Fluida
Fluida
Pembagian aliran air menjadi aliran tunak dan aliran tak tunak menggunakan
waktu sebagai kriteria. Aliran tunak adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran
yang dapat dianggap konstan atau tidak berubah selama suatu selang waktu tertentu.
Sedang, aliran tak tunak adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran yang berubah
sesuai
dengan
waktu.
Persamaan
yang
menyatakan
aliran
tunak
adalah
h
Q
U
= 0;
= 0;
=0
t
t
t
Pembagian aliran air menjadi aliran seragam dan aliran berubah menggunakan
ruang sebagai kriteria. Aliran seragam adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran
II-1
yang dapat dianggap konstan atau tidak berubah pada setiap penampang saluran.
Sedang, aliran berubah adalah aliran yang memiliki kedalaman aliran yang berubah
pada setiap penampang saluran. Persamaan matematis yang menyatakan aliran
seragam adalah
h
Q
U
= 0;
= 0;
=0
x
x
x
Dalam kasus ini, bila mengacu pada geometri dan kondisi dasar saluran, maka
aliran termasuk tunak-seragam (steady-uniform flow).
U.l
Dimana
: Re
Sedangkan perilaku aliran yang dibedakan berdasarkan atas bilangan Reynold, yaitu :
1. Aliran laminar : Re < 2000
2. Aliran turbulen
: 2000 Re 4000
Fr =
U
g.h
Dimana
: Fr
II-2
Sementara perilaku aliran yang dibedakan berdasarkan atas bilangan Froude, yaitu :
1. Aliran subkritis
: Fr < 1
2. Aliran kritis
: Fr = 1
3. Aliran superkritis
: Fr > 1
Gambar 2. 1
Distribusi Kecepatan pada Aliran dengan Dasar Saluran Halus dan Kasar
II-3
Gambar 2. 2
5.
. Sublapisan
U*
diatas sublapisan viskos adalah lapisan turbulen dengan bagian utama yaitu
sublapisan logaritmik. Antara sublapisan viskos dan sublapisan logaritmik terdapat
sublapisan transisi. Diatas sublapisan logaritmik terdapat sublapisan luar. Sketsa
sublapisan pada dasar saluran halus dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2. 3
II-4
Debit air adalah fungsi dari kecepatan arus dan luas penampang yang dilaluinya.
Karena itu pengukuran debit dilakukan dengan pengukuran arus dan luas
penampangnya.
Besar dan arah kecepatan dalam saluran terbuka diperoleh dari pengukuran arus.
Untuk pengukuran di lapangan, pengukuran arus dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengukuran arus dengan menggunakan currentmeter dilakukan pada beberapa
titik potongan melintang. Dari pengukuran ini akan diperoleh distribusi
kecepatan.
2. Pengukuran kecepatan dilakukan pada 3 (tiga) kedalaman pada masingmasing potongan melintang; yaitu pada kedalaman 0.2, 0.6, dan 0.8.
Berdasarkan teori, kecepatan rata-rata dapat dirumuskan dengan:
V =
Dimana: d
: kedalaman aliran
Gambar skema pengukuran kecepatan pada saluran terbuka dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
II-5
Gambar 2. 4
Dimana
: e, f
: kecepatan
II-6
Tabel 2. 1
1 titik
Kedalaman
sungai saluran
(m)
0,3 0,6
2 titik
0,61 3,0
3 titik
3,1 6,0
Metode
Titik pengamatan
(pengukuran)
0,6.d
U (kecepatan rata-rata)
U = U 0 , 6. d
U =
1
.(U 0 , 2.d + U 0,8.d )
2
U =
1
.(U 0 , 2.d + 2.U 0, 6.d + U 0,8.d )
4
U =
1
.(U A + 3.U 0, 2.d + 2.U 0, 6.d + 3.U 0,8.d + U B )
10
U =
1
.(luasdiagra mkecepa tan )
B
U.A0,3; 0,2.d;
5 titik
0,6.d; 0,8d;
6,1 10,0
U.B0,3
Banyak
titik
Dimana
> 10,0
U.A0,5;1,0;2,0 10,0;
U.B0,5
: e, f
: e + f.N
: kecepatan
II-7
a3
a2
a1
o1
a2
2
a3
2
titik awal
D5
D3
D2
D4
U5, D5
U2, D2
U4, D4
U 3, D 3
Gambar 2. 5
Dimana
: 1, 2, 3
: titik pengukuran
o1, o2, o3
D1, D2, D3
a1, a2, a3
a + a3
.( D )
Luas penampang basah sub irisan 3 = 2
2 3
a + a3
.( D )
Debit melalui sub irisan 3 = U 3 . 2
2 3
2. Mean Section Method
o3
o2
a3
a2
a1
o1
titik awal
D5
D2
D
d3
D4
U5, D5
U 2, D 2
U4, D4
U 3, D 3
Gambar 2. 6
II-8
d + d 4
.( D )
Luas penampang basah sub irisan 3 4 = 3
2 3
U 3 + U 4 d 3 + d 4
.
.( D 3 )
Debit melalui sub irisan 3 4 =
2
Transportasi Sedimen
Secara teoritis saluran stabil adalah suatu keadaan dimana gerusan dan
pengendapan tidak terjadi disepanjang sungai atau saluran. Dalam proses
mempelajari gerusan, tidak lepas dari karakteristik sedimen yang ada. Transportasi
sedimen dan sifat-sifat aliran, pada sungai alam akan terganggu dengan adanya
penahan sedimen yang dibangun melintang sungai. Saat dasar sungai berubah,
perubahan akan berlangsung secara lambat laun sehingga akan tercapai keadaan
sungai yang stabil yang disebabkan oleh sifat-sifat hidraulik aliran dan transportasi
sedimen.
Titik dimana partikel pada dasar saluran mulai bergerak adalah faktor yang paling
penting dalam mekanika transport sedimen. Distribusi kecepatan dan pergerakan
sedimen pada tikungan saluran dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 7
II-9
Meliputi semua ukuran sedimen (> 0,064 mm) dan mampu diangkut oleh
air. Partikelnya dapat bergerak dengan menggelinding (rolling), bergeser
(sliding) atau melenting (saltating) dengan kecepatan lebih rendah dari
kecepatan aliran.
2. Wash load atau suspended load
Meliputi partikel halus (< 0,064 mm) dan mampu bergerak dalam bentuk
suspensi dalam air di atas dasar saluran secara melayang. Partikel
tersuspensi terangkut dan tetap berada dalam aliran melalui proses
pencampuran turbulensi.
3. Beban terlarut (dissolve load)
Pergerakan awal angkutan sedimen adalah fungsi dari tegangan geser kritis (cr,
critical shear stress), kecepatan kritis (Ucr, critical velocity) dan gaya angkat.
Tegangan geser kritis ini ada dua macam, yaitu :
1. Gaya yang bekerja (applied forces)
Gaya aliran dan komponen berat partikel dalam arah ke bawah dalam
keadaan terendam.
2. Gaya penahan (resisting forces)
Komponen berat partikel terendam lurus terhadap dasar dan gaya gaya
yang timbul antar partikel di sekelilingnya.
II-10
Gambar 2. 8
Angkutan sedimen dasar merupakan fungsi dari kapasitas transport aliran. Tujuan
perhitungan angkutan sedimen ini yaitu memberikan jumlah maksimum material
yang dapat diangkut untuk kondisi aliran dan jenis sedimen tertentu.
Ada beberapa formula dalam perhitungan angkutan sedimen:
1. Menurut Van Rijn (1984)
II-11
(U U cr) d 50 1,2
sb
= 0,005.
0,5
U .h
g .d 50 .(s 1) h
2,5
(U U cr) d 50
ss
.(d * )0,6
= 0,012.
0,5
U .h
g .d 50 .(s 1) h
2,4
Dimana :
sb
ss
Rb
Ucr
Selanjutnya kecepatan kritis aliran dihitung dengan formula Van Rijn (1984).
1. Untuk 0,5 d50 2,0 mm digunakan rumus :
12.R b
12.R b
Ucr
d50
d90
Rb
Rb =
A
A
P
: luas basah penampang (meter2)
II-12
Ada beberapa jenis gerusan yang terjadi di sepanjang saluran terbuka selama
terjadi aliran dari hulu ke hilir. Gerusan yang terjadi pada sungai dapat digolongkan
menjadi :
1. Gerusan umum (general scour)
Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada
saluran terbuka.
Gambar 2. 9
II-13
Gambar 2. 10
Untuk U 0,5
U cr
U cr
II-14
ii.Live-bed scour
Terjadi karena adanya perpindahan sedimen. Yaitu jika U > 1,0
U cr
Dimana:
Ucr
Menurut teori Mellvile (1993), dengan mengacu pada kondisi batas di atas,
dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran berbanding terbalik dengan kedalaman
gerusan yang terjadi. Semakin tinggi kecepatan aliran, kedalaman gerusan akan
semakin rendah.
Contoh gerusan lokal dan mekanisme yang terjadi karena pier dan abutment
jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.11 s.d Gambar 2.14.
Gambar 2. 11
II-15
Gambar 2. 12
Gambar 2. 13
Local Scour Pada Abutment (Lokasi: Desa Karang Panggung, Sungai Simpang
Aur-Lemau, Kabupaten Bengkulu Utara, 3 April 2008)
II-16
Gambar 2. 14
Hubungan kedalaman gerusan sebagai fungsi waktu dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2. 15
Hubungan Kedalaman Gerusan (ys) sebagai Fungsi dari Waktu (t) (Sumber:
Local Scour at Abutment: A Review, Abdul Karim Barbhuiya and Subhashis
Dey, 2004)
II-17
Gerusan lokal ini terjadi di sekitar bangunan air, seperti sekitar pier jembatan dan
abutment yang disebabkan aliran sungai. Kecepatan aliran dan penyempitan di sekitar
jembatan akibat bangunan air tersebut menyebabkan sedimen terangkut. Secara
umum, kedalaman dari gerusan lokal ini lebih besar daripada gerusan umum dan
gerusan akibat penyempitan di alur sungai. Gerusan lokal ini dapat mempengaruhi
kestabilan struktur jembatan. Bahkan berbahaya juga untuk pengaman jembatan
seperti riprap revetment jika perhitungannya tidak memperhitungkan gerusan lokal.
Faktor-faktor yang menyebabkan gerusan lokal antara lain:
1. Bangunan air yang mengurangi lebar sungai, seperti pier dan abutment
jembatan.
2. Proyeksi lengan dari bangunan air terhadap aliran.
3. Lengan dari bangunan air.
4. Kedalaman aliran.
5. Kecepatan aliran.
6. Ukuran dari material dasar.
7. Sudut dari aliran.
8. Bentuk dari bangunan air.
9. Konfigurasi material dasar.
10. Formasi es (untuk sungai di musim dingin).
11. Reruntuhan tebing
Abutment
II-18
berupa live-bed scour ataupun clear water scour, terjadi di sekitar hulu abutment dan
berakhir di hilir abutment.
Jenis abutment ada beberapa macam:
1. Spill-through abutment
2. Dinding vertikal tanpa sayap
3. Dinding vertikal dengan sayap
Gambar 2. 16
a
Gambar 2. 17
II-19
Gambar 2. 18
Lacey
(1993)
mengembangkan
formula
untuk
memprediksi
kedalaman
maksimum gerusan yang terjadi di sekitar pier dan abutment. Formula Lacey ini
berlaku untuk debit dengan range: 0,7 Q 1,73 (satuan m3/detik), range
kedalaman: 0,5 h 3,0, dan range Bilangan Froude: 0,14 Fr 0,21.
Formula Lacey:
Q
ys
= 0,47 k 3
h
fh
Dimana:
1/ 3
ys
: debit (m3/detik)
: faktor endapan
f = 1,76 d 50
d50
II-20
Laursen (1960)
Laursen (1960) mengembangkan hubungan antara kedalaman gerusan pada
abutment jembatan terhadap perawatan abutment. Live-bed scour hanya sebagai salah
satu fungsi dari rasio panjang abutment terhadap kedalaman aliran,
La
, dan rasio
ya
debit per satuan lebar di daerah overbank aliran terhadap debit per satuan lebar di
daerah gerusan. Daerah gerusan diasumsikan berupa lebar konstan dan besarnya
adalah 2,75 kali kedalaman gerusan. Formula yang dihasilkan adalah:
7/6
1 y
+ 1
La
y s 11,5 y a
= 2,75
1
1/ 2
ya
ya
1
Dimana:
La
ya
ys
L'
ys
= 1,3.
ya
ya
Dimana:
0 , 48
ys
ya
II-21
Formula Laursen yang telah dimodifikasi tersebut bisa diselesaikan dengan cara
yang lebih sederhana, yaitu:
L'
y s = 1,3.
ya
0 , 48
.ya
Froehlich (1989)
Untuk menghitung live-bed scour yang terjadi pada abutment dapat menggunakan
formula Froehlich yang diperoleh dari hasil analisis regresi 170 data perhitungan dari
percobaan laboratorium. Formula Froehlich ini adalah salah satu formula pendekatan
empiris.
L'
ys
= 2,27.K 1 .K 2 .
ya
ya
Dimana:
0.43
.Fr 0.61 + 1
ys
ya
K1
K2
Fr
: bilangan Froude
Fr =
U
gy a
II-22
Tabel 2. 2
Bentuk Abutment
K1
Dinding vertikal
1,00
0,75
Spill-through abutment
0,45
ys
K
= 4.Fr 0,33 . 1
ya
0,55
Dimana:
Gambar 2. 19
ys
ya
Fr
: bilangan Froude
K1
II-23
Tabel 2. 3
K2
0.00
30
0.58
45
0.80
60
0.88
90
1.00
120
1.05
L'
lebar abutment dan kedalaman aliran lebih besar dari 25 25 . Berikut adalah
y1
K
y s = 4 y1 1 K 2 FN0,,133
0,55
Dimana: ys
: kedalaman gerusan
y1
K1
: faktor koreksi dari bentuk abutment (dapat dilihat pada Tabel 2.2)
K2
: faktor koreksi dari sudut aliran (dapat dilihat pada Gambar 2.21, dan
Tabel 2. 3)
Mellvile (1997)
Mellvile (1997) menyimpulkan dari banyak hasil eksperimen local scour pada
abutment jembatan saluran persegi dan memformulasikan kedalaman maksimum
gerusan berdasarkan pendekatan empiris dari koefisien aliran, bentuk abutment,
II-24
La
> 25
ya
b. Abutment pendek
La
<1
ya
Dimana
La
ya
ys
ya
La
KyL
Ki
U
U cr
K2
II-25