Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KENYAMANAN NYERI PADA HERNIA


A. PENGERTIAN
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari
tempatnya yang normal melalui sebuah defek congenital atau yang didapat
(Long,B.C, 2006)
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi
abdomen seperti peritoneum, lemak, usus, dan kandung kemih, memasuki
defek tersbut sehingga timbul kantong berisi materi abnormal.
Hernia merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan.
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui
suatu defek pada fasia dan muskulo aponeurotik dinding perut, baik secara
kongenital atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh
selain yang biasa melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena
lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, akibat tekanan rongga
perut yang meninggi.
Hernia inguinalis adalah hernia yang melewati kanal inguinal dan
mengikuti tuniklus spermatikus atau ligamentum feses.
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui annulus inguinalis
internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri
kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui annulus inguinalis
eksternus. Pada pria normal kanalis inguinalis berisi fasikulus spermatikus,
vasa spermatika, nervus spermatikus, muskulus kremaster, prosesus vaginalis
peritonei, dan ligamentum rotundun, sedangkan pada wanita kanalis ini hanya
berisi ligamentum rotundum.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau karena
sebab yang di dapat. Pria >wanita , factor yang berperan adalah terbukanya
proessus vaginalis, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan kelemahan

otot dinding perut (pada trigonom hesselbach). Tekanan rongga perut yang
tinggi kronis dapat berupa batuk kronis, hipertrofi prostate, konstipasi,asites,
kehamilan multipara, obesitas dll.
Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus kedalam annulus
ingunalis diatas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan
menutup yang bersifat congenital.
B. ETIOLOGI
Penyebab hernia inguinalis hingga saat ini masih belum dapat
dimengerti dengan sempurna. Namun yang menjadi prinsip terjadinya hernia
inguinalis adalah :
1.

Kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital

2.

Anomali Kongenital

3.

Sebab yang di dapat

4.

Adanya prosesus vaginalis yang terbuka

5.

Peninggian tekanan di dalam rongga perut

6.

Kelemahan dinding perut karena usia

7.

Anulus inguinalis yang cukup lama

8.

Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau


didapat kemudian dalam hidup.

9.
a.

Kongenital

Hernia congenital sempurna


Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat
tempat tertentu.

b.

Hernia congenital tidak sempurna


Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai
defek pada tempat tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan
( 0 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut

karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,


batuk, menangis).
10.

Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya


defek bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia
selama hidupnya, antara lain :
a. Tekanan intra abdominal yang tinggi.
b. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang baik saat BAK
maupun BAB
c. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.
Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena
banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja
jaringan ikat penyokong pada LMR.
d. Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
e. Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
f.
g.
h.
i.

intra

abdominal.
Sikatrik.
Penyakit yang melemahkan dinding perut.
Merokok
Diabetes melitus

C. PATOFISIOLOGI HERNIA
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau hernia
yang didapat pada orang sehat. Tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya muskulus obigus internus abdominalis yang menutuo annulus
inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya afasia tranversa yang kuat
yang menutupi trigenum harsel bach yang umumnya tidak berotot. Gangguan
pada mekanisme ini dapat menyebabkan hernia.
Factor yang dapat menyababkan hernia karena adanya tekanan
intraabdomendan kelemahan otot-otot panggul dan perut. Bila hal itu terjadi
maka akan terjadi kelemahan otot inguinal sehingga organ ( usus ) dapat

masuk melalui cincin kanalis inguinalis sehingga dapat menyebakan


hernianinguinal.
Kanalis inguinal adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke 8
kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan perioneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir umumnya telah menutup sehingga isi
rongga tersebut tidak dapat melewati kanlis tersebut. Namun dalam beberapa
hal sering tidak tertutup. Bila prosesus terbuka terus(karena tidak megalami
obliverasi )akan tinbul hernia inguinalis lateralis congenital.
Hernia inguinalis terutama sering di temukan pda bayi premature. Di
duga karena lebih sedikitnya waktu perkembangan perkembangan di dalam
kandungan serta lebih sedikitnya waktu bagi penutupan seluruh penutupan
prosesus tersebut. Jika testis gagal untuk turun (Kriptorkoid), maka biasanya
terdapat kantung hernia yang besar karena sesuatu telah menghentikan
penurunan testis maupun penutupan penutupan prosesus peritoneum tersebut.
Anak-anak dengan anomali congenital terutama yang melibatkan daerah
abdomen bagian bawah, pelvis atau perineum sering mempunyai hernia
inguinalis sebagai bagian dari kompleks tersebut (Syamsuhidayat, 2007).

PATHWAY HERNIA INGUINALIS


Faktor pencetus: aktivitas berat, bayi
premature, kelemahan dinding
abdominal, intraabdominal tinggi,
adanya tekanan

Hernia

inguinalis

Kantung hernia memasuki


celah inguinal

Dinding posterior canalis


inguinal yang lemah

Benjolan pada region


inguinal

Dilatasi ligamnetum
inguinal mengecil bila
berbaring
Pembedahan

Insisi bedah

Resiko tinggi infeksi

Terputusnya jaringan saraf

Nyeri

D. ETIOLOGI
Penyebab hernia inguinalis hingga saat ini masih belum dapat dimengerti
dengan sempurna. Namun yang menjadi prinsip terjadinya hernia inguinalis
adalah :
1.

Kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital

2.

Anomali Kongenital

3.

Sebab yang di dapat

4.

Adanya prosesus vaginalis yang terbuka

5.

Peninggian tekanan di dalam rongga perut

6.

Kelemahan dinding perut karena usia

7.

Anulus inguinalis yang cukup lama

8.

Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau


didapat kemudian dalam hidup.

9.

Kongenital
a.

Hernia congenital sempurna


Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat
tempat tertentu.

b.

Hernia congenital tidak sempurna


Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai
defek pada tempat tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan
( 0 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut
karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,
batuk, menangis).

10.

Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya


defek bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia
selama hidupnya, antara lain :

a. Tekanan intra abdominal yang tinggi.


b. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang baik saat BAK
maupun BAB
6

c. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.


Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena
banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja
jaringan ikat penyokong pada LMR.
d. Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
e. Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
f.
g.
h.
i.

intra

abdominal.
Sikatrik.
Penyakit yang melemahkan dinding perut.
Merokok
Diabetes melitus

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada penderita hernia inguinalis dapat di temukan berupa:
1.

Berupa benjolan keluar masuk/keras dan yang tersring

2.

tampak benjolan dilipat paha.


Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit

3.

disertasi perasaan mual.


Terdapat gejala mual dan muntah atau ditensi bila telah ada
kompikasi.

4.

Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan

5.

bertambah hebat serta kulit di atasnyamenjadi merah dan panas.


Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung
kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai

6.

hematuria (kencing darah) di samping benjolan di bawah sela paha.


Hernia diafragmatik menimbulkan perasaan sakit di daerah

perut disertai sesak.


7.
Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X abdomen
Menunjukan abnormalnya kadar gas dalam usus / obstruksi usus
7

2. Hitung darah lengkap da serum elektrolit


Dapat

menunjukkan

hemokonsentrasi

(peningkatan

hematokrit),

peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit


G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar
operasi terdiri dari:
1).

Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantondibuka
dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan kemudian direposisi,
kantong dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

2).

Hernioplastik
Dilakukan

tindakan

memperkecil

anulus

inguinalis

interna

dan

memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.


3).

Hernioraphy
Dilakukan operasi hemoraphy setelah 2

- 3 hari reposisi. Prinsip

bernioraphy adalah menutupi lubangnya hernia. Operasi ini dilakukan


dengan membuat jahitan-jahitan pada area yang dioperasi agar menjadi
rapi, jadi kemungkinan hernia dapat timbul lagi.
H. KOMPLIKASI
1.

Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan


dinding kanong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis ireponibilis. Pada kadaan
ini belum ada gangguan penyaluran isi usus, isi hrnia yang tersering
menyebabkan keadaan ireponibilis adalah omentum, karena mudah
melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena

infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis dari


pada usus halus.
2.

Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat


makin banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan
gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskuler(proses
strngulasi). Keadaan ini disebut hernia strangulate

I. PENGERTIAN NYERI
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
sekala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
ataumengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Alimul Aziz, 2006).
Nyeri post operasi inguinalis adalah nyeri yang dirasakan setelah
dilakukan pembedahan pada daerah inguinal (selangkangan).
J. PATOFISIOLOGI NYERI
Dalam teori pengontrolan nyeri, disebutkan bahwa impuls nyeri dapat
diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di Sistem Saraf Pusat.
Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di
dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis, thalamus dan system limbik
(Potter & Perry, 2006). Teori Gerbang Kendali Nyeri menurut Wall
merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi
lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok atau
menurunkan transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Selsel inhibitor dalam kornu dorsalis medulla spinalis mengandung enkefalin
yang menghambat transmisi nyeri. Reseptor nyeri disebut juga nociceptor,
nociceptor mencakup ujung ujung syaraf bebas yang berespon terhadap
rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformitas, suhu yang ekstrim dan

berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif akan dikirim sebagai
informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri.
Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxious sampai
terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan
kimia yang bisa dikelompokkan menjadi empat proses, yaitu :
1. Transduksi
Merupakan tranformasi modalitas dari rangsangan di nosiseptor
menjadi modalitas listrik. Hal ini terjadi karena perubahan patofisiologis
karena mediator-mediator penyebab nyeri mempengaruhi juga nosiseptor di
luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Rangsangan nyeri
diubah menjadi depolarisasi membrane reseptor yang kemudian dihantarkan
sebagai impuls saraf.
2. Transmisi
Transmisi adalah proses penyampaian impuls nyeri sepanjang saraf
sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis, ke thalamus,
selanjutnya ke korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung
karena proses depolarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps
melewati neurotransmitter.
3. Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal di sistem saraf, dapat
meningkatkan atau mengurangi persepsi nyeri. Hambatan terjadi melalui
sistem

analgesia

endogen

yang

melibatkan

bermacam-macam

neurotransmitter, yang termasuk neurotransmitter inhibisi antara lain


golongan endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di korda
spinalis. Impuls ini bermula dari area peri aquaductua grey (PAG) dan
menghambat transmisi impuls di tingkat korda spinalis.

4. Persepsi
10

Persepsi adalah hasil rekonstruksi pusat sensorik susunan saraf pusat


tentang impuls nyeri yang diterima, merupakan hasil interaksi sistem saraf
sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional
(hipokampus dan amigdala). Persepsi juga menentukan berat ringannya
nyeri yang dirasakan.
Terdapat dua tipe serabut saraf aferen primer nosiseptif yaitu serabut A
dan serabut C dua fungsi utama serabut saraf aferen primer adalah
transduksi stimulus dan transmisi stimulus menuju susunan saraf pusat.
Badan sel dari neuron neuron ini terdapat pada ganglion radix dorsalis.
Axon dari neuron ini memiliki dua cabang yaitu yang menuju perifer, yang
bagian terminalnya sensitif terhadap stimulus noxious dan cabang lainnya
yang menuju susunan saraf pusat, dimana kemudian akan bersinap dengan
neuron susunan saraf pusat di kornu dorsalis medula spinalis.
Kornu dorsalis medula spinalis merupakan relay point pertama yang
membawa informasi sensoris ke otak dari perifer. Gray matter mengandung
badan sel saraf dari neuron neuron spinalis dan white matter mengandung
axon yang naik atau turun dari otak. Rexed membagi gray matter menjadi
10 lamina. Lamina I VI terdapat pada kornu dorsalis dan mengandung
interneuron yang merelai informasi sensoris menuju ke otak. Pada kornu
dorsalis serabut aferen nosisepsi membentuk hubungan dengan neuron
neuron proyeksi atau interneuron inhibisi atau eksitasi lokal untuk mengatur
aliran informasi nosisepsi ke pusat yang lebih tinggi. Terdapat tiga kategori
neuron pada kornu dorsalis yaitu neuron proyeksi, interneuron eksitasi dan
interneuron inhibisi. Neuron proyeksi bertanggung jawab untuk membawa
signal aferen ke pusat yang lebih tinggi, yang terdiri dari tiga tipe neuron
yaitu nociceptive specific cells (NS), low threshold (LT) neuron dan wide
dynamic range (WDR) neuron. (Sudoyo, 2006).
K. KLASIFIKASI NYERI
11

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
L. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang diantaranya :
1.

Usia
Anak belum bias mengungkapkan nyeri sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung

2.

memendam nyeri yang dialami.


Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda signifikan dalam merspon nyeri, justru

3.

lebih dipengaruhi oleh faktor budaya.


Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
bagaimana mengatasinya.

4.
Tingkat

seseorang

Perhatian
memfokuskan perhatiannya

pada

nyeri

dapat

mempengaruhi persepsi nyeri.


5.

Ansietes
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bias menyebabkan
seseorang cemas.

6.

Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka merespon
terhadap nyeri misalnya suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

12

M. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.

Aktivitas/istirahat
Gejala : Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu
bagian tubuh, tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya di
lakukan.
Tanda : atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan

b.

Eliminasi
Gejala :Konstipasi dan adanya inkartinensia/retesi urine.

c.

Integritas ego
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas,.
Tanda : Tampak cemas, depresi, nyeri yang tidak ada hentinya

d.

Neurosensori
Gejala : Kesemutan, kekakuan, kelemahan, dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia,
nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri

e.

Kenyamanan
Gejala : Nyeri sperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yng menjalar kebokong,
kaki, bahu/lengan, kaku pada leher.
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah
adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas
nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan
dengan cara PQRST :

P (Pemacu), yaitu factor yang mempengaruhi gawat atau


ringannya nyeri.

13

Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau


tersayat.

R (Region), daerah perjalanan nyeri.

S (Severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri.

T (Time), adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.


1)skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

14

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi


dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,


menyeringai,

dapat

menunjukkan

lokasi

nyeri,

dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat


mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi

15

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi


berkomunikasi, memukul.

Pada post operasi :


a.

Status pernapasan
Frekuensi, irama dan ke dalaman, Bunyi napas, efektifitas upaya
batuk

b.

Status nutrisi
Status bising usus, mal, muntah

c.

Status eliminasi
Distensi abdomen, pola BAK dan BAB

d.

Kenyamanan

e.

Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus

f.

Kondisi luka
Keadaan/kebersihan balutan, tanda-tanda peradangan, drainage

g.

Aktivitas
Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a.
b.
c.

Nyeri akut berhubungan dengan luka post op hernia


Resiko infeksi berhubungaan dengan adanya pembedahan.
Resiko terhadap konstipasi berhubungan dengan gangguan saluran

d.

usus
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat

16

17

INTERVENSI
N
o
1

Diagnosa
keperawatan
Nyeri akut
berhubungan
dengan luka post
op hernia

KH (NOC)

Intervensi

Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
3
x
24
jam,
diharapkan
nyeri
berkurang dengank.h:
- Klien
mampu
mengontrol
nyeri.
- Klien
mampu
mengenali
nyeri .
- Mengatakan
rasa
nyaman
setelah
nyeri
berkurang.

1. Memonitoring vital sign sebelum dan


sesudah perawatan dan tehnik relaksasi
dilakukan
2. Lakukan pengkajian nyeri secara
komperehensif dengan PQRST.
3. Observasi reaksi non verbal dan
ketidakn yamanan
4. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
(relaksasi
dan
distraksi) untuk mengurangi rasa
nyeri
5. Anjurkan keluarga klien untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang dan nyaman
6. kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik
- omeprazole 40 mg/12 jam
- parasetamol 500 mg/8 jam

dilakukan
Resiko
infeksi Setelah
berhubungaan
tindakan keperawatan
dengan
adanya 3
x
24
jam,

1) Observasi tanda-tanda vital / 8 jam


2) Observasi tanda- tanda infeksi
3) Pertahankan tehnik aseptik dan tehnik

Rasional
1. Memberikan
adanya
penurunan
nyeri
denganadanya
perubahan
tanda-tanda vital.
2. membantu mengatasi nyeri
yang dirasakan oleh klien,
sehingga
memudahkan
intervebsi selanjutnya.
3. Mengetahui skala nyeri yang
dirasakan oleh klien
4. Teknik relaksasi adalah teknik
untuk
merilekskan
klien
sehingga meknisme koping
klien
terhadap
nyeri
meningkat, sedangkan teknik
distraksi adalah teknik untuk
mengalihkan perhatian klien
terhadap nyerinya.
5. Memberikan
kenyamanan
pada klien
6. Untuk mengurangi nyeri.
1. Meningkatan suhu tubuh (demam)
dapat
terjadi
karena proses terjadinya infeksi

18

pembedahan.

diharapkan
resiko
infeksi
berkurang
dengan KH:
1. TTV dalam batas
normal.
2. Klien
tidak
mengalami tanda
tanda infeksi

cuci tangan yang tepat pada pasien sesuai


kebutuhan
4) Medikasi dengan tim medis dengan
prinsip steril
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antibiotic (Ceftriaxon 1g/12
jam)

2. Memberikan informasi tentang status


tanda
proses
penyembuhan dan mewaspadai tanda
dini infeksi
3. Deteksi dini terjadinya infeksi,
memberikan
kesempatan untuk intervensi tepat
waktu
4. Meningkatkan resiko pasien terkena
infeksi
sekunder, mengontrol penyebaran
sumber infeksi
5. Rasional: Balutan basah bertindak
sebagai
sumber
untuk
luka dan memberikan media untuk
pertumbuhan
6. Dapat diberikan secara profilaktik /
mengobati
infeksi
bakteri

19

20

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2006. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bookz. Salemba Medika : Jakarta.
Carpenito, Lynda juall. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Long, Barbara C. 2006. Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Patricia A. Potter and Anne G. Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa oleh Renata Komalasari, dkk. Edisi
4. Jakarta: EGC.
Sudoyo. W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syamsuhidayat R, 2007, Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta : EGC


Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung
httpwww.balita-anda.combalita_412_Hernia.html. diakses pada tanggal 7 Febrari
2015

21

Anda mungkin juga menyukai