuran terhadap titik acuan

D1, D2, D3

: kedalaman air pada titik pengukuran kecepatan

a1, a2, a3

: lebar irisan sungai

a + a3
.( D )
Luas penampang basah sub irisan 3 = 2
2 3

a + a3
.( D )
Debit melalui sub irisan 3 = U 3 . 2
2 3
2. Mean Section Method
o3
o2

a3

a2

a1
o1

titik awal

D5
D2

D
d3

D4
U5, D5

U 2, D 2

U4, D4
U 3, D 3

Gambar 2. 6

Skema Mean Section Method

II-8

d + d 4
.( D )
Luas penampang basah sub irisan 3 4 = 3
2 3

U 3 + U 4 d 3 + d 4
.
.( D 3 )
Debit melalui sub irisan 3 4 =
2

Transportasi Sedimen

Secara teoritis saluran stabil adalah suatu keadaan dimana gerusan dan
pengendapan tidak terjadi disepanjang sungai atau saluran. Dalam proses
mempelajari gerusan, tidak lepas dari karakteristik sedimen yang ada. Transportasi
sedimen dan sifat-sifat aliran, pada sungai alam akan terganggu dengan adanya
penahan sedimen yang dibangun melintang sungai. Saat dasar sungai berubah,
perubahan akan berlangsung secara lambat laun sehingga akan tercapai keadaan
sungai yang stabil yang disebabkan oleh sifat-sifat hidraulik aliran dan transportasi
sedimen.
Titik dimana partikel pada dasar saluran mulai bergerak adalah faktor yang paling
penting dalam mekanika transport sedimen. Distribusi kecepatan dan pergerakan
sedimen pada tikungan saluran dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2. 7

Distribusi Kecepatan dan Pergerakan Sedimen pada Tikungan Saluran


(Sumber: Bridge Scour: Aplication of Ground Penetrating Radar, 2000)

II-9

Jenis Angkutan Sedimen

Jenis angkutan sedimen dalam aliran ada tiga macam, yaitu :


1. Beban material dasar (bed load)

Meliputi semua ukuran sedimen (> 0,064 mm) dan mampu diangkut oleh
air. Partikelnya dapat bergerak dengan menggelinding (rolling), bergeser
(sliding) atau melenting (saltating) dengan kecepatan lebih rendah dari
kecepatan aliran.
2. Wash load atau suspended load

Meliputi partikel halus (< 0,064 mm) dan mampu bergerak dalam bentuk
suspensi dalam air di atas dasar saluran secara melayang. Partikel
tersuspensi terangkut dan tetap berada dalam aliran melalui proses
pencampuran turbulensi.
3. Beban terlarut (dissolve load)

Meliputi material yang terangkut dalam bentuk larutan.

Gerakan Awal Angkutan Sedimen

Pergerakan awal angkutan sedimen adalah fungsi dari tegangan geser kritis (cr,
critical shear stress), kecepatan kritis (Ucr, critical velocity) dan gaya angkat.
Tegangan geser kritis ini ada dua macam, yaitu :
1. Gaya yang bekerja (applied forces)
Gaya aliran dan komponen berat partikel dalam arah ke bawah dalam
keadaan terendam.
2. Gaya penahan (resisting forces)
Komponen berat partikel terendam lurus terhadap dasar dan gaya gaya
yang timbul antar partikel di sekelilingnya.

II-10

Gambar 2. 8

Gaya gaya yang Bekerja pada Suatu Partikel

Dalam suatu partikel sedimen, gaya gaya bekerja yaitu :


1. Drag force yang bekerja sejajar terhadap dasar
2. Gaya lain yang bekerja tegak lurus tehadap dasar yang dapat mengangkat
butiran, yang disebabkan oleh :
a. Perbedaan kecepatan di atas dan di bawah butiran yang menimbulkan
gradien tekanan yang cenderung akan mengangkat butiran.
b. Pusaran turbulen yang menimbulkan komponen kecepatan lokal yang
bekerja ke atas di dekat dasar.

Perhitungan Angkutan Sedimen

Angkutan sedimen dasar merupakan fungsi dari kapasitas transport aliran. Tujuan
perhitungan angkutan sedimen ini yaitu memberikan jumlah maksimum material
yang dapat diangkut untuk kondisi aliran dan jenis sedimen tertentu.
Ada beberapa formula dalam perhitungan angkutan sedimen:
1. Menurut Van Rijn (1984)

a. Untuk angkutan sedimen dasar (sb)

II-11

(U U cr) d 50 1,2
sb

= 0,005.
0,5
U .h
g .d 50 .(s 1) h
2,5

b. Untuk angkutan sedimen tersuspensi (ss)

(U U cr) d 50
ss

.(d * )0,6
= 0,012.
0,5
U .h
g .d 50 .(s 1) h
2,4

Dimana :

sb

: volume transpor sedimen dasar (m2/detik)

ss

: volume transpor sedimen tersuspensi (m2/detik)

: kedalaman aliran (meter)

: berat spesifik butiran

Rb

: jarijari hidrolis terhadap dasar (meter)

: kecepatan aliran (m/detik)

Ucr

: kecepatan rata rata kritis aliran (m/detik)

Selanjutnya kecepatan kritis aliran dihitung dengan formula Van Rijn (1984).
1. Untuk 0,5 d50 2,0 mm digunakan rumus :

12.R b

U cr = 8,5.(d 50 ) 0,6 . log


3.d 90
2. Untuk 0,1 d50 0,5 mm

12.R b

U cr = 0,19.(d 50 )0,1 . log


3.d 90
Dimana :

Ucr

: kecepatan rata rata kritis aliran (m/detik)

d50

: diameter butiran dengan 50% butiran lolos saringan


(meter)

d90

: diameter butiran dengan 90% butiran lolos saringan


(meter)

Rb

: jari-jari hidrolis terhadap dasar (meter)

Rb =
A

A
P
: luas basah penampang (meter2)

II-12

: keliling basah penampang (meter)

Jenis dan Mekanisme Gerusan

Ada beberapa jenis gerusan yang terjadi di sepanjang saluran terbuka selama
terjadi aliran dari hulu ke hilir. Gerusan yang terjadi pada sungai dapat digolongkan
menjadi :
1. Gerusan umum (general scour)
Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada
saluran terbuka.

Gambar 2. 9

Gerusan Umum (General Scour) di Tikungan Sungai (Lokasi: Sungai Simpang


Aur-Lemau, Kabupaten Bengkulu Utara, 3 April 2008)

II-13

2. Gerusan akibat penyempitan di alur sungai (contraction scour)

Gambar 2. 10

Contraction Flume, NTNU (Sumber: http://folk.ntnu.no/bihs)

3. Gerusan lokal (local scour)


Gerusan lokal ini pada umumnya diakibatkan oleh adanya bangunan air,
misalnya tiang, pilar atau abutment jembatan. Ada dua macam gerusan
lokal, yaitu :
i. Clear water scour
Terjadi jika tegangan geser yang terjadi lebih besar daripada tegangan
geser kritis. Pergerakan sedimen hanya terjadi pada sekitar abutment.
Ada dua macam :

Untuk U 0,5

U cr

Gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen


tidak terjadi.

Untuk 0,5 U 1,0

U cr

Gerusan lokal terjadi menerus dan proses transportasi sedimen


tidak terjadi

II-14

ii.Live-bed scour
Terjadi karena adanya perpindahan sedimen. Yaitu jika U > 1,0

U cr

Dimana:

: kecepatan aliran ratarata (m/detik)

Ucr

: kecepatan aliran kritis (m/detik)

Menurut teori Mellvile (1993), dengan mengacu pada kondisi batas di atas,
dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran berbanding terbalik dengan kedalaman
gerusan yang terjadi. Semakin tinggi kecepatan aliran, kedalaman gerusan akan
semakin rendah.
Contoh gerusan lokal dan mekanisme yang terjadi karena pier dan abutment
jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.11 s.d Gambar 2.14.

Gambar 2. 11

Local Scour Pada Pier (Lokasi Sungai Cimanceuri-Teluk Naga, Banten,


Desember 2007)

II-15

Gambar 2. 12

Mekanisme Local Scour pada Pier (Sumber: Evaluation of Potensial Bridge


Scour in Missouri, USGS, 2003)

Gambar 2. 13

Local Scour Pada Abutment (Lokasi: Desa Karang Panggung, Sungai Simpang
Aur-Lemau, Kabupaten Bengkulu Utara, 3 April 2008)

II-16

Gambar 2. 14

Mekanisme Local Scour pada Abutment (Sumber: Local Scour at Abutment: A


Review, Abdul Karim Barbhuiya and Subhashis Dey, 2004)

Hubungan kedalaman gerusan sebagai fungsi waktu dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2. 15

Hubungan Kedalaman Gerusan (ys) sebagai Fungsi dari Waktu (t) (Sumber:
Local Scour at Abutment: A Review, Abdul Karim Barbhuiya and Subhashis
Dey, 2004)

II-17

Gerusan Lokal dan Penyebabnya

Gerusan lokal ini terjadi di sekitar bangunan air, seperti sekitar pier jembatan dan

abutment yang disebabkan aliran sungai. Kecepatan aliran dan penyempitan di sekitar
jembatan akibat bangunan air tersebut menyebabkan sedimen terangkut. Secara
umum, kedalaman dari gerusan lokal ini lebih besar daripada gerusan umum dan
gerusan akibat penyempitan di alur sungai. Gerusan lokal ini dapat mempengaruhi
kestabilan struktur jembatan. Bahkan berbahaya juga untuk pengaman jembatan
seperti riprap revetment jika perhitungannya tidak memperhitungkan gerusan lokal.
Faktor-faktor yang menyebabkan gerusan lokal antara lain:
1. Bangunan air yang mengurangi lebar sungai, seperti pier dan abutment

jembatan.
2. Proyeksi lengan dari bangunan air terhadap aliran.
3. Lengan dari bangunan air.
4. Kedalaman aliran.
5. Kecepatan aliran.
6. Ukuran dari material dasar.
7. Sudut dari aliran.
8. Bentuk dari bangunan air.
9. Konfigurasi material dasar.
10. Formasi es (untuk sungai di musim dingin).
11. Reruntuhan tebing

Abutment

Abutment adalah struktur penyangga jembatan. Biasanya terletak di tebing sungai.


Pembangunan abutment yang memakan lebar sungai menyebabkan penyempitan
(vortex). Pada debit yang sama, penyempitan badan sungai inilah salah satu kondisi
yang mempengaruhi terjadinya gerusan lokal. Gerusan lokal di sekitar abutment, bisa

II-18

berupa live-bed scour ataupun clear water scour, terjadi di sekitar hulu abutment dan
berakhir di hilir abutment.
Jenis abutment ada beberapa macam:
1. Spill-through abutment
2. Dinding vertikal tanpa sayap
3. Dinding vertikal dengan sayap

Gambar 2. 16

Bentuk-bentuk Abutment (Sumber HEC 18, 1995)

a
Gambar 2. 17

a. Vertical-wall Abutment; b. Wing-wall Abutment (Sumber: FHWA, 2004)

II-19

Gambar 2. 18

Model Saluran dengan Abutment Dinding Vertikal Bersayap (Sumber: Journal


Hydraulic Engineering Volume 133, Issue 4, pp.431-439, April 2007, The Univ.
of Iowa, Iowa City)

Formula Local-scour Pada Abutment


Lacey (1930)

Lacey

(1993)

mengembangkan

formula

untuk

memprediksi

kedalaman

maksimum gerusan yang terjadi di sekitar pier dan abutment. Formula Lacey ini
berlaku untuk debit dengan range: 0,7 Q 1,73 (satuan m3/detik), range
kedalaman: 0,5 h 3,0, dan range Bilangan Froude: 0,14 Fr 0,21.
Formula Lacey:

Q
ys
= 0,47 k 3
h
fh
Dimana:

1/ 3

ys

: kedalaman maksimum gerusan (meter)

: kedalaman aliran (meter)

: debit (m3/detik)

: faktor endapan
f = 1,76 d 50
d50

: gradasi sedimen 50% lolos saringan (mm)

II-20

: faktor ampifikasi, untuk abutment bernilai 2.75

Laursen (1960)
Laursen (1960) mengembangkan hubungan antara kedalaman gerusan pada
abutment jembatan terhadap perawatan abutment. Live-bed scour hanya sebagai salah
satu fungsi dari rasio panjang abutment terhadap kedalaman aliran,

La
, dan rasio
ya

debit per satuan lebar di daerah overbank aliran terhadap debit per satuan lebar di
daerah gerusan. Daerah gerusan diasumsikan berupa lebar konstan dan besarnya
adalah 2,75 kali kedalaman gerusan. Formula yang dihasilkan adalah:
7/6
1 y


+ 1
La
y s 11,5 y a

= 2,75
1
1/ 2
ya
ya
1

Dimana:

La

: panjang abutment (meter)

ya

: kedalaman aliran (meter)

ys

: kedalaman maksimum gerusan (meter)

: tegangan geser dasar saluran (kg/meter.detik2)

: tegangan kritis untuk gerak awal sedimen (kg/meter.detik2)

Formula di atas hanya bisa diselesaikan dengan cara iterasi. Selanjutnya,


Richardson , dkk (1991), menyederhanakan formula di atas menjadi:

L'
ys
= 1,3.
ya
ya
Dimana:

0 , 48

ys

: kedalaman maksimum gerusan (meter)

ya

: kedalaman aliran (meter)

: lebar abutment (meter)

II-21

Formula Laursen yang telah dimodifikasi tersebut bisa diselesaikan dengan cara
yang lebih sederhana, yaitu:
L'
y s = 1,3.
ya

0 , 48

.ya

Froehlich (1989)
Untuk menghitung live-bed scour yang terjadi pada abutment dapat menggunakan
formula Froehlich yang diperoleh dari hasil analisis regresi 170 data perhitungan dari
percobaan laboratorium. Formula Froehlich ini adalah salah satu formula pendekatan
empiris.
L'
ys
= 2,27.K 1 .K 2 .
ya
ya
Dimana:

0.43

.Fr 0.61 + 1

ys

: kedalaman gerusan (meter)

ya

: kedalaman aliran (meter)

K1

: koefisien bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2)

K2

: koefisien sudut abutment terhadap aliran


(/90)0.13
<90 : untuk aliran di hulu abutment
>90 : untuk aliran di hilir abutment
Nilai dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan Tabel 2.3

: lebar abutment (meter)

Fr

: bilangan Froude
Fr =

U
gy a

U : kecepatan aliran (m/dt)


g : percepatan gravitasi = 9.81 m/s2
ya : kedalamaan aliran (meter)

II-22

Tabel 2. 2

Koefisien Bentuk Abutment (Sumber Mellvile, 1997)

Bentuk Abutment

K1

Dinding vertikal

1,00

Dinding vertikal dengan sayap

0,75

Spill-through abutment

0,45

Untuk kondisi lapangan di mana perbandingan antara lebar abutment terhadap


L'

kedalaman lebih besar dari 25


> 25
ya

ys
K
= 4.Fr 0,33 . 1
ya
0,55
Dimana:

Gambar 2. 19

ys

: kedalaman gerusan (meter)

ya

: kedalaman aliran (meter)

Fr

: bilangan Froude

K1

: koefisien bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2)

Faktor Koreksi untuk Kemiringan Abutment terhadap Aliran (Sumber HEC


18, 1995)

II-23

Tabel 2. 3

Koefisien Sudut Abutment terhadap Aliran (Sumber: Scour at Bridge,


Waterware Consultant, 1997 2003)

Attack Angle (Degree)

K2

0.00

30

0.58

45

0.80

60

0.88

90

1.00

120

1.05

The HIRE Equation (Richardson, 1990)


Formula HIRE dikembangkan berdasarkan data hasil investigasi lapangan dari
Sungai Mississipi. Formula ini direkomendasikan oleh HEC-18, dalam kondisi rasio

L'

lebar abutment dan kedalaman aliran lebih besar dari 25 25 . Berikut adalah
y1

formula dari HIRE:

K
y s = 4 y1 1 K 2 FN0,,133
0,55
Dimana: ys

: kedalaman gerusan

y1

: kedalaman aliran di kaki abutment

K1

: faktor koreksi dari bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2)

K2

: faktor koreksi dari sudut aliran (dapat dilihat pada Gambar 2.21, dan
Tabel 2. 3)

FN,1 : bilangan Froude di hilir abutment

Mellvile (1997)

Mellvile (1997) menyimpulkan dari banyak hasil eksperimen local scour pada
abutment jembatan saluran persegi dan memformulasikan kedalaman maksimum
gerusan berdasarkan pendekatan empiris dari koefisien aliran, bentuk abutment,

II-24

alignment, dan panjang abutment. Mellvile juga mengklasifikasikan abutment


menjadi:
a. Abutment panjang

La
> 25
ya

b. Abutment pendek

La
<1
ya

Dimana

La

: panjang abutment (meter)

ya

: kedalaman rata-rata aliran (meter)

Sementara perbandingan antara panjang abutment dengan kedalaman aliran untuk


abutment sedang berada di kisaran antaranya.
Berikut adalah formula Melville yang dikembangkan untuk perhitungan
kedalaman gerusan pada clear-water scour dan live-bed scour:
y s = K y L .K i .K 1 .K 2 .( y a .La ) 0,5
Dimana:

ys

: kedalaman gerusan (meter)

ya

: kedalaman aliran (meter)

La

: panjang abutment (meter)

KyL

: faktor kombinasi antara kedalaman aliran dengan


panjang abutment = 10y

Ki

: faktor intensitas aliran =

U
U cr

U : kecepatan aliran (m/dt)


Ucr: kecepatan kritis saat sedimen akan bergerak (m/dt)
K1

: faktor bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2)

K2

: faktor alignment abutment (dapat dilihat pada


Gambar 2.21, dan Tabel 2. 3)

II-25

Anda mungkin juga menyukai