Anda di halaman 1dari 9

BAB II

Childhood Absence Epilepsy

2.1. Definisi
Childhood Absence Epilepsy (CAE) adalah serangan epileptik yang
bersifat absens yakni hilang kesadaran sejenak.7 CAE merupakan kejang tipikal
yang termasuk dalam kejang umum idiopatik yang ditandai dengan terhentinya
aktifitas anak secara tiba tiba dan anak terlihat menatap kosong, kadang disertai
dengan gerakan ritmis yang kecil, berlangsung selama beberapa detik dan
kemudian anak beraktivitas kembali seperti semula.1 CAE biasa terjadi pada anak
berusia 3 sampai 12 tahun. 2

2.2 Epidemiologi
Kejadian pertahun CAE yang dilaporkan berkisar antara 2-8 per 100.000
anak-anak yang berusia di bawah 15-16 tahun9,10, dengan prevalensi 2-10% antara
anak-anak dengan epilepsi11. Anak perempuan dua kali lebih beresiko
mendapatkan CAE dibandingkan dengan anak laki-laki, meskipun insiden yang
dilaporkan untuk anak perampuan dan laki-laki adalah sama.11,12

2.3 Etiologi
Kecenderungan timbulnya eplepsi yang diturunkan atau diwariskan
biasanya terjadi pada masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak. 8 Salah
satu risiko penderita epilepsi adalah faktor keturunan. Risiko epilepsi pada anak

yang mempunyai ayah dan ibu menyandang epilepsi adalah 5 kali lebih besar dari
pada anak dengan ayah dan ibu bukan menyandang epilepsi. 10 Pada epilepsi
idiopatik, tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimia dalam sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.19 Dari studi-studi yang telah dilakukan didapatkan
bukti kuat mengenai kontribusi genetik pada epilepsi umum idiopatik, meski pola
pewarisan yang pasti masih belum jelas. Diperkirakan bahwa sekitar 20% dari
penderita epilepsi mempunyai etiologi genetik, meliputi sejumlah yang
dikatagorikan sebagai epilepsi idiopatik.20

2.4 Patofisiologi
Salah satu mekanisme patofisiologi pada kejang general adalah interaksi
thalamokortikal yang dapat mendasari typical absence seizure. Sirkuit
thalamokortikal merupakan penghubung utama antara sistem sensoris perifer dan
korteks serebri. Sirkuit ini berperan sebagai regulator keadaan otak seperti
kesadaran dan kesiagaan serta tidur NREM tahap 3 dan 4, yang mana merupakan
tanda khas dari osilasi sirkuit thalamocortical. Sirkuit thalamokortikal memiliki
ritme osilatori dengan periode eksitasi dan penghambatan yang relatif meningkat
sehingga menghasilkan osilasi thalamokortikal dapat terdeteksi. Rangkaian sirkuit
terdiri atas neuron piramidal nonkorteks, neuron relay thalamus, dan neuron
dalam nukleus retikularis pada thalamus. Pada saat terjadi serangan, ritme sirkuit
thalamokortikal berubah menjadi gelombang paku atau spike-wave discharge
(SWD) (4).

Selama terjadi serangan, fungsi normal dari jalur thalamokortikal


terganggu sehingga menyebabkan munculnya spike-wave discharge. Voltagegated calcium channel berperan penting dalam proses timbulnya spike-wave
discharge pada manusia. Voltage-gated calcium channel adalah mediator kunci
pada masuknya kalsium ke dalam neuron sebagai respon atas terjadinya
depolarisasi membran. Sistem saraf manusia memiliki beberapa jenis kanal
kalsium. Diantaranya adalah low voltage-activated calcium channel (contohnya Ttype channel), dan high voltage-activated (HVA) calcium channel. Kanal LVA
diaktifkan oleh depolarisasi kecil dan merupakan kontributor rangsangan
neuronal, sedangkan kanal HVA membutuhkan depolarisasi membran yang lebih
besar untuk membuka. (4)
T-type channel berperan penting pada osilasi pada neuron relay thalamus,
yang dapat meningkatkan aktifitas sinkronisasi pada neuron piramidal
neokortikal. Kunci dari osilasi tersebut adalah ambang batas bawah kanal kalsium
yang tidak tetap, yang dikenal juga sebagai arus Tkalsium. Percobaan pada
binatang coba, penghambatan dari nukleus retikular thalamus mengontrol aktifitas
saraf-saraf relay thalamus. Saraf-saraf nukleus retikular thalamus merupakan
inhibitori dan berisi gamma aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmiter
utamanya. Neurotransmiter itu meregulasi aktifasi dari kanal T-kalsium (4).
Kanal T-calcium memiliki 3 keadaan fungsional: terbuka, tertutup, dan
tidak aktif. Kalsium masuk ke sel ketika kanal T-kalsium terbuka. Beberapa saat
setelah tertutup, kanal itu tidak dapat terbuka lagi sampai mencapai keadaan
inaktifasi. Neuron relay thalamus memiliki reseptor GABA-B pada badan sel dan
menerima aktifasi tonus oleh keluarnya GABA dari nukleus retikularis thalamus

menuju neuron relay thalamus. Hasilnya, terjadi hiperpolarisasi yang mengubah


keadaan kanal Tkalsium menjadi aktif, sehingga menyebabkan kanal T-kalsium
terbuka dan tersinkronisasi setiap 100 milidetik (6).
Pada absence seizure, terjadi mutasi genetik pada kanal kalsium tipe T,
dimana terjadi peningkatan aktifitas kanal kalsium tipe T itu. Peningkatan aktifitas
tersebut menyebabkan meningkatkan burst-mode firing pada thalamus dan
meningkatkan aktifitas osilasi pada sistem thalamokortikal. Akibatnya, terjadi fase
tidur non-REM yang sebenarnya merupakan aktifitas fisiologis dari sistem
thalamokortikal pada saat manusia sedang tidur. Namun pada kejadian ini, fase
non-REM terjadi pada saat pasien sedang sadar penuh. Hal ini mungkin bisa
menjelaskan klinis dari absence seizure dimana pasien menjadi tidak sadar atau
bengong pada saat sedang sadar penuh (4).
Penyelidikan eksperimental mengungkapkan juga adanya bagian dari
substansia retikularis di bagian rostral dari mesensefalon yang dapat melakukan
blokade sejenak terhadap inti inti intralaminar talamik, sehingga kesadaran
hilang sejenak tanpa disertai kejang kejang pada otot skeletal. 5
Temuan di beberapa hewan coba untuk peneitian absence seizure, telah
menunjukkan bahwa antagonis reseptor GABA-B mensupresi kejang absans,
sedangkan agonis GABA-B memperburuk kejang. Antikonvulsan yang mencegah
absence seizure, seperti valproic acid dan ethosuximide, mensupresi arus Tcalcium sehingga kanalnya tertutup (4).

2.5 Gejala klinis

CAE dimulai dengan terhentinya aktivitas dan hilangnya kesadaran secara tiba
tiba namun tanpa kejang pada otot skeletal dan penderita tidak jatuh. Penderita
kadang menatap kosong, kadang mengedip ngedipkan mata dan mengalami
sedikit sentakan pada tubuh selama 10 sampai 30 detik dan kemudian sadar.
Setelah sadar, penderita tidak ingat akan episode kejang yang menimpanya. Di
sekolah, guru mungkin berpikir penderita sedang melamun atau sengaja tidak
memperhatikan sang guru. Kejang dapat terjadi dalam kelompok dan seringkali
dipicu oleh hiperventilasi. 2
Serangan absens pada CAE bisa terjadi berkali kali setiap hari. Sebagian besar
anak akan merespon jika mereka disentuh selama serangan berlangsung. Jika anak
tidak responsif, kemungkinan ada serangan yang lebih besar dan disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan Electroencephalography (EEG). 8
Anak dengan CAE tidak memiliki masalah dalam pemusatan perhatian, memori,
visual, kelancaran artikulasi dan kecerdasan mereka. 9
2.6 Diagnosis
Tiga komponen penting dalam CAE adalah gangguan kesadaran dengan EEG 3Hz spike dan pelepasan lambat gelombang, perkembangan normal dan kecerdasan
normal.9
Fenomen elektrik yang menyertai berupa gelombang lambat yang terkait pada
gelombang runcing yang dikenal sebagai spikewave yang bersiklus 3 per detik.
Gelombang lambat yang terkait pada gelombang runcing itu merupakan
gelombang inhibisi. Sedangkan gelombang runcing yang muncul sebagai ledakan
merupakan fenomen elektrik yang mencerminkan eksitasi. 5

Ketika anak memperlihatkan fenomena spikewave ini pada EEG, CT Scan atau
MRI kepala biasanya tidak diperlukan. 8
Kriteria CAE yang didefinisikan oleh ILAE 1989 adalah1

Onsetnya pada usia sekolah (puncak manifestasi umur 6 7 tahun)


Memiliki kecenderungan genetik
Lebih sering pada perempuan dibanding laki laki
Sering terjadi serangan dalam sehari
Gambaran adanya spikewave 3 Hz pada EEG
Pada masa remaja bisa berkembang menjadi kejang tonik klonik
Jarang menjadi kejang yang bertahan

2.7 Penatalaksanaan
Keputusan untuk memulai pengobatan dengan obat-obatan anti epilepsi
(OAE) didasarkan pada banyak faktor. Pertimbangan ini meliputi usia pasien,
jenis kejang, risiko kekambuhan, dan masalah medis lainnya predisposisi. Obatobatan pemeliharaan biasanya tidak dimulai untuk stabil, anak-anak baik muncul
setelah kejang afebrile tunggal. Meskipun OAE dapat mengurangi kejadian kejang
kedua, mereka tidak mengurangi risiko jangka panjang mengembangkan epilepsi.
Keputusan untuk memulai terapi OAE harus dibuat dalam hubungannya dengan
pasien perawatan primer provider atau seorang neurolog.10
Beberapa pedoman telah diusulkan untuk membantu pemilihan OAE: 10

Pilih OAE yang efektif sesuai jenis serangan


Memulai terapi dengan monotheraphy
Mulai dengan dosis paling rendah
Meningkatkan dosis sampai bisa mengontrol kejang atau efek

samping tidak dapat diterima


Pertimbangkan untuk menambah OAE lain jika pasien terus
menerus kejang

Kejang dapat dikontrol dengan obat pada 90% anak anak dengan CAE.
Banyak dokter merekomendasikan perawatan sampai anak berhenti kejang 1 2
tahun. Jika EEG masih menunjukan gambaran absens setelah 2 tahun, peluang
untuk kejang lagi akan lebih tinggi lagi. Dalam situasi seperti ini, pasien dan atau
keluarga dapat memutuskan apakah akan terus melanjutkan pengobatan lebih
lama setelah membahas resiko dan manfaat pengobatan. 8
Pengobatan lini pertama pada CAE adalah Ethosuxamide dan atau
Valproate.
Ethosuzamide (Zarontin) paling efektif untuk pengobatan CAE. Dosis
pemeliharaan adalah andara 20 40 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis harian
dengan tingkat yang optimal. Terapi serum adalah 400 100 g/ml. Efek
sampingnya melitupi gangguan Gastrointestinal Tract (GIT), sakit kepala dan
sindrom langka seperti Sindrom Lupus Eritematous (SLE). 10
Valproate (Depakote) cukup efektif untuk pengobatan CAE. Dosis
pemeliharaan berkisar 10 60 mg/kgBB/hari, dibagi 2 4 kali sehari. Dosis
harian harus dimulai dari 10mg/kgBB dan ditingkatkan 10mg/kgBB per minggu
sampai tercapai efek terapeutik. Dosis terapi serum adalah 50 100 g/ml. Efek
samping yang umum adalah gangguan Gastrointestinal Tract (GIT), kantuk,
alopesia. Valproat bisa mengganggu metabolisme dari OAE jenis lain dan dapat
meningkatkan efek dari phenobarbital, phenytoin, carbamazepine, diazepam,
clonazepam dan ethosuxamide.10

Prognosis

CAE biasanya

diderita hanya sekitar 6 bulan tetapi memiliki

kecenderungan bertahan 1 3 tahun. Lebih dari 90% anak dengan CAE akan
berhenti mengalami serangan ketika mereka beranjak remaja. Namun ada resiko
10 20 % untuk mengalami kejang tonik klonik. 8
Memasuki masa remaja, 2/3 penderita CAE akan sembuh dengan
sendirinya. Namun pada 1/3 penderita dapat berkembang menjadi kejang umum
atipikal atau kejang absans pada remaja.2

Daftar pustaka

1.

Anda mungkin juga menyukai