Anda di halaman 1dari 41

Seorang Laki-laki yang Mengeluh Sering Lemas, Lemah dan Buang Air Kecil

Modul Endokrin Metabolisme dan Gizi


KELOMPOK VI
030.09.184

Pramita Yulia Andini

030.09.185

Prasada Wedatama

030.09.186

Pryta Widyaningrum

030.09. 187

Puteri Rahmia

030.09.188

Putri Nabilah Candra

030.09. 190

Raden Roto Marina

030.09.191

Rangga Satrio Putro

030.09. 193

Ratiya Primanita

030.09.194

Raufina

030.09.195

Rayhan Adji Harimurthi

030.09.196

Rayi Vialita Poetri

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA, 13 Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN
Diskusi tutorial Modul EMG kasus I dengan judul Seorang laki-laki yang
mengeluh sering lemas, lemah dan buang air kecil dimulai dengan sesi pertama pada
hari selasa, 6 Maret 2012 dan dilanjutkan dengan sesi kedua pada hari Kamis,8 Maret
2012 di Ruang 201. Masing-masing diskusi berjalan selama 2 jam. Pada diskusi sesi
pertama , jalannya diskusi dipimpin oleh Rayi Vialita dengan sekretarisnya Rayhan Adji
Harimurthi, dengan dibimbing oleh tutor kami Dr.Hartoto . Sesi kedua dipimpin oleh
Prasada Wedatama dengan sekretarisnya adalah Pramita Yulia Andini.
Robert 18 tahun, seorang mahasiswa semester pertama, belakangan ini selalu
merasa cepat lelah, lemas dan sering buang air kecil baik pada siang hari maupun malam.
Katanya setiap malam tidak kurang dari enam kali dia buang air kecil dan banyak. Ia pun
harus sering minum air pada malam hari karena setelah buang air kecil, dia merasa sangat
haus. Siang hari ia selalu memerlukan membeli soft drink, katanya untuk penawar
hausnya yang tidak tertahankan. Kemarin ia merasa sangat letih dan mengantuk hingga
tidak dapat berpikir jernih.Pada sesi pertama kelompok kami menentukan diagnosis kerja
dan diagnosis banding pada pasien ini serta memikirkan pemeriksaan anjuran yang dapat
digunakan untuk memastikan diagnosis kami. Pada sesi 2, kami menentukan
penatalaksanan pertama dan lanjutan untuk pasien ini.Selama diskusi kami memiliki
learning issue yang telah kami diskusikan.Diskusi kasus sesi pertama dan kedua
berlangsung dengan kondusif. Setiap peserta aktif memberikan pendapatnya masingmasing berdasarkan referensi yang mereka miliki.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama

: Robert

Usia

: 18 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

:-

Pekerjaan

:-

Status

: Belum menikah

Anamnesis
Keluhan utama

Sering lemas dan buang air kecil


Keluhan tambahan

Haus (kadang minum soft drink)

Lemas dan letih

Mengantuk

Tidak dapat berpikir jernih

Riwayat penyakit sekarang:

Berapa berat badan Pasien sebelumnya?


( apabila terjadi penurunan berat badan maka disebabkan oleh lemak yang
disimpan di jaringan interstitial; pada perut, pundak, dan sebagainya; akan
dipakai oleh tubuh untuk memenuhi kubutuhan energi yang dibutuhkan)

Bagaimana dengan nafsu makan? Apakah nafsu makan berkurang atau


bertambah?

(pada penderita DM yang pertama dirangsang pada otak adalah pusat makan
karena sel-sel perifer tidak cukup mendapat nutrisi sehingga orang akan makan
banyak)

Apakah ada rasa gatal?


(apabila ada rasa gatal, hal ini disebabkan oleh kadar gula yang tinggi pada
perifer)

Apakah ada rasa kesemutan atau nyeri pada tungkai/ tangan?


(apabila ada rasa kesemutan dikarenakan oleh saraf perifer yang terganggu.
Saraf perifer tidak bisa bekerja tetapi otak mau bekerja sehingga orang akan
mengeluh sakit pada tubuh)

Apabila terdapat luka apakah mudah sembuh atau lama sembuhnya?

Bagaimana keadaan psikologis pasien belakangan ini?apakah sedang banyak


pikiran atau stress (pasien dengan keadaan stress akan meningkatkan kortisol
yang menyebabkan peningkatan gula darah)

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pernah mengalami penyakit akibat virus seperti campak atau lainnya?
(apabila pernah maka hal ini merupakan salah satu pencetus diabetes meitus tipe
1 yang menyebabkan kerusakan sel beta pancreas dan menimbulkan gejala seprti
keluhan pasien)

Riwayat keluarga:

Apakah ada anggota keluarga yang menderita kencing manis?


(apabila ada anggota keluarga yang menderita kencing manis maka akan
meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus)

Riwayat kebiasaan :
4

Bagaimana pola makan pasien?


(pola makan yang terlalu banyak lemak dapat meningkatkan faktor resiko
diabetes mellitus)

Apakah pasien mengkonsumsi minuman beralkohol?


(alcohol dapat menyebabkan radang pada organ pancreas sehingga dapat
mempengaruhi kadar gula darah dan insulin)

Riwayat Pengobatan :

Sudahkah pasien melakukan pengobatan sebelumnya?dengan menggunakan obat


apa?

Adakah obat yang sedang dikonsumsi pasien sebelumnya?


(apabila pasien menggunakan obat yang mempengaruhi sekresi insulin dan
mempengaruhi kerja insulin maka dapat meningkatkan gula darah pasien dan
menimbulkan gejala)

Pemeriksaan Fisik
Status generalis

Keadaan umum

Tanda vital
o Suhu

: compos mentis

:-

o Tekanan darah : 115/75mmHg (dalam batas normal)


o Denyut nadi

:-

o Pernapasan

:-

Status antropometri
5

Berat badan

: 60kg

Tinggi badan

: 175cm

BMI

: 19,6

(BMI pada pasien ini adalah normal). Kategori BMI(1):


o Underweight = <18,5
o Normal weight= 18,5-24,9
o Overweight

= 25-29,9

o Obesity

= >30

Status Lokalis
Kepala
-

Mata

: tidak diketahui

Telinga: tidak diketahui

Hidung

: tidak diketahui

Mulut

: tidak diketahui

Tenggorokan : tidak diketahui

Leher

: tidak diketahui

Paru-paru

: tidak diketahui

Jantung

: tidak diketahui

Thorax

Abdomen
-

Inspeksi

Palpasi

: tidak diketahui

a. Hepar

: tidak diketahui

b. Lien

: tidak diketahui

Perkusi

: tidak diketahui

Auskultasi

: tidak diketahui

Punggung

: tidak diketahui

Genitalia eksterna

: tidak diketahui

Ekstremitas

: tidak diketahui

Pemeriksaan Laboraturium
-

Urinalisa

Pada urinnya ditemukan glukosa +3 dan keton +2, leukosit 0-2/LPB, eritrosit 01/LPB, protein (-)
Pemeriksaan
Glukosa
Keton

Hasil
+3
+2

Nilai normal
Status
tidak terdapat di urin Meningkat
Tidak terdapat di Meningkat

Leukosit
protein

0-2/LPB
-

urin
0-2/LPB
Tidak terdapat

Eritrosit

0-1/LPB

urin
0-5/LPB

Normal
di Normal
Normal

Pengkajian Masalah
Masalah
Dasar Masalah
Cepat lelah Anamnesis

Hipotesis Penyebab
Hal ini terjadi karena

Upaya Diagnostik
- Gula
darah

dan lemas

tubuh tidak dapat memakai

sewaktu

glukosa sebagai sumber


energinya

darah

puasa

Kadar

glukosa tinggi di ekstrasel

Gula

Gula

darah

post prandial
7

tidak diikuti dengan

Keton serum

tersedianya

Analisis

insulin

darah

untuk mengangkutnya ke
dalam sel dan membantu
metabolismenya
energy

Pemeriksaan
darah rutin

menjadi

sel

gas

tubuh

kekurangan energi untuk


beraktifitaspeningkatan
glukoneogenesis pada sel
ototsel

otot

kurang

energy cepat lelah dan


sering
buang

Anamnesis
air

lemas1
Berdasarkan

kasus

diketahui bahwa pasien

kecil

sering bak pada siang

(poliuria)

hari.Hal ini dikarenakan


meningkatnya kadar gula

Gula

darah

sewaktu
-

Gula

darah

puasa
-

dalam

Gula

darah

post prandial

darahmeningkatkan

Keton serum

tekanan

Analisis

osmotik

Darah

darah

nantinya akan beredar ke


seluruh tubuh melewati
ginjal

(karena

merupakan
cairan

maupun

Pemeriksaan
darah rutin

darah

penyaring

gas

Urinalisa

Gula

darah)

maka akan terjadi diuresis


uretic glukosa menarik air
sehingga
manifestasi
BAK pada Anamnesis

akan

timbul
banyak

kencing (poliuri)1.
Glukosa meningkat dalam

darah
8

malam hari

darah tekanan osmotic

(nokturia)

ekstra sel lebih tinggi dari


pada

sewaktu
-

cairan

intrasel

ekstra

ke

darah

puasa

intra

selperpindahan

Gula

Gula

darah

post prandial

selpada saat malam hari

Keton serum

sirkulasi

Analisis

darah

baiksemakin

Haus terus Anamnesis

diproses ginjal nokturia1


Glukosa darah tinggi

(polidipsi)

penarikan

cairan

intrasel

otak

bahwa

kekurangan

darah

Gula

darah

puasa
-

Gula

darah

post prandial
-

tubuh memberi sinyal ke

Gula
sewaktu

(dehidrasi

intrasel)Akibatnya

Pemeriksaan
darah rutin

lebih

rendah dari ekstrasel sel


menciut

ke

ekstrasel akibat tekanan


osmotic

darah

banyak

darah menuju ginjal untuk

gas

Pemeriksaan
darah rutin

sel
cairan

ditambah dengan poliuria


maka

ada

rangsangan

aldosteron

memberi

rangsang

hausIni

sebenarnya

adalah

mekanisme

kompensasi

tubuh dalam menghadapi


dehidrasi1.
Hausminum

soft

drinkkandungan

gula

tinggi tekanan osmotic


lebih tinggiperpindahan
cairanhaus

makin

tidak dapat Anamnesis

bertambah
Kemungkinan keluhan ini

berpikir

disebabkan dari kondisi

jernih

pasien yang letih dan bisa

Pemeriksaan
darah rutin

Pemeriksaan

juga disebabkan oleh

analisis

nocturiabangun

darah

gas

malamletihtidak

Gula darah

dapat berpikir jernih.

Pemeriksaan
keton serum

Dehidrasikurangnya
aliran

oksigen

pemeriksaan
elektrolit

ke

otaksulit konsentrasi1
Kebanyakan benda keton
di darahsirkulasi dan
aliran oksigen ke otak
kurangkurang
konsentrasi1

Mengantuk Anamnesis

Kemungkinan keluhan ini

disebabkan dari kondisi


pasien yang letih dan bisa

Pemeriksaan
darah rutin

Pemeriksaan

juga disebabkan oleh

analisis

nocturiabangun

darah

gas

malamletihmengantuk

Gula darah

Pemeriksaan
10

keton serum
Dehidrasikurangnya

pemeriksaan
elektrolit

aliran oksigen ke otak


mengantuk1
Kebanyakan benda keton
di darahsirkulasi dan
aliran oksigen ke otak
kurangmengantuk1
Suspek

Cek urinalisa Adanya defisiensi insulin

ketoasidosi

didapatkan

peningkatan lipolisis dan

keton +2

penurunan uptake glukosa

Mengantuk

ke

Sulit berpikir meningkatdiheparasa


jernih
m
asetoasetat

selasam

gas

darah
-

pemeriksaan
gula darah

lemak

meningkatdireduksi

analisis

pemeriksaan
keton serum

terdapat

peningkatan

produksi

hydroxybutyrate
dekarboksilasi aseton
meningkatkan konsentrasi
keton

sebagai

energy

Diabetes

alternativeketonuria2
Usia 18 tahun faktor genetic dan faktor

mellitus

Cepat

lingkungan

mengalami

virus,toksin,intake

ketonuria

nutrisi)autoantigen

BMI normal

sel beta pancreas dan ada

hingga kurus

yang

Poliuria

darahmengaktifkan sel

tipe 1
-

ke

(infeksi

pemeriksaan
gula darah

pemeriksaan c
peptide

di
-

pemeriksaan
darah rutin

sirkulasi
-

urinalisa
11

Nokturia

Polidipsi

aktivasi

Mengantuk

makrofag,autoantigen

Cepat

spesifik sitotoksik sel dan

letih

dan lemah

helper

dan

pemeriksaan
keton serum

aktivasi limfosit b untuk


menghasilkan
untuk

antibody

sel

pulau

pancreaskerusakan sel
beta

pancreastidak

mampu

memproduksi

insulindm
Dehidrasi

intrasel
-

tipe

Poliuria dan

gejala3
Glukosa darah

polidipsi

penarikan cairan ke

Glukosuria

ekstrasel akibat tekanan


osmotic

tinggi

intrasel

darah rutin
-

menciut

(dehidrasi

Pemeriksaan
analisis

lebih

gas

darah

rendah dari ekstrasel


sel

Pemeriksaan

Pemeriksaan
elektrolit

intrasel)Akibatnya
tubuh memberi sinyal ke
otak

bahwa

sel

kekurangan
cairanmemberi
rangsang
hausglukosuriadiure
sis osmoticdehidrasi1
Diagnosis Kerja
-

Diabetes Mellitus tipe 1

12

Kelompok kami menegakan diagnosis kerja diabetes mellitus tipe 1 karena kelompok
kami melihat dari faktor keluhan pasien (poliuri, polidipsi, dan sulit konsentrasi),
antropometri pasien yang normal-kurus, dan terdapat banyak keton pada urin dan umur
pasien yang masih muda dan sesuai prevalensi umur pada diabetes mellitus tipe 1. Akan
tetapi untuk membuat diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan lab glukosa darah dilakukan dua pemeriksaan yang pertama setelah
berpuasa (8jam) dan yang kedua pemeriksaan dilakukan dua jam setelah makan,
pemeriksaan peptide c untuk melihat kadar insulin di darah, dan ICAs.3
-

Suspek Ketoasidosis diabetikum

Kelompok kami masih menyarankan pada pasien pemeriksaan untuk memastikan


ketoasidosis seperti keton serum, analisis gas darah dan glukosa darah untuk memastikan
keadaannya.Kami juga harus observasi keadaan umumnya karena ditakutkan ada
pernafasan kussmaul dan fruity odor yang khas untuk peningkatan keton dalam darah dan
merupakan keadaan emergensi.2
-

Dehidrasi

Dehidrasi ini merupakan diagnosis kerja yang kami tegakkan berdasarkan pengeluaran
urin yang banyak disertai dengan rasa haus yang tinggi.Ini merupakan keadaan emergensi
dan harus diatasi untuk mendapatkan keadaan umum pasien yang baik.2
Diagnosis Banding
Diabetes mellitus tipe 2

13

Selain itu, pada DM tipe II pasien memiliki BMI tinggi ,namun kasus ini BMI pasien
normal.
DM tipe II ini dapat dipastikan tersingkir apabila pada pemeriksaan didapatkan ada
ICSA,ICCA dan yang paling akurat ada penurunan C peptide.3
Adapun pemeriksaan tambahan yang kami gunakan untuk memastikan diagnosis kerja
adalah :
1.

Pemeriksaan hematologi rutin


Untuk melihat keadaan komponen darah dan melihat apakah ada kemungkinan
infeksi, diabetes mellitus, dan ketidakseimbangan komponen darah lainnya.4

2.

Pemeriksaan glukosa darah


Untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus, dapat dilakukan dengan
menemukan gejala klinis khas Diabetes Melitus dan pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dengan demikian, untuk dapat menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
pada pasien ini, perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa dalam darah. 4 Hasil

14

kadar glukosa darah yang diharapkan pada pasien ini adalah sesuai dengan
kriteria kadar glukosa darah pada DM, yaitu3:
1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa Darah Sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pda suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Atau Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl ( 7 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa Darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan sesuai standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
3.

Pemeriksaan

Insulin,

C-Peptide,

dan

Insulin

Antibodi

Pemeriksaan ini dapat dilakukan secaa radio immuno assey. Pemeriksaan kadar
insulin sekarang digantikan dengan pemeriksaan C-Peptide yang lebih stabil dan
disekresikan dalam jumlah yang sama dengan insulin,dimana kadar normal
insulin sendiri adalah 5-25 Uu/ml. Insulin antibodi terdapat pada penderita DM
yang mendapat pengobatan dengan suntikan Insulin. Pemeriksaan antibodi ini
tidak relevan secara klinis. Sebaliknya, pemeriksaan antibodi terhadap insulin
endogenus yang disebut insulinautoantibodi (IAA)/ICCA (islet cell citoplasmic
antibodies) sangat penting karena dapat terjadi pada 30 40 % anak yang
menderita IDDM dan merupakan bagian dari respon auto imun.Adapula
pemeriksaan ICSA(Islet cell surface antibodies).Namun untuk memastikkan dm
tipe 1 maka yang harus dilakukan adalah pemeriksaan c peptide dengan nilai
rendah karena produksi insulin pada DM tipe 1 terganggu akibat kerusakan sel
beta pancreas dan pada DM tipe 2 c peptide normal hingga meningkat karena
terjadi hiperinsulinemia.4
4.

Pemeriksaan urin

15

Pada pasien ini, kelompok kami menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan


glukosa pada urin. Metode pemeriksaan glukosa pada urin dapat dilakukan
dengan cara kualitatif atau semi kualitatif, sehingga hasil pemeriksaan yang
diharapkan pada pasien ini yaitu:
a.
Hasil:

TES CARIK CELUP (Semi Kuantitatif).

Interpretasi : + s/d ( 4+ ) mungkin / diduga DM


+ : sesuai dengan 50-<200mg%glukosa
Positif ++
(2+) : sesuai dengan 200 300mg% glukosa
Positif +++ (3+) : sesuai dengan 300-400mg%glukosa
Positif ++++ (4+) : sesuai dengan >400mg%glukosa
Selain pemeriksaan glukosa pada urin, kelompok kami menganjurkan
pemeriksaan albumin pada urin pasien ini. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mengetahui adanya microalbuminuria pada pasien ini. Deteksi dini Nefropati DM
dapat dilakukan dengan tes mikroalbuminuria. Hasil interpretasi yang diharapkan
pada pasien ini bila telah terjadi microalbuminuria yaitu:4
b. Klasifikasi Albuminuria
Urin sewaktu
Urin 24 jam

Urin dalam
waktu (rasio albumin kreatinin)

Kategori

tertent
u

Normal
Mikroalbuminuria
Makroalbuminuria

5.

mg/24jam
< 30
30 299
> 300

mg/menit
< 20
20 199
> 200

mg/mg kreatinin
< 30
30 299
> 300

Pemeriksaan keton serum

16

Pada kasus ini masih terdapat suspek diabetic ketoasidosis akibat adanya
ketonuria.Dimana harus terdapat 3 hal yang harus dipenuhi yaitu adanya keton
serum positif, asidosis metabolic dan glukosa darah >250mg%4
6.

Pemeriksaan analisis gas darah


Pemeriksaan

terhadap

darah

arteri

untuk

mengkaji

adanya

gangguan

keseimbangan asam basa karena gangguan metabolic atau respiratorik.Pada kasus


ini apabila ph darah <7,35-7,45, dan HCO3 <24-28 mEq/L maka terjadi asidosis
metabolic yang pada kasus ini bila terjadi maka mendukung adanya suspek
ketoasidosis.4
7.

Pemeriksaan elektrolit darah


Pada keadaan ketoasidosis pasien dapat mengalami peningkatan kalium serum,
seandainya pada pasien terdapat 3-5mEq/kgbb maka kemungkinan besar terjadi
ketoasidosis.Natrium serum juga rendah karena keluar untuk menetralkan ph,
fosfor serum meningkat tetapi magnesium rendah.2

8.

Pemeriksaan HbA1c(hemoglobin glikosilasi)


Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh informasi
kadar gula darah yang sesungguhnya dalam kurun waktu 2-3 bulan.Tes ini
berguna untuk mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A yang disebut
proses glikosilasi sepanjang umur eritrosit.nilai normalnya 4-6% bila lebih maka
pasien mengalami diabetes mellitus yang berisiko terkena komplikasi.Selain
membantu diagnosis pemeriksaan ini lebih baik bila untuk pengontrolan gula
darah selama pengobatan.4

Patofisiologi
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 13 :

17

Infeksi virus

Penyakit

Disposisi
genetik
Kerusakan sel

Defisiensi
insulin absolut

Proteolisis

Cepat
letih dan
lemah

Penurunan
berat badan

Kelemahan
otot
Asam amino

Benda
keton

Hepar :
Asam lemak berlebihasam asetoasetik direduksi
jadi beta asam oksibutirad mengalami
dekarboksilasiaseton

Lipolisis

Asam lemak darah

Asam amino berlebihleusin dan isoleusin


memiliki ketogenik efek
Peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis
Benda keton
Hiperglikemia

Ginjal:
Glukosa darah dan keton
tinggiginjal tak sanggup
menyaring
seluruhnyaair dan
elektrolit tertarik keluar
urin

Osmolaritas

Hco3

H+

elektrolit

Ph darah

Aldosteron
d
Glukosuria,
ketoasidosis
e
Keton (+), Pada tipe 1 diabetes mellitus (IDDM) hterdapat kekurangan insulin absolute
Poliuria,
i Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada
sehingga pasien membutuhkan insulin dari luar.
nokturia
d
Mengantuk
kehausan
Elektrolit loss
Fruity
sel beta pancreas karena mekanisme autoimun.,
dipicu
oleh
,tidaktertentu
bisa
r yang pada keadaan
odor
berpikir
infeksi virus. Pulau pancreas diinfiltrasi oleh a
limfosit T dan dapat
ditemukan
jernih
s
kussmaul
i
18

autoantibody terhadap jaringan pulau (ICA) dan insulin (IAA). ICA dalam beberapa
kasus dapat dideteksi berahun-tahun sebelum onset penyakit. Setelah kematian sel beta,
ICA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasieen membentk glutamate dekarboksilase
yang diekspresika di sel beta.DM tipe 1 lebih sering pada pembawa antigen HLA-DR3
dan HLA-DR4 yag berarti diisposisi genetic.3
Pada defisiensi insulin akut akan terjadi hiperglikemi karena tidak ada pengaruh
insulin, penimbunan glukosa di ekstrasel menyebabkan hiperosmolaritas. Transport
maksimal glukosa akan meningkat di ginjal yang menyebabkan glukosa di ekskresi ke
dalam urin. Hal ini menyebabkan dieresis osmotic yang disertai kehilangan air (poliuria),
natrium, dan kalium dari ginjal, dehidrasi intrasel, dan muncul rangsangan haus
(polidipsi). Dehidrasi yang menyebabkan hipovolemia ini merangsang aldosteron untuk
menaikan kalium, sedangkn pelepasan epinefrin dan glukokortitoid akan meningkatkan
katabolisme. Aliran darah ginjal yang menurun akan mengurangi ekskresi glukosa dari
ginjal sehingga mendorong hiperkalemia.3
Jika terjadi defisiensi insulin protein akan dipecah menjadi asam amino di otot
dan jaringan lain. Pemecahan ini disertai gangguan elektrolit akan menebabkan
keemahan otot. Lipolisis

yang telah terjadi menyebabkkan pelepasan asam lemak

kedalam darah (hiperlipidasidemia). Hati menghasilkan asam asetoasetat dan asam


hidroksiburbitat-beta dari asam llemak. Penumpukan asam ini akan menyebabkan
asidosis sehingga tubuh akan memberi kompensasi dengan cara bernapas kussmaul.
Beberapa asam ini dipecahkan menjadi benda keton. Pemecahan protein dan lemak serta
poliuri ini menyebabkan penurunan berat badan. Metabolisme abnormal,gangguan
elektrolit, dan perubahan volum akibat hiperosmolaritas dapat menyebabkan gangguan
fuungsi neuron dan koma hiperosmolar atau ketoasidosis yang pada kasus ini masih
suspek karena belum melakukan pemeriksaan darah dan analisis gas darah.3
Penatalaksanaan
Terlebih dahulu kami memutuskan untuk merawat pasien di rumah sakit, dengan indikasi
-

Pemeriksaan lanjutan untuk memastikkan diagnosis

19

Penatalaksaan emergensi dehidrasi dan suspek ketoasidosis

Observasi keadaan umum dan gejala

Untuk merencanakan pengobatan sesuai keadaan pasien setelah observasi

Terapi dehidrasi
Saat pasien datang ke rumah sakit, segera berikan infus NaCl untuk memenuhi
kebutuhan cairan pasien.
Kecepatan infus:
1/2 jam pertama.

: 2 kolf (1000cc)

1/2 jam berikutnya : 1 kolf ( 500cc)


1 jam berikutnya

: 2 kolf (1000cc)

Bila gula darah kurang dari 200 mg, sebaiknya cairan infus diganti dengan glukosa 5
persen, untuk menghindari hipoglikemi2.
Seandainya pada pemeriksaan kadar keton serum positif dan gula darah >250mg%
maka terjadi diabetic ketoasidosis yang merupakan emergensi, berikut tatalaksannya2 :

Jam ke infuse 1
JAM KE 0-1 : 2 koll

Infuse II (insulin)
Ppada jam ke 2 :

Koreksi K+
50 mEq/6 jam

jam,1 koll t/2 jam

Bolus 180 Mu/Kgbb

(dalam infuse)bila

dilanjutkan dengan

kadar k:

Jam ke 1-2 : 2 koll

drip 90mu/kgbb
dalam nacl 0,9%

Jam ke 2-3 : 1 koll


Jam ke 3-4 : 2 koll
Jam ke 4-5 : koll

Koreksi HCO3
Bila ph:
<7 : 100mEq
7-7,1 : 50 mEq

<3 : 75 mEq/6jam

>7,1 : 0

3-4,5 :50 mEq/6


Bila gula darah

jam

<200mg% kecepatan

4,5-6 : 25 mEq/6

dikurangi

jam

45mu/kgbb

>6 : 0

20

Jam ke 5-6 : koll

Bila gula darah stabil

Bergantung pada

200-300mg% selama

kebutuhan

12 jam dilakukan
drip insulin 1-2 unit

Jumlah cairan yang

perjam disamping

diberikan dalam 15

dilakukan slidding

jam sekitar 5 liter,

scale tiap 6 jam. Bila

bila natrium

kadar glukosa

>155mEq/L ganti

darah :

nacl n
<200 : 200-250: 5 U
250-300: 10U
300-350: 15U
>350 : 20 U
Bila gula darah

Setelah sliding tiap 6

Bila sudah sadar

Bila ph naik maka

<200mg%ganti

jam dapat

beri k+ oral selama

kalium turun maka

dextrose 5%

diperhitungkan

seminggu

selalu diberi kalium

kebutuhan insulin

juga

sehari
Check CVP

Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 1


Dalam

jangka

pendek,

penatalaksanaan

DM

bertujuan

untuk

menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan

jangka

panjangnya adalah mencegah komplikasi.


Tabel 1. Kriteria pengendalian diabetes melitus 5
Baik

Sedang

Buruk

80-109

110-139

>140

Glukosa darah plasma vena (mg/dl)


- puasa

21

-2 jam
HbA1c (%)
Kolesterol total (mg/dl)
Kolesterol LDL

110-159
4-6
<200

160-199
6-8
200-239

>200
>8
>240

- tanpa PJK

<130

130-159

>159

- dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigliserida (mg/dl)

<100
>45

11-129
35-45

>129
<35

- tanpa PJK

<200

<200-249

>250

- dengan PJK
BMI/IMT

<150

<150-199

>200

- perempuan

18,9-23,9

23-25

>25 atau <18,5

- laki-laki
Tekanan darah (mmHg)

20 -24,9
<140/90

25-27
140-160/90-95

>27 atau <20


>160/95

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita
anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih
tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam
basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit

dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada

penyandang

DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara

teratur dengan pemantauan

glukosa

darah,

urin,

pemakaian

insulin

dan

komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.


3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam

batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

22

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :
1. Pemberian insulin
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Edukasi
5. Home monitoring (pemantauan mandiri )
Pemberian Insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi
insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan
menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal akibatnya.
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini
terutama untuk :5
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur.Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke
dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv).

23

Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau
sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa factor, yaitu :
1. Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin ke dalam tubuh
dan tetap aktif di dalam tubuh sangat bervariasi dari setiap individu)
2. Pilihan gaya hidup seperti : jenis makanan, berapa banyak konsumsi alcohol, berapa
sering berolah raga, yang semuanya mempengaruhi tubuh untuk merespon insulin.
3. Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan.
4. Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah.
5. Usia
6. Target pengaturan gula darah.
Pada table didiskripsikan berbagai insulin dan cara kerjanya dalam tubuh. Sebagai
keterangan, insulin injeksi dengan data; onset (lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
insulin mencapai darah dan mulai menurunkan kadar gula darah, peak (periode waktu
dimana insulin paling efektif menurunkan gula darah) dan duration (berapa lama insulin
terus menurunkan kadar gula darah). Ketiga factor ini mungkin bervariasi, tergantung
respon tubuh seseorang. Kolom terakhir menjelaskan bagaimana hubungan jenis insulin
dengan waktu makan.
Tabel 2. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin
Ultra Short Acting
(Quick-Acting,
Rapid

Acting)

Mulai Kerja
15-30 min

Puncak
60-90
min

Lama Kerja
3-5 hr

Wakt pemberian
Digunakan bersamaan
makan.

Jenis

digunakan

bersamaan

Insulin Analogues

dengan

Insulin

longer-acting.

Aspart

ini

jenis

insulin

(NovoRapid,
Novolog)
Insulin

Lispro

(Humalog)
24

Intermediate-

1-2 hr

4-8 hr

16-24 hr

Digunakan

untuk

Acting (Isophane)

mencukupi

insulin

Insulatard,

selama setengah hari

Humulin N, NPH

atau sepanjang malam.


Jenis

ini

dikombinasi

biasa
dengan

jenis rapid-acting atau


short-acting
Long-Acting
Insulin

1-3 hr

4-12 hr

16-24 hr

(Zinc-

Digunakan

untuk

mencukupi

insulin

based)

seharian. Jenis ini biasa

Monotard,

dikombinasi

Humulin

Lente,

jenis rapid-acting atau

Humulin Zn

short-acting.

Very Long Acting 2-4 hr

4-24hr

Insulin

(nopeak)

Insulin

dengan

24-36 hr

Glargine

Digunakan

untuk

mencukupi

insulin

seharian.

(Lantus)
Insulin

Detemir

(Levemir)
Mixed
Insulin 30 min
(Short

2-8 hr

24 hr

Produk

ini

digunakan

biasanya
dua

kali

Intermedidiate-

sehari sebelum makan.

Acting Insulin)

Premixed

Mixtard

adalah

30/70,

insulin
kombinasi

NovoMix,

dengan proporsi yang

Humulin 30/70

spesifik

insulin

intermediate-acting dan
insulin

short-acting

insulin di satu botol


25

atau insulin pen.

Pemberiaan makanan
-Jenis bahan makanan
Kabohidrat,
sebagai sumber energi, yang diberikan pada diabetes tidak boleh lebih dari 5556% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi
dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal. Pada setiap gram kabohidrat
terdapat kandungan energy sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi pemberian kabohidrat :
1. kandungan total kalori pada makanan yang mengandung kabohidrat, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis kabohidrat itu sendiri.
2. dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber
kabohidrat.
3. jumlah serat 25-50 gram per hari
4. jumlah sukrosa sebagai sumber energy tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kalori perhari
5. sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfam dan sukralosa
6. penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari6
Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan
protein sampai 40gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberiaqn suplementasi asam
amino esensial. Rekomendasi pemberian protein :
1.

Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energy per hari

2.

Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.

26

3.

Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,81,0mg/kg berat badan/hari

4.

Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/kg berat badan/hari dan tidak kurang dari 40gram

5.

Jika tidak terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dari protein hewani.6

Lemak
Mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan
ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin
A,D,E,K. rekomendasi pemberian lemak :
1.

Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal


10% dari total kebutuhan kalori per hari.

2.

Jika kadar kolestrol LDL lebih dari 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh
diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari

3.

Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak
tidak jenuh rantai panjang.6

Latihan Jasmani
Latihan jasmani yang teratur membuat sensitivitas sel terhadap insulin menjadi
lebih baik..Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang mempunyai nilai aerobic
tinggi misalnya jalan cepat, renang, senam aerobic dan bersepeda. Frekuensi 3-5x
seminggu dan sebaiknya dipilih waktu yang tepat karena panas matahari dapat membakar
kalori lebih banyak yang bias mengakibatkan hipoglikemi.
Proporsi latihan yang efektif dan aman bagi pasien diabetes adalah yang
menganut menganut prinsip Continuous, Rhythmic, Interval, Progressive, Endurance
(CRIPE). sedapat mungkin mencapai sasaran 75-85%, denyut nadi maksimal (220-umur)
dan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.Continuous artinya
latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus atau tanpa henti. Misalnya
pasien memilih joging 30 menit, maka ia harus melakukannya selama 30 menit tanpa
istirahat.

27

Rhythmic artinya latihan yang berirama, sehingga otot-otot akan berkontraksi


dan berileksasi secara teratur. Jalan kaki, joging, berlari, berenang, dan bersepeda
memiliki irama yang baik. Sebaliknya, olahraga golf, tenis, atau bulutangkis tidak
memenuhi syarat ini karena banyak berhenti.
Interval artinya latihan dilakukan selang-seling antara gerakan cepat dan lambat.
Contohnya, jalan cepat diselingi jalan lambat atau joging diselingi jalan.
Progressive artinya latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari
intensitas ringan, sedang, hingga mencapai 30-60 menit.
Endurance adalah latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan jantung
dan pernapasan. Jalan santai maupun cepat, joging, berenang, dan bersepeda merupakan
contoh yang baik untuk melatih daya tahan. Latihan tersebut minimal dilakukan 3 hari
seminggu. 5
Edukasi
1.

Diberitahukan kepada pasien untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan yan tidak


dianjurkan oleh dokter.

2.

Mematuhi diet yang diberikan oleh dokter.

3.

Merubah pola hidup dengan mengurangi makanan yan menandung banyak gula,
terutama karbohidrat.

4.

Melakukan olah raga teratur.

5.

Mematuhi terapi yang diberikan oleh dokter.

6.

Makan makanan yang sehat

7.

Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang
tepat.

8.

Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai


informasi yang ada.

28

9.

Melakukan perawatan kaki secara berkala, karena dikhawatirkan ada luka yang
sukar sembuh sehingga menyebabkan terjadinya ganggren dan dapat merugikan
pasien itu sendiri.

10.

Memakai sepatu yang sesuai saat melakukan olah raga.

11.

Perlu dilakukan Exercise Test terlebih dahulu karena mengingat usia pasien diatas
40 tahun.

12.

Peregangan otot harus dilakukan sebelum melakukan olah raga, sekitar 5-10
menit.

13.

Hindari olah raga pada suhu terlalu panas atau terlalu dingin.

14.

Hindari olah raga berat bila kadar glukosa lebih dari 250mg

15.

Awasi tanda-tanda hipoglikemia.6

Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad functionam

: malam

Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor : Pertama
komplikasi metabolik akut dan kedua komplikasi vaskular jangka panjang.
KOMPLIKASI METABOLIK AKUT
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi yang paling serius dari diabetes tipe 1 adalah
ketoasidosis diabetik.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya apabila kadar insulin sangat menurun,
pasien akan mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penerunan lipogenesis,
29

peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan
benda keton(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton) dari hati. Peningkatan keton dalam
plasma menghasilkan ketosis. Peningkatan produk keton meningkatkan ion beban
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria bersamaan dengan ketonuria jelas juga
dapat menyebabkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit.
Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya akibat penurunan
oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.3
KOMPLIKASI KRONIK JANGKA PANJANG
Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh
pembuluh

kecil

(mikroangiopati)

dan

pembuluh

darah

sedang

dan

besar

(makroangiopati).
MIKROANGIOPATI
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetika), glomerulus ginjal (nefropati diabetika), dan saraf
saraf perifer (neuropati diabetika), otot otot serta kulit.3
Retinopati diabetik
Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil)
dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi, dan jaringan parut retina
dapat mengakibatkan kebutaan. Pengobatan yang paling berhasil untuk retinopati adalah
fotokoagulasi keseluruhan retina.
Nefropati diabetika
Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Gula yang tinggi
dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel,
termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi
kebocoran protein ke urin (albuminuria). Jika hilangnya fungsi neuron terus berlanjut,

30

pasien akan mengalami insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien mungkin
membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.
Neuropati diabetika
Neuropati disebabkan oleh karena gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol
fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol pada jaringan saraf
yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel schwan dan menyebabkan hilangnya akson.
Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati.
Selanjutnya timbul nyeri, parastesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan
gangguan motorik yang disertai hilangnya reflek tendon dalam, kelemahan otot, dan
atrofi. Neuropati diabetik dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial, maupun saraf
otonom.
MAKROANGIOPATI
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histoligik berupa atherosklerosis.
Gangguan biokimia yang disebabkan insufisiensi insulin dapat menyebabkan jenis
penyakit vaskular ini. Gangguan ini berupa : 1. Penimbunan sorbitol dalam intima
vaskular, 2. Hiperlipoproteinemia, 3. Kelainan pembekuan darah.
Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular. Jika mengenai arteri arteri perifer, maka dapat menyebabkan insufisiensi
vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta
insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta, maka
dapat mnegakibatkan angina dan infark miokardium.3

BAB III
PEMBAHASAN

DIABETES MELLITUS
DEFINISI
31

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di
dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara adekuat.6

Pada pasien, diagnosis kerja kami adakah diabetes tipe 1 akibat adanya gejala dan
ketonuria yang cepat dan biasanya diakibatkan karena insulin yang tidak diproduksi
karena kerusakan sel beta, namun itu dapat dipastikan dengan pemeriksaan penunjang
yang disarankan.

32

Gejala berupa BMI normal lebih mengarah ke diabetes mellitus tipe 1.


Mekanisme kerja insulin
Reseptor insulin merupakan bagian dari suoerfamili reseptor tirosin kinase
transmembran. Anggota lain superfamili reseptor ini adalah reseptor-reseptor untuk faktor
pertumbuhan menyerupai insulin 1 (IGF-1), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), dan
faktor pertumbuhan turunan trombosit (PDGF). Reseptor insulin terdiri dari beberapa
subunit, yaitu: dua subunit alfa dan dua subunit beta, yang saling berikatan kovalen
melalui jembatan disulfida. Subunit alfa terletak di ektraselular dan mempunyai tempat
pengikatan insulin. Subunit beta terletak di sepanjang membran dan mentransdusi
pengikatan insulin ke subunit alfa menjadi sinyal intraselular melalui mekanisme berikut.
Ketika insulin berikatan dengan lokasi reseptor, interaksi ini di transmisikan ke domain
33

intraselular pada subunit beta. Subunit ini melakukan autofosforilasi yang kemudian
mengaktivasi protein kinasenya sendiri, menghasilkan kaskade reaksi fosforilasi dan
defosforilasi intraselular yang digunakan untuk mengekspresikan kerja insulin.
Kaitan antara reseptor insulin dengan kaskade fosforilasi lainnya dapat berupa
suatu famili protein yang disebut substrat reseptor insulin ( Insulin receptor substrate,
IRS). Dua protein IRS, yaitu IRS-1 dan IRS-2, bersifat esensial untuk ekspresi kerja
insulin yang komplet. Autofosforilasi reseptor insulin menyebabkan fosforilasi tirosin
pada protein IRS. Hal ini membuat protein IRS mampu berikatan dengan kelompok
protein sinyal yang mengandung domain pensinyal dan proses pengikatan ini akhirnya
menimbulkan berbagai efek insulin pada transpor glukosa, sintesis glikogen, sintesis
protein, dan mitogenesis.
Insulin mengkonversi glukosa menjadi glikogen, dan reaksi ini dikontrol oleh
glikogen sintetase yang bersifat inaktif dalam keadaan terfosforilasi, dan menjadi aktif
oleh defosforilasi. Di sisi lain, fosforilase hepatik diaktivasi oleh fosforilasi. Fosforilase
hepatik mengaktivasi glikogenolisis.telah diketahui bahwa insulin bekerja pada
metabolisme glikogen melalui inhibisi fosforilasi kedua enzim ini, kemungkinan melakui
mekanisme yang melibatkan domain SH2.
Transporter glukosa. Insulin menstimulasi ambilan glukosa secara selular, suatu
kerja fisiologis utama insulin. Glukosa diambil ke dalam sel oleh transporter glukosa
melalui proses difusi terfasilitasi. Transporter dapat mentransfer glukosa dan gula lainnya
melintasi membran sel menuruni gradien konsentrasi kimiawi. Transporter glukosa
memiliki struktur dan kebutuhan ion yang berbeda pada jaringan satu dengan jaringan
lainnya.
Internalisasi reseptor. Setelah reseptor mengikat insulin, kompleks hormonreseptor meninggalkan membran melalui proses endositosis dan masuk ke dalam
sel.setelah berikatan dengan reseptor, kompleks tersebut menjadi terselubungi di dalam
suatu celah berlapisan yang dibentuk melalui invaginasi dan fusi permukaan sel. Begitu
berada di dalam sel, celah tersebut menjadi tidak terlapisi dan membentuk suatu
34

endosom. Endosom melepaskan reseptor dan insulin; reseptor kemudian didaur ulang ke
membran dan insulin didegradasi. Proses internalisasi reseptor dapat merupakan suatu
regulasi efek insulin dengan membatasi jumlah reseptor yang dapat berikatan dengan
hormon. Proses ini merupakan mekanisme down-regulation reseptor insulin.8
Pada pasien ini,terjadi :
faktor

genetic

nutrisi) autoantigen

dan
di

sel

faktor
beta

lingkungan
pancreas

dan

(infeksi
ada

virus,toksin,intake
yang

ke

sirkulasi

darah mengaktifkan sel T helper 1 dan 2 aktivasi makrofag,autoantigen spesifik


sitotoksik sel dan aktivasi limfosit b untuk menghasilkan antibody untuk sel pulau
pancreas kerusakan sel beta pancreas tidak mampu memproduksi insulin dm
tipe 1
Efek insulin
Setelah makan, insulin memindahkan glukosa dari sirkulasi dan memacu
konversinya menjadi glikogen dan lipid. Insulin memacu konversi asam lemak menjadi
lipid, serta ambilan asam amino ke dalam hati dan otot skelet, tempat keduanya
dikembangkan menjadi protein. Oleh karena itu, insulin merupakan suatu hormon
anabolik.
Hati. Hati merupakan lokasi utama glukoneogenesis dan ketogenesis. Produksi
lipid dan protein juga berlangsung di hati. Insulin menstimulasi sejumlah enzim yang
terlibat dalam produksi glikogen, termasuk glikogen sintetase yang mengkatalisis
pembentukan glikogen. Glikogen juga disimpan dalam jumlah kecil di otot skelet dan sel
lain yang membutuhkan mobilisasi simpanan energi dengan cepat. Di dalam sel, glukosa
juga dikonversi menjadi glukosa-6-fosfat yang tidak dapat meninggalkan sel karena
membran plasma bersifat impermeabel terhadap ester asam fosfat. Hal ini menimbulkan
gradien konsentrasi dan lebih banyak lagi glukosa yang masuk ke dalam sel.
Lemak. Sekitar 90% simpanan glukosa berada dalam bentuk lipid, maka adiposit
merupakan lokasi kerja insulin yang penting. Insulin dibutuhkan untuk aktivasi enzim
35

lipoprotein lipase. Jika tidak ada insulin, lipoprotein terakumulasi di sirkulasi. Insulin
juga melawan kerja glukagon, suatu hormon yang memacu produksi badan keton. Badan
keton, aseton, asam asetoasetat, dan asam -hidroksibutirat, merupakan sumber energi
bagi otot dan otak, terutama saat puasa lama. Zat-zat ini merupakan turunan lipid dan
diproduksi dalam kondisi kekurangan insulin. Badan keton menghambat oksidasi glukosa
dam asam lemak sehingga menyebabkan penggunaan badan keton sebagai sumber energi.
Jika laju produksi melebihi laju penggunaannya, akan terjadi ketoasidosis.
Otot. Insulin menstimulasi ambilan asam amino ke dalam otot skelet dan
mengikatkan penempelan asam amino ke protein. Kedua efek ini bersifat independen,
tidak tergantung pada kerja insulin pada transpor glukosa ke dalam sel.8
Kekurangan insulin
Kekurangan insulin menimbulkan keadaan katabolik berat. Tanpa insulin, glukosa
tidak dapat diambil oleh jaringan sehingga timbul hiperglikemia. Sel kekurangan sumber
energi dan menimbulkan respons glikogenolisis, glukoneogenesis, dan lipolisis untuk
menghasilkan glukosa untuk energi. Hal ini memperparah hiperglikemia dan
menimbulkan asidosis melalui peningkatan produksi badan keton, yang dapat berakibat
fatal. Penghancuran protein dan lemak tubuh menyebabkan penurunan berat badan, yang
disebut wasting, dan asidosis menyebabkan vasodilatasi dan hipotermia. Pasien menjadi
hiperventilasi untuk membuang asidosis dalam bentuk karbon dioksida. Penurunan
keadaan anabolik dan hiperglikemia menyebabkan fatig (kelelahan).
Kelelahan pada pasien ini juga diakibatkan waktu tidur yang terganggu akibat
nokturia.
Glukosa diekskresi di urin dalam bentuk diuresis yang selanjutnya dapat
menyebabkan kehilangan cairan dan garam tubuh. Pasien menjadi dehidrasi, selalu
merasa haus dan minum air dalam jumlah banyak (polidipsi), pada kasus pasien
meminum soft drink yang mengandung gula tinggi sehingga memperberat hiperglikemia
dan hipertonik sehingga dehidrasi semakin berat.

36

Pasien kemudian akan jatuh dalam koma,apabila pada pasien ini keadaan umum
dan keluhan tidak diperbaiki bida menyebabkan hal tersebut,etiologinya belum
dimengerti sepenuhnya, namun dapat merupakan efek kombinasi dari hiperketonemia,
termasuk dehidrasi, hiperosmolaritas akibat hiperglikemia, dan masalah dengan
mikrosirkulasi serebral.8
Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang digunakan untuk
mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa insulin
terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin dan microcomputer yang
membantu pasien untuk menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin
dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping
yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus
diganti secara teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan
walaupun sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika,
penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan
penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-

Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari

Kadar glukosa darah sering tidak teratur

Lelah menggunakan terapi injeksi insulin

Ingin mengurangi resiko hipoglikemi

Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk
mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa
darah tubuh
37

2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut membuat
kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000
penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang
intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi
diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
-

Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %

Mengurangi komplikasi amputasi 60 %

Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %

Sebelum adanya pompa insulin, satu cara yang bisa digunakan untuk memasukan insulin
ke dalam tubuh yakni dengan menyuntikan insulin secara terus menerus ke tubuh setiap
harinya. Pompa insulin bekerja seperti pankreas dan telah diprogram secara otomatis
untuk memasukan insulin ke dalam tubuh kapan pun diperlukan.
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous Subcutaneous
Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai metode fisiologi tranfer
insulin ke dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin
prandial (short atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis
prandial bolus yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Menurut studi retrospektif yang dilakukan Nimri, penggunaan pompa insulin terbukti
menunjukan perbaikan kontrol glikemik terhadap anak yang menderita diabetes tipe 1.
Kemajuan ini diikuti dengan penurunan insiden hipoglikemia dan penambahan berat
badan terhadap anak-anak tersebut yakni 36.5 menjadi 11.1 kejadian per 100 pasientahun.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin

38

2. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol


3. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4. Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes
Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :
1. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara teratur
2. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan diabetic
ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa dalam jangka
waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Sehingga penggunaan
pompa insulin pun masih jarang digunakan. Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia,
akan tetapi harganya relatif mahal. Inilah yang membuat para dokter jarang
merekomendasikan terapi pompa insulin kepada pasiennya yang menderita DM tipe 1
maupun tipe 2.
Penggunaan pompa insulin boleh dianjurkan pada pasien namun, hal ini dikembalikan
lagi bagaimana kemauan pasien dengan menerangkan proses,indikasi,tujuan, resiko dan
keuntungannya menggunakan terapi ini.5

39

BAB V
PENUTUP DAN UCAPAN TERIMAKASIH
Kesimpulan
Pasien pada kasus ini kami diagnosis kerja berupa diabetes mellitus tipe 1 dan adanya
suspek ketoasidosis dan dehidrasi karena ada ketonuria dan pada pemeriksaan penunjang
kami menyarankan pemeriksaan darah rutin, gula darah, pemeriksaan c peptide, keton
serum dan analisis gas darah untuk memastikan diagnosis dan penatalaksanaan agar
pasien dapat meningkatkan kualitas hidup dan keadaan umum akibat keadaan emergensi
dapat diperbaiki.
Penutup dan Ucapan Terima Kasih
Secara keseluruhan kasus ini terasa sulit, tapi sangat memicu diskusi yang kondusif dari
seluruh peserta diskusi. Kami menyadari bahwa diskusi dan laporan kami masih belum
sempurna dan, dengan bimbingan dan panduan dari para dosen, akan berusaha untuk
terus memperbaikinya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada segenap
keluarga besar trisakti secara umum, dan secara khusus kepada seluruh staff dan
kontributor Modul Organ EMG.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Human Physiology from Cells to System. In : Santoso BI,
editors.Organ Endokrin Perifer. 2th ed. Jakarta : EGC ; 2001.p. 667-77.
2. Soewondo P.Ketoasidosis Diabetik. In :Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,
Widodo D, Isbagio H, Alwi I, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3 rd ed.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2009.p.1906-1911.
3. Schteingart DE.Pankreas:Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam: Prince
SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2006.p.1259-70.
4. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboraturium. Yogyakarta : Amara books;2008.p.112-116.
5. Infaworldhealth.In

the

balance

of

diabetes

mellitus.

Available

at

http://www.infahealth.com/health-medicine/in-the-balance-of-diabetes-mellitus/.
Updated: August 15th, 2011. Accessed on: 10 March 2012.
6. Yunir EM,Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. In :Waspadji
S, Rachman AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, et al, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2009.p.1891-5.
7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
8. Greenstein B, Wood D. At A Glance: Sistem Endokrin. Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga, 2010. p. 81-5.

41

Anda mungkin juga menyukai