Anda di halaman 1dari 26

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
TTL
: Yogyakarta, 4 Januari 1953
Usia
: 62 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Pondok Kelapa, Kec. Duren Sawit
No. RM
: 724019
Tgl MRS : 12 Februari 2015
B. Anamnesis
1.
Keluhan utama
Bicara pelo sejak 9 jam SMRS
2.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan bicara pelo sejak 9 jam sebelum masuk rumah
sakit, saat pasien bangun tidur. Keluhan terjadi mendadak, sebelumnya pasien bicara
dan beraktivitas seperti biasa. Pasien juga mengeluh jari tangan dan kaki sebelah
kanan dirasakan kesemutan dan baal sejak 1 bulan yang lalu, intesitasnya sering dan
terjadi hilang timbul. Pasien menyangkal adanya kelemahan pada tangan dan kaki,
pasien hanya merasa sedikit berat saat diangkat saat menggerakkan tangan dan kaki
kiri. Hilang kesadaran sebelum masuk rumah sakit disangkal. Gangguan penglihatan
disangkal. Nyeri kepala disangkal. Kepala berputar disangkal. Muntah disangkal.
Kejang disangkal. Gemetar pada tangan disangkal. Riwayat trauma dan kepala
terbentur disangkal. BAK dan BAB normal.

3.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien mulai merasakan jari tangan dan kaki kanan sering kesemutan dan
terkadang terasa baal sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul. Keluhan bicara pelo
sebelumnya disangkal pasien. Riwayat darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, namun
tidak dikontrol (pasien tidak mengkonsumsi obat darah tinggi). Riwayat sakit stroke,
diabetes mellitus, dan penyakit jantung koroner disangkal.

4.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung koroner pada keluarga
disangkal

5.

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat atas keluhan yang sekarang sebelumnya, dan tidak
mengkonsumsi obat-obat yang diminum secara rutin

6.

Riwayat Allergi
Riwayat allergi obat-obatan disangkal

7.

Riwayat Psikososial
Pasien sudah berhenti merokok sejak 3 tahun yang lalu. Pasien senang makan
makanan asin saat makan. Pasien jarang berolah raga

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
Tanda-tanda Vital : :
TD
: 160/110 mmHg
Pulse : 80 x/menit
RR
: 16 x/ menit
S
: 36,5 C
Kesan Gizi
: Baik
Kooperatif : Pasien kooperatif
1. Status Generalis
a. Kepala dan leher
Kepala: Normochepal
Mata
:Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik(-/-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya (+/+)
THT
: deformitas (-), tanda radang (-)
Gigi dan Mulut : dalam batas normal
Leher
: Pembesaran KGB (-), tiroid (-), bruit arteri karotis (-).
b. Thorax
Jantung
Paru
c.

: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)


: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi: abdomen normal
Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien,tidak teraba
adanya pembesaran

d. Ekstremitas

Atas
: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)


2. Status Neurologis
Rangsang Meningeal
2

- Kaku Kuduk

: (-)

- Lasegue sign

: >700 / >700

- Kernig sign

: >1350 / >1350

- Brudzinski I

: (-)

- Brudzinski II

: (-) / (-)

- Brudzinski III

: (-)

Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)

:
Hidung Kanan
Normosmia

Daya Pembauan

Hidung Kiri
Normosmia

N.II (Optikus)
Visus
Lapang Pandang
Funduskopi

Mata kanan
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan

Mata kiri
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan

N.III (Okulomotoris)
Ptosis
Pupil
a. Bentuk
b. Diameter
c. Reflex Cahaya
Direk
Indirek

Mata kanan
(-)

Mata kiri
(-)

Bulat

Bulat

3 mm

3 mm

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Gerak bola mata


a.
b.
c.
d.

Atas
Bawah
Medial
Medial atas

N. IV (Throklearis)
Mata kanan

Mata kiri

(-)

(-)

(+)

(+)

Posisi bola mata


Stabismus
divergen
Gerakan bola mata
Medial bawah

N.V (Trigeminus)
Kanan

Kiri

Motorik
Mengunyah
Sensibilitas
a. Cabang
oftalmikus
b. Cabang maksila
c. Cabang
mandibula

(+)
(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Mata kanan

Mata kiri

(-)

(-)

Reflex
a. Kornea
b. Bersin
N. VI (Abdusens)
Posisi bola mata
Strabismus
konvergen

Gerakan bola mata


Lateral

(+)

(+)

N.VII (Facial)
Kanan

Kiri

(+)

(+)

(-)

(+)

(+)

(+)

Motorik
a. Mengangkat alis
b. Menyeringai
c. Meniup
Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3

Tidak dilakukan

depan
b. Sekresi air mata

Tidak dilakukan

Kesan : Parese N.VII dextra


N.VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan

Kiri

Pendengaran
a.
b.
c.
d.

Test Bisik
Tese Rinne
Test Weber
Test Swabach

Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan

N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)


Uvula di tengah
a. Pasif
b. Gerakan aktif
Reflex muntah
Daya kecap lidah 1/3

Simetris
Terangkat, simetris
(+) / (+)
Tidak dilakukan

belakang
N. XI (Assesorius)
Memalingkan kepala

Kanan
(+)

Kiri
(+)

Mengangkat bahu

(+)

(+)

N.XII (Hypoglosus)
Sikap lidah
Atropi otot lidah
Tremor lidah
Fasikulasi lidah
Parese N.XII dekstra

Deviasi ke kanan
(-)
(+)
(-)

Motorik
Kekuatan Otot

Tonus Otot

: normal

Atrofi

: (-)

Sensorik
Rangsang
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah

Nyeri
Raba
Suhu

Kanan
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan

Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)

Fungsi Vegetatif
Miksi

: baik

Defekasi

: baik

Fungsi luhur
MMSE

: tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Refleks fisiologis
Triseps
Biseps
Patella
Achilles

Dextra
++
++
++
++

Sinistra
++
++
++
++

Dextra
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Sinistra
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Refleks Patologis
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Hoffman Tromner
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6

Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 12 Februari 2015
Pemeriksaan
Hematologi rutin

Hasil

Nilai rujukan

Satuan

Haemoglobin

13,1

13,5-17,5

mg/dL

Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Elektrolit

7,4
39
311

5,0-10,0
40-50
150-400

10*3/L
%
10*3/L

Kalium
Natrium
Chloride
Kimia
Glucose random
Kreatinin

3,30
145
114

3,50-5,50
132-145
98-110

mmol/L
mmol/L
mmol/L

93
1,2

70-200
0,67-1,17

mg/dl
mg/dl

Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 12 Februari 2015


Cor CTR >50% aorta elongantio
Mediastinum superior kanan : anorisma melebar
Pulmo : kedua hilus prominant
Corakan vaskuler di perihiler meningkat
Parenchym tidak terlihat infiltrat
Sinus, diafragma, dan costa normal
Kesan : cardiomegali konfigurasi aorta
Pulmo tanda kongestif vaskular
Pemeriksaan CT-Scan tanggal 12 Februari 2015
Dilakukan CT-Scan kepala potongan aksial tanpa pemberian media kontras i.v. dengan tebal
irisan 5 mm untuk infratentorial dan 10 mm untuk supratentorial.
Perifer kortikal, sulci dan giri lobus parietal bilateral prominent
Lesi hipodens / lecunar infark di ganglia basalis bilateral
Pergeseran struktur garis tengah ke kiri
Sisterna insular bilateral prominent
Differensiasi white and grey matter jelas
Pons, serebelum, dan sudut serebelopontin tak tampak lesi
Parasella dan suprasella normal
Mastooid, sinus maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sphenoidalis bilateral aerasi baik
Kesan : Lacunar Infark di ganglia basalis bilateral
Atrofi cerebri komunikans internal dan eksternal lobus parietal bilateral
Tanda obstruksi drainage di setinggi foramen intraventrikel dengan tanda deviasi struktur mid
line / septal ventrikel ke kiri

Pemerikaan Laboratorium tanggal 14 Februari 2015


Pemeriksaan
Kimia

Hasil

Nilai rujukan

Satuan

Kolesterol LDL

108

Normal range

mg/dL

<100 mg/dl : optimal


100-129 : near optimal
130-159 : borderline
160-189 : high
Trigliseride

143

190 : very high


Normal range

mg/dL

<150 : optimal
150-199 : borderline
200-499 : high
Uric acid
E. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologi
Diagnosis PA

5,7

500 : very high


3,5-7,2

mg/dL

: hemiparese dekstra, parese N.VII & XII dextra


: ganglia basalis bilateral
: vaskular
: infark serebri

F. PENATALAKSANAAN
O2 2-3 liter per menit
Pasang NGT
Elevasi kepala 200-300
Asering /12 jam
Aspilet 80 mg 1x1
Candesartan 8 mg 1x1
Ranitidine 2x1
Neurolin 500 mg 2x1
G. PROGNOSIS
Quo Ad vitam
: dubia ad bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam

BAB II
ANALISA KASUS
A. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Mengapa pasien ini didiagnosa stroke non hemoragik ?


Apa saja faktor risiko pada pasien ini?
Bagaimana penatalaksanaan stroke non hemoragik?
Bagaimana pencegahan stroke?

B. Pembahasan Masalah
1. Mengapa pasien ini di diagnosa stroke infark?
Stroke adalah defisit neurologis baik fokal atau global yang terjadi secara mendadak
atas dasar terjadi gangguan pembuluh darah otak yang memiliki pola dan gejala yang
berhubungan dengan waktu.
Diagnosis

Berdasarkan klinis anamnesis & pemeriksaan neurologis


Sistem skoring untuk membedakan jenis stroke
Algoritma stroke Gajah Mada Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala hebat
(-), babinski (-) dan Skor stroke Sirriraj
CT-Scan (gold standar) untuk membedakan infark dengan perdarahan.
MRI lebih sensitif mendeteksi infark sereberi dini dan infark batang otak.

Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan infark


PIS

Infark

Gejala prodromal /TIA

Aktivitas pada onset

Aktif

Istirahat

Penurunan kesadaran

sering

Jarang

Tanda RM

Tanda kenaikan TIK

Sangat sering

jarang

CT- scan

Masa hiperdensitas
PIS
Berat
Menit/jam
Hebat
Sering
Hampir selalu
Ada
Jarang
Sering dari awal
Bisa ada
Berdarah
Tidak ada

Daerah hipodensitas
Infark
Berat ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan
Tidak, ke lesi BO
Sering kali
Tidak ada
Tidak ada
Sering dari awal
Sering
Jernih
Tidak ada

Gejala klinis
Defisit fokal
Onset
Nyeri kepala
Muntah pada awalnya
Hipertensi
Penurunan kesadaran
Kaku kuduk
Hemiparesis
Gangguan bicara
Likuor
Parese N. III

Pada pasien ini


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaa neurologis
Defisit neurologis berupa bicara pelo yang terjadi tiba-tiba saat pasien bangun tidur
Riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
Pemeriksaan fisik, tanda vital TD 160/110 mmHg
Status neurologis tampak sakit sedag, kesadaran composmentis, disartria, RM (-), SO:
refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor ODS 3 mm, GBM kesegala arah, wajah parese

N. VII kanan sentral, parese N. XII kanan sentral motorik 3


tonus normal, atrofi (-)

5
35

sensorik dan vegetatif baik, FL tidak dilakukan. RF BTR/KPR/APR (++/++/++), RP


Bab/Chad (-/-)
Berdasarkan skor stroke

Skor Siriraj:

= (2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x headache) + (0,1 x diastole) (3 x n ateroma)


12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 110) (3 x 0) 12

10

= (0 + 0 + 0 + 11 0) 12
= -1
Dimana
Derajat kesadaran 0 = composmentis, 1 = somnolen, 2 = sopor
Muntah

0 = tidak ada, 1 = ada

Nyeri kepala 0 = tidak ada, 1 = ada


Ateroma

0 = tidak ada, 1 = salah satu atau lebih (DM, angina, penyakit


pembuluh darah)

Interpretasi
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor < 1 : infark serebri
2. Apa saja faktor risiko pada pasien ini?
Faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan
yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit
jantung

(fibrilasi

atrium),

diabetes

melitus,

merokok,

konsumsi

alkohol,

hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis.


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku,
dan faktor genetic serta riwayat stroke sebelumnya.

Pada pasien ini

Pada pasien ini faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Hipertensi dengan TD 160/110 mmHg

3. Bagaimana penatalaksanaan stroke iskemik/infark


Penatalaksanaan awal

Tindakan awal
Bed rest
Kepala dan tubuh atas dalam posisi 300 dengan bahu pada sisi lemah diganjal
dengan bantal.
Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen.
Pemasangan infus

11

Monitor jantung (ECG)


Nutrisi enteral dgn nasogastrik tube (NGT)
Pemasangan dauer kateter urin.

Terapi Akut

Pada fase akut stroke iskemik, usaha dokter terutama terarah untuk membatasi
kehilangan neuronal ireversibel di area iskemik, seluas mungkin. Terapi bertujuan
untuk menyelamatkan jaringan otak yang menjadi disfungsional akibat iskemia, tetapi
tetap intak secara struktural (penumbra iskemik). Strategi penyelamatan adalah

dengan mengembalikan sirkulasi normal ke area iskemik secepat mungkin.


Rekanalisasi cepat pada pembuluh darah yang tersumbat. Jika pembuluh darah
tersumbat oleh embolus, misalnya embolus dapat diuraikan oleh percepatan sistem
fibronolitik tubuh (terapi trombolitik). Zat trombolitik, baik recombinant tissue
plasminogen activator (rtPA) atau urokinase dapat diberikan baik secara intravena
(sistemik) maupun intra-arterial. Kemungkinan indikasi untuk terapi trombolitik
sebaiknya dipertimbangkan pada semua pasien dengan stroke akut. Namun, hanya 57% pasien yang dapat menjadi kandidat terapi karena terapi trombolitik ini hanya
efektif bila diberikan sesuai dengan kriteria pemeriksaan yaitu segera setelah onset
tanda dan gejala neurologis dalam 3 jam untuk trombolisis sistemik, dan dalam 6 jam
untuk trombolisis lokal. Perdarahan intrakranial harus disingkirkan dengan

pemeriksaan CT Scan atau MRI sebelum dilakukan trombolisis.


Pada semua pasien dengan stroke akut, secara umum tekanan perfusi yang adekuat
harus dipertahankan di area otak yang berisiko. Dengan demikian, tekanan darah
arterial harus dikontrol ketat, dan tidak diberikan terapi antihipertensi kecuali tekanan

darah sistolik > 180 mmHg.


Pada pasien dengan infark yang luas, tanda klinis peningkatan tekanan intrakranial
harus diperhatikan dan diterapi (sakit kepala, mual, muntah, akhirnya penuruana
kesadaran dan kemungkinan aniskoria). Tindakan non-bedah mungkin cukup untuk
menurunkan tekanan intrakranial hingga mencapai tingkat aman sepanjang infark dan
edema di sekitarnya tidak terlalu besar, dengan cara elevasi bagian kepala tempat tidur
hingga 30 derajat, hiperventilasi (jika ventilator), dan infus manitol.

12

Pada pasien lebih muda dengan infark yang sangta luas, hemikraniektomi sebaiknya
dipertimbangkan pada fase awal sebelum peningkatan tekanan intrakranial semakin

mengganggu perfusi serebral.


Pemberian obat neuroprotektif diketahui mempengaruhi ukuran infark pada berbagai
hewan percobaan dengan stroke, tetapi harapan bahwa obat ini memberikan hasil
yang sama pada pasien stroke akut sejauh ini belum menunjukkan hasil penelitian
klinis yang bermakna secara statistik.

4. Bagaimana pencegahan stroke?


Pencegahan primer

Tujuannya adalah untuk mencegah stroke pertama dengan mengobati faktor risiko
predisposisi (pada tabel). Komponen yang paling penting adalah terapi hipertensi
arterial yang sesuai usia, merupakan faktor risiko stroke terpenting. Tekanan darah
tinggi juga meningkatkan risiko pasien mengalami perdarah intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Normalisasi tekanan darah dapat mengurangi risiko stroke
iskemik hingga 40%. Faktor risiko lain yang dapat dikontrol adalah merokok, diabetes
melitus, dan fibrilasi atrium. Pemberian aspirin dan penghambat agregasi trombosit
lainnya tidak menajdi komponen pencegahan primer.

Pencegahan sekunder

Tujuannnya adalah untuk mencegah stroke setelah setidaknya terjadi satu episode
iskemia serebri. Metode medis dan bedah digunakan sebagai pencegahan sekunder.
Pemberian aspirin dosis rendah (100 mg/hari) menurunkan risiko stroke berulang
hingga 25%. Tidak ada bukti bahwa dosis tinggi memberikan hasil yang lebih baik.
Penghambar agregasi trombosit seperti ticlopidine dan clopidogrel memiliki efek
protekfit yang lebih jelas daripada aspirin tetapi keuntungannya ditutupi oleh
harganya yang lebih mahal dan beberapa efek samping yang serius. Antikoagulasi
terapeutik dengan warfarin sangat efektif untuk menurunkan risiko stroke pada pasien
dengan fibrilasi atrium dan denyut jantung yang ireguler, penurunan risiko relatif 60-

80% pada pasien ini.


Penelitian berskala besar menunjukkan terapi pembedahan pada stenosis arteri karotis
interna berderajat tinggi 70-80% menurunkan risiko stroke pada periode follow up
sekitar 50%. Metode baru untuk mengatasi stenosis karotis adalah stenting dan
dilatasi endoluminal.

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Menurut WHO
Gejala klinis yang terjadi mendadak dan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global
dengan kelainan yang menetap 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab yang jelas selain vaskuler.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia data Nasional strok menunjukkan angka kematian tertinggi 15,4% sebagai
penyebab (Riskesdas 2007).
Terdapat juga data strok di Indonesia berdasarkan penelitian potong lintang multisenter di 28
RS dengan jumlah subyek sebanyak 2065 orang pada bulan Oktober 1996 - Maret 1997.
Dua karakteristik demografik yang akan dikemukakan adalah usia dan gender. usia rata-rata
strok dari data 28 RS di Indonesia adalah 18 - 95 tahun. Angka kejadian stroke meningkat
dengan bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin banyak kemungkinannya untuk
mendapatkan stroke. Kejadian strok pada pria 2,5 kali lebih sering daripada wanita.
ANATOMI PERDARAHAN OTAK
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.carotis interna dan A.
Vertebralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A.carotis interna
masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus
akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau
sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk
sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga
tengkorak melalui foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A.
basilaris.Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum,
batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang cerebrum.

14

Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga cranium berpengaruh dalam
terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik mudah
terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah
tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh
darah terdiri dari 3 lapis yang berturutturut dari dalam ke luar disebut tunika
intima, media dan adventisia. Bagian
tunika

intima

yang

berhubungan

dengan lumen pembuluh darah adalah


sel endotel. Pada pembuluh darah yang
lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi
oleh jaringan ikat longgar yang disebut
jaringan subendotel. Tunika media
terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun konsentris dikelilingi oleh
15

serabut kolagen dan elastik.


Tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut
lamina elastic interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina
ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut tersebut dapat dilewati
oleh zat-zat kimia dan sel darah.
Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan
mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang memperdarahi
dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun
melingkar konsentris di dalam tunika media dan masing-masing sel dikelilingi oleh
membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang setingkat
karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena pada umumnya
lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan
dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.
FAKTOR RISIKO

Faktor yang tidak dapat dirubah


o Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita strok dibandingkan wanita
o Usia : makin tinggi usia makin tinggi risiko terkena strok
o Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena strok
Faktor yang dapat dirubah
o Hipertensi
o Penyakit jantung
o Kolesterol tinggi
o Obesitas
o Diabetes mellitus
o Polisitemia
o Stress emosional
o Kebiasaan hidup : merokok, peminum alcohol, obat-obatan terlarang, kurang olah
raga, makan makanan yang mengandung kolesterol.

KLASIFIKASI STROK
Strok dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, strok hemoragik dan strok
non-hemoragik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke
hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak, sedangkan pada
stroke non-hemoragik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak
16

dengan kebutuhan. oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi
menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang
berbeda.
STROK HEMORAGIK
20% dari total kejadian stroke. Diakibatkan karena pecahnya pembuluh darah karena
hipertensi dan adanya aneurisma yang pecah. Dapat dibedakan berdasarkan:
Strok Perdarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh
adanya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecilkecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke
ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia
lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIK.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
17

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya
berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam
pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
Strok Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya
sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit
neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.
STROKE NON-HEMORAGIK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
18

Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke
otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan
kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55 ml).
Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai
kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100
gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang
marginal (ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan
kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat
kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium. Ion
kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia,
sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang
akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong
jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP,
peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi
asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari
prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga
agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa
darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Strok Infark Arterotrombotik
Patogenesis pada pasien hipertensi : pembuluh darah pasien hipertensi mudah
mengalami perlukaan. Pada lokasi perlukaan tersebut mudah membentuk trombus
yang dapat berasal dari deposit lemak, sel-sel darah, dan komponen darah lainnya.
19

Suatu saat akibat aliran darah yang kencang, trombus tersebut dapat terlepas
mengikuti aliran darah dan akan menyumbat lumen pembuluh darah yang sesuai
dengan besarnya trombus.
Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus : Pembuluh darah pasien DM dapat
mengalami arterosklerotik sehingga mengganggu fungsi autoregulasi vaskular
(kemampuan berdilatasi dan berkonstriksi secara simultan). Autoregulasi pada orang
normal bernilai 53 cc/100g/menit. Pada pasien DM autoregulasi tersebut dapat
menurun. Penurunan autoregulasi sampai sekitar 10-15 cc/100g/menit menyebabkan
terbentuknya Penumbra dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak
berfungsi lagi. Maka waktu 3-6 jam tersebut menjadi Therapeutic Window karena
jika terapi dilakukan dalam jam ini dapat memberikan prognosis yang baik. Apabila
penurunan autoregulasi mencapai < 10 cc/100g/menit maka dapat terjadi peningkatan
drastis kadar Ca ekstrasel dan K intrasel. Sehingga dapat merusak Retikulum
Endoplasmik yang mengakibatkan gangguan mitokondria sehingga menyebabkan
asidosis dan kematian sel.
Manifestasi Klinis

Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lainlain.

Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing,


diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan
dysarthria.

Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.

Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah.

Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan


pada pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

Strok Infark Cardioemboli

20

Terjadi pada pasien dengan Tensi normal atau Hipertensi ringan. Umumnya pada
pasien dengan gangguan irama jantung karena gangguan katup, banyak pada pasien
mitral stenosis (MS) dan mitral insufisiensi (MI).
Patogenesis :Pada pasien dengan gangguan katup jantung terjadi benturan / injury
antara sel darah yang masuk ke ventrikel kiri dan sel darah yang tidak seluruhnya
dipompa jantung. Akibatnya terbentuk trombus di sekitar katup, ruang dan dinding
jantung. Kemudian karena tekanan pompa jantung yang tinggi, trombus tersebut
keluar dengan tekanan yang tinggi sebelum akhirnya menyumbat lumen pembuluh
darah
Manifestasi Klinis :
Nyeri kepala ringan
Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
Tidak memiliki riwayat hipertensi
Memiliki riwayat sakit jantung
Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan Pulsus Defisit, yaitu perbedaan
antara Heart Rate dengan denyut nadi mencapai > 10.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong
atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi baik. Keadaan timbul mendadak, dapat
sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja, atau sewaktu beristirahat.
Selain itu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya penyakit
kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai.
Ditanyakan pula riwayat keluarga. Pada kasus berat dengan penurunan kesadaran, dilakukan
observasi kesadaran.

Pemeriksaan Fisik
Penentuan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu. Selain itu
tentukan juga tingkat kesadaran penderita, tentukan dengan menggunakaan Glasgow Coma
Scale.
Jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan
saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.
Lakukan pemeriksaan reflex batang otak yaitu; reflex pupil terhadap cahaya, reflex kornea,

21

reflex okulosefalik, dan reflex okulo-vestibular.


Pemeriksaan Penunjang
1.

Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah sewaktu, faal ginjal, faal
hepar, dan profil lipid), pemeriksaan homeostasis ( PTT, APTT, viskositas plasma).

2.

CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

3.

Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).

4.

Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.

5.

Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.

6.

Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS
didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA
didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan
(jernih).

PENATALAKSANAAN
Pedoman pada stroke iskemik akut
Obat Trombolitik r-TPA
Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah yang
diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke iskemik. Syarat utama
adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3
22

jam), agar belum terjadi perubahan sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat
dan terutama daerah otak yang diperdarahinya. Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90
mg). 10% dari dosis sebagai bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit
monitor terus di ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.
Pengobatan antiplatelet pada strok akut
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut strok, baru-baru ini sangat dianjurkan. Uji
klinis pada IST (International Stroke Trial) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke Trial)
memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi strok berulang
dan menurunkan mortalitas penderita strok akut.
Neuroprotektif pada stroke iskemik akut
Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang dihasilkan
oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti glutamat, kalnat dan lainlain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel-sel neuron dapat
menyebabkan gangguan membran sel akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua
jenis neuroproteksi :
-

Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:


.. Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)
.. Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)

Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury: Abelximab

Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:


-

Piracetam

Citicholin

Terapi bedah
-

Carotid endarterectomy

Angioplasty

Catheter embolectomy

Penatalaksanaan Stroke Perdarahan


Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak penyebabnya.
Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.

23

2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan


pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan
bedah.
Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling sedikit dua
minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua
minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital
Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan
Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekanan
darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria
penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg pada
dua kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium nitroprusid atau
nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau
tekanan darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah
selang 20 menit berikan labetalol injeksi atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka
pemberian obat anti-hipertensi ditangguhkan.
Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60
mg/p.o atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk nyeri kepala.
2. Pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB
tiap 4 jam untuk edema serebri.
3. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan -blocker seperti propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
4. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,
transfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida. H2-blocker, misalnya
24

ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer. Untuk mual muntah dapat
diberikan antiemetik.
5. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),
kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8
jam.
PENCEGAHAN STROKE
1.
2.
3.
4.
5.

Mengatur pola makan yang sehat


Menghentikan rokok
Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Melakukan olahraga yang teratur
Menghindari stres dan beristirahat yang cukup

PROGNOSIS
-

Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi

normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu

bergerak, berbicara atau makan secara normal.


Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

25

2.

Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition.


NewYork : Thieme. 2005.

3. Gilroy. John. Basic Neurologi. 2000. The McGraw-Hill Companies: USA.


4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2011. Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai