Lautan yang meliputi dua per tiga permukaan bumi, menerima energi panas yang berasal
dari penyinaran matahari. Lautan berfungsi sebagai suatu penampungan yang cukup besar dari
energi surya yang mencapai bumi. Kira-kira seperempat dari daya surya sebesar 1,7 x 1017 watt
yang mencapai atmosfer diserap oleh lautan. Selain itu, air laut juga menerima energi panas yang
berasal dari panas bumi, yaitu magma yang berasal dari bawah laut. Pemanasan dari permukaan
air di daerah tropikal mengakibatkan permukaaan air laut memiliki suhu kira-kira 27 - 30oC.
Bilamana air permukaan yang hangat ini dipakai dalam kombinasi dengan air yang lebih dingin
(5- 7oC) pada kedalaman 500 - 600 meter, maka suatu sumber energi panas yang relatif besar
akan tersedia.
Konversi energi termal lautan (Inggris: Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC) adalah
metode untuk menghasilkan energi listrik menggunakan perbedaan temperatur yang berada di
antara laut dalam dan perairan dekat permukaan untuk menjalankan mesin kalor. Seperti pada
umumnya mesin kalor, efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur yang
paling besar. Perbedaan temperatur antara laut dalam dan perairan permukaan umumnya semakin
besar jika semakin dekat ke ekuator. Pada awalnya, tantangan perancangan OTEC adalah untuk
menghasilkan energi yang sebesar-besarnya secara efisien dengan perbedaan temperatur yang
sekecil-kecilnya.
Menurut rancangan-rancangan terkini energi listrik akan dapat dibangkitkan dalam pusatpusat listrik tenaga panas laut (PLT-PL) dengan menggunakan siklus Rankine rangkaian tertutup
maupun terbuka. Selisih suhu sebesar 20oC akan tersedia selama 24 jam sehari dan sepanjang
tahun. Hal ini jauh lebih menguntungkan dibanding dengan pemanfaatan sinar matahari di
daratan, yang tersedia hanya siang hari, itupun bilamana udara tidak mendung atau cuaca tidak
hujan. Bilamana selisih 20oC itu dimanfaatkan dengan suatu efisiensi efektif sebesar misalnya
1,2%, maka suatu arus air sebesar 5 meter kubik per detik akan dapat menghasilkan daya elektrik
bersih dengan daya sebesar kira-kira 1 MW. Dapat dibayangkan bahwa ukuran- ukuran yang
besar sekali diperlukan untuk dapat membantu suatu PLT-PL yang besar. Sebab sejumlah arus air
yang meliputi 500 meter kubik per detik yang akan diperlukan untuk dapat membuat suatu PLTPL yang besar, misalnya 100 MW. Dengan demikian maka taraf efisiensi yang perlu diusahakan
untuk ditingkatkan.
Sejarah Dan Perkembangannya
Ahli fisika Perancis Jaques dArsonval pada tahun 1881 sudah mengemukakan konsep
1
konversi energi panas laut, atau KEPL (ocean thermal energy conversion, OTEC) sebagai salah
satu penggunaan dari siklus Rankine. Salah seorang muridnya, yaitu Georges Claude, pada tahun
1930 telah membuat pusat listrik tenaga KEPL di Teluk Matanzas dekat Kuba. Pusat tenaga listrik
ini dengan daya 22 KW hanya dapat bekerja selama dua minggu karena dihancurkan oleh sebuah
angin topan sehingga pipa untuk masukan airnya rusak total. Proyek itu kemudian dihentikan.
Pada tahun1950an, perusahaan Perancis yakni Societe dEnergie des Mers melanjutkan usaha
itu dengan merancang sebuah pusat tenaga listrik di pantai dekat Abidjan, ibukota Pantai Gading
(Ivory Coast). Tidak jadi dibangun karena harga tenaga listrik yang saat itu rendah sekali dan
nampaknya energi nuklirlah yang merupakan jawaban bagi masalah energi murah.
Kemudian yang memberikan suatu dorongan kuat kepada perkembangan KEPL adalah
kemelut energi yang terjadi pada tahun 1973, sewaktu terdapat embargo minyak yang terjadi
di Timur Tengah. Dalam sebuah tulisan majalah ilmiah Physics Today (tahun 1973), ahli fisika
Clarence Zenner menyoroti lagi prinsip KEPL dan sangat menganjurkan agar pengembangan
KEPL dilanjutkan. Sejak itu banyak perusahaan besar mulai melanjutkan proyek-proyek KEPL.
Di Amerika Serikat misalnya, perusahaan Lockheed, Westinghouse dan General Electric dengan
giat melakukan pengembangan prinsip KEPL. Ada pula perusahaan-perusahaan yang
mengembangkan bagian spesifik seperti penukar panas. Antara lain Union Carbide, Foster
Wheeler, Rockwell dan Alva-Laval. Juga lembaga-lembaga penelitian seperti Batelle dan MITRE
memberikan dukungan besar pada pengembangan KEPL.
Pusat energi listrik KEPL terapung pertama di dunia dengan daya sebesar 50 KW
beroperasi di lepas pantai kepulauan Hawaii pada tahun-tahun 1980an. Proyek ini merupakan
inisiatif perusahaan Lockheed bekerjasama dengan negara bagian Hawaii. Dari Eropa dapat
disebut
perusahaan-perusahaan
Alva-Laval
Groupe Total (Perancis, Johnson Group (Swedia), Kockums (Swedia), Micoperi (Italia), Pechiney
Ugine Kuhlmann (Perancis) dan Tecnomare (Italia).
Sebuah PLT-PL terapung kecil yang dinamakan proyek Mini-OTEC beroperasi di lepas
pantai kepulauan Keahole Point, Hawaii, Amerika Serikat. Proyek itu merupakan inisiatif dari
perusahaan Lockheed Missiles and Space Company serta Negara Bagian Hawaii. Tujuan proyek
ini adalah memperlihatkan bahwa sebuah PLT-PL percobaan dengan daya 50 KW dan sistem
siklus tertutup merupakan suatu sumber energi yang tidak mengganggu lingkungan. Mini-OTEC
ini menggunakan pemindah panas berbahan titanium dan dibuat oleh perusahaan Alfa Laval dari
Swedia. Pipa air dingin terbuat dari polietileen dan memiliki garis, tengah 0,71 meter dan
panjang 900 meter. Bagian atas pipa dikaitkan pada sebuah ponton terapung. Pipa air dingin juga
berfungsi sebagai jangkar untuk menahan ponton pada tempatnya.
Konsep ini dikembangkan oleh Hollandse Betton Group (HBG) dari Belanda. Beberapa proyek
percobaan lain dengan daya 10 MW juga dilakukan di Jepang dan Amerika Serikat. Dapat
dikemukakan bahwa semua proyek percobaan menyimpulkan bahwa secara teknis diperoleh
hasil-hasil yang cukup memuaskan namun secara ekonomi belum karena harganya masih
terlampau tinggi untuk dapat dioperasikan secara komersial. Peningkatan efisiensi terutama dari
penukar panas masih perlu dicapai untuk menurunkan ukuran-ukuran pembangkit dan dengan
demikian juga menurunkan biayanya.
Meski sistem OTEC adalah suatu teknologi terbaru, konsepnya memiliki jalan
pengembangan yang panjang. Dimulai pada tahun 1881, yaitu ketika Jacques Arsene d'Arsonval,
fisikawan prancis yang mengajukan konsep konversi energi termal lautan. Dan murid d'Arsonval,
George Claude yang membuat pembangkit listrik OTEC pertama kalinya di Kuba pada tahun
1930. Pembangkit listrik itu menghasilkan listrik 22 kilowatt dengan turbin bertekanan rendah.
Pada tahun 1931, Nikola Tesla meluncurkan buku "On Future Motive Power" yang mencakup
konversi energi termal lautan. Meski ia tertarik dengan konsep tersebut, ia beranggapan bahwa hal
ini tidak bisa dilakukan dalam skala besar.
Persyaratan Desain System OTEC
Secara garis besarnya system OTEC mempunyai system seperti pada gambar 1.
4. sebuah system control termasuk peralatan tambahan, control, dan power system cadangan.
5. Sebuah platform untuk mendukung pembangkit listrik, sistem ducting, kapal peralatan
tambahan, dan akomodasi untuk personil operasi, peralatan keselamatan
dan persyaratan kelayakhunian lainnya.
Prinsip Kerja
Ide pemanfaatan energi panas laut bersumber dari adanya perbedaan temperatur di
dalam laut. Temperatur di permukaan laut lebih hangat karena panas dari sinar matahari
diserap sebagian oleh permukaan laut. Tapi di bawah permukaan, temperatur akan turun
dengan cukup drastis. Pada wilayah lautan tropis yang terletak kirakira diantara 15 lintang
utara dan 15 lintang selatan, energi panas yang diserap dari matahari memanasi air laut pada
mixed layer dengan suhu sekitar 28C (82F) yang konstan siang dan malam setiap bulan (Avery
and Wu.1994).
Dibawah mixed layer, air laut menjadi semakin dingin seiring dengan pertambahan
kedalaman hingga mencapai kedalaman 800 sampai 1000m (2500 to 3300ft), temperatur air berubah
menjadi 4,4C (40F). Pada kedalaman 900 m keatas terdapat reservoir air dingin yang sangat besar.
Air dingin ini merupakan akumulasi dari air dan es yang mencair dari daerah kutub.
pada OTEC menggunakan air laut yang tak terbatas jumlahnya sehingga OTEC dapat menjadi
salah satu sumber energi terbarukan (Avery and Wu.1994).
dimasukkan ke dalam alat penukar panas untuk menguapkan fluida yang mudah menguap
misalnya ammonia. Ammonia cair akan berubah menjadi gas dengan tekanan kira-kira
8,7 bar dan suhu 21oC. Uap ammonia akan memutar turbin yang menggerakkan
generator. Gas ammonia m eninggalkan turbin pada tekanan kira-kira 5,1 bar dan suhu
11oC, kemudian di bawa ke kondensor. Pendinginan pada kondensor mengakibatkan gas
amonia itu kembali menjadi cair.
Gambar 10. layout system OTEC-1 heat exchanger yang dikembangkan dekat
Kalua-Kona, Hawaii (Courtesy C. Castellano).
EFFISIENSI THERMAL
Perbedaan suhu dalam rangkaian perputaran amonia adalah 10oC sehingga
rendemen Carnot akan menjadi :
Dimana :
max = effisiensi Carnot,
Tw = suhu absolut dari air hangat, dan
Tc = suhu absolut air dingin.
Rata-rata efisiensi thermal secara teoritis adalah sebesar 7% - 8%. Hal ini
merupakan efisiensi yang ideal, dimana belum mempertimbangkan pengurangan yang
diakibatkan friksi dan panas hilang. Rendemen ini merupakan efisiensi termodinamika
yang baik sekali, namun di dalam praktek rendemen yang sebenarnya akan terjadi lebih
rendah, yaitu sekitar 2-3 %. Pada rancangan-rancangan terkini suatu arus air sebesar 3-5
m3/s baik pada sisi air hangat maupun pada sisi air dingin, diperlukan untuk menghasilkan
daya sebesar 1 MW pada generator.
3. Siklus Hybrid
Siklus hybrid menggunakan keunggulan sistem siklus terbuka dan tertutup. Siklus
hybrid menggunakan air laut yang diletakkan di tangki bertekanan rendah untuk dijadikan
uap. Lalu uap tersebut digunakan untuk menguapkan fluida bertitik didih rendah (amonia
atau yang lainnya). Uap air laut tersebut lalu dikondensasikan untuk menghasilkan air
tawar desalinasi.
Dalam siklus hybrid (Panchal dan Bell, 1987), air laut yang hangat diuapkan di
bawah vakum untuk uap (seperti dalam OC sistem OTEC), seperti yang ditunjukkan oleh
proses 1-2 dari diagram T-S pada Gambar. 11. Panas dalam steam tekanan rendah yang
dihasilkan kemudian ditransfer melalui penukar panas amonia dalam system tertutup.
Penurunan suhu kondensasi dari 3 ke 4 karena terdapat efek gabungan gas noncondensable
berevolusi dari air laut dan uap-side pressure drop. Amonia, menguap dalam proses 5-6,
dilewatkan melalui turbin dalam proses 6-7 dan dikondensasikan dalam kondensor
permukaan dalam proses 7-8. Air laut dingin dihangatkan melewati kondensor, proses 910. Diagram skematik dari sistem hybrid OTEC diilustrasikan pada Gambar. 8.
Air laut yang hangat dipompa dari kedalaman sekitar 10 sampai 15 m. Sekitar 0,5%
8
dari aliran air diubah menjadi uap bertekanan rendah. Selama penguapan flash, gas terlarut
berevolusi. Uap tekanan rendah mengalir ke evaporator amonia, di mana sekitar 95% dari
uap terkondensasi. Semua uap tidak dapat terkondensasi karena adanya gas yang
noncondensable, sehingga mengurangi suhu kondensasi. Oleh karena itu, fraksi optimal
uap yang harus mengembun dalam evaporator amonia perlu ditentukan untuk diatur
kondisi operasi.
1. Hydrogen
Hidrogen merupakan bahan bakar yang sangat baik yang membakar dengan
efisiensi tinggi dan hanya menghasilkan air sebagai produk pembakaran. Ciri-ciri ini
menyebabkan sebagai bahan bakar yang paling diinginkan untuk menggantikan
hidrokarbon di masa depan, namun, hidrogen memiliki dua kelemahan yang parah:
kepadatan sangat rendah, baik sebagai gas dan sebagai cairan, dan titik didih sangat rendah
(- 265 C, - 445 F). Penyimpanan kriogenik diperlukan jika hidrogen akan digunakan
dalam bentuk cair. Estimasi biaya pencairan, penyimpanan, dan transportasi hidrogen dari
plantship OTEC untuk pengguna sangat tinggi. Hidrogen sebagai bahan bakar OTEC
digunakan untuk menghasilkan bahan bakar kendaraan bermotor atau untuk pembangkit
listrik. Namun, perkiraan desain awal mengindikasikan bahwa hidrogen cair OTEC bisa
bersaing dengan pilihan produksi lainnya. Aplikasi yang membutuhkan hidrogen cair
seperti pesawat ruang angkasa atau hipersonik pesawat.
2. Ammonia
Sebuah metode yang menarik untuk menyimpan dan mengangkut hidrogen OTEC
adalah menggabungkan dengan nitrogen pada plantship untuk membentuk amonia, NH3,
yang dapat dengan mudah dicairkan, diangkut, dan disimpan dengan metode standar dan
peralatan. Amonia cair adalah sembilan kali padat seperti hidrogen cair dan dapat
disimpan pada suhu kamar.
Pembakaran dari satu liter cairan amonia menghasilkan panas 30% lebih banyak
dari pembakaran hidrogen cair dengan volume yang sama. Ketika amonia dibakar,
hasilnya berupa air dan nitrogen, air sebagai konstituen utama udara. Karena itu, amonia,
bisa menjadi bahan bakar untuk masa depan karena tidak ada polutan dihasilkan ketika
terbakar. Tes mesin telah menunjukkan bahwa amonia adalah bahan bakar yang sangat
baik untuk mesin pembakaran internal, terbakar dengan efisiensi tinggi dengan jumlah
oktan 111 (Starkman et al., 1966).
Amonia kini diproduksi secara komersial dalam jutaan ton kuantitas dengan proses
yang menggunakan gas alam sebagai sumber hidrogen. Amonia digunakan di seluruh
dunia sebagai pupuk dan merupakan bahan baku utama untuk produksi lainnya, nitrogen
pupuk atau plastik seperti polyurethane. Dengan demikian, fasilitas dan sistem distribusi
tersedia untuk amoniak yang akan cocok untuk pengenalan langsung OTEC amonia ke
pasar dunia jika harga gas alam naik ke nilai-nilai yang akan membuat amonia OTEC
kompetitif (Avery, 1988).
Dalam desain awal dari sebuah awal 40-MWe OTEC plantship, listrik daya yang
dihasilkan digunakan untuk sintesis amonia. Pabrik percontohan menghasilkan 103 metrik
ton (114 ton) per hari amonia, yang disimpan di papan untuk pengiriman ke pantai pada
10
interval sekitar bulanan. Sebuah desain konseptual adalah juga disiapkan untuk pabrik-325
MWe komersial yang akan menghasilkan 1.100 metrik ton (1200 ton) per hari amonia.
3. Freon-R-22 (CHClF2) dan Propan (C3H6)
Freon-R-22 (CHClF2) dan Propan (C3H6) memiliki titik didih yang sangat
rendah, yaitu antara -30oC sampai -50oC pada tekanan atmosfer dan + 30oC pada
tekanan antara 10 dan 12,5 Kg/cm2. Gas-gas inilah yang prosfektif untuk dimanfaatkan
sebagai medium kerja pada konversi energi panas laut.
Efek yang ditimbulkan berupa efek penipisan lapisan ozon. Hidrokarbon juga
dapat digunakan, akan tetapi menjadi tidak ekonomis karena menjadikan OTEC
sulit bersaing dengan pemanfaatan hidrokarbon secara langsung.
Land Based Powerplant
Pabrik percontohan berbasis lahan akan terdiri dari sebuah bangunan. Gedung ini akan
berisi penukar panas, turbin, generator dan kontrol. Ini akan terhubung ke laut melalui beberapa
pipa, dan peternakan ikan skala besar oleh pipa lainnya. Air hangat dikumpulkan melalui screen
dekat pantai. Sebuah pipa panjang diletakkan di lereng untuk mengumpulkan air dingin. Listrik
dan air segar yang dihasilkan. Hasil Air tawar dialirkan ke kolam ikan dan kemudian dibuang oleh
pipa ketiga ke laut.
PROSPEK DI INDONESIA
Lautan di wilayah Indonesia potensi termal 2,5 x 1023 joule dengan efisiensi konversi
energi panas laut sebesar tiga persen dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW. Potensi
energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6-9 lintang selatan dan 104-109 bujur
timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata
permukaan laut di atas 28C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman
laut (1.000 m) sebesar 22,8C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan
kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20C. Dengan potensi sumber energi yang
melimpah, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi
listrik di Indonesia.
ekstraksi
mineral,
dan
setara
DISUSUN OLEH :
EDY SURYONO NIM S951208004
15
16