Anda di halaman 1dari 201

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN

PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Peralatan Penanganan Pascapanen
Tanaman Perkebunan
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Peralatan Penanganan Pascapanen Tanaman
Perkebunan Tahun 2013 disusun sebagai acuan
dalam pelaksanaan kegiatan di daerah yang
dilaksanakan dengan dukungan dana APBN Tahun
Anggaran 2013 dalam bentuk Tugas Pembantuan
di Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Pedoman teknis ini menjelaskan mengenai
pelaksanaan kegiatan di daerah terutama dalam
kaitannya dengan penyediaan sarana pascapanen
untuk kelompok tani dimana pada tahun 2013
penyediaan sarana pascapanen tersebut dilakukan
melalui belanja barang bukan lagi melalui
bantuan sosial langsung untuk masyarakat.
Pedoman teknis ini perlu dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis yang lebih bersifat operasional.
Semoga Pedoman Teknis ini dapat
bermanfaaat dalam mendukung kelancaran dan
keberhasilan pelaksanaan pascapanen tanaman
perkebunan tahun 2013.
Jakarta, Desember 2012
Direktur Jenderal Perkebunan,

Ir. Gamal Nasir, MS


19560728 198603 1 001

DAFTAR ISI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Penanganan
Penanganan
Penanganan
Penanganan
Penanganan
Penanganan
Penanganan
Penanganan
Penanganan
Mete

Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen
Pascapanen

Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman

Kakao
Kopi
Lada
Pala
Cengkeh
Nilam
Kelapa
Karet
Jambu

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN


PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Kakao
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komoditas kakao memegang peran penting
dalam perekonomian nasional dan merupakan
komoditas andalan Kawasan Timur Indonesia (KTI)
khususnya di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
dan
Sulawesi
Selatan.
Sebagai
komoditas
terpenting ketiga setelah karet dan kelapa sawit,
kakao merupakan salah satu sumber utama
pendapatan petani di 31 provinsi dengan
keterlibatan petani sejumlah 1.539.401 Kepala
Keluarga (Ditjen Perkebunan, 2011).

Upaya pengembangan kakao dihadapkan


berbagai kendala antara lain (1) produktivitas
tanaman dibawah potensi normal
karena
banyaknya tanaman tua dan banyak tanaman tidak
dirawat dengan baik; (2) adanya berbagai serangan
hama atau penyakit yang sulit dikendalikan oleh
petani secara individual; (3) mutu biji rendah; (4)
industri hilir dalam negeri belum berkembang
sehingga masih dalam bentuk produk primer; (5)
sulitnya petani mendapatkan pendanaan khusus
untuk pengembangan kakao.
Sampai saat ini, petani menjual kakao dalam
bentuk biji untuk diekspor, namun mutunya masih
rendah karena tidak difermentasi, kandungan
kadar air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam,
kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa
sangat beragam dan tidak konsisten. Selain itu
1

terdapat infestasi serangga, biji berjamur, dan


bercampur dengan kotoran atau benda-benda asing
lainnya.
Dampaknya di negara tujuan ekspor terutama
di Amerika Serikat kakao Indonesia diberlakukan
automatic detention atau potongan harga sehingga
harganya lebih rendah daripada kakao dari negara
lain. Beberapa faktor yang menyebabkan
beragamnya mutu kakao yang dihasilkan selain
karena penanganan dari tingkat on-farm, juga
karena penanganan pascapanen serta pengawasan
mutu yang belum optimal. Ini menunjukkan bahwa
perlakuan pascapanen belum diterapkan dengan
baik dan benar.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/
kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang
baik dan benar berbasis Good Handling Practices
(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip
Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan
penanganan pascapanen di
provinsi sentra
produksi Kakao.
b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai
dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
2

tambah dan daya saing baik di tingkat lokal


maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/
gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan
teknologi pascapanen secara optimal.

1.3 Tujuan
Tujuan
disusunnya
pedoman
teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan
pascapanen tanaman kakao adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi
dan
kabupaten/
kota
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
penanganan pascapanen tanaman kakao.
b. Meningkatkan pencapaian mutu biji kakao
melalui penanganan pascapanen di tingkat
petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
harga jual biji kakao.

II.

PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada era industri sekarang ini, upaya


peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah
saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
3

Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai


individu dengan kemampuan bidang produksi yang
terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan
adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan
kegiatan
ditempuh
melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah
pertanaman kakao dengan harapan para petani
mampu melakukan penanganan pascapanen
dengan menghasilkan produk primer yang
bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang
aktif
dan
berfungsi
serta
jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau
Kepala
Dinas
yang
membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh
panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang
membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh
petani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan dan pendampingan oleh
petugas daerah yang ditunjuk;
4

5) Tiap tahapan Pelaksanaan kegiatan perlu


dilakukan pencatatan secara tertib sebagai
bahan penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan
pascapanen
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan
tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,
bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen kakao
yang akan diberikan untuk kelompok tani
terlampir.
Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin
pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan
penanganan pascapanen kakao terdapat kegiatan
bimbingan teknis penanganan pascapanen kakao.
Materi terlampir.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen kakao meliputi :
1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen kakao di
9 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Banten
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua;
2) Peningkatan
Kapabilitas
Petani
melalui
Bimbingan Teknis di provinsi DI.Yogyakarta dan
dan Pertemuan Teknis di Jawa Tengah.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
6

Pengawalan dan monitoring serta evaluasi


kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi
dan koordinasi ke lokasi dalam rangka
persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi,
Jenis
dan
Volume
kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman
kakao adalah sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Lokasi
Aceh
Sumut
Banten
Jateng
NTB
Sulteng
Sultra
Papua

Jenis

Penyediaan sarana,
alat dan mesin
pascapanen tanaman
kakao

Volume
1 KT
2 KT
2 KT
1 KT
2 KT
2 KT
1 KT
1 KT
7

DIY

Bimbingan
teknis
pascapanen kakao

2 KT

3.4 Simpul Kritis


Beberapa hal yang harus diperhatikan yang
menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan :
-

Dalam penetapan kelompok sasaran penerima


bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus
yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
pengelolaan yang baik.

Penyerahan barang kepada kelompok tani.


Harus dilengkapi dengan berita acara serah
terima barang.

IV.

PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


BANTUAN

Sesuai dengan arahan dari Kementerian


Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk
petani pada tahun 2013 harus melalui proses
pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan atau melalui metode
kontraktual.

4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang


1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus
mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
persiapan pengadaan barang dimulai dari
Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan.
3) Kontrak pengadaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I
(bulan Maret) tahun 2013 .
4.2 Mekanisme
Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

kepada

1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
2) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan
Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK
pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai
6.000 rupiah.
3) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah
dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni)
2013.
9

4.3 Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Serta


Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran

1) Dalam
rangka
percepatan
pelaksanaan
kegiatan,
identifikasi
serta
penetapan
kelompok sasaran penerima alat/ mesin
dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari
2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan

melalui seleksi oleh petugas dinas yang


membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas
yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis
dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan
usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok,
dengan jumlah anggota minimal 25 orang.
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat
penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau
mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan secara
bertahap dan saling mendukung).
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah
dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan
lainnya .
6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk
menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara
penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
10

4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya


Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013

V.

PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN


DAN PENDAMPINGAN

1) Pembinaan
kelompok
dilakukan
secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya
secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan
dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah
pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan tata
kepemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean governance),
maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi
prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan
dan perundangan, Membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas
akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik
secara teknis maupun dalam pembinaan berada
pada dinas/kantor perkebunan atau yang
11

melaksanakan
fungsi
perkebunan
lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas
program dan kegiatan adalah Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan
kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan,
sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian
di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh
masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan
prinsip
prinsip
partisipatif,
transparansi dan akuntabel.

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010
tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan
Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan
oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
12

Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara


berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan
mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien
melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi
berdasarkan
laporan
dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan
yang sedang berjalan dan permasalahan yang
dihadapi serta usulan pemecahannya pada
setiap bulan.
b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang
berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang
dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam
Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris
Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan
Pembinaan Usaha.
13

VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
pelaksanaan
pengembangan
penanganan pascapanen kakao dibiayai dengan
dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen
Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.

VIII.

PENUTUP

Kegiatan pembangunan perkebunan oleh


Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan
kapabilitas
kelompok
dan
partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok
tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi
kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang
perkebunan
agar
mandiri
dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan
menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak
saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
meningkatkan ekonomi secara nasional.

14

Lampiran 1
REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KAKAO 2013
No.
1

Provinsi
Aceh

Kabupaten
Pidie
( 1 KT)

Sumut

Serdang Bedagai
(2 KT)

Banten

Serang
(1 KT)
Pandeglang
(1 KT)

Jenis Alat
Mesin Pemecah buah kakao
Kotak Fermentasi
Alat ukur Kadar Air
Terpal
Gunting Tarik
Angkong/ Gerobak Sorong
Parang
Kotak Fermentasi
Alat Ukur Kadar Air
Terpal
Kotak Fermentasi
Alat Ukur Kadar Air
Terpal

Vol. (Unit)
1
12
1
40
60
60
60
12
1
80
12
1
80
15

Jateng

Batang
(1 KT)

NTB

Lombok Timur
(1 KT)
Lombok Utara
(1 KT)

Sulteng

Donggala
(1 KT)

Parigi Moutong
(1 KT)

Mesin Pemecah buah kakao


Kotak Fermentasi
Alat ukur Kadar Air
Terpal
Kotak Fermentasi
Alat Ukur Kadar Air
Terpal
Kotak Fermentasi
Alat Ukur Kadar Air
Terpal
Mesin Pemecah buah kakao
Kotak Fermentasi
Alat ukur Kadar Air
Terpal
Mesin Pemecah buah kakao
Kotak Fermentasi
Alat ukur Kadar Air
Terpal

1
12
1
50
8
1
60
8
1
60
1
9
1
45
1
9
1
45
16

Sultra

Kolaka
(1 KT)

Papua

Keerom
(1 KT)

Mesin Pemecah buah kakao


Kotak Fermentasi
Alat ukur Kadar Air
Terpal
Mesin Pemecah buah kakao
Kotak Fermentasi
Alat ukur Kadar Air
Terpal

1
6
1
45
1
9
1
70

KT : Kelompok Tani

17

Lampiran 2
SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KAKAO
1) Mesin Pemecah Buah Kakao
Spesifikasi :
- Kapasitas : 500 Kg/ jam
- Tipe silinder bergerigi, hopper besi beton
- Pemecah : besi pipa silinder bergerigi yang
berputar
- Bagian pengeluaran : plat aluminium
- Penggerak : motor bensin 5,5 PK
- Transmisi : pulley dan V-belt karet
2) Kotak Fermentasi Kakao
Spesifikasi :
- Kapasitas 40-50 Kg/ Batch tipe bak kayu
- Jenis kayu meranti
- Ketebalan papan kayu : 20 30 mm
- Siku penguat : plat aluminium
- Dimensi : 40 x 40 x 50 cm3
- 1 set terdiri dari dua kotak kayu yang
dilengkapi dengan 1 unit kaki/ dudukan
sebagai penyangga salah satu kotak
3) Alat Ukur Kadar Air
Spesifikasi :
- Skala meter : 5-15 %
- Tipe Digital

18

4) Terpal
Spesifikasi :
- Ukuran 6 x 5 m2
- Type bahan terpal A 12
5) Gunting Tarik
Spesifikasi :
- Bahan baja
- Jangkauan sampai 5 m
- Kemampuan memotong : Diameter 4 cm
6) Angkong
Spesifikasi :
- Kapasitas : 130 Kg
- Roda : karet mati diameter 13
7) Parang
Spesifikasi :
- Ukuran 26 inchi,
- Bahan terbuat dari baja per
- Handle dari kayu

19

Lampiran 3
BIMBINGAN TEKNIS PASCAPANEN KAKAO
a. Materi yang disampaikan :
- Kebijakan Direktorat Pascapanen
Pembinaan Usaha
- Pemeliharaan Tanaman
- Pengendalian Hama dan Penyakit
- Pemanenan
- Penanganan Pascapanen
- Fermentasi
- Jaminan mutu dan keamanan Pangan
- Kewirausahaan
- Pembukuan usaha kelompok
- Administrasi kelompok
- Strategi dan Jaringan Pemasaran
- Kelembagaan Usaha
- Praktek panen dan pascapanen
- Dinamika Kelompok
- Studi banding

dan

b. Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan bimbingan teknis dilaksanakan
selama 14 hari (112 jpl) meliputi teori, praktek,
dinamika kelompok dan studi banding.

20

c. Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan bimbingan teknis pascapanen kakao
dilaksanakan khusus untuk Propinsi DI. Yogyakarta
di Kab. Kulon Progo dan Kab. Gunung Kidul untuk
mendukung kegiatan pembuatan Model Desa kakao
d. Peserta Bimbingan Teknis
Peserta bimbingan teknis untuk setiap
kabupaten adalah sebanyak 30 org peserta yang
berasal dari kelompok tani kabupaten setempat

21

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN


PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Kopi
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas penting
di dalam perdagangan dunia yang melibatkan
beberapa negara produsen dan banyak negara
konsumen. Kopi, meskipun bukan merupakan
tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai
peranan penting dalam industri perkebunan di
Indonesia. Menurut Ditjen Perkebunan (2011),
areal perkebunan kopi di Indonesia pada tahun
2010 mencapai lebih dari 1,210 juta hektar dengan
total produksi sebesar 686.921 ton dimana 96%
diantaranya adalah areal perkebunan kopi rakyat,
dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak
1.881.694 KK. Laju perkembangan areal kopi di
Indonesia rata-rata mencapai sebesar 2,11 % per
tahun.
Perkembangan yang cukup pesat tersebut
perlu di dukung dengan kesiapan teknologi dan
sarana pascapanen yang cocok untuk kondisi petani
agar mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan
mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standard
Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang
pasti, ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan
pasokan yang tepat waktu serta keberlanjutan
merupakan beberapa persyaratan yang dibutuhkan
agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat
harga yang lebih menguntungkan.

Untuk memenuhi persyaratan di atas


penanganan pascapanen kopi rakyat harus
dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan
tepat jumlah seperti halnya produk pertanian yang
lain. Buah kopi hasil panen perlu segera diproses
menjadi bentuk akhir yang lebih stabil agar aman
untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Keberhasilan penanganan pascapanen sangat
tergantung dari mutu bahan baku dari kegiatan
proses produksi/budidaya, karena itu penanganan
proses
produksi
di
kebun
juga
harus
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip
cara budidaya yang baik dan benar (Good
Agricultural Practices/GAP). Penerapan GAP dan
GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa
produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil
serangkaian proses yang efisien, produktif dan
ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan
mendapatkan nilai tambah berupa insentif
peningkatan harga dan jaminan pasar yang
memadai.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/
kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang
baik dan benar berbasis Good Handling Practices
(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip
Good Agricultural Practices (GAP).

1.2 Sasaran Nasional


a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan
penanganan pascapanen di
provinsi sentra
produksi Kopi.
b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai
dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal
maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/
gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan
teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan
disusunnya
pedoman
teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan
pascapanen tanaman kopi adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi
dan
kabupaten/
kota
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
penanganan pascapanen tanaman kopi.
b. Meningkatkan pencapaian mutu biji kopi melalui
penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
harga jual biji kopi.

II.

PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada era industri sekarang ini, upaya


peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah
saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai
individu dengan kemampuan bidang produksi yang
terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan
adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan
kegiatan
ditempuh
melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah
pertanaman kopi dengan harapan para petani
mampu melakukan penanganan pascapanen
dengan menghasilkan produk primer yang
bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang
aktif
dan
berfungsi
serta
jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau
Kepala
Dinas
yang
membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh
4

panitia/pejabat pengadaan di Dinas


membidangi Perkebunan setempat.

yang

4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh


petani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan dan pendampingan oleh
petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahapan
kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan
pascapanen
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan
tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,
bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen kopi
yang akan diberikan untuk kelompok tani
terlampir.
5

Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin


pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan
penanganan pascapanen kopi terdapat kegiatan
Pelatihan penanganan pascapanen kopi. Materi dan
jumlah jam terlampir.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen kopi meliputi :
1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen kopi di 12
provinsi yaitu : Aceh, Sumatera Selatan, Jambi,
Bengkulu, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa
Timur, Bali, NTB, NTT, Lampung, Sumatera
Utara
2) Peningkatan
Kapabilitas
Petani
melalui
Pelatihan Pascapanen kopi di provinsi Lampung
dan Pertemuan teknis di Jawa Tengah.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
6

Monitoring dan Evaluasi.


Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi
kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi
dan koordinasi ke lokasi dalam rangka
persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi,
Jenis
dan
Volume
kegiatan
Pengembangan penanganan pascapanen tanaman
kopi adalah sebagai berikut :

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Lokasi
Aceh
Sumsel
Jambi
Bengkulu
Jabar
Jateng
Jatim
Bali
NTB
NTT
Sumut
lampung

Jenis

Penyediaan sarana,
alat dan mesin
pascapanen tanaman
kopi

Pelatihan
pascapanen kopi

Volume
1 KT
1 KT
4 KT
1 KT
2 KT
1 KT
2 KT
1 KT
1 KT
2 KT
2 KT
1 KT
1
T

3.4 Simpul Kritis


Beberapa hal yang harus diperhatikan yang
menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan :
-

Dalam penetapan kelompok sasaran penerima


bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus
yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
pengelolaan yang baik.

Penyerahan barang kepada kelompok tani.


Harus dilengkapi dengan berita acara serah
terima barang.
8

IV.

PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


BANTUAN

Sesuai dengan arahan dari Kementerian


Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk
petani pada tahun 2013 harus melalui proses
pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan atau melalui metode
kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus
mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
persiapan pengadaan barang dimulai dari
Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan.
3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I
(bulan Maret) tahun 2013.
4.2 Mekanisme
Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

kepada

1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
9

2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada


kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita
Acara Serah Terima Barang antara PPK
pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai
6.000 rupiah.
3) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah
dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni)
2013
4.3

Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta


Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran

1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,

identifikasi serta penetapan kelompok sasaran


penerima alat/ mesin dilaksanakan paling
lambat pada bulan Februari 2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan

melalui seleksi oleh petugas dinas yang


membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas
yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis
dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan
usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan
jumlah anggota minimal 25 orang
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat
penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
10

yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau


mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan secara
bertahap dan saling mendukung)
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah
dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan
lainnya.
6) Kelompok
yang
mengalami
kesulitan
untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk
menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara
penuh dan memanfaatkan peluang pasar.

4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya


Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013

V.

PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN


DAN PENDAMPINGAN

1) Pembinaan
kelompok
dilakukan
secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya
secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan
dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.

11

2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah


pengelolaan
sesuai
prinsip
pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean governance),
maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi
prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan
dan perundangan, Membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas
akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik
secara teknis maupun dalam pembinaan berada
pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan
fungsi
perkebunan
lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas
program dan kegiatan adalah Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan
kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan,
sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian
di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh
masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan
prinsip
prinsip
partisipatif,
transparansi dan akuntabel.
12

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010
tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan
Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan
oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara
berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan
mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien
melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi
berdasarkan
laporan
dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan
yang sedang berjalan dan permasalahan yang
dihadapi serta usulan pemecahannya pada
setiap bulan.
13

b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang


berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang
dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam
Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris
Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan
Pembinaan Usaha.

VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
pelaksanaan
pengembangan
penanganan pascapanen kopi dibiayai dengan dana
APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen
Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.

VIII.

PENUTUP

Kegiatan pembangunan perkebunan oleh


Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan
kapabilitas
kelompok
dan
partisipasi
14

masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok


tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi
kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang
perkebunan
agar
mandiri
dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan
menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak
saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
meningkatkan ekonomi secara nasional.

15

Lampiran 1
REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KOPI 2013
No.

Provinsi

Kabupaten

Aceh

Sumsel

Gayo Lues
(1 KT)
Muara enim
(1 KT)

Jambi

Kerinci
(4 KT)

Bengkulu

Kepahyang
(1 KT)

Jawa Barat

Garut

Jenis Alat
-

Huller 500 Kg
Bangunan uph
Huller 500 Kg
Pulper 1 ton
Bangunan uph
Terpal
Pulper 200 Kg
Huller 100 Kg
terpal
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
Terpal
Lantai jemur
Huller 100 Kg

Vol. (Unit)
1
1
1
1
1
20
4
4
32
1
1
60
1
1
16

( 1 KT)

Ciamis
( 1 KT )

6
7

Jateng
Jatim

Kendal (1 KT)
Bondowoso
(1 KT)

Nganjuk
(1 KT)
8

Bali

Bangli
(1 KT)

Pulper 200 Kg
Terpal
Alat sortasi biji 400 kg
Huller 100 Kg
Pulper 200 Kg
Terpal
Alat sortasi biji 400 kg
Huller 200 Kg
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
Washer 500 kg
Para para
Terpal
Alat ukur kadar air
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
terpal
Pulper 1 ton
Huller 500 Kg
Terpal

1
20
1
1
1
20
1
1
1
1
1
30
30
1
1
1
16
1
1
40
17

NTB

Sumbawa
(1 KT)

10

NTT

11

Lampung

Manggarai
(1 KT)
Manggarai Timur
(1 KT)
Lampung Barat
(1 KT)

12

Sumut

Samosir
(1 KT)

Para para
Alat ukur kadar air
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
Terpal
Para para
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
Huller 500 Kg
Pulper 1 ton
Terpal
Alat sortasi biji 1 ton
Pulper 1 ton
Huller 500 kg
Alat sortasi biji 1 ton
Para para

40
1
1
1
30
30
1
1
1
1
1
1
50
1
1
1
1
10

KT : Kelompok Tani
18

Lampiran 2
SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KOPI
1. Pulper 1 ton/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 1 ton/ jam
- Tipe : 2 silinder
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk
2. Pulper 200 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 200 Kg/ jam
- Tipe 1 silinder
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk
3. Huller 500 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 500 Kg/ jam
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 16 - 18 pk
4. Huller 200 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 200 Kg/ jam
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 8 - 10 pk
5. Huller 100 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 100 Kg/ jam
19

- Tipe silinder horisontal


- Penggerak : motor bensin 5.5 pk
6. Washer 500 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 500 Kg/ jam
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 10-12 pk
7. Alat sortasi biji 1000 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 1000 Kg/ jam
- Tipe meja getar
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk/ motor
listrik 2 HP
8. Alat sortasi biji 400 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 400 Kg/ jam
- Tipe meja getar
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk/ motor
listrik 1 HP
9. Alat Ukur Kadar Air
Spesifikasi :
- Skala meter : 5-15 %
- Tipe Digital
10. Terpal
Spesifikasi :
- Ukuran 6 x 5 m2
20

Type bahan terpal A 12

11. Para para


Spesifikasi :
- Ukuran : 80 x 200 cm2
- Tinggi kaki : 1 m
- Sungkup dengan plastik tranparan
12. Lantai jemur
Spesifikasi :
- Ukuran : 10 x 10 m2
- ketebalan : 0.1 m
- coran bertulang beton
13. Bangunan UPH
Spesifikasi :
- Ukuran : 8 x 5 m2
- Dinding : sebagian tembok dan sebagian
rawat kawat
- Tinggi dinding dari lantai : 4 m (tembok
bata 3.2 m, ram kawat 0.8 m)
- Atap asbes
- Tinggi atap dari langit langit 2 m

21

Lampiran 3
PELATIHAN PASCAPANEN KOPI
1) Materi yang disampaikan :
-

Pemeliharaan Tanaman
Pemanenan
Penanganan Pascapanen
Jaminan mutu dan keamanan Pangan
Strategi dan Jaringan Pemasaran
Kelembagaan Usaha
Praktek panen dan pascapanen

2) Waktu pelaksanaan
Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari (24 jpl)
meliputi teori dan praktek.
3) Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan
pelatihan
pascapanen
kopi
dilaksanakan khusus untuk Propinsi Lampung di
Kab. Lampung Barat
4) Peserta
Peserta pelatihan adalah sebanyak 35 org
peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten
setempat

22

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN


PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Lada
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lada merupakan salah satu komoditas
ekspor tradisional andalan Indonesia, yang
diperoleh dari buah tanaman lada black pepper
(Piper nigrum Linn). Walaupun bukan tanaman asli
Indonesia peranannya sangat besar di dalam
perekonomian nasional. Riwayatnya sebagai
komoditas perdagangan Indonesia pun sangat
panjang karena tercatat sebagai produk pertama
Indonesia yang diperdagangkan ke Eropa melalui
Arabia dan Persia ( Wahid, 1996).
Hampir semua pertanaman lada di Indonesia
diusahakan dalam bentuk usaha tani kecil (small
holders) dan tersebar pada beberapa propinsi.
Daerah sentra produksi utama lada adalah
Lampung dan Sumatra Selatan (Bangka - Belitung).
Daerah daerah lada lainnya adalah Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, dan Sulawesi
Selatan dan kini komoditas lada di Indonesia telah
berkembang di 24 propinsi. Lada hitam Indonesia
di perdagangan Internasional dikenal dengan nama
Lampung Black Pepper, sedangkan lada putih
dikenal dengan nama Muntok White pepper.
Dikenal dengan nama-nama tersebut karena
daerah Lampung dan Muntok (di pulau Bangka)
merupakan daerah sentra produksi pertama yang
mengembangkan lada di Indonesia. Dari seluruh
hasil produksi lada Indonesia sekitar 80 - 90 persen
1

dijadikan komoditas ekspor, sisanya dikonsumsi di


dalam negeri.
Sampai sekarang penanganan pascapanen
lada hitam dan putih dilakukan ditingkat petani
dengan menggunakan alat - alat yang sederhana
dengan metoda dari nenek moyang yang dilakukan
secara turun
- temurun dengan kurang
memperhatikan segi kebersihan. Oleh karena hal
tersebut produk lada yang dihasilkan sering
terkontaminasi baik oleh mikroorganisme yang
tidak diinginkan tetapi juga oleh kotoran-kotoran
lain seperti bahan tanaman, kotoran binatang dan
sebagainya.
Dengan makin sadarnya konsumen akan
kesehatan, peraturan lingkungan yang makin ketat,
ketatnya kompetisi diantara para pengusaha
makanan dan perubahan pada struktur ekonomi
global, tuntutan industri rempah dan industri
makanan terhadap bahan baku dengan mutu yang
tinggi serta aman untuk dikonsumsi makin tinggi.
Begitu pula halnya dengan lada, para konsumen
lada menghendaki produk lada dengan mutu yang
tinggi dan aman untuk dikonsumsi.
Penerapan Good Agricultural Practices (GAP)
dan Good Handling Practices (GHP) menjadi
jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang
dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses
yang efisien, produktif dan ramah lingkungan.
Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai
tambah berupa insentif peningkatan harga dan
jaminan pasar yang memadai.
2

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka


diperlukan upaya pembinaan kepada petani/
kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang
baik dan benar berbasis Good Handling Practices
(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip
Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan
penanganan pascapanen di
provinsi sentra
produksi Lada.
b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai
dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal
maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/
gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan
teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan
disusunnya
pedoman
teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan
pascapanen tanaman lada adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi
dan
kabupaten/
kota
dalam
3

pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
penanganan pascapanen tanaman lada.
b. Meningkatkan pencapaian mutu lada melalui
penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
harga jual produk lada.

II.

PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada era industri sekarang ini, upaya


peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah
saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai
individu dengan kemampuan bidang produksi yang
terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan
adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan
kegiatan
ditempuh
melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah
pertanaman lada dengan harapan para petani
mampu melakukan penanganan pascapanen
dengan menghasilkan produk primer yang
bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang
aktif
dan
berfungsi
serta
jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani
4

terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas


dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau
Kepala
Dinas
yang
membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh
panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang
membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh
petani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan dan pendampingan oleh
petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahap Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan
pascapanen
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan
tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
5

fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,


bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen lada
yang akan diberikan untuk kelompok tani
terlampir.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen lada meliputi pengadaan
alat dan mesin pascapanen lada di 2 (dua) provinsi
yaitu : Bangka Belitung, Kalimantan Timur.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
6

2) Kegiatan Tingkat Provinsi :


Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi
kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi
dan koordinasi ke lokasi dalam rangka
persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi,
Jenis
dan
Volume
kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman
lada adalah sebagai berikut :
No
1
2

Lokasi
Jenis
Kep. Babel Penyediaan sarana,
alat dan mesin
Kaltim
pascapanen Lada

Volume
2 KT
2 KT
7

3.4 Simpul Kritis


Beberapa hal yang harus diperhatikan yang
menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan :
-

Dalam penetapan kelompok sasaran penerima


bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus
yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
pengelolaan yang baik.

Penyerahan barang kepada kelompok tani.


Harus dilengkapi dengan berita acara serah
terima barang.

IV.

PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


BANTUAN

Sesuai dengan arahan dari Kementerian


Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk
petani pada tahun 2013 harus melalui proses
pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan atau melalui metode
kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus
mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
8

beserta perubahannya tentang


Pengadaan Barang dan Jasa.

Peraturan

2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,


persiapan pengadaan barang dimulai dari
Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan.
3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I
(bulan Maret) tahun 2013
4.2 Mekanisme
Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

kepada

1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada
kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita
Acara Serah Terima Barang antara PPK
pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai
6.000 rupiah.
3) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah
dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni)
2013.

4.3

Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta


Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran

1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,

identifikasi serta penetapan kelompok sasaran


penerima alat/ mesin dilaksanakan paling telat
pada bulan Februari 2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan

melalui seleksi oleh petugas dinas yang


membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas
yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis
dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan
usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan
jumlah anggota minimal 25 orang.
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat
penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau
mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan secara
bertahap dan saling mendukung).
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah
dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan
lainnya.
6) Kelompok
yang
mengalami
kesulitan
untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk
menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara
penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
10

4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya


Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013

V.

PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN


DAN PENDAMPINGAN

1) Pembinaan
kelompok
dilakukan
secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya
secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan
dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah
pengelolaan
sesuai
prinsip
pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean governance),
maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi
prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan
dan perundangan, Membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas
akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik
secara teknis maupun dalam pembinaan berada
11

pada dinas/kantor perkebunan atau yang


melaksanakan
fungsi
perkebunan
lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas
program dan kegiatan adalah Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan
kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan,
sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian
di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh
masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan
prinsip
prinsip
partisipatif,
transparansi dan akuntabel.

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010
tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan
Pelaporan.

12

6.1 Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan
oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara
berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan
mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien
melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi
berdasarkan
laporan
dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan
yang sedang berjalan dan permasalahan yang
dihadapi serta usulan pemecahannya pada
setiap bulan.
b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang
berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang
dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam
Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
13

setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada


Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris
Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan
Pembinaan Usaha

VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
pelaksanaan
pengembangan
penanganan pascapanen lada dibiayai dengan dana
APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen
Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013. ini dibiayai
dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA
Ditjen Perkebunan Tahun Anggaran 2013.

VIII.

PENUTUP

Kegiatan pembangunan perkebunan oleh


Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan
kapabilitas
kelompok
dan
partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok
tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi
kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang
perkebunan
agar
mandiri
dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya
14

kelompok-kelompok tersebut berkembang dan


menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak
saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
meningkatkan ekonomi secara nasional.

15

Lampiran 1
REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN LADA 2013
No.
1

Provinsi
Kep. Babel

Kaltim

Kabupaten
Bangka Barat
(2 KT)
Kutai Kertanegara
(2 KT)

Mesin
Mesin
Mesin
Mesin

Jenis Alat
Perontok lada
Penggiling lada
Perontok lada
Penggiling lada

Vol. (Unit)
4
4
4
4

KT : Kelompok Tani

16

Lampiran 2
SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN LADA
1. Mesin Perontok Lada
Spesifikasi :
- Kapasitas 650 700 Kg/Jam
- Motor penggerak : 5,5 HP
2. Mesin Penggiling lada
Spesifikasi :
- Kapasitas 400 500 kg/ jam
- Motor pengerak : 5,5 HP

17

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN


PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Pala
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pala (Myristica Fragan Houtt) adalah tanaman
asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Banda
dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke Pulau
Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke
Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun
1271 sampai tahun 1295. Pembudidayaan tanaman
pala terus meluas sampai ke Sumatera. Sampai
saat ini daerah penghasil utama pala di Indonesia
adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra
Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan
Papua.
Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning
jika sudah tua dan berdaging putih. Bijinya berkulit
tipis agak keras berwarna hitam kecokelatan yang
dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya
putih, bila dikeringkan menjadi gelap kecokelatan
dengan aroma khas. Buah pala terdiri atas daging
buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan biji
(13,1%) dan dikenal sebagai rempah yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dan multiguna karena setiap
bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk bahan
berbagai industri. Biji dan fuli merupakan produk
utama dari tanaman pala, yang sebagian besar
untuk diekspor dan berfungsi sebagai rempah, baik
untuk keperluan sehari-hari maupun untuk industri
makanan dan minuman. Daging buah yang muda
banyak digunakan untuk makanan ringan dan
1

minuman seperti manisan, permen, sirup dan jus


pala. Minyak pala yang diperoleh dari penyulingan
biji pala muda, selain untuk ekspor juga
merupakan bahan baku industri obat obatan,
pembuatan sabun, parfum dan kosmetik didalam
negeri. Produk lain yang berasal dari biji pala
adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat
digunakan sebagai minyak makan dan industri
kosmetik.
Sampai saat ini Indonesia termasuk salah satu
negara produsen dan pengekspor biji dan fuli pala
terbesar dunia. Sampai dengan tahun 2007,
kebutuhan pala dunia mencapai 76 % dipenuhi oleh
Indonesia, 20 % oleh Grenada dan selebihnya oleh
Sri Langka, India dan Papua New Guinea. Pada
tahun 2010 luas areal pertanaman pala di
Indonesia adalah 118.345 Ha dengan jumlah
produksi 15.793 ton. Jumlah ekspor Indonesia
tahun 2010 mencapai 14.186 ton dengan nilai US$
86.096.
Pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh
perkebunan rakyat yaitu sekitar 99%, dengan cara
penanganan pascapanen yang masih tradisional
dengan peralatan seadanya dan dilakukan kurang
higienis. Sehingga masalah yang dihadapi pala
Indonesia adalah rendahnya mutu, dimana hal ini
berpengaruh terhadap harga. Disamping itu
rendahnya mutu pala Indonesia disebabkan oleh
beragamnya jenis pala, waktu panen yang kurang
tepat, penyimpanan dan pengemasan yang kurang
2

baik serta tercampurnya dengan pala hutan. Waktu


panen yang kurang tepat saat pala masih muda
menyebabkan buah jadi keriput. Sedangkan
penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik
memberi peluang jamur untuk tumbuh. Kondisi
seperti ini mengakibatkan kualitas pala kurang baik
yang dapat menurunkan kepercayaan para importir
luar negeri terhadap Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya penolakan produk pala oleh negara
Uni Eropa karena tercemar oleh aflatoxin pada
periode tahun 2010-2011, dimana pala dari
Indonesia mengandung aflatoxin melebihi kadar
ambang yang diperbolehkan.
Keberhasilan penanganan pascapanen sangat
tergantung dari mutu bahan baku dari kegiatan
proses produksi/budidaya, karena itu penanganan
proses
produksi
di
kebun
juga
harus
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip
cara budidaya yang baik dan benar (Good
Agricultural Practices/GAP). Penerapan GAP dan
GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa
produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil
serangkaian proses yang efisien, produktif dan
ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan
mendapatkan nilai tambah berupa insentif
peningkatan harga dan jaminan pasar yang
memadai.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/
kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
3

agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang


baik dan benar berbasis Good Handling Practices
(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip
Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan
penanganan pascapanen di
provinsi sentra
produksi Pala.
b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai
dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal
maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/
gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan
teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan
disusunnya
pedoman
teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan
pascapanen tanaman pala adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi
dan
kabupaten/
kota
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
penanganan pascapanen tanaman pala.

b. Meningkatkan pencapaian mutu pala melalui


penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
harga jual produk pala.

II.

PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada era industri sekarang ini, upaya


peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah
saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai
individu dengan kemampuan bidang produksi yang
terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan
adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan
kegiatan
ditempuh
melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah
pertanaman pala dengan harapan para petani
mampu melakukan penanganan pascapanen
dengan menghasilkan produk primer yang
bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang
aktif
dan
berfungsi
serta
jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
5

atau
Kepala
perkebunan.

Dinas

yang

membidangi

3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk


kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh
panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang
membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh
petani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan dan pendampingan oleh
petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahap pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan
pascapanen
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan
tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,
bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik, dan lain-lain;
6

4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.


Spesifikasi alat dan mesin pascapanen pala
yang akan diberikan untuk kelompok tani
terlampir.
Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin
pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan
penanganan pascapanen pala terdapat kegiatan
Pertemuan teknis petani pala. Materi terlampir.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen pala meliputi :
1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen pala di 5
provinsi yaitu : Jawa Barat, Sulawesi Utara,
Maluku, Maluku Utara, Papua Barat
2) Peningkatan
Kapabilitas
Petani
melalui
pertemuan teknis petani pala di 5 provinsi yang
sama.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
7

1) Kegiatan Tingkat Pusat :


Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi
kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi
dan koordinasi ke lokasi dalam rangka
persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.

3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :


Lokasi,
Jenis
dan
Volume
kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman
pala adalah sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5

Lokasi
Jawa Brt
Sulut
Maluku
Maluku Utr
Papua Brt

Jenis
Penyediaan sarana,
alat dan mesin
pascapanen dan
Pertemuan Teknis
Petani Pala

Volume
3 KT
3 KT
3 KT
3 KT
3 KT

3.4 Simpul Kritis


Beberapa hal yang harus diperhatikan yang
menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan :
-

Dalam penetapan kelompok sasaran penerima


bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus
yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
pengelolaan yang baik.

Penyerahan barang kepada kelompok tani.


Harus dilengkapi dengan berita acara serah
terima barang.

IV.

PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


BANTUAN

Sesuai dengan arahan dari Kementerian


Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk
petani pada tahun 2013 harus melalui proses
pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan atau melalui metode
kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus
mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
persiapan pengadaan barang dimulai dari
Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan.
3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I
(bulan Maret) tahun 2013
4.2 Mekanisme
Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

kepada

1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
10

2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada


kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita
Acara Serah Terima Barang antara PPK
pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai
6.000 rupiah.
3) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah
dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni)
2013.
4.3

Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Serta


Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran

1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,

identifikasi serta penetapan kelompok sasaran


penerima alat/ mesin dilaksanakan paling
lambat pada bulan Februari 2013
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan

melalui seleksi oleh petugas dinas yang


membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas
yang membidangi perkebunan
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis
dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan
usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan
jumlah anggota minimal 25 orang
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat
penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
11

yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau


mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan secara
bertahap dan saling mendukung)
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah
dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan
lainnya.
6) Kelompok
yang
mengalami
kesulitan
untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk
menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara
penuh dan memanfaatkan peluang pasar.

4.3 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya


Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013

V.

PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN


DAN PENDAMPINGAN

1) Pembinaan
kelompok
dilakukan
secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya
secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan
dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
12

2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah


pengelolaan
sesuai
prinsip
pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean governance),
maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi
prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan
dan perundangan, Membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas
akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik
secara teknis maupun dalam pembinaan berada
pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan
fungsi
perkebunan
lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas
program dan kegiatan adalah Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan
kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan,
sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian
di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh
masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan
prinsip
prinsip
partisipatif,
transparansi dan akuntabel.
13

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010
tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan
Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan
oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara
berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan
mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien
melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi
berdasarkan
laporan
dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan
yang sedang berjalan dan permasalahan yang
dihadapi serta usulan pemecahannya pada
setiap bulan.
14

b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang


berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang
dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam
Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris
Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan
Pembinaan Usaha.

VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
pelaksanaan
pengembangan
penanganan pascapanen pala dibiayai dengan dana
APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen
Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.

VIII.

PENUTUP

Kegiatan pembangunan perkebunan oleh


Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan
kapabilitas
kelompok
dan
partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok
15

tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi


kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang
perkebunan
agar
mandiri
dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan
menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak
saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
meningkatkan ekonomi secara nasional.

16

Lampiran 1
REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN PALA 2013
No.
1

Provinsi
Jawa Barat

Sulawesi Utr

Maluku

Maluku Utr

Kabupaten
Sukabumi
(3 KT)

Bitung
(3 KT)

Seram Bag. Timur


(3 KT)

Kota Ternate

Jenis Alat
pengering pala
Mesin pemecah cangkang
pala
terpal
Pengering Pala
Mesin pemecah cangkang
pala
Aflatoxin meter
Pengering Pala
Mesin pemecah cangkang
pala
Aflatoxin meter
Pengering Pala

Vol. (Unit)
3
3
48
3
3
3
3
3
3
3
17

(3 KT)

Papua Brt

Fak Fak
(3 KT)

- Mesin pemecah cangkang


pala
- Aflatoxin meter
- Pengering Pala
- Mesin pemecah cangkang
pala
- Aflatoxin meter

3
3
3
3
3

KT : Kelompok Tani

18

Lampiran 2
SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN PALA
1. Aflatoxin meter
Spesifikasi :
- Range ukur : 0.1 1 ng/ml (PPB)
- Sensitivitas : <0.1 ng/ ml
- Power : 40 W, 220 V, 50-60 Hz
2. Pengering Pala
Spesifikasi :
Tipe : Dry Box, Kapasitas : 2,5 ton / proses
Dimensi (pxlxt) : 6.5x2x1.5 m
Motor : 7,5 PK
Body : plast mild steel
Putaran blower : 1800 rpm
Blower : axial Kapasitas 200 Kg/ jam
3. Mesin pemecah cangkang pala
Spesifikasi :
Dimensi : 1500 x 900 x 1250 mm
Pengerak : Bensin 5, 5 HP
Transmisi : Gear Box dan Pulley
Roll : 1 buah
Kapasitas : 300-400 kg/ jam
4. Terpal
Spesifikasi :
- Ukuran 6 x 5 m2 , Type bahan terpal A 12
19

Lampiran 3
PERTEMUAN TEKNIS PETANI PALA
1) Materi yang disampaikan :
-

Penanganan Pascapanen
Jaminan mutu dan keamanan Pangan
Strategi dan Jaringan Pemasaran
Kelembagaan Usaha
Praktek pascapanen

2) Waktu pelaksanaan
Pertemuan teknis dilaksanakan selama 2 hari
(20 jpl) meliputi teori dan praktek.
3) Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan pertemuan teknis petani pala
dilaksanakan untuk Propinsi Jawa Barat di Kab.
Sukabumi, Sulawesi Utara di Kab. Bitung, Maluku di
Seram Bag. Timur, Maluku Utara di Kota Ternate,
Papua Barat di Fak fak
4) Peserta
Peserta pertemuan teknis adalah sebanyak 45
org peserta yang berasal dari kelompok tani
kabupaten setempat

20

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN


PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Cengkeh
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan
salah satu komoditas pertanian yang tinggi nilai
ekonominya. Baik sebagai rempah-rempah, bahan
campuran rokok kretek atau bahan dalam
pembuatan minyak atsiri. Produksi Cengkeh
mempunyai peranan yang cukup besar dalam
menunjang upaya peningkatan pendapatan negara
karena sampai saat ini Cukai rokok merupakan
salah satu sumber pendapatan negara yang sangat
besar
dibanding
dengan
sumber-sumber
pendapatan lainnya.
Besarnya cukai Rokok Kretek tergantung dari
perkembangan produksi Rokok Kretek yang
dihasilkan oleh Pabrik Rokok Kretek di Indonesia.
Sedangkan produksi Rokok baik kualitas maupun
kuantitasnya akan sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan pasokon Cengkeh yang merupakan
bahan baku utama produksi Rokok Kretek.
Berdasarkan data statistik perkebunan (2011),
luas areal Perkebunan Cengkeh nasional pada
tahun 2010 adalah 470.041 Ha dengan total
produksi sebesar 98.386 ton. 98 % dari luasan
kebun cengkeh tersebut diatas merupakan milik
petani sedangkan sisanya diusahakan oleh
Perusahaan baik milik negara maupun swasta.
Volume ekspor cengkeh nasional adalah sebesar
6.008 ton. Hal ini menunjukan bahwa produksi
1

cengkeh
nasional
sebagaian
besar
masih
dikonsumsi di dalam negeri, baik itu untuk
kebutuhan campuran rokok maupun untuk rempah
dan obat.
Pengusahaan cengkeh yang sebagian besar
diusahakan oleh petani membuat kualitas cengkeh
yang dihasilkan menjadi lebih beragam.
Penerapan Good Agricultural Practices (GAP)
dan Good Handling Practices (GHP) menjadi
jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang
dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses
yang efisien, produktif dan ramah lingkungan.
Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai
tambah berupa insentif peningkatan harga dan
jaminan pasar yang memadai.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/
kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang
baik dan benar berbasis Good Handling Practices
(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip
Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan
penanganan pascapanen di
provinsi sentra
produksi Cengkeh.
2

b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai


dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal
maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/
gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan
teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan
disusunnya
pedoman
teknis
pelaksanaan kegiatan Pengembangan penanganan
pascapanen tanaman cengkeh adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi
dan
kabupaten/
kota
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
penanganan pascapanen tanaman cengkeh.
b. Meningkatkan pencapaian mutu cengkeh melalui
penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
harga jual produk cengkeh.

II.

PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada era industri sekarang ini, upaya


peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah
saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
3

Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai


individu dengan kemampuan bidang produksi yang
terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan
adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan
kegiatan
ditempuh
melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah
pertanaman cengkeh dengan harapan para
petani
mampu
melakukan
penanganan
pascapanen dengan menghasilkan produk primer
yang bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang
aktif
dan
berfungsi
serta
jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau
Kepala
Dinas
yang
membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh
panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang
membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh
petani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan dan pendampingan oleh
petugas daerah yang ditunjuk.
4

5) Tiap tahapan Pelaksanaan kegiatan perlu


dilakukan pencatatan secara tertib sebagai
bahan penyusunan laporan akhir.

2.2 Spesifikasi Teknis


Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan
pascapanen
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan
tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,
bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen
cengkeh yang akan diberikan untuk kelompok tani
terlampir.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Ruang Lingkup
Ruang
Penanganan

lingkup kegiatan Pengembangan


Pascapanen
cengkeh
meliputi
5

pengadaan sarana pascapanen cengkeh di provinsi


Gorontalo dan Jawa Barat
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi
kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.

Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi


dan koordinasi ke lokasi dalam rangka
persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi,
Jenis
dan
Volume
kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman
cengkeh adalah sebagai berikut :
No
1
2

Lokasi
Gorontalo
Jabar

Jenis
Penyediaan sarana/
alat pascapanen
Cengkeh

Volume
2 KT
2 KT

3.4 Simpul Kritis


Beberapa hal yang harus diperhatikan yang
menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan :
-

Dalam penetapan kelompok sasaran penerima


bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus
yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
pengelolaan yang baik.

Penyerahan barang kepada kelompok tani.


Harus dilengkapi dengan berita acara serah
terima barang.
7

IV.

PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


BANTUAN

Sesuai dengan arahan dari Kementerian


Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk
petani pada tahun 2013 harus melalui proses
pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan atau melalui metode
kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus
mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
persiapan pengadaan barang dimulai dari
Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan.
3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I
(bulan Maret) tahun 2013
4.2 Mekanisme
Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

kepada

1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
8

2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada


kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita
Acara Serah Terima Barang antara PPK
pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai
6.000 rupiah.
3) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah
dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni)
2013.
4.3

Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta


Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran

1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,

identifikasi serta penetapan kelompok sasaran


penerima alat/ mesin dilaksanakan paling
lambat pada bulan Februari 2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan

melalui seleksi oleh petugas dinas yang


membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas
yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis
dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan
usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan
jumlah anggota minimal 25 orang.
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat
penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
9

yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau


mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan secara
bertahap dan saling mendukung)
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah
dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan
lainnya
6) Kelompok
yang
mengalami
kesulitan
untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk
menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara
penuh dan memanfaatkan peluang pasar.

4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya


Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013

V.

PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN


DAN PENDAMPINGAN

1) Pembinaan
kelompok
dilakukan
secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya
secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan
dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
10

2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah


pengelolaan
sesuai
prinsip
pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean governance),
maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi
prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan
dan perundangan, Membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas
akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik
secara teknis maupun dalam pembinaan berada
pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan
fungsi
perkebunan
lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas
program dan kegiatan adalah Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan
kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan,
sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian
di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh
masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan
prinsip
prinsip
partisipatif,
transparansi dan akuntabel.
11

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010
tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan
Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan
oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara
berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan
mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien
melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi
berdasarkan
laporan
dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan
yang sedang berjalan dan permasalahan yang
dihadapi serta usulan pemecahannya pada
setiap bulan.
12

b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang


berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang
dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam
Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris
Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan
Pembinaan Usaha.

VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
pelaksanaan
pengembangan
penanganan pascapanen cengkeh dibiayai dengan
dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen
Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.

VIII.

PENUTUP

Kegiatan pembangunan perkebunan oleh


Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi
13

pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas


dan
kapabilitas
kelompok
dan
partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok
tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi
kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang
perkebunan
agar
mandiri
dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan
menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak
saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
meningkatkan ekonomi secara nasional.

14

Lampiran 1
REKAPITULASI SARANA/ALAT PASCAPANEN CENGKEH 2013
No.
1

Provinsi
Gorontalo

Jawa Barat

Kabupaten
Gorontalo
(2 KT)
Cianjur
(2 KT)

Jenis Alat
Lantai jemur
terpal
Lantai jemur
terpal

Vol. (Unit)
2
50
2
50

KT : Kelompok Tani

15

Lampiran 2
SPESIFIKASI SARANA/ALAT PASCAPANEN
CENGKEH
1. Lantai Jemur
Spesifikasi :
- Ukuran : 15 x 15 m2
- ketebalan jadi : 0.2 m
- coran beton bertulang
2. Terpal
Spesifikasi :
- Ukuran 6 x 5 m2
- Type bahan terpal A 12

16

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN


PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Nilam
Tahun 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sentra tanaman nilam di Indonesia tersebar di
beberapa propinsi dimana sebagian besar berada di
wilayah Sumatera dan sisanya berada di wilayah
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa wilayah
lain yang belum tercatat sebagai wilayah produsen
minyak nilam. Sebaran di wilayah Sumatera
terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan
Lampung.
Di
wilayah
Kalimantan
mulai
dikembangkan di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah, wilayah Sulawesi meliputi
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat
dan Sulawesi Tenggara sedangkan untuk wilayah
Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah,
Yogyakarta dan Jawa Barat tanaman nilam
dikembangkan dengan sistem tanaman sela.
Tanaman nilam di Indonesia sebagian besar
masih
diusahakan
oleh
petani
dengan
menggunakan benih asalan, teknologi yang
sederhana dan sarana produksi yang minimal. Oleh
karena itu produksi maupun produktifitas serta
mutu minyak yang dihasilkan masih rendah.
Keunggulan minyak nilam asal Indonesia telah
dikenal di berbagai negara pengimpor minyak
nilam seperti Amerika, Perancis, Belanda, Jerman,
Jepang, Singapura, Hongkong, Mesir dan Arab
Saudi. Minyak nilam dalam industri digunakan
1

sebagai bahan fiksasi yaitu bahan pengikat minyak


lain yang belum dapat digantikan oleh minyak lain
sampai dengan saat ini. Selain itu, minyak nilam
merupakan minyak atsiri yang tidak dapat dibuat
secara sintesis.
Kegiatan
pemanenan
dan
penanganan
pascapanen belum dilakukan secara baik dan benar
seperti cara pemanenan, waktu pemanenan,
penanganan bahan yang dipanen sebelum disuling.
Penanganan dari bahan tanaman yang dipanen
yang akan diambil minyaknya berkaitan erat
dengan mutu dan rendemen minyak nilam yang
dihasilkan. Sistem penanganan pascapanen yang
diterapkan sangat sederhana baik cara maupun
alat penyulingan yang berdampak pada mutu yang
dihasilkan rendah tidak memenuhi standar yang
dinginkan konsumen.
Penerapan Good Agricultural Practices
(GAP) dan Good Handling Practices (GHP) menjadi
jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang
dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses
yang efisien, produktif dan ramah lingkungan.
Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai
tambah berupa insentif peningkatan harga dan
jaminan pasar yang memadai.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/
kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang
baik dan benar berbasis Good Handling Practices
2

(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip


Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan
penanganan pascapanen di
provinsi sentra
produksi Nilam.
b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai
dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal
maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/
gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan
teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan
disusunnya
pedoman
teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan
pascapanen tanaman nilam adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi
dan
kabupaten/
kota
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
penanganan pascapanen tanaman nilam.
b. Meningkatkan pencapaian mutu nilam melalui
penanganan pascapanen di tingkat petani.

c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan


harga jual minyak nilam.

II.

PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada era industri sekarang ini, upaya


peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah
saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai
individu dengan kemampuan bidang produksi yang
terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan
adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan
kegiatan
ditempuh
melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah
pertanaman nilam dengan harapan para petani
mampu melakukan penanganan pascapanen
dengan menghasilkan produk primer yang
bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang
aktif
dan
berfungsi
serta
jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau
Kepala
Dinas
yang
membidangi
perkebunan.
4

3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk


kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh
panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang
membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh
petani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan dan pendampingan oleh
petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahap Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.

2.2 Spesifikasi Teknis


Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan
pascapanen
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan
tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,
bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
5

Spesifikasi alat dan mesin pascapanen nilam


yang akan diberikan untuk kelompok tani
terlampir.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen Nilam meliputi : 1)
Pengadaan alat dan mesin pascapanen nilam di 6
(enam) provinsi yaitu : Lampung, Jawa Barat, Bali,
Gorontalo, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah; 2)
Bimbingan teknis pascapanen nilam di provinsi
Bali.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.

2) Kegiatan Tingkat Provinsi :


Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi
kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi
APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi
dan koordinasi ke lokasi dalam rangka
persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi,
Jenis
dan
Volume
kegiatan
penanganan pascapanen tanaman nilam adalah
sebagai berikut :
No
1
2
3

Lokasi
Lampung
Jawa Brt
Gorontalo

Jenis
Penyediaan sarana,
alat dan mesin
pascapanen Nilam

Volume
1 KT
3 KT
1 KT
7

4
5
6

Sulbar
Sulteng
Bali

2 KT
1 KT
1 KT
Bimbingan
pascapanen

teknis

1 KT

3.4 Simpul Kritis


Beberapa hal yang harus diperhatikan yang
menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan :
-

Dalam penetapan kelompok sasaran penerima


bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus
yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
pengelolaan yang baik.

- Penyerahan barang kepada kelompok tani.


Harus dilengkapi dengan berita acara serah
terima barang.

IV.

PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


BANTUAN

Sesuai dengan arahan dari Kementerian


Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk
petani pada tahun 2013 harus melalui proses
pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan atau melalui metode
kontraktual.
8

4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang


1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus
mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
persiapan pengadaan barang dimulai dari
Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan.
3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I
(bulan Maret) tahun 2013
4.2 Mekanisme
Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

kepada

1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang
Pedoman
Pengelolaan
Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
identifikasi serta penetapan kelompok sasaran
penerima sarana/alat/ mesin dilaksanakan
paling lambat pada bulan Februari 2013.
3) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan
melalui seleksi oleh petugas dinas yang
membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas


yang membidangi perkebunan.
4) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan
Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK
pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai
6.000 rupiah.
5) Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah
dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni)
2013.
4.3

Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta


Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran

1) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis


dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan
usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan
jumlah anggota minimal 25 orang.
2) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat
penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau
mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan secara
bertahap dan saling mendukung).
3) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah
dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan
lainnya.
10

4) Kelompok
yang
mengalami
kesulitan
untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk
menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara
penuh dan memanfaatkan peluang pasar.

4.3 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya


Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau
pertemuan
teknis
petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013.

V.

PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN


DAN PENDAMPINGAN

1) Pembinaan
kelompok
dilakukan
secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya
secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan
dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah
pengelolaan
sesuai
prinsip
pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean governance),
maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi
prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan
dan perundangan, Membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
11

Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,


transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas
akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik
secara teknis maupun dalam pembinaan berada
pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan
fungsi
perkebunan
lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas
program dan kegiatan adalah Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan
kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan,
sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian
di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh
masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan
prinsip
prinsip
partisipatif,
transparansi dan akuntabel.

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010
12

tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan


Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan
oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara
berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan
mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien
melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi
berdasarkan
laporan
dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan
yang sedang berjalan dan permasalahan yang
dihadapi serta usulan pemecahannya pada
setiap bulan.
b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang
berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang
dibuat setelah program berakhir.
13

Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas


Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam
Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris
Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan
Pembinaan Usaha.

VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
pelaksanaan
pengembangan
penanganan pascapanen nilam dibiayai dengan
dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen
Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.

VIII. PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh
Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan
kapabilitas
kelompok
dan
partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok
tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi
kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang
perkebunan
agar
mandiri
dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan
14

menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak


saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
meningkatkan ekonomi secara nasional.

15

Lampiran 1
REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN NILAM 2013
No.
1

Provinsi
Lampung

Kabupaten
Lampung Utara

Jawa Barat

Sumedang
Garut
Kuningan

Bali

Karang asem

Sulteng

Donggala

Jenis Alat
alat penyuling nilam
Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH

Vol. (Unit)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
16

Sulbar

Majene
Polman

Gorontalo

Pahuwato

alat penyuling nilam


Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH
alat penyuling nilam
Bangunan UPH

1
1
1
1
1
1

KT : Kelompok Tani

17

Lampiran 2
SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN NILAM
1. Alat Penyuling Nilam
Spesifikasi :
- Kapasitas : 100-200 Kg
- Diameter tabung : 760 mm
- Material tabung : stainless steel 3 mm
- Sumber Pemanas : Kayu bakar
2. Bangunan UPH nilam
Spesifikasi :
- Bangunan terdiri dari rumah pelayuan,
bangunan sarana penyulingan (termasuk
tungku)

18

Lampiran 3
BIMBINGAN TEKNIS PETANI NILAM
1) Materi yang disampaikan :
-

Penanganan Pascapanen
Jaminan mutu dan keamanan Pangan
Strategi dan Jaringan Pemasaran
Kelembagaan Usaha
Praktek pascapanen

2) Waktu pelaksanaan
Bimbingan teknis dilaksanakan selama 2 hari
(20 jpl) meliputi teori dan praktek.
3) Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan bimbingan teknis petani nilam
dilaksanakan untuk Propinsi Bali di Kab. Karang
asem.
4) Peserta
Peserta bimbingan teknis adalah sebanyak 30
org peserta yang berasal dari kelompok tani
kabupaten setempat.

19

DUKUNGAN PASCAPANEN
DAN PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
(PENANGANAN PASCAPANEN KELAPA)
TAHUN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kelapa (Cocos nucifera L.) dijuluki


sebagai pohon kehidupan, karena setiap bagian
tanaman
(buah,
daun,
batang)
dapat
dimanfaatkan.
Kelapa
juga
merupakan
komoditas penting di Indonesia baik dalam
ketahanan pangan maupun sebagai komoditi
ekspor. Dari kelapa dapat dihasilkan minyak
goreng, minyak kelapa murni (VCO), kelapa
parut kering (desiccated coconut), santan,
minuman isotonik, nata de coco, kelapa muda
(dikalengkan), kue kelapa (cocunut cake), dan
produk-produk makanan lainnya yang potensial
untuk dikembangkan.
Di Indonesia, Produktivitas rata-rata
perkebunan kelapa (perkebunan rakyat) adalah
1.175 kg/ha. Daerah penghasil utama tanaman
kelapa di Indonesia yaitu Provinsi Riau, Jawa
Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT,
Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara.
Data luas areal, produksi, ekspor dan impor
kelapa tahun 2006-2010, tertera pada Tabel 1
berikut.

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal, Produksi,


Volume Ekspor dan Impor Komoditi
Kelapa Tahun 2006 2010
Thn

Luas
Areal (Ha)

Produksi
(Ton)

2006
2007
2008
2009
2010

3.788.892
3.787.989
3.783.074
3.799.124
3.739.350

3.131.158
3.193.266
3.239.672
3.257.969
3.166.666

Ekspor
(Ton)
Minyak
Kopra
Kelapa
519.973
238.359
739.923
323.288
649.362
247.022
571.157
209.046
567.497
231.397

Impor
(Ton)
Minyak
Kopra
Kelapa
8.990
7.366
271
125
232
18
287
-

Sumber :Data Statistik Perkebunan Indonesia,


Tahun 2010 2012, komoditi kelapa
Selama ini komoditas kelapa hanya
dimanfaatkan produk primernya saja, baik
dalam bentuk kelapa segar, kopra untuk bahan
baku minyak goreng, dan VCO. Pengembangan
dan pemanfaatan produk hilir kelapa belum
banyak
dilakukan,
pemanfaatan
hasil
sampingan akan dapat meningkatkan nilai
tambah produk kelapa yang pada gilirannya
akan meningkatkan pendapatan petani kelapa.
Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai
instansi yang membina perkebunan memiliki
program peningkatan produksi, produktivitas
dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan.
Kelapa adalah salah satu tanaman binaan
Direktorat Jenderal Perkebunan yang kegiatan
aspek pascapanennya dilaksanakan oleh
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Direktorat
Jenderal
Perkebunan
yakni
Pengembangan Penanganan Pascapananen
2

Kelapa di 8 (delapan) provinsi dan 15 (lima


belas)
kabupaten.
Sebagai
pedoman
pelaksanaan
kegiatan,
maka
diperlukan
pedoman pelaksanaan kegiatan penanganan
pascapanen kelapa.
B. Tujuan

1. Memberikan pedoman bagi kelompok tani


dan petugas lapangan dalam penanganan
pascapanen kelapa sehingga menghasilkan
produk yang berkualitas baik, menekan
kehilangan hasil dan meningkatkan
efisiensi usaha pascapanen.
2. Meningkatkan ketrampilan kelompok tani
dalam penanganan pascapanen kelapa
C. Sasaran Nasional

Sasaran nasional sesuai dengan rencana


strategis Kementerian Pertanian untuk
periode 2010-2014 yang akan ditindak
lanjuti dan dilaksanakan oleh Direktorat
Pascapanen
dan
Pembinaan
usaha,
Direktorat Jenderal Perkebunan antara
lain:
1. Penyediaan dan Pengembangan Prasarana
dan Sarana Pertanian
2. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing,
Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil
Pertanian

Sesuai
dengan
Rencana
Strategis
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha Tahun
2010 2014 adalah:
1. Peningkatan ketersediaan dan penerapan
teknologi
pascapnen
tanaman
perkebunan.
2. Peningkatan mutu, nilai tambah dan daya
saing hasil perkebunan.
Program
Peningkatan
Produksi,
Produktivitas,
dan
Mutu
Tanaman
Perkebunan Berkelanjutan, kegiatan yang
akan dilaksanakan adalah :
1. Tercapainya optimalisasi penyediaan dan
pemanfaatan sarana pascapanen yang
telah diberikan pemerintah.
2. Dihasilkannya produk pascapanen yang
bermutu sesuai dengan permintaan pasar
3. Tercapainya harga yang proporsional bagi
petani
4. Tercapainya peningkatan nilai daya saing
nasional di pasar luar negeri
5. Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya
pada Direktorat Jenderal Perkebunan.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Prinsip pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Daerah sasaran kegiatan adalah daerah
sentra produksi tanaman kelapa,
daerah miskin, daerah perbatasan dan
daerah pasca konflik.
2. Petani/kelompok tani sasaran adalah
petani/pekebun di daerah sasaran
seperti
pada
butir
(1),
petani/kelompok tani yang sudah ada
yang telah diseleksi. Selanjutnya Calon
Kelompok Tani yang telah diseleksi
ditetapkan
oleh
Kepala
Dinas
Perkebunan
atau
Dinas
yang
membidangi perkebunan Kabupaten
setempat.
3. Kriteria Calon Kelompok Tani dapat
diatur lebih rinci dalam Petunjuk
Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun
oleh Provinsi berdasarkan wilayah,
kemudian diatur secara spesifik dalam
Petunjuk
Teknis
(JUKNIS)
oleh
Kabupaten sesuai kondisi petani dan
sosial budaya setempat.
4. Proses
pengadaan
barang/jasa
dilakukan
berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
tanggal 6 Agustus 2010, Peraturan
Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang
Perubahan Pertama atas Perpres Nomor
5

54 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2011,


serta Peraturan Presiden Nomor 70
tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010
tanggal 31 juli 2012.
5. Seluruh
tahapan
kegiatan
yang
dilakukan oleh petani melalui kelompok
tani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan oleh petugas daerah
yang ditunjuk.
B. Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang dipergunakan untuk
penanganan pascapanen kelapa harus
memenuhi persyaratan minimum yang telah
ditetapkan, dan telah teruji kinerjanya oleh
Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin
Pertanian, Kementerian Pertanian. Selain
itu, alat dan mesin harus memenuhi
persyaratan
teknis,
kesehatan
dan
ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin
yang
digunakan
dalam
penanganan
pascapanen kelapa yakni:
Permukaan yang berhubungan dengan bahan
yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak
mudah mengelupas.
Mudah dibersihkan dan dikontrol.
Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas,
bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik dan lain-lain.
Mudah dikenakan tindakan sanitasi
Spesifikasi Alat pascapanen kelapa:
6

1) Provinsi Jambi
a) Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Rumah pengasapan untuk 3 poktan
masing-masing (ukuran 5x6 m).
b) Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Rumah pengasapan untuk 3 poktan
masing-masing (ukuran 5x6 m).
2) Provinsi Jawa Tengah
a) Kabupaten Banyumas
Peralatan
dan
perlegkapan
pembuatan gula semut untuk 7
poktan, masing-masing terdiri dari:
Wajan aluminium
Saingan nira stainless
Tungku hemat energi
Pengaduk
Oven pengering gula kelapa kristal
Pengukur kadar air
Pengayak gula ristal
3) Provinsi NTT
a) Kabupaten Timor Tengah Selatan
- UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng
untuk 4 poktan, masing-masing terdiri
dari:
- (mesin parut kelapa, baskom plastik
besar, toples plastik besar, saringan
plastik untuk santan, pengaduk/sutel
kayu, selang plastik kecil, ember
plastik sedang, gayung plastik, sendok
plastik besar, toples plastik sedang,
7

saringan plastik untuk minyak, kain


saring, kertas saring, batu zeolit,
kapas steril, alat penyaring minyak,
jerigen putih 5 liter, botol kemasan
VCO/120 ml, corong minyak kecil,
kompor minyak tanah sedang, wajan
sedang,
pengaduk/sutel,
corong
minyak sedang, botol kemasan minyak
goreng 1 liter).
- UPH Sentra Nata De Coco untuk 4
poktan yang terdiri dari: drum plastik
tampungan air kelapa, ember sedang,
gayung plastik, kain penyaring,
dandang besar, kompor minyak besar,
botol starter, loyang plastik, rak
kayu, wadah penampung nata de
coco.
b) Kabupaten Belu
UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng
untuk 4 poktan, masing-masing
terdiri dari: (mesin parut kelapa,
baskom plastik besar, toples plastik
besar, saringan plastik untuk santan,
pengaduk/sutel kayu, selang plastik
kecil, ember plastik sedang, gayung
plastik, sendok plastik besar, toples
plastik sedang, saringan plastik
untuk minyak, kain saring, kertas
saring, batu zeolit, kapas steril, alat
penyaring minyak, jerigen putih 5
8

liter, botol kemasan VCO/120 ml,


corong minyak kecil, kompor minyak
tanah
sedang, wajan
sedang,
pengaduk/sutel,
corong
minyak
sedang, botol kemasan minyak
goreng 1 liter).
UPH Sentra Nata De Coco untuk 4
poktan yang terdiri dari: drum
plastik tampungan air kelapa, ember
sedang,
gayung
plastik,
kain
penyaring, dandang besar, kompor
minyak besar, botol starter, loyang
plastik, rak kayu, wadah penampung
nata de coco.
c) Kabupaten Ende
UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng
untuk 4 poktan, masing-masing
terdiri dari: (mesin parut kelapa,
baskom plastik besar, toples plastik
besar, saringan plastik untuk santan,
pengaduk/sutel kayu, selang plastik
kecil, ember plastik sedang, gayung
plastik, sendok plastik besar, toples
plastik sedang, saringan plastik
untuk minyak, kain saring, kertas
saring, batu zeolit, kapas steril, alat
penyaring minyak, jerigen putih 5
liter, botol kemasan VCO/120 ml,
corong minyak kecil, kompor minyak
tanah
sedang, wajan
sedang,
9

pengaduk/sutel,
corong
sedang, botol kemasan
goreng 1 liter).

minyak
minyak

UPH Sentra Nata De Coco untuk 4


poktan yang terdiri dari: drum
plastik tampungan air kelapa, ember
sedang,
gayung
plastik,
kain
penyaring, dandang besar, kompor
minyak besar, botol starter, loyang
plastik, rak kayu, wadah penampung
nata de coco.
4) Provinsi Kalimantan Barat
a) Kabupaten Singkawang
Peralatan dan Perlengkapan Pengolah
Cocomesh untuk 1 poktan yang terdiri
dari:
Mesin filling
Pengurai sabut kelapa
Pengayak sabut
Pemintai Tali
Perangkai cocomesh

10

5) Provinsi Kalimantan Tengah


a) Kabupaten Kota Waringin Timur
Peralatan
dan
perlengkapan
pembuatan gula semut untuk 2 poktan
yang terdiri dari:
Peralatan pembuatan gula semut
dan alat pengemas
Pembangunan rumah gudang semi
permanen
6) Provinsi Sulawesi Utara
a) Kabupaten Minahasa
Rumah
pengasapan
kopra
peralatan untuk 6 poktan.
b) Kabupaten Minahasa Utara
Rumah
pengasapan
kopra
peralatan untuk 6 poktan.
c) Kabupaten Minahasa Selatan
Rumah
pengasapan
kopra
peralatan untuk 10 poktan.

dan
dan
dan

7) Provinsi Maluku
a) Kabupaten Maluku Tenggara
Peralatan
dan
perlengkapan
pembuatan kopra untuk 2 poktan yang
terdiri dari:
Rumah pengasapan kopra
Lantai jemur Alat pengasapan
Alat uji kadar air kopra
Alat cungkil daging kelapa

11

b) Kabupaten Maluku tenggara Barat


Peralatan
dan
perlengkapan
pembuatan kopra untuk 1 poktan yang
terdiri dari:
Rumah pengasapan kopra
Lantai jemur Alat pengasapan
Alat uji kadar air kopra
Alat cungkil daging kelapa
8) Provinsi Maluku Utara
a) Kabupaten Halmahera Utara
Rumah pengasapan kopra dan lantai
jemur untuk 4 poktan
b) Kabupaten Halmahera Barat
Rumah pengasapan kopra dan lantai
jemur untuk 4 poktan.

12

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Teknis Penanganan
Pascapanen kelapa sebanyak 8 (delapan)
provinsi yakni Provinsi Jambi, Jawa
Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah,
Sulawesi
Utara, Maluku dan Maluku Utara dan 15
(lima belas) Kabupaten.
B.

Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan
kegiatan
penanganan
pascapanen tanaman kelapa, dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan
meliputi:
1. Kegiatan Pusat
- Pelaksanaan kegiatan workshop dan
pembahasan pedoman;
- Sosialisasi, koordinasi, bimbingan,
pembinaan,
pengawalan dan
evaluasi kegiatan serta inventarisasi
alat pascapanen yang diwujudkan
dalam bentuk perjalanan dinas ke
provinsi
dan
kabupaten
yang
melaksanakan kegiatan ini.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi.
2. Kegiatan Provinsi
- Melaksanakan pengadaan peralatan
atau perlengkapan pascapanen
13

kelapa sesuai dengan Perpres


Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
tanggal 6 Agustus 2010 apabila
dana bantuan berupa dana Tugas
Pembantuan Provinsi.
Pelaksanaan
koordinasi/konsultasi
oleh dinas provinsi yang membidangi
perkebunan,
koordinasi
ke
kabupaten dalam rangka persiapan,
pelaksanaan dan pembinaan.
Pelaporan
Dukungan administrasi
Dapat berupa dukungan pelatihan
bagi petani yang mendapat bantuan.

3. Kegiatan Kabupaten
- Melaksanakan pengadaan peralatan
atau perlengkapan pascapanen
kelapa sesuai dengan Perpres
Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
tanggal 6 Agustus 2010 apabila
dana bantuan berupa dana Tugas
Pembantuan Kabupaten.
- Pelaksanaan
koordinasi/konsultasi
oleh
dinas
kabupaten
yang
membidangi perkebunan ke provinsi
dan koordinasi ke lokasi dalam
rangka persiapan, pelaksanaan, dan
pembinaan.
- Pelaporan
14

- Dukungan administrasi.
- Dapat berupa dukungan pelatihan
bagi petani yang mendapat bantuan.
Adapun capaian serapan
kegiatan harus mencapai :
Triwulan I : 30 %
Triwulan II: 60 %
Triwulan III: 100 %

anggaran

C. Lokasi, Jenis Bantuan dan Volume


NO

PROVINSI

1.

Jambi

2.

Jawa
Tengah

3.

Nusa
Tenggara
Timur

JENIS BANTUAN
Rumah pengasapan
berukuran ukuran 5x6 m
di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan
tanjung Jabung Timur
Peralatan dan
perlegkapan pembuatan
gula semut di Kabupaten
Banyumas
Bantuan UPH VCO dan
Nata De Coco di
Kabupaten Timur Tengah
Selatan, Belu dan Ende
UPH Sentra VCO dan
Minyak Goreng beserta
bimbingan teknis
UPH Sentra Nata De
15

VOL
(KT)
6

12

4.

Kalimantan
Barat

5.

Kalimantan
Tengah

6.

Sulawesi
Utara

7.

Maluku

8.

Maluku
Utara

Coco beserta
bimbinganteknis
Peralatan dan
Perlengkapan Pengolah
Cocomesh di Kabupaten
Singkawang
Peralatan dan
perlengkapan pembuatan
gula semut di Kabupaten
Banyumas
Rumah pengasapan kopra
dan peralatannya di
Kabupaten Minahasa,
Minahasa Utara dan
Minahasa Selatan
Peralatan dan
perlengkapan pembuatan
kopra di Kabupaten
Maluku Tenggara dan
Maluku Tenggara Barat
Rumah pengasapan kopra
dan lantai jemur di
Kabupaten Hakmahera
Utara dan Halmahera
Barat

16

22

D. Simpul Kritis
Permasalahan
dalam
penanganan
pascapanen produk kelapa nasional adalah:
Masih terbatasnya produk olahan kelapa
yang dilaksanakan oleh kelompok tani
Kualitas produk olahannya yang masih
rendah
Kebersihan dalam proses pengolahan
yang masih kurang.
Sebagai upaya dalam mengatasi
permasalahan tersebut maka Direktorat
Jenderal Perkebunan memberikan fasilitasi
peralatan pascapanen tanaman kelapa
untuk kelompok tani di daerah sasaran.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,
terdapat beberapa simpul kritis yang perlu
diwaspadai antara lain:
1. Kelompok sasaran penerima bantuan
2. Proses pelaksanaan pengadaan barang
3. Spesifikasi teknis peralatan penanganan
pascapanen kelapa
4. Pemanfaatan barang bantuan oleh
kelompok tani

17

IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


Sesuai dengan arahan dari Kementerian
Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan
untuk petani pada tahun 2013 harus melalui
proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan atau
melalui metode kontraktual.
A. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1. Proses pengadaan barang yang dilakukan
harus mengacu kepada Perpres No. 54
tahun
2010
beserta
perubahannya
tentang Peraturan Pengadaan Barang dan
Jasa.
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, persiapan pengadaan barang
dimulai dari Januari 2013 sekaligus
pengumuman pelelangan.
3. proses pengadaan alat/mesin paling
lambat harus sudah selesai akhir semester
I (bulan Juni) tahun 2013. Sehingga pada
awal semester 2 sarana/alat/mesin sudah
bisa dimanfaatkan kepada petani.
B. Mekanisme Penyaluran Barang Kepada
Kelompok Tani
1. Pengelolaan dan penyaluran barang harus
mengacu kepada Permenkeu No.248
tahun 2010
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, identifikasi serta penetapan

18

kelompok sasaran penerima alat/ mesin


dilaksanakan pada bulan Januari 2013.
3. Penentuan
kelompok
tani
terpilih
dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setempat atau Kepala Dinas yang
membidangi perkebunan.
4. Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen kepada kelompok tani harus
dilengkapi dengan Berita Acara Serah
Terima Barang antara PPK pelaksana
kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi
materai 6.000 rupiah.
5. Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen kepada keslompok tani paling
lambat harus sudah dilakukan pada bulan
Juni 2013.
C. Pelaskanaan Kegiatan lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juni
2013.
D. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon
Kelompok Sasaran yaitu :
1. Kelompok yang bersangkutan sudah
ada/telah
eksis
dan
aktif,
berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat
dipercaya
serta
mampu
19

mengembangkan usaha/kegiatan melalui


kerjasama kelompok, dengan jumlah
anggota minimal 25 orang
2. Kelompok yang bersangkutan tidak
mendapat penguatan modal atau fasilitasi
lain untuk kegiatan yang sama/sejenis
pada saat yang bersamaan atau mendapat
modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan
secara bertahap dan saling mendukung)
3. Kelompok yang bersangkutan tidak
bermasalah dengan perbankan, kredit
atau sumber permodalan lainnya
4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga
sulit untuk menerapkan rekomendasi
teknologi anjuran secara penuh dan
memanfaatkan peluang pasar.
Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci
diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh
eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang
diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis
yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai
kondisi petani dan sosial budaya setempat.
Disamping kriteria umum calon kelompok
sasaran,
diharapkan
masing-masing
kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis
Calon Kelompok Sasaran.

20

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN,


DAN PENDAMPINGAN
1. Pembinaan kelompok dilakukan secara
berkelanjutan sehingga kelompok mampu
mengembangkan usahanya secara mandiri.
Untuk itu diperlukan dukungan dana
pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada
pada Dinas yang membidangi Perkebunan
di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab
tingkat koordinasi pembinaan program ada
pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang
membidangi
Perkebunan
di
tingkat
Provinsi. Tanggung jawab atas program
dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal
Perkebunan.
3. Pengendalian melalui jalur struktural
dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim
Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan
pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses
pengendalian
di
setiap
wilayah
direncanakan dan diatur oleh masingmasing Instansi.
4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan
yang
berlaku
agar
penyelenggaraan
kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip
partisipatif, transparansi dan akuntabel.
Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah
21

melalui aparat pengawas fungsional


(Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas
Daerah maupun Lembaga Pengawas
lainnya) dan oleh masyarakat.
5. Pendampingan
kegiatan
Penanganan
Pascapanen
Tanaman
Tahunan
dan
inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan
dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi
dan
kabupaten
yang
melaksanakan
kegiatan tersebut.

22

VI. MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian
Nomor
31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem
Monev dan Pelaporan.
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
dan
Evaluasi
(Monev)
dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi
tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis
Kabupaten/
Kota
secara
berkala
dan
berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari
Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan
bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat
sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua)
cara yaitu : (1).memonitor dan mengevaluasi
berdasarkan laporan dan (2) mengadakan
kunjungan lapangan.
B. Pelaporan
Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim
Pembina Provinsi wajib membuat laporan
tentang pelaksanaan kegiatan terdiri dari:
1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi
kegiatan yang sedang berjalan dan
permasalahan yang dihadapi serta usulan
pemecahannya dengan periode triwulanan.

23

2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang


berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan,
yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana
Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana
diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di
atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan
pelaporan
kepada
Direktur
Jenderal
Perkebunan
c.q.
Sekretaris
Ditjen
Perkebunan.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan Penanganan Pascapnen Tanaman
Kelapa Tahun 2013 ini dibiayai dari dana APBN
melalui DIPA Ditjen Perkebunan Tugas
Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten.
VIII. PENUTUP
Penyusunan Pedoman Teknis Peningkatan
Penanganan Pascapanen kelapa Tahun 2013
dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak
yang terkait dalam kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen kelapa.

24

Pedoman Umum ini akan ditindak lanjuti


dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat
Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat
Kabupaten.
Diharapkan
dengan
adanya
Pedoman Umum ini kegiatan Penanganan
Pascapanen kelapa Tahun Anggaran 2013 dapat
terlaksana dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

25

DUKUNGAN PASCAPANEN
DAN PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
(PENANGANAN PASCAPANEN KARET)
TAHUN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut undang-undang nomor 18 tahun
2004
tentang
Perkebunan
bahwa
perkebunan
mempunyai
fungsi
(1)
ekonomi,
yakni
untuk
peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, (2)
ekologi, yakni peningkatan konservasi
tanah dan air, penyerap karbon, penyedia
oksigen, penyangga kawasan lindung (3)
dan sosial budaya, yakni sebagai perekat
dan pemersatu bangsa.
Karet (Hevea brasiliensis. Sp) adalah salah
komoditi perkebunan yang peranan penting
dalam perekonomian Indonesia yang
pembinaanya ada di bawah Direktorat
Jenderal Pekebunan.
Pada tahun 2010 luas areal karet di
Indonesia mencapai 3.445.121 Ha, jumlah
produksi sebesar 2.591.935 ton dan
produktivitas sebesar 935 Kg/Ha/Th. Usaha
perkebunan karet dapat menyerap tenaga
kerja sebanyak 2.077.450 orang. (Statistik
Perkebunan 2009-2011).
Dari total luas areal perkebunan karet di
Indonesia, sebagian besar terdiri dari
perkebunan rakyat seluas 2.934.378 Ha
1

(85,17%), BUMN seluas 236.714 Ha (6,87%)


dan PBSN 274.029 Ha (7,96%).
Pada umumnya hasil dari perkebunan
rakyat adalah bahan olah karet (bokar)
berupa lump, slab dan sit dengan mutu
yang relatif rendah (belum sesuai dengan
SNI). Hal ini merupakan salah satu
permasalahan
yang
dihadapi
petani
(pekebun). Rendahnya kualitas karet yang
dihasilkan oleh petani akan mempengaruhi
nilai tambah produk karet.
Direktorat Jenderal Perkebunan selaku
instansi yang membina perkebunan,
sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
produk karet pada tahun 2013 memiliki
kegiatan
Pengembangan
Penanganan
Pascapanen Tanaman Perkebunan yang
salah satunya adalah karet.
Dalam upaya mengawal kegiatan tersebut,
perlu disusun pedoman teknis penanganan
pascapanen karet untuk menjadi acuan
bagi seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders)
yang
terkait
dengan
pascapanen karet.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan
Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen
Karet adalah :
1. Memberikan pedoman bagi kelompok
tani dan petugas lapangan dalam
penanganan pascapanen karet sehingga
menghasilkan produk yang berkualitas
baik, menekan kehilangan hasil dan
meningkatkan
efisiensi
usaha
pascapanen.
2. Meningkatkan ketrampilan kelompok
tani dalam penanganan pascapanen
karet
C. Sasaran Nasional
Sasaran nasional sesuai dengan rencana
strategis Kementerian Pertanian untuk
periode 2010-2014 yang akan ditindak
lanjuti dan dilaksanakan oleh Direktorat
Pascapanen
dan
Pembinaan
Usaha,
Direktorat Jenderal Perkebunan antara
lain :
1. Penyediaan
dan
Pengembangan
Prasarana dan Sarana Pertanian
2. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing,
Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor
Hasil Pertanian.

Sesuai dengan Rencana Strategis Direktorat


Pascapanen dan Pembinaan Usaha Tahun
2010 2014 adalah:
1. Peningkatan
ketersediaan
dan
penerapan teknologi pascapnen tanaman
perkebunan.
2. Peningkatan mutu, nilai tambah dan
daya saing hasil perkebunan.
Program
Peningkatan
Produksi,
Produktivitas,
dan
Mutu
Tanaman
Perkebunan Berkelanjutan, kegiatan yang
akan dilaksanakan adalah :
1. Tercapainya optimalisasi penyediaan dan
pemanfaatan sarana pascapanen yang
telah diberikan pemerintah.
2. Dihasilkannya produk pascapanen yang
bermutu sesuai dengan permintaan pasar
3. Tercapainya harga yang proporsional bagi
petani
4. Tercapainya peningkatan nilai daya saing
nasional di pasar luar negeri
5. Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya
pada Direktorat Jenderal Perkebunan.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Daerah sasaran kegiatan adalah daerah
sentra produksi tanaman karet, daerah
miskin, daerah perbatasan dan daerah
pasca konflik.
2. Petani/kelompok tani sasaran adalah
petani/pekebun di daerah sasaran
seperti
pada
butir
(1),
petani/kelompok tani yang sudah ada
yang telah diseleksi. Selanjutnya Calon
Kelompok Tani yang telah diseleksi
ditetapkan
oleh
Kepala
Dinas
Perkebunan
atau
Dinas
yang
membidangi perkebunan Kabupaten
setempat.
3. Kriteria Calon Kelompok Tani dapat
diatur lebih rinci dalam Petunjuk
Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun
oleh Provinsi berdasarkan wilayah,
kemudian diatur secara spesifik dalam
Petunjuk
Teknis
(JUKNIS)
oleh
Kabupaten sesuai kondisi petani dan
sosial budaya setempat.
4. Proses
pengadaan
barang/jasa
dilakukan
berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
tanggal 6 Agustus 2010, Peraturan
Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang
5

Perubahan Pertama atas Perpres Nomor


54 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2011,
serta Peraturan Presiden Nomor 70
tahun 2013 tentang Perubahan Kedua
atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010
tanggal 31 juli 2013.
5. Seluruh
tahapan
kegiatan
yang
dilakukan oleh petani melalui kelompok
tani atau kelembagaannya dilaksanakan
dengan bimbingan oleh petugas daerah
yang ditunjuk.
B. Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang dipergunakan untuk
penanganan
pascapanen
karet
harus
memenuhi persyaratan minimum yang telah
ditetapkan, dan telah teruji kinerjanya oleh
Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin
Pertanian, Kementerian Pertanian. Selain
itu, alat dan mesin harus memenuhi
persyaratan
teknis,
kesehatan
dan
ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin
yang
digunakan
dalam
penanganan
pascapanen karet yakni:
Permukaan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat
dan tidak mudah mengelupas.
Mudah dibersihkan dan dikontrol.
Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak
6

pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi


dengan produk, jasad renik dan lain-lain.
Mudah dikenakan tindakan sanitasi
Spesifikasi Alat pascapanen karet:
a) Provinsi Aceh
1) Kabupaten Aceh Tamiang
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
2) Kabupaten Aceh Utara
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
b) Provinsi Sumatera Utara
1) Kabupaten Serdang Bedagai
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap

untuk

untuk

untuk

Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
2) Kabupaten Batubara
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
c) Provinsi Riau
1) Kabupaten Kuantan Singingi
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

untuk

2) Kabupaten Kampar
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
d) Provinsi Sumatera Selatan
1) Kabupaten Musi Banyuasin
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
2) Kabupaten Muara Enim
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

untuk

untuk

3) Kabupaten Prabumulih
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
4) Kabupaten Ogan Ilir
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
e) Provinsi Bengkulu
1) Kabupaten Bengkulu Utara
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

untuk

untuk

10

2) Kabupaten Seluma
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

f) Provinsi Jawa Barat


1) Kabupaten Sukabumi
Bantuan
peralatan
panen
untuk
2 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
Hand Mangel (1 batik + 2 polos/tebal
dan tipis)
Pondok Hand Mangel
2) Kabupaten Cianjur
Bantuan peralatan panen untuk 2
poktan yang terdiri dari:
Rumah asap ( 4 x 6 m)

11

g) Provinsi Banten
1) Kabupaten Lebak
Bantuan
peralatan
panen
untuk
3 poktan yang terdiri dari:
Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal
& tipis)
Pondok Hand Mangel
2) Kabupaten Pandeglang
Peralatan
dan
perlengkapan
pembuatan kopra untuk 3 poktan yang
terdiri dari:
Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal
& tipis)
Pondok Hand Mangel
h) Provinsi Jawa tengah
1) Kabupaten Cilacap
Bantuan
peralatan
panen
3 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

12

i) Provinsi Kalimantan Barat


1) Kabupaten Melawi
Bantuan
peralatan
panen
untuk
2 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal
& tipis)
Pondok Hand Mangel
2) Kabupaten Sambas
Bantuan
peralatan
panen
untuk
2 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal
& tipis)
Pondok Hand Mangel
j) Kalimantan Tengah
1) Kabupaten Lamandau
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:

untuk
13

Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
k) Kalimantan Selatan
1) Kabupaten Balangan
Bantuan
peralatan
panen
3 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

2) Kabupaten Banjar
Bantuan peralatan panen untuk
1
poktan yang terdiri dari:
Gudang pengolahan hasil semi permanen
ukuran 4 x 5 m
Rumah asap semi permanen ukuran 6 x 4
x8 m
Gudang sortasi 4 x 5 m
Meja Sortasi
Press Sit Asap (packing)
Gunting, kaca transparan, meja
Timbangan duduk
Instalasi Air Bersih
Gudang penyimpanan (trasito)

14

3) Kabupaten Tabalong
Bantuan
peralatan
panen
3 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks
4) Kabupaten Kota Baru
Bantuan
peralatan
panen
4 poktan yang terdiri dari:
Pisau sadap
Mangkok sadap
Ring mangkok sadap
Talang sadap
Bak pembeku aluminium
Bahan pembeku lateks

untuk

untuk

15

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Peningkatan
Penanganan Pascapanen Tanaman Karet
melalui anggaran APBN Tugas Pembantuan
(TP) di 11 (sebelas) Provinsi, meliputi
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat,
Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat,
Kalimantan
Tengah
dan
Kalimantan
Selatan dan 23 Kabupaten.
B. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan
kegiatan
penanganan
pascapanen tanaman karet, dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan
meliputi:
1. Kegiatan Pusat
- Pelaksanaan kegiatan workshop dan
pembahasan pedoman;
- Sosialisasi,
koordinasi,
bimbingan,
pembinaan, pengawalan dan evaluasi
kegiatan serta inventarisasi alat
pascapanen yang diwujudkan dalam
bentuk perjalanan dinas ke provinsi
dan kabupaten yang melaksanakan
kegiatan ini.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi.
16

2. Kegiatan Provinsi
- Melaksanakan pengadaan peralatan
atau perlengkapan pascapanen karet
sesuai dengan Perpres Nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6
Agustus 2010 apabila dana bantuan
berupa dana Tugas Pembantuan
Provinsi.
- Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh
dinas provinsi yang membidangi
perkebunan, koordinasi ke kabupaten
dalam rangka persiapan, pelaksanaan
dan pembinaan.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi
- Dapat berupa dukungan pelatihan bagi
petani yang mendapat bantuan.
3. Kegiatan Kabupaten
- Melaksanakan pengadaan peralatan
atau perlengkapan pascapanen karet
sesuai dengan Perpres Nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6
Agustus 2010 apabila dana bantuan
berupa dana Tugas Pembantuan
Kabupaten.
- Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh
dinas kabupaten yang membidangi
perkebunan ke provinsi dan koordinasi
17

ke lokasi dalam rangka persiapan,


pelaksanaan, dan pembinaan.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi.
- Dapat berupa dukungan pelatihan bagi
petani yang mendapat bantuan.
Adapun capaian serapan
kegiatan harus mencapai :
Triwulan I : 30 %
Triwulan II: 60 %
Triwulan III: 100 %

anggaran

C. Lokasi, Jenis Bantuan dan Volume


Lokasi
No
1.

2.

Jenis Bantuan

Provinsi
Aceh

Bantuan peralatan
panen dan
pascapanen karet di
Kabupaten Aceh
Tamiang dan Aceh
Utara

Provinsi
Sumatera
Utara

Bantuan peralatan
panen dan
pascapanen karet di
Kabupaten Serdang
Bedagai dan Batubara

Volume
(KT)
8

18

3.

Riau

Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
Kuantan Singingi dan
Kampar

4.

Sumatera
Selatan

Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
Musi Banyuasin, Muara
Enim, Prabumulih,
Ogan Ilir

16

5.

Bengkulu

6.

Jawa Barat

7.

Banten

8.

Kalimantan
Barat

Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
Bengkulu dan Seluma
Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
Cianjur dan Sukabumi
Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
lebak dan Pandeglang
Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
Melawi dan Sambas

19

9.

Kalimantan
Tengah

10. Kalimantan
Selatan

Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di Kabupaten
Lamandau
Bantuan peralatan
panen dan pascapanen
karet di
KabupatenBalangan,
Tabalong, Kota Baru,
Banjar

11

D. Simpul Kritis
Permasalahan
dalam
penanganan
pascapanen karet nasional adalah rendahnya
kualitas bahan olah karet (bokar) yang
dihasilkan oleh petani. Sebagai upaya dalam
mengatasi permasalahan tersebut maka
Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan
fasilitasi peralatan pascapanen tanaman karet
untuk kelompok tani di daerah sasaran. Dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut, terdapat
beberapa simpul kritis yang perlu diwaspadai
antara lain:
1. Kelompok sasaran penerima bantuan
2. Proses pelaksanaan pengadaan barang
3. Spesifikasi teknis peralatan penanganan
pascapanen karet
4. Pemanfaatan barang bantuan oleh kelompok
tani
20

IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


Sesuai dengan arahan dari Kementerian
Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan
untuk petani pada tahun 2013 harus melalui
proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan atau
melalui metode kontraktual.
A. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1. Proses pengadaan barang yang dilakukan
harus mengacu kepada Perpres No. 54
tahun
2010
beserta
perubahannya
tentang Peraturan Pengadaan Barang dan
Jasa.
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, persiapan pengadaan barang
dimulai dari Januari 2013 sekaligus
pengumuman pelelangan.
3. proses pengadaan alat/mesin paling
lambat harus sudah selesai akhir semester
I (bulan Juni) tahun 2013. Sehingga pada
awal semester 2 sarana/alat/mesin sudah
bisa dimanfaatkan kepada petani.

21

B. Mekanisme Penyaluran
Kelompok Tani

Barang

Kepada

1. Pengelolaan dan penyaluran barang harus


mengacu kepada Permenkeu No.248
tahun 2010
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, identifikasi serta penetapan
kelompok sasaran penerima alat/ mesin
dilaksanakan pada bulan Januari 2013.
3. Penentuan
kelompok
tani
terpilih
dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setempat atau Kepala Dinas yang
membidangi perkebunan.
4. Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen kepada kelompok tani harus
dilengkapi dengan Berita Acara Serah
Terima Barang antara PPK pelaksana
kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi
materai 6.000 rupiah.
5. Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen kepada kelompok tani paling
lambat harus sudah dilakukan pada bulan
Juni 2013.

22

C. Pelaksanaan Kegiatan lainnya


Pelaksanaan
kegiatan
pendukung
seperti sosialiasi atau pertemuan teknis
petani dilaksanakan mulai januari hingga
Juni 2013
D. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon
Kelompok Sasaran yaitu :
1. Kelompok yang bersangkutan sudah
ada/telah
eksis
dan
aktif,
berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat
dipercaya
serta
mampu
mengembangkan usaha/kegiatan melalui
kerjasama kelompok, dengan jumlah
anggota minimal 25 orang
2. Kelompok yang bersangkutan tidak
mendapat penguatan modal atau fasilitasi
lain untuk kegiatan yang sama/sejenis
pada saat yang bersamaan atau mendapat
modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan
secara bertahap dan saling mendukung)
3. Kelompok yang bersangkutan tidak
bermasalah dengan perbankan, kredit
atau sumber permodalan lainnya
4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga
sulit untuk menerapkan rekomendasi
23

teknologi anjuran secara penuh


memanfaatkan peluang pasar.

dan

Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci


diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh
eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang
diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis
yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai
kondisi petani dan sosial budaya setempat.
Disamping kriteria umum calon kelompok
sasaran,
diharapkan
masing-masing
kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis
Calon Kelompok Sasaran.

24

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN,


DAN PENDAMPINGAN
1. Pembinaan kelompok dilakukan secara
berkelanjutan sehingga kelompok mampu
mengembangkan usahanya secara mandiri.
Untuk itu diperlukan dukungan dana
pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada
pada Dinas yang membidangi Perkebunan
di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab
tingkat koordinasi pembinaan program ada
pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang
membidangi
Perkebunan
di
tingkat
Provinsi. Tanggung jawab atas program
dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal
Perkebunan.
3. Pengendalian melalui jalur struktural
dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim
Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan
pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses
pengendalian
di
setiap
wilayah
direncanakan dan diatur oleh masingmasing Instansi.

25

4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan


yang
berlaku
agar
penyelenggaraan
kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip
partisipatif, transparansi dan akuntabel.
Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah
melalui aparat pengawas fungsional
(Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas
Daerah maupun Lembaga Pengawas
lainnya) dan oleh masyarakat.
5. Pendampingan
kegiatan
Penanganan
Pascapanen
Tanaman
Tahunan
dan
inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan
dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi
dan
kabupaten
yang
melaksanakan
kegiatan tersebut.

26

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian
Nomor
31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem
Monev dan Pelaporan.
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
dan
Evaluasi
(Monev)
dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan
Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim
Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan
berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai
dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan
bantuan
sarana
alat
pascapanen tepat sasaran, efektif dan
efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1).
memonitor dan mengevaluasi berdasarkan
laporan dan (2). mengadakan kunjungan
lapangan.
B. Pelaporan
Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim
Pembina Provinsi wajib membuat laporan
tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri
dari :
1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi
kegiatan yang sedang berjalan dan
27

permasalahan yang dihadapi serta usulan


pemecahannya dengan periode triwulanan.
2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang
berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun
anggaran, permasalahan yang dihadapi dan
usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan,
yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur
dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar
dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan
kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q.
Sekretaris Ditjen Perkebunan.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan
Penanganan
Pascapanen
Tanaman Karet Tahun 2013 ini dibiayai dari
dana APBN melalui DIPA Ditjen Perkebunan
Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten.

28

VIII. PENUTUP
Penyusunan Pedoman Teknis Kegiatan
Peningkatan Penanganan Pascapanen Tanaman
Karet Tahun 2013 dimaksudkan sebagai acuan
bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan
Pengembangan
Penanganan
Pascapanen
Tanaman Karet.
Pedoman Teknis ini akan ditindaklanjuti
dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat
Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat
Kabupaten.
Diharapkan
dengan
adanya
Pedoman Teknis ini kegiatan Penanganan
Pascapanen Tanaman Karet Tahun Anggaran
2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

29

DUKUNGAN PASCAPANEN
DAN PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS
(PENANGANAN PASCAPANEN JAMBU METE)
TAHUN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jambu mete (Anacardium occidentale
L) adalah salah satu komoditas perkebunan
yang potensial dikembangkan di Indonesia
karena memiliki arti ekonomis yang baik
sebagai bahan baku agroindustri, baik untuk
pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.
Produk utama tanaman mete adalah
kacang mete dengan produk sampingnya
berupa buah semu dan cairan kulit biji mete
yang dikenal dengan CNSL (Cashew Nut Shell
Liquid). Sampai saat ini peluang pasar
kacang mete baik untuk kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor masih sangat terbuka.
Sebagai komoditas ekspor kacang mete
memiliki prospek yang baik karena kacang
mete sangat digemari terutama sebagai
makanan kecil (snack) dan sebagai penyedap
rasa berbagai jenis makanan seperti es krim,
coklat batangan dan kue-kue.
Sentra tanaman mete tersebar di
Kawasan Timur Indonesia dan sebagian besar
pertanamannya ( 98%) diusahakan dalam
bentuk perkebunan rakyat. Penghasil utama
mete di Indonesia yaitu Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa
Timur dan Jawa Tengah.

Tabel 1 Perkembangan Ekspor dan Impor


Gelondong Kacang Mete tahun
2006 2010
Tahun

Ekspor
Impor
Volume
Nilai
Volume
Nilai
(Ton)
(000
(Ton)
(000
US$)
US$)
2006
63,406
56,584
19
65
2007
83,646
82,833
1,237
1,718
2008
66,990
77,755
1,090
1,743
2009
68,767
82,650
2,724
3,997
2010
45,593
71,581
2,008
3,171
Sumber : Data Statistik Perkebunan,
Indonesia 2010 2012 komoditi
Jambu Mete
Permasalahan yang banyak ditemukan
pada komoditas mete pada umumnya adalah
gelondong mete yang dihasilkan masih
banyak bercampur antara buah mete tua,
muda, cacat dan bercampur dengan kotoran.
Disamping itu kacang mete yang dihasilkan
banyak yang pecah. Hal ini menunjukkan
bahwa penanganan pascapanen belum
dilaksanakan dengan baik dan benar. Oleh
karena itu diperlukan pedoman teknis
penanganan pascapanen mete untuk menjadi
acuan seluruh stakeholders yang terkait
dengan penanganan pascapanen buah mete.

B. Tujuan
Tujuan
yang
ingin
dicapai
dari
penyusunan Pedoman teknis Penanganan
Pascapanen Mete ini adalah :
1. Menurunkan kehilangan hasil panen mete
dan menekan kehilangan hasil dan
meningkatkan efisiensi usaha pascapanen
2. Meningkatkan mutu hasil olahan mete
sehingga
sesuai
Standar
Nasional
Indonesia (SNI).
3. Meningkatkan nilai tambah hasil mete.
C. Sasaran Nasional
Sasaran nasional sesuai dengan rencana
strategis Kementerian Pertanian untuk
periode 2010-2014 yang akan ditindak
lanjuti dan dilaksanakan oleh Direktorat
Pascapanen
dan
Pembinaan
usaha,
Direktorat Jenderal Perkebunan antara
lain :
1. Penyediaan dan Pengembangan Prasarana
dan Sarana Pertanian
2. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing,
Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil
Pertanian
Sesuai
dengan
Rencana
Strategis
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha Tahun
2010 2014 adalah:
1. Peningkatan ketersediaan dan penerapan
teknologi
pascapnen
tanaman
perkebunan.
3

2. Peningkatan mutu, nilai tambah dan daya


saing hasil perkebunan.
Program
Peningkatan
Produksi,
Produktivitas,
dan
Mutu
Tanaman
Perkebunan Berkelanjutan, kegiatan yang
akan dilaksanakan adalah :
1. Tercapainya optimalisasi penyediaan
dan pemanfaatan sarana pascapanen
yang telah diberikan pemerintah.
2. Dihasilkannya produk pascapanen yang
bermutu sesuai dengan permintaan
pasar
3. Tercapainya harga yang proporsional
bagi petani
4. Tercapainya peningkatan nilai daya
saing nasional di pasar luar negeri
5. Dukungan Manajemen dan Teknis
lainnya pada Direktorat Jenderal
Perkebunan.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Prinsip pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Daerah sasaran kegiatan Peningkatan
Penanganan Pascapanen adalah daerah
sentra produksi tanaman mete, daerah
miskin, daerah perbatasan dan daerah
pasca konflik.
2. Petani/kelompok tani sasaran adalah
petani/pekebun di daerah sasaran
seperti
pada
butir
(1),
petani/kelompok tani yang sudah ada
yang telah diseleksi. Selanjutnya Calon
Kelompok Tani yang telah diseleksi
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
(Bupati) setempat atau Kepala Dinas
perkebunan
atau
Dinas
yang
membidangi perkebunan Kabupaten
setempat.
3. Kriteria Calon Kelompok Tani dapat
diatur lebih rinci dalam Petunjuk
Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun
oleh Provinsi berdasarkan wilayah,
kemudian diatur secara spesifik dalam
Petunjuk
Teknis
(JUKNIS)
oleh
Kabupaten sesuai kondisi petani dan
sosial budaya setempat.
4. Jenis bantuan merupakan hibah bagi
kelompok tani.
5. Seluruh
tahapan
kegiatan
yang
dilakukan oleh petani melalui kelompok
tani atau kelembagaannya dilaksanakan
5

dengan bimbingan oleh petugas daerah


yang ditunjuk.
B. Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang dipergunakan untuk
penanganan pascapanen jambu mete harus
memenuhi persyaratan minimum yang telah
ditetapkan, dan telah teruji kinerjanya oleh
Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin
Pertanian, Kementerian Pertanian. Selain
itu, alat dan mesin harus memenuhi
persyaratan
teknis,
kesehatan
dan
ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin
yang
digunakan
dalam
penanganan
pascapanen jambu mete yakni:
Permukaan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat
dan tidak mudah mengelupas.
Mudah dibersihkan dan dikontrol.
Tidak mencemari hasil seperti unsur atau
fragmen logam yang lepas, minyak
pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi
dengan produk, jasad renik dan lain-lain.
Mudah dikenakan tindakan sanitasi
Spesifikasi Alat pascapanen jambu mete:
1. Provinsi Nusa Tenggara Barat
a) Kabupaten Sumbawa
Peralatan pascapanen jambu mete
untuk 3 poktan masing-masing terdiri
dari:

Kacip mete dengan kapasitas : 5 kg


Mete/Jam dengan tenaga manual
Lantai Jemur
b) Kabupaten Lombok Utara
Peralatan pascapanen jambu mete
untuk 3 poktan masing-masing terdiri
dari:
Kacip mete dengan kapasitas : 5 kg
Mete/Jam dengan tenaga manual
Lantai Jemur
c) Kabupaten Lombok Tengah
Peralatan pascapanen jambu mete
untuk 3 poktan masing-masing terdiri
dari:
Kacip mete dengan kapasitas : 5 kg
Mete/Jam dengan tenaga manual
Lantai Jemur
2. Provinsi Nusa Tenggara Timur
a) Kabupaten Kupang
Peralatan pascapanen jambu mete
untuk 2 poktan masing-masing terdiri
dari:
Oven dryer
Vacuum packing
Genset 5 KVA
Alat ukur kadar air
Timbangan duduk 150kg
Timbangan duduk 10 kg
7

Kacip ceklok
Wadah penampung kacang mete
Meja kerja
Plastik kemasan 5 kg polos
Plastik kemasan 0, 5 kg berlabel
Loyang plastik

b) Kabupaten Flores Timur


Peralatan pascapanen jambu mete
untuk 2 poktan masing-masing terdiri
dari:
Oven dryer
Vacuum packing
Genset 5 KVA
Alat ukur kadar air
Timbangan duduk 150kg
Timbangan duduk 10 kg
Kacip ceklok
Wadah penampung kacang mete
Meja kerja
Plastik kemasan 5 kg polos
Plastik kemasan 0, 5 kg berlabel
Loyang plastik

III. PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman teknis Penanganan
Pascapanen mete sebanyak 13 kelompok
tani untuk 5 (lima) kabupaten dan di 2
(dua) provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur.
B. Pelaksanaan Kegiatan
1. Kegiatan Pusat
- Pelaksanaan kegiatan workshop dan
pembahasan pedoman;
- Sosialisasi,
koordinasi,
bimbingan,
pembinaan, pengawalan dan evaluasi
kegiatan serta inventarisasi alat
pascapanen yang diwujudkan dalam
bentuk perjalanan dinas ke provinsi
dan kabupaten yang melaksanakan
kegiatan ini.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi.
2. Kegiatan Provinsi
- Melaksanakan pengadaan peralatan
atau perlengkapan pascapanen jambu
mete sesuai dengan Perpres Nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6
Agustus 2010 apabila dana bantuan
berupa dana Tugas Pembantuan
Provinsi.
9

- Pelaksanaan
koordinasi/konsultasi
oleh dinas provinsi yang membidangi
perkebunan, koordinasi ke kabupaten
dalam rangka persiapan, pelaksanaan
dan pembinaan.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi
- Dapat berupa dukungan pelatihan bagi
petani yang mendapat bantuan.
3. Kegiatan Kabupaten
- Melaksanakan pengadaan peralatan
atau perlengkapan pascapanen jambu
mete sesuai dengan Perpres Nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6
Agustus 2010 apabila dana bantuan
berupa dana Tugas Pembantuan
Kabupaten.
- Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh
dinas kabupaten yang membidangi
perkebunan ke provinsi dan koordinasi
ke lokasi dalam rangka persiapan,
pelaksanaan, dan pembinaan.
- Pelaporan
- Dukungan administrasi.
- Dapat berupa dukungan pelatihan bagi
petani yang mendapat bantuan.

10

Adapun capaian serapan anggaran kegiatan


harus mencapai :
Triwulan I
: 30 %
Triwulan II
: 60 %
Triwulan III
: 100 %
C. Lokasi, Jenis dan Volume
N
o
1

Lokasi

Jenis Bantuan

Volume
(KT)

Nusa
Penyediaan Sarana Pendukung
Tenggara (alat dan bangunan)
Barat
pendukung pascapanen untuk
komoditas Jambu Mete
- Pengadaan kacip
- Lantai Jemur
Nusa
Penyediaan Sarana Pendukung
Tenggara (alat dan bangunan)
Timur
pendukung pascapanen untuk
komoditas Jambu Mete
Oven dryer
Vaccum packing
Ginset 5 kva
Alat ukur kadar air
Kacip ceklok
Wadah penampung kacang
mete
Meja kerja
Plastik 5 kg polos
Plastik 0,5 kg berlabel
Loyang plastic

11

D. Simpul Kritis
Permasalahan
dalam
penanganan
pascapanen
biji
mete
dan
produk
sampingnya (cangkang mete dan buah semu)
secara nasional adalah:
Masih terbatasnya produk olahan biji
mete dan produk sampingnya (cangkang
mete dan buah semu) yang dilaksanakan
oleh kelompok tani
Kualitas produk olahannya yang masih
rendah
Kebersihan dalam proses pengolahan yang
masih kurang.
Sebagai upaya
dalam mengatasi
permasalahan tersebut maka Direktorat
Jenderal Perkebunan memberikan fasilitasi
peralatan pascapanen tanaman karet untuk
kelompok tani di daerah sasaran. Dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut, terdapat
beberapa simpul kritis yang perlu
diwaspadai antara lain:
1. Kelompok sasaran penerima bantuan
2. Proses pelaksanaan pengadaan barang
3. Spesifikasi teknis peralatan penanganan
pascapanen jambu mete
4. Pemanfaatan barang bantuan oleh
kelompok tani.

12

IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN


Sesuai dengan arahan dari Kementerian
Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan
untuk petani pada tahun 2013 harus melalui
proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan atau
melalui metode kontraktual.
A. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1. Proses pengadaan barang yang dilakukan
harus mengacu kepada Perpres No. 54
tahun
2010
beserta
perubahannya
tentang Peraturan Pengadaan Barang dan
Jasa.
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, persiapan pengadaan barang
dimulai dari Januari 2013 sekaligus
pengumuman pelelangan.
3. proses pengadaan alat/mesin paling
lambat harus sudah selesai akhir semester
I (bulan Juni) tahun 2013. Sehingga pada
awal semester 2 sarana/alat/mesin sudah
bisa dimanfaatkan kepada petani.
B. Mekanisme Penyaluran Barang Kepada
Kelompok Tani
1. Pengelolaan dan penyaluran barang harus
mengacu kepada Permenkeu No.248
tahun 2010
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, identifikasi serta penetapan

13

kelompok sasaran penerima alat/ mesin


dilaksanakan pada bulan Januari 2013.
3. Penentuan
kelompok
tani
terpilih
dilakukan melalui seleksi oleh petugas
dinas yang membidangi perkebunan serta
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setempat atau Kepala Dinas yang
membidangi perkebunan.
4. Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen kepada kelompok tani harus
dilengkapi dengan Berita Acara Serah
Terima Barang antara PPK pelaksana
kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani
yang bersangkutan dengan dibubuhi
materai 6.000 rupiah.
5. Penyerahan
sarana/alat/mesin
pascapanen kepada kelompok tani paling
lambat harus sudah dilakukan pada bulan
Juni 2013.
C. Pelaskanaan Kegiatan lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi
atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juni
2013.
D. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis
Kelompok Sasaran yaitu :
1. Kelompok yang bersangkutan
ada/telah
eksis
dan
berpengalaman, bukan bentukan

Calon
sudah
aktif,
baru,
14

dapat
dipercaya
serta
mampu
mengembangkan usaha/kegiatan melalui
kerjasama kelompok, dengan jumlah
anggota minimal 25 orang
2. Kelompok yang bersangkutan tidak
mendapat penguatan modal atau fasilitasi
lain untuk kegiatan yang sama/sejenis
pada saat yang bersamaan atau mendapat
modal pada tahun-tahun sebelumnya
(kecuali kegiatan yang diprogramkan
secara bertahap dan saling mendukung)
3. Kelompok yang bersangkutan tidak
bermasalah dengan perbankan, kredit
atau sumber permodalan lainnya
4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk
mengakses sumber permodalan, sehingga
sulit untuk menerapkan rekomendasi
teknologi anjuran secara penuh dan
memanfaatkan peluang pasar.
Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci
diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh
eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang
diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis yang
diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai
kondisi petani dan sosial budaya setempat.
Disamping kriteria umum calon kelompok
sasaran,
diharapkan
masing-masing
kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis
Calon Kelompok Sasaran.

15

V. PEMBINAAN, PENGAWALAN, MONITORING


DAN EVALUASI, PENDAMPINGAN
1. Pembinaan kelompok dilakukan secara
berkelanjutan sehingga kelompok mampu
mengembangkan usahanya secara mandiri.
Untuk itu diperlukan dukungan dana
pembinaan lanjutan yang bersumber dari
APBD.
2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada
pada Dinas yang membidangi Perkebunan di
tingkat Kabupaten. Tanggung jawab tingkat
koordinasi pembinaan program ada pada
Dinas Perkebunan atau
Dinas yang
membidangi Perkebunan di tingkat Provinsi.
Tanggung jawab atas program dan kegiatan
adalah Direktorat Jenderal Perkebunan.
3. Pengendalian melalui jalur struktural
dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim
Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan
pengendalian kegiatan dilakukan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses
pengendalian
di
setiap
wilayah
direncanakan dan diatur oleh masing-masing
Instansi.
4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan
yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan
dapat
menerapkan
prinsip-prinsip
partisipatif, transparansi dan akuntabel.
Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah
melalui
aparat
pengawas
fungsional
16

(Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas


Daerah maupun Lembaga Pengawas lainnya)
dan oleh masyarakat.
5. Pendampingan
kegiatan
Penanganan
Pascapanen
Tanaman
Tahunan
dan
inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan
dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi
dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan
tersebut.
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian
Nomor
31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem
Monev dan Pelaporan.
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
dan
Evaluasi
(Monev)
dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan
Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim
Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan
berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai
dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan bantuan sarana alat mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan
efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1).
Memonitor dan mengevaluasi berdasarkan
laporan dan (2). Mengadakan kunjungan
lapangan.

17

B. Pelaporan
Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim
Pembina Provinsi wajib membuat laporan
tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri
dari :
1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi
kegiatan yang sedang berjalan dan
permasalahan yang dihadapi serta usulan
pemecahannya
dengan
periode
triwulanan.
2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan
yang berhasil dilaksanakan hingga akhir
tahun anggaran, permasalahan yang
dihadapi dan usulan tindak lanjut yang
perlu dilakukan, yang dibuat setelah
program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana
Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana
diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di
atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan
pelaporan
kepada
Direktur
Jenderal
Perkebunan
c.q.
Sekretaris
Ditjen
Perkebunan.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan Penanganan Pascapnen Tanaman
Jambu mete Tahun 2013 ini dibiayai dari dana
APBN melalui DIPA Direktorat Jenderal
Perkebunan
Tugas
Pembantuan
(TP)
Provinsi/Kabupaten.
18

VIII. PENUTUP
Penyusunan Pedoman teknis Peningkatan
Penanganan Pascapanen Tanaman Mete Tahun
2013 dimaksudkan sebagai acuan bagi semua
pihak
yang
terkait
dalam
kegiatan
Pengembangan
Penanganan
Pascapanen
Tanaman Mete.
Pedoman teknis ini akan ditindak lanjuti
dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat
Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat
Kabupaten.
Diharapkan
dengan
adanya
Pedoman teknis ini kegiatan Penanganan
Pascapanen Tanaman Mete Tahun Anggaran
2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

19

Anda mungkin juga menyukai