Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertumbuhan

penduduk

yang

berlangsung

dengan

pesat

telah

menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di


wilayah perkotaan. Salah satu aspek yang sangat terasa adalah semakin
sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan atau tempat tinggal bagi penduduk. Hal
itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan untuk membangun perumahan yang
layak serta semakin terbatasnya lahan perkotaan untuk membangun permukiman
yang mencukupi dan memenuhi syarat.
Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi,
maka

masalah

pembangunan

dalam

hal

ini

penyediaan

saranam

permukiman menjadi semakin mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi


lain, dengan bertambah pesatnya pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang
tinggi dibarengi dengan terjadinya kecenderungan meningkatnya pembangunan
industri

baru

menyebabkan

bertambahnya

beban

bagi

lingkungan

perkotaan. Pembukaan industri baru menyebabkan semakin berkurangnya lahan


untuk permukiman. Tingginya harga tanah di
pendapatan perkapita

pusat kota serta rendahnya

menyebabkan masyarakat cenderung mencari areal

permukiman di daerah pinggiran kota dengan lingkungan yang tidak memadai


serta sarana penunjang yang sangat minim. Pada akhirnya timbullah permukiman
kumuh.
Permukiman kumuh berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
Pasal 1 ayat (13) adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta
sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Permukiman dikatakan kumuh, apabila memilik ciri-ciri seperti yang
diungkapkan oleh Suparlan (dalam Jawas Dwijo Putro, 2011 : 22) antara lain
fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai, kondisi hunian rumah
dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya

yang kurang mampu atau miskin, adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume
yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh
sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan
ekonomi penghuninya, suatu satuan-satuan komunitas yang hidup secara tersendiri
dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, penghuni permukiman
kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata
pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal
muasalnya, masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial
berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda, selain itu,
sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor
informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal.
Kota Makassar yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia,
tidaklah lepas dari permasalahan permukiman kumuh seperti yang dikemukakan di
atas. Perkembangan dan pertumbuhan kota Makassar yang cukup pesat akhir-akhir
ini, di samping memperlihatkan hasil yang positif juga menimbulkan masalahmasalah bagi pemerintah daerah, misalnya arus urbanisasi yang tinggi, kondisi
perumahan yang belum memenuhi standar dan syarat kesehatan (utamanya di
bagian kota lama). Salah satu wilayah kota yang tidak luput dari tumbuhnya
permukiman kumuh adalah di pesisir Daerah Aliran Sungai Tallo.
Sungai Tallo mengalir dari bagian timur Kota Makassar, tepatnya di
Wilayah Kabupaten Gowa, Membelah bagian tengah Kota Makassar hingga ke
Selat Makassar. Wilayah muara Sungai Tallo sempat menjadi pusat Kerajaan
Gowa-Tallo dengan perannya sebagai pelabuhan perdagangan utama di Asia
Tenggara. Seiring dengan perkembangannya, wilayah ini berkembang kompleks
galangan kapal dan pergudangan yang menjadikannya magnet bagi masyarakat
urban yang bekerja di Kota Makassar. Namun karena keterbatasan lahan serta
sarana dan prasarana lingkungan, maka tumbuhlah kawasan permukiman di sekitar
kompleks galangan kapal dan pergudangan, bahkan diatas wilayah DAS Tallo itu
sendiri.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah konsep revitalisasi yang dapat
memperbaiki kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di

wilayah kumuh DAS Tallo dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, dan
ekonomi demi terciptanya kesejahteraan sosial.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana rekomendasi konsep revitalisasi yang dapat diterapkan
dalam wilayah DAS Tallo agar tercipta kesejahteraan sosial dan peningkatan
kualitas hidup bagi masyarakat yang sebelumnya hidup di lingkungan
permukiman kumuh DAS Tallo?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini terkait erat dengan rumusan masalah
yang diangkat, yaitu untuk menghasilkan suatu rekomendasi revitalisasi yang
dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat permukiman
kumuh DAS Tallo.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan penelitian ini adalah untuk menjadi bahan acuan
bagi pihak-pihak terkait yang akan melakukan revitalisasi permukiman kumuh
dan menjadi bahan refererensi bagi peneliti dan akademisi agar dapat meneliti
lebih lanjut mengenai konsep revitalisasi, khususnya permukiman kumuh yang
berkembang di wilayah Daerah Aliran Sungai.

Anda mungkin juga menyukai