Anda di halaman 1dari 11

1

LAPORAN PENDAHULUAN
PERAWATAN PERIOPERATIF
A. DEFINISI
Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama, dan sesudah operasi
berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman

pembedahan

pasien.

Keperawatan

perioperatif

adalah

fase

penatalaksanaan pembedahan yang merupakan pengalaman yang unik bagi


pasien.
B. ETIOLOGI
Menurut Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan seperti:
1. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
2. Kuratif, seperti ketika mengeksisi massa tumor atau mengangkat appendiks
yang inflamasi
3. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipleks
4. Rekonstruktif atau kosmetik, seperti perbaikan wajah
5. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap
kemampuan untuk menelan makanan.
C. KLASIFIKASI
Menurut urgensi

dilakukan

tindakan

pembedahan,

maka

tindakan

pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :


1.
Kedaruratan/ Emergency: Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan
mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa ditunda.
Contoh: perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang
2.

tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sangat luas.


Urgen: Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan
dalam 24-30 jam. Contoh: infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu
pada uretra.

3.

Diperlukan: Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat


direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh: hiperplasia prostat

4.

tanpa obstruksi kandung kemih, gangguan tyroid, katarak.


Elektif: Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila
tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh:

5.

perbaikan scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.


Pilihan: Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya
pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya
terkait dengan estetika. Contoh bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan dibagi menjadi:
1. Minor: Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan
yang minim. Contoh: incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi.
2. Mayor: Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.
Contoh: total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.

D. TAHAPAN-TAHAPAN PERIOPERATIF
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase
pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
1. Fase Praoperatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi
dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan
klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk
mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan
juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut. Pada periode praoperatif yang lebih diutamakan
adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
Keperawatan praoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat
tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang
menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan

yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik, biologis,
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
2. Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktivitas keperawatan,
memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Perawat

bertanggung

jawab

akan

pemeliharaan

sterilitas

daerah

pembedahan dan instrumen dan menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah


untuk terlaksananya pembedahan yang direncanakan.

Selama dilaksanakannya operasi


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien
yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah:
a. Pengkajian mental

Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar/terjaga maka
sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan
terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut
menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital
Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka
perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli
bedah.
2) Transfusi
Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis
segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi.
3) Infus
Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus
segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse.
4) Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
Fase Pasca Anaesthesi
Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati
dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif
sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum
mulai stabil.
Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode
pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal
yang harus diperhatikan meliputi:
1) Mempertahankan ventilasi pulmonari
2) Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah ke
belakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek
pelindung pulih.
3) Saluran nafas buatan.

Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian


anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah
ke depan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan
mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
a) Terapi oksigen
O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat
menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O 2 harus diberikan
latihan nafas dalam setelah pasien sadar.
b) Mempertahankan sirkulasi
Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler
yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi. Pemantauan
tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di
ruang pemulihan.
c) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat
penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah
kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.
d) Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat
tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien
sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada
saraf otot dan persendian.
Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien
post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka di bawah ini adalah petunjuk
perawatan/observasi di ruang pemulihan:
1) Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien
dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional
posisi semi fowler.

2)
3)
4)
5)
6)
7)

Pasang pengaman pada tempat tidur.


Monitor tanda vital: TD, nadi, respirasi/15 menit.
Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
Beri O2 2-3 liter sesuai program.
Observasi adanya muntah.
Catat intake dan out put cairan

Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :


1) Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
2) Tanda-tanda vital harus stabil.
3) Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
4) Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5) Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah
sempurna.
6) Urine yang keluar harus adekuat (1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat
dan dilaporkan.
7) Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
8) Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk
kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada
unit di mana pasien akan dipindahkan. Staf dari unit di mana pasien harus
dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien
tersebut.
3. Fase Postoperatif
Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas
keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh, serta
mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
Keperawatan postoperatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,

menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat


dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya
dengan cepat, aman, dan nyaman. Upaya yang dapat dilakukan diarahkan
untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada
tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di
rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan
keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu
sendiri.
a. Faktor yang berpengaruh pada postoperatif
b. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
c. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan
nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
d. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian
cairan plasma ekspander.
e. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan
pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan
mungkin saja terjadi akibat pengaruh anastesi sehingga perlu dipantau
kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan
obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
f. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output cairan klien.
Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti
dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru
menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi
eleminasi pasien.
g. Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan
beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang

nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien,
diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan
medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.
a. Tindakan Postoperatif
Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu
pasien dipindahkan ke ruang perawatan, maka hal hal yang harus
perawat lakukan, yaitu :
1) Monitor tanda tanda vital dan keadaan umum, drainage, tube/selang,
dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor
kondisinya. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan pertama yang
dilakukan di bangsal setelah postoperatif.
2) Manajemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami

perdarahan

mencegah komplikasi

abnormal.

Observasi

discharge

untuk

lebih lanjut. Manajemen luka meliputi

perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.


3) Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan
juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
4) Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik
yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia
kala.
5) Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada
klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan
dilakukan sehubungan dengan kondisi atau penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a) Untuk perawat: berisi point-point discharge planing yang diberikan
kepada klien (sebagai dokumentasi)

b) Untuk pasien: dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan


lebih detail.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan,
riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi. Pemeriksaan
laboratorium post operasi secara umum antara lain :
1) Analisa serum dan elektrolit, glukosa, dan pemeriksaaan darah
lengkap.
2) Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko
dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
c. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya
1) Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok
hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah: pucat, kulit dingin, basah,
pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah
dan bergetar, penurunan tekanan darah, urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi
dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi
obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan
penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan
peningkatan periode istirahat.
2) Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi
tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara
lutut harus dijaga tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, luka bedah
harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
3) Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada
pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa
ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.

10

4) Retensi urine
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan
rektum, anus, dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spincter
kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan kateter untuk membantu mengeluarkan urine dari
kandung kemih.
5) Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka
operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang
perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian
antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip
steril.
6) Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi di mana kuman
berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat
menyebabkan kegagalan multi organ.
7) Embolisme pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan
lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran
darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan
mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, sesak nafas,
cemas, dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca
operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
8) Komplikasi gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang
mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi
obstruksi intestinal, nyeri, dan distensi abdomen.

11

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2008. Keperawatan Perioperatif. [Internet]. Tersedia dalam:
http://epsildjogja.wordpress.com/perioperatif/. Diakses pada tanggal 19 Maret
2014.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses Menghadapi
Operasi.
[Internet].
Tersedia
dalam:
http://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html/.
Diakses pada tanggal 19 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai