Anda di halaman 1dari 17

1

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN TRAUMA OKULI
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Trauma Okuli/ Trauma Mata
Trauma oftalmik merupakan penyebab utama kehilangan penglihatan
unilateral yang diakibatkan kecelakaan di dan sekitar rumah, ledakan baterai,
tabrakan kendaraan bermotor atau cedera olahraga (Brunner & Suddarth,
2001). Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang
menimbulkan perlukaan mata (Kamus Keperawatan Sue Hinchliff, 1999).
Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai
kasus polisi (Price, 1985). Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai
berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata. Trauma asam merupakan
salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata yang
disebabkan zat kimia basa dengan pH >7. Jadi, yang dimaksud dengan trauma
mata ialah suatu keadaan atau kejadian yang melukai mata dengan sengaja
atau tidak sengaja yang dapat menimbulkan kebutaan.
2. Klasifikasi Trauma Okuli/ Trauma Mata
a. Fisik atau mekanik
1) Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shuttlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2) Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan
pertukangan.
3) Trauma peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan
trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal di dalam bola mata.
Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.
b. Khemis

a. Trauma khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih


lantai, kapur, lem (perekat).
b. Trauma khemis asam cuka, bahan asam di laboratorium, gas airmata.
c. Fisis
a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.
3. Etiologi Trauma Okuli/ Trauma Mata
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma.
a. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal
dapat bersifat beracun dan tidak beracun. Benda beracun contohnya logam
besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan
tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
b. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
c. Trauma khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat
daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar
airmata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma
basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/
kornea secara perlahan-lahan.
d. Trauma mekanik
a. Gangguan molekuler, dengan adanya perubahan patologi akan
menyebabkan kromatolisis sel.
b. Reaksi pembuluh darah, berupa vasoparalisa sehingga aliran darah
menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah
maka terjadi edema.
c. Reaksi jaringan, biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan
sebagainya.

4. Manifestasi Klinis Trauma Okuli/ Trauma Mata


a. Trauma tumpul
1) Rongga orbita: jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan di
dalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
2) Palpebra: gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos)

akan

mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis.


Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom,
edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat
membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
3) Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva

(perdarahan

subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika


konjungtiva terkena trauma.
4) Kornea: edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi,
laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri
yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat
muncul akibat trauma pada kornea.
5) Iris atau badan silier: hifema (perdarahan bilik mata depan),
iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik
jika trauma mengenai iris.
6) Lensa: secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi
subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).
7) Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
8) Retina: secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema
makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan
penurunan tekanan bola mata.
9) Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga
menimbulkan kebutaan
b. Trauma tajam
1) Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan
posisi bola mata.

2)
3)
4)
5)

Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis).


Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris,

badan silier dan koroid yang berwarna gelap).


6) Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yang
disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya
luka pada kornea, edema.
7) Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan
korpus vitreus dan ablasi retina.
c. Trauma kimia
1) Asam: kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel
kornea.
2) Basa/alkali
a) Kebutaan
b) Penggumpalan sel kornea atau keratosis
c) Edema kornea
d) Ulkus kornea
e) Tekanan intra ocular akan meninggi
f) Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar
g) Membentuk jaringan parut pada kelopak
h) Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut
pada kelenja asesoris air mata
i) Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada
konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata
j) Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.
5. Patofisiologi Trauma Okuli/ Trauma Mata
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik,
semua ini menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma
mata. Trauma mata yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola
mata akan menimbulkan suatu atau berbagai akibat klasik seperti: rasa sakit
akibat trauma, gangguan penglihatan berupa penglihatan kabur, perdarahan
atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.
Trauma yang diakibatkan oleh cidera non mekanik pada bola mata akan
menimbulkan berbagai akibat seperti: erosi epitel kornea, kekeruhan kornea.

Bila pada cidera radiasi juga terjadi efek kumulasi. Bila radiasi berkurang
maka lesi terimis yang ditimbulkan sinar red (irivisible rays) dapat berupa
kekeruhan kornea, atratosi iris, katarak (Mangunkusumo, 1988).

6. Pathway Trauma Okuli/ Trauma Mata

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam


menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing. Pemeriksaan
ultrasonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini
dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
b. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat
scanning dari organ tersebut.
c. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
d. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
e. Pemeriksaan laboratorium, seperti: SDP, leukosit, kemungkinan adanya
infeksi sekunder.
f. Pemeriksaan kultur: untuk mengetahui jenis kumannya.
g. Pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000).
8. Penatalaksanaan
a. Trauma mata benda tumpul
Penanganan ditekankan yang menyertainya dan penilaian terhadap
ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan tanda
mutlak

untuk

melakukan

rujukan

kepada

(Mangunkusumo, 2000).
Pemberian pertolongan pertama berupa:
1) Obat-obatan analgetik: untuk mengurangi

dokter

rasa

ahli

sakit.

mata

Untuk

pemeriksaan mata dapat diberikan anestesi local: pantokain 0,5% atau


tetracain 0,5% - 1,0 %
2) Pemberian obat-obatan anti perdarahan dan pembengkakan
3) Memberikan moral support agar pasien tenang
4) Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang
5)
1)
2)
3)

terkena trauma
Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dalam bilik mata depan)
Tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
Tutup kedua bola mata
Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi
Evaluasi ketajaman penglihatan

4) Evaluasi tekanan bola mata


5) Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai
mata penderita sebaiknya segera dirujuk ke dokter ahli mata.
b. Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus
karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan
atlalmia dan simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan mempertahankan
bola mata dan penglihatan. Bila terdapat benda asing dalam bola mata,
maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada penderita diberikan antibiotik spectrum luas, analgetik dan
sedotiva, dan dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka.
c. Trauma mata benda asing
1) Ekstra okular
a) Tetes mata
b) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab
c) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
d) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan
angkat dengan jarum
e) Bila dalam kornea, gerakan anestesi local, kemudian dengan hatihati dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang
baik, angkat dengan jarum
f) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic
local selama beberapa hari
g) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan
jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet.
2) Intra okular
a) Pemberian antitetanus
b) Antibiotic
c) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menyebabkan iritasi
d. Trauma mata bahan kimia
1) Trauma alkali
a) Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila
dilakukan irigasi lebih lama akan lebih baik
b) Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan
pemeriksaan dengan kertas lakmus; pH normal air mata 7,3

c) Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah infeksi


oleh kuman oportunie
d) Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior
e) Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi
f) Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia
dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan
secara hati-hati karena steroid menghambat penyembuhan.
g) Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi
efek kolagenase
h) Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan
kolagen
i) Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek
j) Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat mengganggu
penglihatan.
2) Trauma Asam
a) Irigasi segera dengan garam fisiologis atau air
b) Control pH air mata untuk melihat apakah sudah normal
c) Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan pengobatan
yang diberikan pada trauma alkali
d) Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase
peristiwa, yaitu:
(1) Fase kejadian (immediate)
Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi
penyebab sebersih mungkin, meliputi:
(a) Pembilasan dengan segera, dengan anestesi topical terlebih
dahulu
(b) Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0,9%, ringer
laktat dan sebagainya) sampai pH air mata kembali normal.
(2) Fase akut (sampai hari ke-7)
Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan
prinsip sebagai berikut:
(a) Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
(b) Mengontrol tingkat peradangan
(c) Mencegah infeksi sekunder
(d) Mencegah peningkatan tekanan bola mata
(e) Suplemen/ antioksidan
(f) Tindakan pembedahan.

10

(3) Fase pemulihan dini (early repair: hari ke 7 21)


Tujuannya membatasi penyakit setelah fase 2.
(4) Fase pemulihan akhir (late repair: setelah hari ke 21)
Tujuannya adalah rehabilitasi fungsi penglihatan.
e. Trauma mata termik (hipertemik)
Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep
atau kasa yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan
verban steril.
f. Trauma mata radiasi
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka pada mata diberi lokal
anastesik, kompres dingin, antibiotika lokal.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti: nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, penanggung jawab).
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan klien diambil untuk menentukan masalah primer klien
seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata,
mata basah, pandangan ganda, bercak di belakang mata dan lain-lain.
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien
1) Masa anak
: Strabismus, ambliopia, cedera
2) Dewasa
: Glaukoma, katarak, cidera/ trauma mata
3) Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga
d. Pengkajian fungsional
1) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolic
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola aktivitas latihan
6) Persepsi sensorik/ perceptual
Penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata
7) Pola konsep diri
Kaji kesedihan karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
8) Pola seksual-reproduksi
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola kopingdan stress
11) Pola nilai dan keyakinan

11

e. Pemeriksaan fisik (Head to toe)


1) Bentuk kepala
2) Rambut: warna, tekstur, ketombe
3) Mata
Pemeriksaan bagian luar mata
a) Posisi mata: dikaji simetris/ tidak, apakah ada exaptalamus
b) Alis mata, bulu mata, kelopak mata: respon tutup mata dan
berkedip
c) Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas
edema
d) Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur
e) Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya: iris
4)
5)
6)
7)

kontraksi dan nervus optikus terstimulasi


Hidung: kaji adanya polip, kebersihan hidung
Mulut: mukosa kering dan pecah-pecah, bau mulut
Leher: kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
Dada: kaji kelainan bentuk, suara nafas, suara paru dengan

pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi


8) Abdomen: kaji adanya asites, nyeri abdomen
9) Ekstremitas: kaji edema
10) Anus: kaji kebersihan, adanya haemorhoid
11) TTV: tekanan darah, nadi, suhu, RR.
f. Data penunjang lain
1) Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral
mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous
atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
2) Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa,
trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan
jaringan pembuluh darah akibat trauma.
3) Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
4) Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papil edema, retina hemoragi.
g. Program terapi
1) Terapi farmakologi
2) Terapi invasif
h. Tes diagnostik
Untuk menilai:

12

1) Ketajaman serta fungsi penglihatan


2) Pemeriksaan keadaan organ mata
3) Penggolongan keadaan trauma
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d inflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intra
okular.
b. Risiko tinggi infeksi b.d peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
c. Gangguan sensori perceptual: penglihatan b.d gangguan penerimaan
sensori/ status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
d. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis.

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b.d inflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intra
ocular
Tujuan: nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
1) Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah
intervensi
2) Klien tidak gelisah.
Intervensi:
No
.

Intervensi

Rasional

13

1.

Lakukan

tindakan

penghilangan Tindakan

nyeri yang non invasif dan non yang


farmakologi, seperti berikut:

penghilangan

non

invasif

farmakologi

dan

nyeri
non

memungkinkan

a. Posisi: tinggikan bagian kepala klien untuk memperoleh rasa


tempat

tidur,

berubah-ubah kontrol terhadap nyeri.

antara berbaring pada punggung


dan pada sisi yang tidak sakit
b. Distraksi
c. Latihan relaksasi.
2.

Bantu klien dalam mengidentifikasi Klien kebanyakan mempunyai


tindakan penghilangan nyeri yang pengetahuan
efektif.

3.

Berikan

yang

mendalam

tentang nyerinya dan tindakan


dukungan

penghilangan

nyeri

penghilangan nyeri yang efektif.


tindakan Terapi farmakologi diperlukan
dengan untuk memberikan penghilangan

analgesik yang diresepkan.

nyeri yang efektif. Tanda ini


menunjukkan peningkatan TIO

atau komplikasi lain.


b. Risiko tinggi infeksi b.d peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
Tujuan: tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi
2) Nilai laboratorium: WBC normal, kultur negatif.
Intervensi:
No
.
1.

Intervensi

Rasional

Tingkatkan penyembuhan luka:


a. Berikan

dorongan

untuk

mengikuti diet yang seimbang

a. Nutrisi dan hidrasi yang


optimal
kesehatan

meningkatkan
secara

14

dan

asupan

cairan

yang

adekuat.
b. Instruksikan klien untuk tetap
menutup

mata

keseluruhan,

meningkatkan penyembuhan

luka pembedahan.
sampai b. Memakai pelindung

diberitahukan untuk dilepas.

Gunakan

teknik

aseptik

mata

meningkatkan penyembuhan
dengan

2.

yang

menurunkan

kekuatan iritasi.
untuk Teknik aseptik meminimalkan

meneteskan tetes mata:

masuknya mikroorganisme dan

a. Cuci tangan sebelum memulai.


mengurangi risiko infeksi.
b. Pegang alat penetes agak jauh
dari mata. Ketika meneteskan,
hindari kontak antara mata,
tetesan dan alat penetes.
Beritahu dokter tentang semua Drainase abnormal memerlukan

3.

drainase

yang

terlihat evaluasi medis dan memulai

No

mencurigakan.
Intervensi

.
4.

Kolaborasi dengan dokter dalam Mengurangi


pemberian antibiotika dan steroid.

penanganan farmakologi.
Rasional
reaksi

radang,

dengan steroid dan menghalangi


hidupnya

bakteri,

dengan

antibiotika.
c. Gangguan sensori perceptual: penglihatan b.d gangguan penerimaan
sensori/ status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
Tujuan: pasien akan meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas
situasi individu.
Kriteria hasil:
1) Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
2) Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi:

15

No
.
1.

Intervensi

Rasional

Tentukan ketajaman penglihatan, Dengan mengetahui ketajaman


catat apakah satu atau kedua mata dan penyebab penglihatan dapat

2.

terlibat.
Orientasikan

3.

lingkungan, staf, orang lain sekitar. mendorong kesembuhan.


Observasi tanda dan gejala Tetes mata yang tidak dengan
disorientasi:

menentukan langkah intervensi.


terhadap Pendekatan
klien
dapat

klien

pertahankan

pagar resep dokter dapat membuat

tempat tidur sampai benar-benar kabur dan iritasi mata.


sembuh dari anestesia.
Pendekatan dari sisi yang tak Pendekatan

4.

klien

dapat

dioperasi, bicara dan menyentuh mendorong kesembuhan.


sering,

dorong

orang

terdekat

tinggal dengan klien.


d. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis.
Tujuan: tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil:
1) Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang
2) Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.
Intervensi:
No
.
1.

Intervensi

Rasional

Kaji derajat kecemasan, faktor Umumnya


yang

menyebabkan

yang

kecemasan, menyebabkan kecemasan adalah

tingkat pengetahuan dan ketakutan kurangnya


klien akan penyakit.

faktor
pengetahuan

dan

ancaman aktual terhadap diri.


Pada klien dengan trauma mata
rasa nyeri dan penurunan lapang
penglihatan

2.

menimbulkan

ketakutan utama.
Orientasikan tentang penyakit yang Meningkatkan pemahaman klien

16

dialami klien, prognosis dan tahap akan


perawatan yang akan dijalani klien.

penyakit.

memberikan

Jangan

keamanan

palsu

seperti mengatakan penglihatan


akan segera pulih atau nyeri akan
segera hilang. Gambarkan secara
objektif

tahap

pengobatan,

harapan proses pengobatan, dan


orientasi
3.

Beri

kesempatan

untuk
No

penyakitnya.
Intervensi

.
4.

Beri dukungan psikologis.

masa

berikutnya.
klien Menimbulkan rasa aman dan

kepada

bertanya

pengobatan

tentang perhatian bagi klien.


Rasional
Dukungan
berupa

psikologis
penguatan

dapat
tentang

kondisi klien, keaktifan klien


dalam melibatkan diri dalam
perawatan

maupun

mengorientasikan

kondisi

penyakit yang sama menimpa


5.

klien yang lain.


Terangkan setiap prosedur yang Mengurangi rasa ketidaktahuan
dilakukan,

jelaskan

tahap dan kecemasan yang terjadi.

perawatan yang akan dijalani.


4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana.

17

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun :
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Tidak terjadi infeksi.
c. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
d. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
e. Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
f. Tidak terjadi kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Doengoes, E. Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ilyas, Sidarta. 1999. Ilmu Penyakit Mata halaman 266 278. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson. 1985. Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai