A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
TTL
: Yogyakarta, 4 Januari 1953
Usia
: 62 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Pondok Kelapa, Kec. Duren Sawit
No. RM
: 724019
Tgl MRS : 12 Februari 2015
B. Anamnesis
1.
Keluhan utama
Bicara pelo sejak 9 jam SMRS
2.
3.
4.
5.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat atas keluhan yang sekarang sebelumnya, dan tidak
mengkonsumsi obat-obat yang diminum secara rutin
6.
Riwayat Allergi
Riwayat allergi obat-obatan disangkal
7.
Riwayat Psikososial
Pasien sudah berhenti merokok sejak 3 tahun yang lalu. Pasien senang makan
makanan asin saat makan. Pasien jarang berolah raga
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
Tanda-tanda Vital : :
TD
: 160/110 mmHg
Pulse : 80 x/menit
RR
: 16 x/ menit
S
: 36,5 C
Kesan Gizi
: Baik
Kooperatif : Pasien kooperatif
1. Status Generalis
a. Kepala dan leher
Kepala: Normochepal
Mata
:Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik(-/-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya (+/+)
THT
: deformitas (-), tanda radang (-)
Gigi dan Mulut : dalam batas normal
Leher
: Pembesaran KGB (-), tiroid (-), bruit arteri karotis (-).
b. Thorax
Jantung
Paru
c.
Abdomen
Inspeksi: abdomen normal
Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien,tidak teraba
adanya pembesaran
d. Ekstremitas
Atas
: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
- Kaku Kuduk
: (-)
- Lasegue sign
: >700 / >700
- Kernig sign
: >1350 / >1350
- Brudzinski I
: (-)
- Brudzinski II
: (-) / (-)
- Brudzinski III
: (-)
Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
:
Hidung Kanan
Normosmia
Daya Pembauan
Hidung Kiri
Normosmia
N.II (Optikus)
Visus
Lapang Pandang
Funduskopi
Mata kanan
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
Mata kiri
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
N.III (Okulomotoris)
Ptosis
Pupil
a. Bentuk
b. Diameter
c. Reflex Cahaya
Direk
Indirek
Mata kanan
(-)
Mata kiri
(-)
Bulat
Bulat
3 mm
3 mm
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Atas
Bawah
Medial
Medial atas
N. IV (Throklearis)
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
(+)
(+)
N.V (Trigeminus)
Kanan
Kiri
Motorik
Mengunyah
Sensibilitas
a. Cabang
oftalmikus
b. Cabang maksila
c. Cabang
mandibula
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
Reflex
a. Kornea
b. Bersin
N. VI (Abdusens)
Posisi bola mata
Strabismus
konvergen
(+)
(+)
N.VII (Facial)
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
Motorik
a. Mengangkat alis
b. Menyeringai
c. Meniup
Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3
Tidak dilakukan
depan
b. Sekresi air mata
Tidak dilakukan
Kiri
Pendengaran
a.
b.
c.
d.
Test Bisik
Tese Rinne
Test Weber
Test Swabach
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Simetris
Terangkat, simetris
(+) / (+)
Tidak dilakukan
belakang
N. XI (Assesorius)
Memalingkan kepala
Kanan
(+)
Kiri
(+)
Mengangkat bahu
(+)
(+)
N.XII (Hypoglosus)
Sikap lidah
Atropi otot lidah
Tremor lidah
Fasikulasi lidah
Parese N.XII dekstra
Deviasi ke kanan
(-)
(+)
(-)
Motorik
Kekuatan Otot
Tonus Otot
: normal
Atrofi
: (-)
Sensorik
Rangsang
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Nyeri
Raba
Suhu
Kanan
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
Fungsi Vegetatif
Miksi
: baik
Defekasi
: baik
Fungsi luhur
MMSE
: tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Refleks fisiologis
Triseps
Biseps
Patella
Achilles
Dextra
++
++
++
++
Sinistra
++
++
++
++
Dextra
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Sinistra
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Refleks Patologis
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Hoffman Tromner
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 12 Februari 2015
Pemeriksaan
Hematologi rutin
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Haemoglobin
13,1
13,5-17,5
mg/dL
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Elektrolit
7,4
39
311
5,0-10,0
40-50
150-400
10*3/L
%
10*3/L
Kalium
Natrium
Chloride
Kimia
Glucose random
Kreatinin
3,30
145
114
3,50-5,50
132-145
98-110
mmol/L
mmol/L
mmol/L
93
1,2
70-200
0,67-1,17
mg/dl
mg/dl
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Kolesterol LDL
108
Normal range
mg/dL
143
mg/dL
<150 : optimal
150-199 : borderline
200-499 : high
Uric acid
E. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologi
Diagnosis PA
5,7
mg/dL
F. PENATALAKSANAAN
O2 2-3 liter per menit
Pasang NGT
Elevasi kepala 200-300
Asering /12 jam
Aspilet 80 mg 1x1
Candesartan 8 mg 1x1
Ranitidine 2x1
Neurolin 500 mg 2x1
G. PROGNOSIS
Quo Ad vitam
: dubia ad bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
BAB II
ANALISA KASUS
A. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
B. Pembahasan Masalah
1. Mengapa pasien ini di diagnosa stroke infark?
Stroke adalah defisit neurologis baik fokal atau global yang terjadi secara mendadak
atas dasar terjadi gangguan pembuluh darah otak yang memiliki pola dan gejala yang
berhubungan dengan waktu.
Diagnosis
Infark
Aktif
Istirahat
Penurunan kesadaran
sering
Jarang
Tanda RM
Sangat sering
jarang
CT- scan
Masa hiperdensitas
PIS
Berat
Menit/jam
Hebat
Sering
Hampir selalu
Ada
Jarang
Sering dari awal
Bisa ada
Berdarah
Tidak ada
Daerah hipodensitas
Infark
Berat ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan
Tidak, ke lesi BO
Sering kali
Tidak ada
Tidak ada
Sering dari awal
Sering
Jernih
Tidak ada
Gejala klinis
Defisit fokal
Onset
Nyeri kepala
Muntah pada awalnya
Hipertensi
Penurunan kesadaran
Kaku kuduk
Hemiparesis
Gangguan bicara
Likuor
Parese N. III
5
35
Skor Siriraj:
10
= (0 + 0 + 0 + 11 0) 12
= -1
Dimana
Derajat kesadaran 0 = composmentis, 1 = somnolen, 2 = sopor
Muntah
Interpretasi
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor < 1 : infark serebri
2. Apa saja faktor risiko pada pasien ini?
Faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan
yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit
jantung
(fibrilasi
atrium),
diabetes
melitus,
merokok,
konsumsi
alkohol,
Tindakan awal
Bed rest
Kepala dan tubuh atas dalam posisi 300 dengan bahu pada sisi lemah diganjal
dengan bantal.
Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen.
Pemasangan infus
11
Terapi Akut
Pada fase akut stroke iskemik, usaha dokter terutama terarah untuk membatasi
kehilangan neuronal ireversibel di area iskemik, seluas mungkin. Terapi bertujuan
untuk menyelamatkan jaringan otak yang menjadi disfungsional akibat iskemia, tetapi
tetap intak secara struktural (penumbra iskemik). Strategi penyelamatan adalah
12
Pada pasien lebih muda dengan infark yang sangta luas, hemikraniektomi sebaiknya
dipertimbangkan pada fase awal sebelum peningkatan tekanan intrakranial semakin
Tujuannya adalah untuk mencegah stroke pertama dengan mengobati faktor risiko
predisposisi (pada tabel). Komponen yang paling penting adalah terapi hipertensi
arterial yang sesuai usia, merupakan faktor risiko stroke terpenting. Tekanan darah
tinggi juga meningkatkan risiko pasien mengalami perdarah intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Normalisasi tekanan darah dapat mengurangi risiko stroke
iskemik hingga 40%. Faktor risiko lain yang dapat dikontrol adalah merokok, diabetes
melitus, dan fibrilasi atrium. Pemberian aspirin dan penghambat agregasi trombosit
lainnya tidak menajdi komponen pencegahan primer.
Pencegahan sekunder
Tujuannnya adalah untuk mencegah stroke setelah setidaknya terjadi satu episode
iskemia serebri. Metode medis dan bedah digunakan sebagai pencegahan sekunder.
Pemberian aspirin dosis rendah (100 mg/hari) menurunkan risiko stroke berulang
hingga 25%. Tidak ada bukti bahwa dosis tinggi memberikan hasil yang lebih baik.
Penghambar agregasi trombosit seperti ticlopidine dan clopidogrel memiliki efek
protekfit yang lebih jelas daripada aspirin tetapi keuntungannya ditutupi oleh
harganya yang lebih mahal dan beberapa efek samping yang serius. Antikoagulasi
terapeutik dengan warfarin sangat efektif untuk menurunkan risiko stroke pada pasien
dengan fibrilasi atrium dan denyut jantung yang ireguler, penurunan risiko relatif 60-
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Menurut WHO
Gejala klinis yang terjadi mendadak dan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global
dengan kelainan yang menetap 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab yang jelas selain vaskuler.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia data Nasional strok menunjukkan angka kematian tertinggi 15,4% sebagai
penyebab (Riskesdas 2007).
Terdapat juga data strok di Indonesia berdasarkan penelitian potong lintang multisenter di 28
RS dengan jumlah subyek sebanyak 2065 orang pada bulan Oktober 1996 - Maret 1997.
Dua karakteristik demografik yang akan dikemukakan adalah usia dan gender. usia rata-rata
strok dari data 28 RS di Indonesia adalah 18 - 95 tahun. Angka kejadian stroke meningkat
dengan bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin banyak kemungkinannya untuk
mendapatkan stroke. Kejadian strok pada pria 2,5 kali lebih sering daripada wanita.
ANATOMI PERDARAHAN OTAK
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.carotis interna dan A.
Vertebralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A.carotis interna
masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus
akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau
sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk
sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga
tengkorak melalui foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A.
basilaris.Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum,
batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang cerebrum.
14
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga cranium berpengaruh dalam
terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik mudah
terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah
tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh
darah terdiri dari 3 lapis yang berturutturut dari dalam ke luar disebut tunika
intima, media dan adventisia. Bagian
tunika
intima
yang
berhubungan
KLASIFIKASI STROK
Strok dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, strok hemoragik dan strok
non-hemoragik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke
hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak, sedangkan pada
stroke non-hemoragik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak
16
dengan kebutuhan. oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi
menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang
berbeda.
STROK HEMORAGIK
20% dari total kejadian stroke. Diakibatkan karena pecahnya pembuluh darah karena
hipertensi dan adanya aneurisma yang pecah. Dapat dibedakan berdasarkan:
Strok Perdarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh
adanya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecilkecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke
ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia
lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIK.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
17
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya
berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam
pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
Strok Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya
sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit
neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.
STROKE NON-HEMORAGIK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
18
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke
otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan
kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55 ml).
Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai
kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100
gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang
marginal (ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan
kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat
kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium. Ion
kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia,
sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang
akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong
jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP,
peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi
asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari
prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga
agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa
darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Strok Infark Arterotrombotik
Patogenesis pada pasien hipertensi : pembuluh darah pasien hipertensi mudah
mengalami perlukaan. Pada lokasi perlukaan tersebut mudah membentuk trombus
yang dapat berasal dari deposit lemak, sel-sel darah, dan komponen darah lainnya.
19
Suatu saat akibat aliran darah yang kencang, trombus tersebut dapat terlepas
mengikuti aliran darah dan akan menyumbat lumen pembuluh darah yang sesuai
dengan besarnya trombus.
Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus : Pembuluh darah pasien DM dapat
mengalami arterosklerotik sehingga mengganggu fungsi autoregulasi vaskular
(kemampuan berdilatasi dan berkonstriksi secara simultan). Autoregulasi pada orang
normal bernilai 53 cc/100g/menit. Pada pasien DM autoregulasi tersebut dapat
menurun. Penurunan autoregulasi sampai sekitar 10-15 cc/100g/menit menyebabkan
terbentuknya Penumbra dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak
berfungsi lagi. Maka waktu 3-6 jam tersebut menjadi Therapeutic Window karena
jika terapi dilakukan dalam jam ini dapat memberikan prognosis yang baik. Apabila
penurunan autoregulasi mencapai < 10 cc/100g/menit maka dapat terjadi peningkatan
drastis kadar Ca ekstrasel dan K intrasel. Sehingga dapat merusak Retikulum
Endoplasmik yang mengakibatkan gangguan mitokondria sehingga menyebabkan
asidosis dan kematian sel.
Manifestasi Klinis
Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lainlain.
Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah.
20
Terjadi pada pasien dengan Tensi normal atau Hipertensi ringan. Umumnya pada
pasien dengan gangguan irama jantung karena gangguan katup, banyak pada pasien
mitral stenosis (MS) dan mitral insufisiensi (MI).
Patogenesis :Pada pasien dengan gangguan katup jantung terjadi benturan / injury
antara sel darah yang masuk ke ventrikel kiri dan sel darah yang tidak seluruhnya
dipompa jantung. Akibatnya terbentuk trombus di sekitar katup, ruang dan dinding
jantung. Kemudian karena tekanan pompa jantung yang tinggi, trombus tersebut
keluar dengan tekanan yang tinggi sebelum akhirnya menyumbat lumen pembuluh
darah
Manifestasi Klinis :
Nyeri kepala ringan
Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
Tidak memiliki riwayat hipertensi
Memiliki riwayat sakit jantung
Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan Pulsus Defisit, yaitu perbedaan
antara Heart Rate dengan denyut nadi mencapai > 10.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong
atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi baik. Keadaan timbul mendadak, dapat
sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja, atau sewaktu beristirahat.
Selain itu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya penyakit
kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai.
Ditanyakan pula riwayat keluarga. Pada kasus berat dengan penurunan kesadaran, dilakukan
observasi kesadaran.
Pemeriksaan Fisik
Penentuan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu. Selain itu
tentukan juga tingkat kesadaran penderita, tentukan dengan menggunakaan Glasgow Coma
Scale.
Jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan
saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.
Lakukan pemeriksaan reflex batang otak yaitu; reflex pupil terhadap cahaya, reflex kornea,
21
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah sewaktu, faal ginjal, faal
hepar, dan profil lipid), pemeriksaan homeostasis ( PTT, APTT, viskositas plasma).
2.
CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.
3.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
4.
Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.
5.
Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.
6.
PENATALAKSANAAN
Pedoman pada stroke iskemik akut
Obat Trombolitik r-TPA
Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah yang
diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke iskemik. Syarat utama
adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3
22
jam), agar belum terjadi perubahan sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat
dan terutama daerah otak yang diperdarahinya. Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90
mg). 10% dari dosis sebagai bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit
monitor terus di ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.
Pengobatan antiplatelet pada strok akut
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut strok, baru-baru ini sangat dianjurkan. Uji
klinis pada IST (International Stroke Trial) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke Trial)
memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi strok berulang
dan menurunkan mortalitas penderita strok akut.
Neuroprotektif pada stroke iskemik akut
Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang dihasilkan
oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti glutamat, kalnat dan lainlain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu kerusakan sel-sel neuron dapat
menyebabkan gangguan membran sel akibat kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua
jenis neuroproteksi :
-
Piracetam
Citicholin
Terapi bedah
-
Carotid endarterectomy
Angioplasty
Catheter embolectomy
23
ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer. Untuk mual muntah dapat
diberikan antiemetik.
5. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),
kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8
jam.
PENCEGAHAN STROKE
1.
2.
3.
4.
5.
PROGNOSIS
-
Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi
normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu
DAFTAR PUSTAKA
25
2.
26