Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Manusia hidup dalam lingkungannya dan melakukan interaksi dengan komponenkomponen yang ada di lingkungannya. Interaksi tersebut dapat terjadi dengan komponen biotik
maupun abiotik serta sosial budaya. Pada awalnya interaksi antara manusia dengan
lingkungannya berjalan secara serasi, selaras dan seimbang. Namun, belakangan ini hubungan
tersebut berjalan secara tidak seimbang. Manusia dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologinya lebih bersifat eksploitatif terhadap alam, sehingga muncul berbagai permasalahan
lingkungan. Dilain pihak dua isue besar yang harus dihadapi dunia saat ini yaitu ledakan jumlah
penduduk dan perkembangan sains dan teknologi.
Ledakan jumlah penduduk di bumi ini sangat memerlukan pangan, sandang, dan papan.
Ketiga kebutuhan tersebut sangat memerlukan sumberdaya alam yang menghasilkan bahan
seperti pangan dan non pangan. Tanpa ada perlindungan sumberdaya alam dan norma serta
hokum yang melindungi sumberdaya alam, manusia akan mengekploitasinya dengan sewenangwenang untuk mewujudkan ketiga kebutuhan tersebut. Akibatnya sumberdaya alam akan rusak
dan akhirnya bermuara pada rusaknya lingkungan (environmental) yang menjadi penyangga
kehidupan di bumi ini.
Menurut Keraf (2002) munculnya masalah lingkungan hidup adalah masalah moral,
Persoalan perilaku manusia. Lingkungan bukan hanya semata-mata persoalan teknis melainkan
juga krisis ekologi global yang kita alami saat ini adalah persoalan moral, krisis moral secara
global. Untuk itu perlu adanya etika dan moralitas untuk mengatasinya. Etika sebenarnya sudah
melekat dalam diri setiap orang sejak lahir (Keraf, 2002). Tetapi akhir-akhir ini etika tidak
muncul, walau kebijakan lingkungan sudah ada tetapi degradasi lingkungan juga semakin
meningkat. Munculnya kerusakan ini karena etika lingkungan tidak pernah dikedepankan.
Lingkungan hidup merupakan lingkungan disekitar manusia, tempat diman organism
dan anorganisme berkembang dan berinteraksi. Sedangkan dalam peraturan undang-undang RI
No 32 tahun 2009 yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
mengatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam sendiri,

kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Etika lingkungan
sendiri sering dilupakan dengan penyebab karena keserakahan yang bersifat ekonomi,
ketidaktahuan bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupn orang lain serta
keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi yang ada di sekitarnya. Permasalahan ini juga
dapat disebabkan karena pandangan manusia yang keliru terhadap alam. Manusia seringkali
melanggar etika lingkungan karena menganggap dirinya terpisah dari lingkungannya. Oleh
karena itu, kita sebagai generasi muda bangsa perlu adanya perlindungan lingkungan untuk
menyelamatkan lingkungan harus ada perubahan yang mendasar pada diri manusia dalam
memandang lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari lingkungan dan konservasi?
2. Bagaimana prinsip etika perlindungan lingkungan?
3. Bagaimanakah penerapan etika lingkungan dan upaya terhadap perlindungan lingkungan?

1.3 Tujuan
Dari uraian rumusan masalah diatas maka dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian lingkungan dan konservasi terhadap lingkungan hidup
2. Mengetahui beberapa prinsip dalam etika lingkungan
3. Mengetahui bagaimana cara menerapkan etika terhadap lingkungan sebagai upaya
perlindungan terhadap lingkungan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Lingkungan

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mancakup keadaan sumber daya
alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah
maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan
bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik
dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim,
kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa
seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme (
Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut:
1.

Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan

berkembang, diatas bumi sebagai lingkungan.


2.

Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia.

3.

Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yanng mendiaminya.

4.

Lingkungan menyediakan kebutuhan vital seperti oksigen, nitrogen, air dan lain-lain.
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk menjaga kelestarian bumi

ini. Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari
ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Sehingga perlu dilakukan
perlindungan lingkungan agar alam ini tetap terjaga kelestariannya. Perlindungan lingkungan
adalah praktek untuk melindungi lingkungan alam pada tingkat individu, organisasi atau
pemerintah, untuk kepentingan kedua lingkungan alam dan manusia karena tekanan penduduk
dan teknologi, lingkungan biofisik terdegradasi, kadang-kadang secara permanen. Hal ini telah
diakui, dan pemerintah telah mulai menempatkan pembatasan pada kegiatan yang menyebabkan
degradasi lingkungan. Sejak tahun 1960, aktivitas gerakan lingkungan telah menciptakan
kesadaran berbagai isu lingkungan. Tidak ada kesepakatan mengenai sejauh mana dampak
lingkungan dari aktivitas manusia, dan tindakan perlindungan kadang-kadang dikritik.
2.1.1 Norma-Norma Lingkungan Hidup
Norma lingkungan hidup adalah seluruh kaidah, aturan atau ukuran untuk menentukan
sesuatu terhadap lingkungan hidup dengan tujuan agar hubungan manusia dengan lingkgan hidup
berjalan dengan normal, tidak ada kelainan dan gangguan yang merugikan manusia. Macammacam norma lingkungan hidup:
a. Norma sosial

Norma atau aturan tidak tertulis yang berlaku pada suatu masyarakat. Norma ini tidak ada
sanksi hukum, pelanggaran terhadap norma sosial sanksi sosial. Norma sosial mencakup
cara (usage), kebiasaan (folkway), tingkah laku (mores), dan adat istiadat (custom).
b. Norma Hukum
Peraturan Hukum mengenai Lingkungan hidup di Indonesia :
1)

UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

2)

UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 3, menyebutkan bahwa masyarakat berhak

atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.


3) Amandemen ke 2 UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 : Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, brtempat tiggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2.1.2 Etika Lingkungan
Etika lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam serta
hubungan antara semua kehidupan alam semesta. Etika lingkungan (etika ekologi) adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai
keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna
yang sama. Prinsip etika ekologi adalah semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan
karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak
untuk berkembang.
Etika lingkungan dapat dibedakan menjadi etika pelestarian dan etika pemeliharaan.
Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk
kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk
Berikut adalah poin-poin yang ditekankan dalam etika ekologi:

Manusia adalah bagian dari alam.

Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia,
tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.

Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenangwenang.

Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.

Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.

Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.

Menghargai dan memelihara tata alam.

Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.

Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu
sistem mengambil sambil memelihara.

2.2 Definisi Konservasi


Pada awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu.
Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam dilakukan antara lain
dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan baik sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi/hiburan.
Di Asia Timur, konservasi sumber daya alam hayati dimulai saat Raja Asoka (252 SM)
memerintah, dimana pada saat itu diumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap
binatang liar, ikan dan hutan.Sedangkan di Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah
memerintahkan para pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book
yang berisi inventarisasi dari sumber daya alam milik kerajaan.
Kebijakan kedua raja tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk konservasi
sumberdaya alam hayati pada masa tersebut dimana Raja Asoka melakukan konservasi untuk
kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I melakukan pengelolaan sumber daya alam
hayati atas dasar adanya data yang akurat.Namun dari sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa
bahkan sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia
meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep
tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern
konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan
memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana.
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata
con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara
apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini

dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang
mengemukakan tentang konsep konservasi.
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural
dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.Konservasi juga
dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti
mencoba mengalokasikan sumber daya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi,
konservasi merupakan alokasi sumber daya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
2.2.1 Kebijaksanaan Nasional Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup
Kebijakan nasional lingkungan hidup merupakan nilai-nilai dasar dalam pelestarian
lingkungan yang terdiri butir-butir sebagai berikut :
Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep Pembangunan Berkelanjutan yaitu
pembangunan yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan manusia saat ini, tanpa mengurangi
potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan manusia pada generasi-generasi mendatang.
Pembangunan berkelanjutan didasarkan atas kesejahteraan masyarakat serta keadilan dalam
jangka waktu pendek, menengah dan panjang dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi,
dinamika sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan manusia baik dalam jangka
pendek, menengah maupun jangka panjang. Pengambilan keputusan dalam pembangunan perlu
memperhatikan pertimbangan daya dukung lingkungan sesuai fungsinya. Daya dukung
lingkungan menjadi kendala (constraint) dalam pengambilan keputusan dan prinsip ini perlu
dilakukan secara kontinyu dan konsekuen. Pemanfaatan sumber daya alam tak terpulihkan perlu
memperhatikan kebutuhan antar generasi. Pemanfaatan sumber daya alam terpulihkan perlu
mempertahankan daya pemulihannya.
Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan
sehat dan berkewajiban untuk melestarikan lingkungan. Oleh karenanya, setiap warga negara
mempunyai hak untuk mendapatkan informasi lingkungan yang benar, lengkap dan mutakhir.
Dalam pelestarian lingkungan, usaha pencegahan lebih diutamakan daripada usaha
penanggulangan dan pemulihan.
Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya. Pencemaran dan kerusakan
lingkungan perlu dihindari bila sampai terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan, maka

diadakan penanggulangan dan pemulihan dengan tanggung jawab pada pihak yang
menyebabkannya
Pelestarian lingkungan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian melalui pendekatan
manajemen yang layak dengan sistem pertanggung jawaban.
2.2.2 Paradigma Pelestarian Lingkungan
Sekarang ini paradigma pembangunan lebih bersifat high-techsentris, hingga
keberhasilan pun hanya dilihat dari angka kuantitatif yang berdimensi material. Sementara itu
keseimbangan ekologis, langka untuk tidak mengatakan tak pernah sama sekali mendapat
perhatian dari fasilitator pembangunan. Akibatnya ratusan juta, miliaran, bahkan triliunan rupiah
terkikis habis diterjang kemurkaan alam lewat berbagai kondisi lingkungan yang kian degradatif.
Misalnya, hutan Indonesia mengalami kerusakan yang sedemikian parah dari sekira 120,35 juta
hektare; 59 juta hektare diantaranya rusak dan memerlukan rehabilitasi. Bahkan laju
pengrusakannya berkisar 2,83 juta hektare setiap tahunnya. Kerugian material yang diderita pun
hampir mencapai Rp. 10 triliunan per tahun.
Jika kondisi di atas tidak segera mendapat perhatian, saya rasa sepuluh atau dua puluh
tahun ke depan, hutan Indonesia akan mengalami penurunan, bahkan kehancuran. Maka,
pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara terpadu semestinya menggunakan paradigma
berwawasan ekologis hingga pemanfaatannya tidak berbentuk pengurasan habis-habisan yang
mengabaikan kaidah-kaidah keseimbangan alam.
Lantas, bagaimana peran religiusitas, dalam hal ini Islam yang memiliki sumber
pertama (masdar al-awwal) Al-Quran dalam memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan
ekosistem lingkungan hidup? Sebab, kekritisan sumber daya alam adalah ancaman berat bagi
pembangunan. Dari sinilah, pembangunan berbasis nilai-nilai religius sangat urgen diperhatikan
agar bangsa dapat bepijak secara kokoh dan program pembangunan pun berkesinambungan serta
mengikuti aturan main alam.
Agama mengajarkan bahwa arah pembangunan semestinya digusur pada keteraturan
yang mengikuti kaidah-kaidah alamiah. Ada firman Tuhan yang bermakna pentingnya menjaga
keteraturan ekologis, yakni surat Ar-Ruum ayat 41: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut
karena ulah (eksploitasi dan eksplorasi tak berkaidah) manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka (akibat) perbuatannya, agar mereka kembali (ke program konservasi alam).

Esensi ayat di atas, menjelaskan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable


development) yakni dari kalimat agar mereka kembali. Term kembali kalau ditinjau dengan
kerangka pembangunan berwawasan ekologis, bersanding kuat dengan program pelestarian
lingkungan hidup. Misalnya, program konservasi alam, reboisasi, pajak perusahaan untuk
menjaga kelestarian alam, pendidikan lingkungan hidup untuk anak didik dan pengurusan izin
analisis dampak lingkungan (amdal).
Kearifan ekologis berbasis agama juga dapat dilihat dari nama-nama surat tentang
keragaman ekosistem dan fungsi ekologis, semisal Al-Baqarah (sapi betina), Al-Adiyat (kuda
perang), An-Naml (semut), Al-Ankabut (Laba-laba), Ath-Thur (bukit thur) dan masih banyak
lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi alam beserta ekosistem kehidupannya memiliki sisi
fungsional yang wajib dipelihara sebaik-baiknya. Karena itu, alangkah arif rasanya jika bangsa
mulai merenungi kearifan ekologis yang dipesankan oleh-Nya melalui teks dan kita
kontekstualisasikan sehingga bersesuaian dengan perkembangan zaman.
Tujuannya agar arah pembangunan dihiasi etika keadiluhungan agama, dan ketika
berinteraksi dengan ekosistem lingkungan tidak dimanfaatkannya sembari angkat tangan
melestarikan atau malah cuci tangan ketika dirinya merusak alam. Sebab, setiap penganut
agama (baca: umat Islam) yang berbudaya tidak boleh bersikap dan berperilaku destruktif seperti
melakukan pengrusakan secara membabi buta terhadap lingkungan hidup atas dalih
pembangunan infrastruktur.
Demikian, dalam konteks sistem sosial budaya, hampir tiap daerah di kepulauan
Indonesia memiliki indigenous knowledge system masing-masing ketika memperlakukan
lingkungan hidup. Misalnya, dalam tradisi masyarakat Sunda pedalaman terdapat tiga klasifikasi
hutan (leuweung) yang dijelaskan secara gamblang oleh Kusnaka Adimiharja (1994) dan
bermanfaat bagi arah gerak pembangunan. Pertama, leuweung sampalan, yakni hutan yang telah
mengalami konversi menjadi lahan yang ditanami dan dijadikan tempat penggembalaan oleh
masyarakat. Kedua, leuweung geuledegan, semacam hutan yang tidak boleh dieksploitasi warga,
karena alasan kepercayaan dalam sistem sosial kemasyarakatan. Ketiga, leuweung titipan,
semacam hutan yang boleh dieksploitasi dan dimanfaatkan warga setelah mendapatkan izin dari
pemimpin adat.
Dari tiga sistem pengetahuan tersebut, terdapat makna perennial yakni pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) dan berparadigma ekologis adalah sebuah keniscayaan.

Sebab selama ini arah pembangunan kerap diinterpretasi dengan pendekatan ekonomi-sentris
saja. Akibatnya, potensi alam banyak terdegradasi ketika terkena proyek pembangunan, misalnya
peristiwa meluapnya Lumpur panas di Sidoarjo yang menelan kerugian besar ialah salah satu
ekses negatif dari pembangunan yang tak berkaidah. Atau, meningkatnya suhu Kota Bandung
sebesar 34,5 derajat celcius pada musim kemarau adalah akibat dari penebangan pohon dan
pembangunan infrastruktur yang jarang memperhatikan sarakan (baca: lingkungan) sekitar.
Kondisi di atas, tidak semestinya diabaikan oleh para pemerintah agar tercipta
pembangunan yang menghasilkan income ekonomi di satu sisi dan keuntungan ekologis bagi
warga secara berkesinambungan di lain sisi. Maka, konsep pembangunan di Indonesia mesti
menghargai kearifan sistem sosial masyarakat daerah yang semenjak dahulu selalu berharmoni
dengan alam sekitar. Para stakeholders di tiap daerah juga wajib menengok dan
mempraktikkannya untuk kemudian dikontekstualisasi sehingga mewujud dalam bentuk
pembangunan berkelanjutan.
Alhasil, income pendapatan ekonomi yang diperoleh warga tidak sesaat, melainkan
terus-menerus (sustainable) sampai terwariskan pada anak cucu. Sebab, kita juga tahu bahwa
kekayaan ekologis merupakan titipan anak cucu kita dan mesti dipelihara agar kelak mereka
dapat bersenyum ria pada kehidupan. Tidak bermuram durja, apalagi bila sampai berusaha
mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri akibat kemiskinan yang diderita.
2.2.3 Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pelestarian
Lingkungan
Konservasi sumber daya alam hayati dimaksudkan sebagai upaya pengelolaan sumber daya
alam hayati yang pemanfaatannya senantiasa memperhitungkan kelangsungan persediaannya
dengan tetap memelihara serta meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Tujuan
melakukan konservasi tersebut adalah untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber
daya alam dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta mutu kehidupan manusia (Dephut, 1990).
2.2.4 Strategi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan
tiga P (3P), yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan.
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar beserta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Proses perlindungan, pengawetan dapat dilakukan di kawasan konservasi, taman hutan


raya, dan taman wisata alam; mengingat kawasan konservasi itu adalah kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi
(Dephut, 1990).
Dari ketiga strategi tersebut satu dengan lainnya sangat berkait, sehingga untuk
mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus dilakukan bersamasama. Artinya kalau yang dilakukan hanya satu aspek, misalnya perlindungan saja tanpa
dibarengi dengan pengawetan dan pemanfaatan, maka akan menimbulkan resiko biaya
pengelolaan yang sangat tinggi, dengan tanpa memperoleh hasil. Sebaliknya, jika kegiatan
tersebut hanya memfokuskan pada aspek pemanfaatan dengan tanpa memperhatikan pada
perlindungan dan pengawetan, maka yang akan terjadi tentu saja pemusnahan sumber daya alam
hayati tersebut.
Kegiatan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya ini meliputi tiga kegiatan
sebagaimana yang telah diutarakan di atas, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis, dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari (Dephut,
1990).
Perlindungan Sistem Penyangga Perlindungan sistem penyangga ini dimaksudkan untuk
memelihara proses ekologi yang dapat menunjang kelangsungan dan mutu kehidupan, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Cara pemanfaatan wilayah perlindungan dan sistem
penyangga hendaknya senantiasa memperhatikan kelangsungan dan fungsi perlindungan di
wilayah tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Liar, maka pengelolaan jenis di luar habitatnya dapat dilakukan dalam bentuk
pemeliharaan, pengembangbiakan, pengkajian, penelitian, pengembangan rehabilitasi satwa,
penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Untuk melakukan kegiatan konservasi ex-situ berbagai persyarataan yang perlu
dipenuhi, yaitu: tersedianya tempat yang cukup luas, aman dan nyaman, memenuhi standart
kesehatan tumbuhan dan satwa, serta mempunyai tenaga ahli dalam bidang medis dan
pemeliharaan. Begitu pula kalau ingin melakukan perkembangbiakan jenis di luar habitatnya,
maka persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu: dapat menjaga kemurnian jenis dan

keanekaragaman genetik, dapat melakukan penandaan dan sertifikasi, serta dapat membuat buku
daftar silsilah (Dephutbun, 1999).
Ada berbagai kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi
ex-situ. Kelebihannya antara lain dapat mencegah kepunahan lokal pada berbagai jenis tumbuhan
akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia, dapat dipakai untuk arena perkenalan
berbagai jenis tumbuhan dan wisata alam bagi masyarakat luas, berguna untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dalam kegiatan budidaya jenis hewan
dan tumbuhan; sedangkan kelemahannya antara lain, konservasi ex-situ memerlukan kegiatan
eksplorasi dan penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan adalah untuk melihat adanya
kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut dilakukan; di samping itu pada
kegiatan ini dibutuhkan pula dana yang cukup besar, serta tersedianya tenaga ahli dan orang yang
berpengalaman.
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam hendaknya senantiasa tetap
menjaga kelestarian fungsi kawasan, sedangkan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
harus selalu memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, keanekaragaman jenis
tumbuhan, dan satwa liar tersebut.
Pemanfaatannya

dapat

dilakukan

dalam

bentuk

pengkajian,

penelitian

dan

pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran, budidaya tanaman


dan obat-obatan, dan pemeliharaan untuk kesenangan (Dephutbun, 1999b). Khusus untuk
perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar dalam skala kecil dapat dilakukan oleh masyarakat
yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan konservasi. Tentu saja jenis tumbuhan dan satwa liar
tersebut adalah yang tidak dilindungi, sedangkan perdagangan dalam skala besar hanya dapat
dilakukan oleh badan usaha yang telah memperoleh rekomendasi Menteri, di samping harus
memiliki berbagai persyaratan tertentu lainnya (Dephut, 1990).
Adanya perubahan politik dari era sentralistik-otoriter ke desentralistik-demokratis yang
ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak semakin tajamnya
degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Perubahan tersebut akan mendorong adanya kegiatan yang mengarah pada perlombaan
membangun daerah. Kegiatan tersebut senantiasa bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
daerah sebagai sarana menuju kesejahteraan masyarakat setempat. Keadaan ini secara langsung
atau tidak langsung akan mengakibatkan terjadinya eksploitasi kekayaan sumber daya alam dan

ekosistemnya, sehingga pada gilirannya akan memacu keadaan lingkungan menjadi berada pada
taraf membahayakan kehidupan masyarakat.
Terjadinya penurunan kualitas sumber daya alam ini merupakan suatu indikasi adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dengan ketersediaan sumber daya alam. Adanya
peraturan pemerintah yang kurang memberikan penekanan pada upaya pelestarian sumber daya
alam, dan lebih memprioritaskan perolehan pendapatan belaka, maka dapat membawa dampak
yang sulit dihindari dalam pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagaimana data
yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwalaju pengurangan luas hutan di pulau Sumatera
mencapai 2 % per tahun, di pulau Jawa mencapai 0,42 % per tahun, di pulau Kalimantan
mencapai 0,94 % per tahun, di pulau Sulawesi mencapai 1 % per tahun, dan di Irian Jaya
mencapai 0,7 % per tahun. Adanya pengurangan luas hutan tersebut terjadi akibat proses laju
penurunan mutu hutan (degradasi) dan pengundulan hutan (deforestasi).
Terjadinya degradasi dan deforestasi hutan tersebut telah memberikan implikasi yang
sangat luas dan mengkhawatirkan bagi kehidupan masa depan manusia. Ada berbagai masalah
yang akan terjadi pada sumber daya alam dan ekosistemnya, jika dalam penjabaran dan
pelaksanaan otonomi daerah tersebut tidak ditangani secara hati-hati. Masalah yang akan muncul
tersebut akan berupa degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagai contoh adanya
degradasi sumber daya kelautan, sumber daya sungai dan alirannya, sumber daya hutan, serta
adanya berbagai dampak pencemaran akibat aktivitas pembangunan ekonomi antar daerah, dan
lain-lain. Oleh sebab itu, sumber daya alam yang semula menjadi sumber utama bagi
peningkatan pendapatan daerah, jika pemanfaatannya dalam jangka panjang tidak disertai
dengan dukungan kebijakan yang mengarah kepada upaya perbaikan dan memperhatikan
pelestarian sumber daya alam, maka hal tersebut sudah dapat diduga akan menjadi sumber
konflik antar pemerintah daerah di masa yang akan datang.
Di awal era reformasi, terlihat gejala makin cepatnya degradasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya. Di berbagai daerah telah terjadi perusakan hutan, baik hutan lindung,
hutan peyangga, hutan tanaman industri, dan kawasan konservasi. Rusaknya hutan, berarti telah
terjadi kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati, baik itu tumbuhan maupun satwa
langka. Juga berbagai macam perusakan baik di laut, daerah aliran sungai, pertambangan, tanah,
udara, dan air. Peristiwa tersebut telah terjadi secara merata di berbagai wilayah di Indonesia
dengan akibat yang akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

Menyikapi fenomena degradasi sumber daya alam hayati bersamaan dengan


pelaksanaan otonomi daerah saat ini, maka diperlukan kesadaran kolektif dan serentak pada
semua lapisan masyarakat, baik para penyelenggara pemerintahan, pelaku ekonomi, dan
masyarakat pada umumnya untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
Saat ini kita telah merasakan semangat pembaruan yang semakin tampil dengan wajah
kebebasan yang tidak jelas batas-batas dan arahnya. Hampir semua aspek kehidupan sekarang
telah dilanda gejala tersebut, termasuk kebebasan pemanfaatan sumber daya alam yang
cenderung mengarah pada perusakan dan degradasi sumber daya alam itu sendiri. Oleh karena
itu, dalam penyelenggaraan otonomi daerah, memang dituntut untuk dapat menggali potensi agar
dapat menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, tetapi bukan berarti bahwa kebebasan
menggali potensi ini adalah merusak sumber daya alam yang ada. Pelaksanaan otonomi daerah
tidak perlu terpaku pada perjuangan untuk memanfaatkan sumber daya alam dan ekosistemnya,
jika nantinya yang akan menanggung segala kerugiannya adalah masyarakat.
2.3 Macam-macam Prinsip Etika Lingkungan
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam ,
terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
1. Sikap Hormat terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya
2. Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia
untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga
alam semesta dengan isinya.
3. Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan
dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada
kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
5. Prinsip No Harm
Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan

tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara
tidak perlu
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul
didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup
manusia.
7. Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat
dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan
dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
8. Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini
terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusaktidaknya, suatu sumber daya alam.
9.Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat
serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber
daya alam.
2.4 Penerapan Etika Lingkungan
Kita sebagai mahluk hidup yang bersatu dan sangat membutuhkan lingkungan tentu
harus mempunyai etika dalam menempati dan berinteraksi dengan lingkungan sehingga
kelestarian dan kenyamanannya dapat terjaga, karena itulah mari kita pelajari pula bagaimana
kita harus beretika dengan lingkungan. Etika lingkungan menurut Poerwadarminta adalah
pengetahuan tentang asas-asas mengenai akhlak atau moral. Untuk menjaga kelangsungan hidup
manusia yang berhubungan denagn pemukiman dan kehidupan ekonomi social budayanya,
digunakan etika yang menggunakan penalaran ekologi yaitu etika lingkungan. Dalam kehidupan
sehari-hari sering terjadi pelanggaran etika lingkungan seperti membuang puntung rokok
sembarangan, berteriak di tempatyang butuh ketenangan, membuat coretan pada dinding
bangunan, menyemburkan asap rokok sembarangan, dan sebagainya.
Tumbuhan,hewan, dan lingkunagan membentuk suatu ekosistem. Suatu ekosistem dapat
berukuran kecil mialnya kolam atau berukuran besar misalnya lautan. Di dalam ekosistem,

makhluk hidup dapat mencukupi kebutuhannya untuk hidup. Bila suatu ekosistem berubah maka
makhluk hidup yang berada di dalam ekosisteril itu juga berubah sehingga dapat dikatakan
keseimbangan ekosistem tersebut berubah.Ekosistem tersebut membutuhkan keseimbangan agar
tetap berlangsung hidup. Berubahnya ekosistem secara langsung atau tidak langsung juga
dipengarihi oleh kegiatan manusia.Keseimbangan ekosistem itu dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu:
1. Penebangan dan Pembakaran Hutan
Manusia sering menebang pohon-pohon di hutan untuk kepentingan pribadi, manusia
juga sering membakar hutan untuk membuka lahan pertanian dan perumahan. Perusakan hutan
menyebabkan populasi tumbuhan berkurang. Dengan lenyapnya tumbuh-tumbuhan tanah bagian
atas juga mudah terbawa air hujan. Padahal tanah bagian atas merupakan tanah yang paling
subur sehingga menjadi daerah yang tandus. Selai itu mengakibatkan rawan tanah longsor dan
banjir karena tidak ada yang menahan air hujan dan tanah tidak dilekatkan oleh akar tanaman.
Perusakan hutan juga mengakibatkan hewan-hewan kehilangan tempat tinggal, makanan, dan
kehidupan mereka. Lebih parah lagi jika hewan di hutan seperti gajah, harimau dan babi hutan
masuk ke dalam pemukiman dapat merusak tanaman pertanian atau memangsa manusia karena
kelaparan.

Gambar 1. Eksploitasi alam oleh manusia yang berlebihan


2. Penggunaan Pupuk dan Pestisida Secara Berlebihan
Pupuk dan pestisida dipergunakan oleh petani agar tanamannya tumbuh dengan baik. Pupuk
ditambahkan untuk menyediakan mineral-mineral

yang diperlukan tanaman, sedangkan

pestisida digunakan untuk membunuh hama tanaman. Pupuk organik bersal dari kotoran ternak.
Pupuk anorganik dan pestisida adalah bahan kimia buatan pabrik yang dapat mempengaruhi
kehidupan makhluk hidup lain. Misalnya pembunuh serangga (DDT) yang sebagian akan
termakan hewan pemakan tanaman seperti tikus dan tupai, apabila hewan tersebut dimakan oleh

burung pemangsa akan menyebabkan burung tersebut menghasilkan telur yang cangkangnya
tipis sehingga menghambat perkembangan anak burung. Akibatnya populasi tikus meningkat dan
merugikan petani. Pupuk anorganik dan pestisida yang terbawa air hujan ke sungai juga akan
merusak dan membunuh kehidupan di air.
3. Pembangunan Industri
Perkembangan dunia industri saat ini berkembang sangat pesat bahkan sudah menjamah
daerah pedesaan karena daerah perkotaan sudah penuh dengan pabrik-pabrik industri. Dengan
demikian tidak hanya perkotaan saja yang akan terkena dampak dari industri tapi pedesaan yang
tadinya hijau dan ekosistemnya masih bagus akan terkena imbasnya juga karena Pabrik-pabrik
industri menghasilkan limbah. Ada pabrik yang mengolah limbah industrinya terlebih dahulu
tetapi ada pabrikk yang langsung membuang limnah ke sungai. Limbah industri yang tidak
diolah dan langsung dibuang ke sungai mengandung racun yang dapat merusak kehidupan di air
sungai seperti membunuh ikan, hewan air lain ataupun tumbuhan di sungai. Dan jika air sungai
digunakan untuk mengairi sawah bahan kimia yang terkandung dala m air dapat terakumulasi
pada tanaman dan akan berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Gambar 2. Akibat penanganan industri yang kurang optimal


4. Menggunakan Bahan Pengganti dari Tumbuhan, Hewan Ternak atau Sintesis
Perburuan hewan atau tumbuhan yang tidak diimbangi dengan pelestarian dapat
mengakibatnkan hewan atau tumbuhan tersebut langka. Untuk mengantisipasi hal tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan sintesis atau bahan imitasi. Misalnya : Bulu burung
cenderawasih yang digunakan untuk topi dapat diganti dengan bulu sintesis, Rambut harimau
yang digunakan untuk permadani dan mantel dapat diganti dengan bulu domba atau bulu sintesis
dengan pewarnaan tertentu, kulit ular yang digunakan untuk pembuatan tas ataupun sepatu dapat
diganti dengan kulit kambing, kulit api atau kulit binatang yang mudah diternak.cara lain
menaggulangi perburuan dan pemusanahan hewan dan tumbuhan langka adalah dengan

melindunginya, melakukan pembudidayaan, dan pemanfaatan bahan-bahan lain untuk mengganti


pemanfaatan bagian tubuh hewan langka.
2.5 Upaya Terhadap Perlindungan Lingkungan
a) Penetapan Undang-Undang
Di samping itu untuk mencegah dan menghindari tindakan manusia yang bersifat
kontradiksi dari hal-hal tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Undangundang Lingkungan Hidup.Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982.
Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri dari 24 pasal. Undang-undang lingkungan hidup
bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan
menindak pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan rusaknya lingkungan.
Undang-undang lingkungan hidup antara lain berisi hak, kewajiban, wewenang dan ketentuan
pidana yang meliputi berikut ini.
1) Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2)

Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan dan mencegah serta menanggulangi

kerusakan dan pencemaran lingkungan


3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Peran serta tersebut diatur dengan perundang-undangan.
4) Barang siapa yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang
menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemamya lingkungan hidup diancam pidana
penjara atau denda.
Berikut adalah beberapa contoh tindakan-tindakan yang sesuai dengan etika lingkungan yang
dapat mengurangi terjadinya kerusakan/pencemaran lingkungan :
1

Membuang sampah (misal bungkus permen) pada tempatnya. Jika belum ditemukan
tempat sampah, bungkus permen itu hendaknya dimasukkan ke saku terlebih dahulu
sebelum di buang pada tempatnya.

Menggunakan air secukupnya. Jika tidak sedang digunakan, matikan keran. Dari keran
yang menetes selama semalam, dapat ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk
minum bagi dua orang dalam sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya untuk
manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lainnya.

Hemat energi. Mematikan lampu listrik jika tidak digunakan. Jika kamu memasak air,
kecilkan api kompor tersebut segera setelah air mendidih. Menurut hukum fisika, jika air
mendidih, suhunya tidak dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api kompor besar ketika
air sudah mendidih hanya memboroskan bahan bakar.

Tidak membunuh hewan yang ada di lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.

Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan
bermanfaat.

Gemar menanam bunga, merawat tanaman, melakukan penghijauan.

Penanganan terhadap Limbah Industri, seperti :

Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya, Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan
pemilahan atau pemisahan sampah organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah
organik dan anorganik disetiap kawasan.

Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali seperti composting (pengomposan). Sampah yang mudah
membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan
lingkungan.

Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari
barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung,
misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol
air minum dalam kemasan.

BAB III
KESIMPULAN
Lingkungan adalah tempat tiggal semua makhluk hidup. Dengan lingkungan yang bersih
akan memberikan dampak yang baik bagi makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Pencemaran
lingkungan dapat didefinisikan sebagai masuknya bahan atau energi ke dalam lingkunganyang
menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik bersifat fisik, kimiawi maupun
biologis sehingga menggangu kesehatan, eksistensi manusia, dan aktivitas manusia, serta
organisme lainnya. Sedangkan Etika lingkungan menurut Poerwadarminta adalah pengetahuan
tentang asas-asas mengenai akhlak atau moral.
Macam pencemaran lingkungan yaitu pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran
tanah. Pencemaran lingkungan merupakan faktor terganggunya keseimbangan ekosistem, jika
keseimbangan ekosistem terganggu maka ekosistem makhluk hidup juga akan terganggu pula.
Untuk menanggulangi pencemaran lingkunga tersebut maka perlu adanya etika lingkungan yang
dijunjung tinggi sehingga menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.
Berikut adalah beberapa contoh tindakan-tindakan yang sesuai dengan etika lingkungan
yang dapat mengurangi terjadinya kerusakan/pencemaran lingkungan :
1

Menggunakan air secukupnya. Jika tidak sedang digunakan, matikan keran. Dari keran
yang menetes selama semalam, dapat ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk

minum bagi dua orang dalam sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya untuk
manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lainnya.
2

Hemat energi

Tidak membunuh hewan yang ada di lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.

Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan
bermanfaat.

Gemar menanam bunga, merawat tanaman, melakukan penghijauan.

Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan

Mengembalikan hewan atau tumbuhan ke habitat aslinya.

Penanganan terhadap limbah industri baik pangan maupun non pangan secara optimal.

Kesadaran manusia untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar lebih di tingkatkan. Kita
sebagai generasi muda bangsa harus dapat menjadi panutan/beretika yang baik untuk dapat
menjaga lingkungan dengan pengetahuan sains dan kemampuan teknologi yang kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Astrabimbelarifa,wordpress.2011.Etika dan Pencemaran Lingkungan.Online
(http://astrabimbelarrifa.wordpress.com/2011/04/20/etika-dan-pencemaran-lingkungan/
Diakses Selasa, 26 November 2013)
Dethubun. 1999. Etika Terhadap Perlindungan Lingkungan. Jakarta :DHP J
Fatmilansary.2010.Etika Lingkungan.Online (http://fatmilansary.blogspot.com/2010/03/etikalingkungan.html Diakses Selasa, 26 November 2013)
Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Lingkungan . Jakarta :Kompas
Keraf,AS. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas, 322 hal
Light, A and H.Rolston. 2003. Environmental Ethics An Anthology. USA : Blackwe Publishing,
554p
Zelvita, Yunita.2006. Etika Ekologi. Jakarta : FIB UI

Lampiran
Studi Kasus
Kasus pelanggaran etika dalam berbisnis yang dilakukan oleh PT. Roselia Texindo.
Perusahaan tersebut sudah melanggar etika lingkungan hidup dimana hubungan antara manusia
dengan lingkungan sekitarnya dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia
yang lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada lingkungan hidup
secara keseluruhan.
Kasus ini berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar pabrik karena sudah mencemari
sungai cikuda dari tahun 2001-2005 secara terus menerus, Limbah tersebut mengandung Total
Padatan Tersuspensi, Biochemical, Oxygen Demand, Chemical Oxygen Demand, dan Seng (Zn).
Limbah ini dibuang ke tanah dan permukaan air sungai sehingga menurunkan kualitas sungai.
Sehingga bisa berpengaruh terhadap pasokan air bersih di rumah-rumah penduduk yang ada
disekitar pabrik. Hal ini juga dapat mencemari udara dengan bau yang tidak sedap yang di
hasilkan oleh tumpukan limbah pabrik tersebut. Pelanggaran etika dalam kasus ini dapat dikenai
pasal 41 ayat 1 pasal 46 ayat 1 UU No 23/2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Atas
hal ini dapat dikenakan hukuman 2,5 tahun penjara dengan memerintahkan pemulihan kualitas
sungai dan denda Rp 100 juta.

Dalam kasus ini yang bertanggung jawab adalah dirut PT. Roselia Texindo, Lee Sang Bok
(50) pengusaha asal Korea Selatan. Namun beliau diputuskan bebas dari PN Cibinong oleh
Mahkamah Agung (MA). Karena menurut MA Lee Sang Bok tidak terbukti. Saat JPU
mengajukan kasasi MA menolaknya. Dari sini kita dapat melihat adanya ketidak adilan yang
dilakukan MA. Pemerintahannya kurang tegas dalam menangani kasus ini. Seharusnya MA
meninjau kembali kasus ini dan memberikan hukuman yang adil untuk para pelanggar hukum
agar tidak ada lagi yang melanggar hokum. Apalagi dalam kasus ini sangatlah merugikan
masyarakat, tetapi terus menguntungkan para pengusaha yang tidak bertanggung jawab atas
lingkungan.
Untuk itu pengoptimalan dalam kinerja itu harus diperhatikan mulai dari kinerja, pekerja,
sarana dan prasarana yang baik, sehingga dapat mengantisipasi mencegah adanya hal-hal yang
tidak diinginkan (adanya pencemaran)
http://news.detik.com/read/2012/08/08/110843/1986042/10/kasus-pencemaran-lingkungan-dirutperusahaan-asal-korsel-bebas

ETHICS
ENVIRONMENTAL PROTECTION
(Tugas Terstruktur Mata Kuliah Etika Profesi)

Disusun Oleh:

Arif Prasetyo

(125100501111025)

Pasila Pradanisa N (125100501111011)


Yanu Rahmawati

(125100501111013)

Maisaroh

(125100501111016)

KELAS : Q

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Profesi
ini dengan baik. Makalah ini berisikan tentang Perlindungan Terhadap Lingkungan
(Environmental Protection).
Penulisan makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Etika Profesi.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan. Meskipun makalah ini telah disusun maksimal namun masih terdapat kekurangan
yang perlu disempurnakan. Penulis menerima kritik saran serta petunjuk dari semua pihak untuk
penyempurnaan pembuatan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca atau pihak-pihak yang membutuhkan.
Malang, 27 November 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI .....ii
DAFTAR GAMBAR.iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.4
1.2 Rumusan Masalah4
1.3 Tujuan4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Lingkungan5
2.1.1 Norma-norma Lingkungan Hidup..7
2.1.2 Etika Lingkungan.....9
2.2 Definisi Konservasi.12
2.2.1 Kebijaksanaan Nasional Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup.14
2.2.2 Paradigma Pelestarian Lingkungan
2.2.3 Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pelestarian
Lingkungan
2.2.4 Strategi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah

dengan tiga P (3P)


2.3 Prinsip Etika Lingkungan
2.4 Penerapan Etika Lingkungan
2.5 Upaya Terhadap Perlindungan Lingkungan
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai