Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Lautan yang meliputi dua per tiga permukaan bumi, menerima energi panas yang berasal
dari penyinaran matahari. Lautan berfungsi sebagai suatu penampungan yang cukup besar dari
energi surya yang mencapai bumi. Kira-kira seperempat dari daya surya sebesar 1,7 x 1017 watt
yang mencapai atmosfer diserap oleh lautan. Selain itu, air laut juga menerima energi panas yang
berasal dari panas bumi, yaitu magma yang berasal dari bawah laut. Pemanasan dari permukaan
air di daerah tropikal mengakibatkan permukaaan air laut memiliki suhu kira-kira 27 - 30oC.
Bilamana air permukaan yang hangat ini dipakai dalam kombinasi dengan air yang lebih dingin
(5- 7oC) pada kedalaman 500 - 600 meter, maka suatu sumber energi panas yang relatif besar
akan tersedia.
Konversi energi termal lautan (Inggris: Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC) adalah
metode untuk menghasilkan energi listrik menggunakan perbedaan temperatur yang berada di
antara laut dalam dan perairan dekat permukaan untuk menjalankan mesin kalor. Seperti pada
umumnya mesin kalor, efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur yang
paling besar. Perbedaan temperatur antara laut dalam dan perairan permukaan umumnya semakin
besar jika semakin dekat ke ekuator. Pada awalnya, tantangan perancangan OTEC adalah untuk
menghasilkan energi yang sebesar-besarnya secara efisien dengan perbedaan temperatur yang
sekecil-kecilnya.
Menurut rancangan-rancangan terkini energi listrik akan dapat dibangkitkan dalam pusatpusat listrik tenaga panas laut (PLT-PL) dengan menggunakan siklus Rankine rangkaian tertutup
maupun terbuka. Selisih suhu sebesar 20oC akan tersedia selama 24 jam sehari dan sepanjang
tahun. Hal ini jauh lebih menguntungkan dibanding dengan pemanfaatan sinar matahari di
daratan, yang tersedia hanya siang hari, itupun bilamana udara tidak mendung atau cuaca tidak
hujan. Bilamana selisih 20oC itu dimanfaatkan dengan suatu efisiensi efektif sebesar misalnya
1,2%, maka suatu arus air sebesar 5 meter kubik per detik akan dapat menghasilkan daya elektrik
bersih dengan daya sebesar kira-kira 1 MW. Dapat dibayangkan bahwa ukuran- ukuran yang
besar sekali diperlukan untuk dapat membantu suatu PLT-PL yang besar. Sebab sejumlah arus air
yang meliputi 500 meter kubik per detik yang akan diperlukan untuk dapat membuat suatu PLTPL yang besar, misalnya 100 MW. Dengan demikian maka taraf efisiensi yang perlu diusahakan
untuk ditingkatkan.
Sejarah Dan Perkembangannya
Ahli fisika Perancis Jaques dArsonval pada tahun 1881 sudah mengemukakan konsep
1

konversi energi panas laut, atau KEPL (ocean thermal energy conversion, OTEC) sebagai salah
satu penggunaan dari siklus Rankine. Salah seorang muridnya, yaitu Georges Claude, pada tahun
1930 telah membuat pusat listrik tenaga KEPL di Teluk Matanzas dekat Kuba. Pusat tenaga listrik
ini dengan daya 22 KW hanya dapat bekerja selama dua minggu karena dihancurkan oleh sebuah
angin topan sehingga pipa untuk masukan airnya rusak total. Proyek itu kemudian dihentikan.
Pada tahun1950an, perusahaan Perancis yakni Societe dEnergie des Mers melanjutkan usaha
itu dengan merancang sebuah pusat tenaga listrik di pantai dekat Abidjan, ibukota Pantai Gading
(Ivory Coast). Tidak jadi dibangun karena harga tenaga listrik yang saat itu rendah sekali dan
nampaknya energi nuklirlah yang merupakan jawaban bagi masalah energi murah.
Kemudian yang memberikan suatu dorongan kuat kepada perkembangan KEPL adalah
kemelut energi yang terjadi pada tahun 1973, sewaktu terdapat embargo minyak yang terjadi
di Timur Tengah. Dalam sebuah tulisan majalah ilmiah Physics Today (tahun 1973), ahli fisika
Clarence Zenner menyoroti lagi prinsip KEPL dan sangat menganjurkan agar pengembangan
KEPL dilanjutkan. Sejak itu banyak perusahaan besar mulai melanjutkan proyek-proyek KEPL.
Di Amerika Serikat misalnya, perusahaan Lockheed, Westinghouse dan General Electric dengan
giat melakukan pengembangan prinsip KEPL. Ada pula perusahaan-perusahaan yang
mengembangkan bagian spesifik seperti penukar panas. Antara lain Union Carbide, Foster
Wheeler, Rockwell dan Alva-Laval. Juga lembaga-lembaga penelitian seperti Batelle dan MITRE
memberikan dukungan besar pada pengembangan KEPL.
Pusat energi listrik KEPL terapung pertama di dunia dengan daya sebesar 50 KW
beroperasi di lepas pantai kepulauan Hawaii pada tahun-tahun 1980an. Proyek ini merupakan
inisiatif perusahaan Lockheed bekerjasama dengan negara bagian Hawaii. Dari Eropa dapat
disebut

perusahaan-perusahaan

Alva-Laval

(Swedia), Compagnie Francaise des Petroles-

Groupe Total (Perancis, Johnson Group (Swedia), Kockums (Swedia), Micoperi (Italia), Pechiney
Ugine Kuhlmann (Perancis) dan Tecnomare (Italia).
Sebuah PLT-PL terapung kecil yang dinamakan proyek Mini-OTEC beroperasi di lepas
pantai kepulauan Keahole Point, Hawaii, Amerika Serikat. Proyek itu merupakan inisiatif dari
perusahaan Lockheed Missiles and Space Company serta Negara Bagian Hawaii. Tujuan proyek
ini adalah memperlihatkan bahwa sebuah PLT-PL percobaan dengan daya 50 KW dan sistem
siklus tertutup merupakan suatu sumber energi yang tidak mengganggu lingkungan. Mini-OTEC
ini menggunakan pemindah panas berbahan titanium dan dibuat oleh perusahaan Alfa Laval dari
Swedia. Pipa air dingin terbuat dari polietileen dan memiliki garis, tengah 0,71 meter dan
panjang 900 meter. Bagian atas pipa dikaitkan pada sebuah ponton terapung. Pipa air dingin juga
berfungsi sebagai jangkar untuk menahan ponton pada tempatnya.

Gambar 1. Fasilitas OTEC di Keahole Point, Hawaii


Beroperasinya dengan baik sebuah PLT-PL percobaan dengan daya 100 KW di Pulau Nauru,
kepulauan Pasifik, dibangun oleh TEPSCO (Tokyo Electric Power Services Company).
Perusahaan tersebut merencanakan akan membangun sebuhah PLT-PL lagi yang tidak terapung,
melainkan di tepi pantai, dengan daya yang lebih besar yaitu 10 MW. Pembangkit itu
direncanakan untuk dibangun di Kepulauan Pasifik.
Selanjutnya perusahaan Global Marine mendapat tugas dari Departemen Energi Amerika
Serikat untuk mengubah tangker Chipachet menjadi suatu anjungan terapung percobaan bagi
sebuah PLT-PL dengan daya 1 MW. Proyek ini dinamakan OTEC-1, dan antara lain akan menguji
beberapa konsep pemindah panas pada kondisi lapangan dan terletak juga di lepas Pantai Hawaii.
Pipa air dingin pada proyek ini terdiri atas gabungan tiga pipa polietileen (garis tengah masingmasing 1,2 meter) dan panjang 640 meter. Tiap pipa dilalui sebuah kabel baja yang pada ujung
bawahnya dilengkapi dengan suatu beban yang berat agar pipa itu senantiasa berada dalam posisi
yang vertikal. Kedalaman laut adalah kira-kira 1220 meter.

Gambar 2. Pipa Untuk OTEC


Proyek PLT-PL di Eropa dengan daya 10 MW (OTEC-10) menggunakan anjungan yang
terbuat dari beton. Juga digunakan sistem siklus tertutup dengan amonia sebagai medium kerja.
Pipa air dingin memiliki garis tengah 7 meter dan panjangnya 800 meter.

Gambar 3. Pembangunan OTEC di lepas pantai India


3

Konsep ini dikembangkan oleh Hollandse Betton Group (HBG) dari Belanda. Beberapa proyek
percobaan lain dengan daya 10 MW juga dilakukan di Jepang dan Amerika Serikat. Dapat
dikemukakan bahwa semua proyek percobaan menyimpulkan bahwa secara teknis diperoleh
hasil-hasil yang cukup memuaskan namun secara ekonomi belum karena harganya masih
terlampau tinggi untuk dapat dioperasikan secara komersial. Peningkatan efisiensi terutama dari
penukar panas masih perlu dicapai untuk menurunkan ukuran-ukuran pembangkit dan dengan
demikian juga menurunkan biayanya.
Meski sistem OTEC adalah suatu teknologi terbaru, konsepnya memiliki jalan
pengembangan yang panjang. Dimulai pada tahun 1881, yaitu ketika Jacques Arsene d'Arsonval,
fisikawan prancis yang mengajukan konsep konversi energi termal lautan. Dan murid d'Arsonval,
George Claude yang membuat pembangkit listrik OTEC pertama kalinya di Kuba pada tahun
1930. Pembangkit listrik itu menghasilkan listrik 22 kilowatt dengan turbin bertekanan rendah.
Pada tahun 1931, Nikola Tesla meluncurkan buku "On Future Motive Power" yang mencakup
konversi energi termal lautan. Meski ia tertarik dengan konsep tersebut, ia beranggapan bahwa hal
ini tidak bisa dilakukan dalam skala besar.
Persyaratan Desain System OTEC
Secara garis besarnya system OTEC mempunyai system seperti pada gambar 1.

Gambar 4. System utama pada OTEC


Komponen utama system OTEC meliputi :
1. Heat engine atau power plant, termasuk ; heat exchangers, turbines, electric
generator, water and working-fluid pumps, and associated piping and controls ;
2. Water ducting system, meliputi ; pipa untuk air dingin (cold-water pipe/CWP) dimana air
dingin diambil dari kedalaman 900-1000m, inlet air hangat dan pipa untuk pembuangan.
3. Sebuah system transfer energy untuk menyalurkan hasil energy kepengguna di darat
sebagai listrik ataupun bahan bakar.
4

4. sebuah system control termasuk peralatan tambahan, control, dan power system cadangan.
5. Sebuah platform untuk mendukung pembangkit listrik, sistem ducting, kapal peralatan
tambahan, dan akomodasi untuk personil operasi, peralatan keselamatan
dan persyaratan kelayakhunian lainnya.
Prinsip Kerja
Ide pemanfaatan energi panas laut bersumber dari adanya perbedaan temperatur di
dalam laut. Temperatur di permukaan laut lebih hangat karena panas dari sinar matahari
diserap sebagian oleh permukaan laut. Tapi di bawah permukaan, temperatur akan turun
dengan cukup drastis. Pada wilayah lautan tropis yang terletak kirakira diantara 15 lintang
utara dan 15 lintang selatan, energi panas yang diserap dari matahari memanasi air laut pada
mixed layer dengan suhu sekitar 28C (82F) yang konstan siang dan malam setiap bulan (Avery
and Wu.1994).
Dibawah mixed layer, air laut menjadi semakin dingin seiring dengan pertambahan
kedalaman hingga mencapai kedalaman 800 sampai 1000m (2500 to 3300ft), temperatur air berubah
menjadi 4,4C (40F). Pada kedalaman 900 m keatas terdapat reservoir air dingin yang sangat besar.
Air dingin ini merupakan akumulasi dari air dan es yang mencair dari daerah kutub.

Gambar 5. Citra Satelit Temperature Permukaan Laut (NASA.2009)


Adanya reservoir air panas yang besar di permukaan dan reservoir air dingin dibawah
dengan perbedaan suhu sekitar 22C sampai 30C. Temperatur ini tak berubah drastis
sepanjang tahun, dengan variasi beberapa derajat akibat adanya perubahan cuaca dan musim,
dan perbedaan suhu antara pergantian siang dan malam hanya berefek sekitar 1 derajat
(Rahman.2008).
OTEC merupakan singkatan dari Ocean Thermal Energy Conversion adalah salah satu
teknologi terbaru yang menggunakan perbedaan suhu antara permukaan laut dan dasar laut untuk
mengoperasikan generator yang menghasilkan energi listrik (wikipedia.2009). Sistem kerja OTEC
mempunyai kemiripan dengan mesin uap yaitu fluida dievaporasi dan dikondensasi, perbedaan
tekanan yang terjadi inilah yang memutar turbin dan kemudian menghasilkan listrik. Namun,
5

pada OTEC menggunakan air laut yang tak terbatas jumlahnya sehingga OTEC dapat menjadi
salah satu sumber energi terbarukan (Avery and Wu.1994).

Gambar 6. Prinsip dasar OTEC


Sistem Siklus yang digunakan
Dalam sistem OTEC terdapat tiga macam siklus yang digunakan untuk menghasilkan
energi, yaitu siklus terbuka (Open Cycle), siklus tertutup (Closed Cycle) dan siklus hybrid.
1. Siklus Terbuka ( Open Cycle)
Pada siklus terbuka fluida kerja dilepaskan setelah digunakan dan fluida kerja itu
adalah uap air. Air hangat dengan temperatur berkisar 22C30C, dipompa menggunakan
pipa masuk ke dalam ruang vakum untuk dievaporasi menghasilkan uap air b e r tekanan
sangat rendah, 0,02-0,03 bar dan suhu kira-kira 20oC. Akibat perbedaan tekanan
antara tekanan uap air dan tekanan dalam turbin maka rotor turbin dapat diputar, sehingga
menghasilkan listrik. Selanjutnya uap air dialirkan kembali lagi ke kondensator untuk
dikondensasikan kembali oleh air dingin yang dipompa dari kedalaman 1000m yang
kemudian menjadi air bersih (desalinated water).

Gambar 7.Skema Prinsip Siklus Terbuka Konversi Energi Panas Laut


2. Siklus Tertutup (Close Cycle)
Pada alat OTEC dengan siklus tertutup, air laut permukaan yang hangat
6

dimasukkan ke dalam alat penukar panas untuk menguapkan fluida yang mudah menguap
misalnya ammonia. Ammonia cair akan berubah menjadi gas dengan tekanan kira-kira
8,7 bar dan suhu 21oC. Uap ammonia akan memutar turbin yang menggerakkan
generator. Gas ammonia m eninggalkan turbin pada tekanan kira-kira 5,1 bar dan suhu
11oC, kemudian di bawa ke kondensor. Pendinginan pada kondensor mengakibatkan gas
amonia itu kembali menjadi cair.

Gambar 8. Aliran fluida di bagian plat heat exchanger

Gambar 9.Skema Prinsip Siklus Tertutup Konversi Energi Panas Laut

Gambar 10. layout system OTEC-1 heat exchanger yang dikembangkan dekat
Kalua-Kona, Hawaii (Courtesy C. Castellano).
EFFISIENSI THERMAL
Perbedaan suhu dalam rangkaian perputaran amonia adalah 10oC sehingga
rendemen Carnot akan menjadi :

Dimana :
max = effisiensi Carnot,
Tw = suhu absolut dari air hangat, dan
Tc = suhu absolut air dingin.
Rata-rata efisiensi thermal secara teoritis adalah sebesar 7% - 8%. Hal ini
merupakan efisiensi yang ideal, dimana belum mempertimbangkan pengurangan yang
diakibatkan friksi dan panas hilang. Rendemen ini merupakan efisiensi termodinamika
yang baik sekali, namun di dalam praktek rendemen yang sebenarnya akan terjadi lebih
rendah, yaitu sekitar 2-3 %. Pada rancangan-rancangan terkini suatu arus air sebesar 3-5
m3/s baik pada sisi air hangat maupun pada sisi air dingin, diperlukan untuk menghasilkan
daya sebesar 1 MW pada generator.
3. Siklus Hybrid
Siklus hybrid menggunakan keunggulan sistem siklus terbuka dan tertutup. Siklus
hybrid menggunakan air laut yang diletakkan di tangki bertekanan rendah untuk dijadikan
uap. Lalu uap tersebut digunakan untuk menguapkan fluida bertitik didih rendah (amonia
atau yang lainnya). Uap air laut tersebut lalu dikondensasikan untuk menghasilkan air
tawar desalinasi.
Dalam siklus hybrid (Panchal dan Bell, 1987), air laut yang hangat diuapkan di
bawah vakum untuk uap (seperti dalam OC sistem OTEC), seperti yang ditunjukkan oleh
proses 1-2 dari diagram T-S pada Gambar. 11. Panas dalam steam tekanan rendah yang
dihasilkan kemudian ditransfer melalui penukar panas amonia dalam system tertutup.
Penurunan suhu kondensasi dari 3 ke 4 karena terdapat efek gabungan gas noncondensable
berevolusi dari air laut dan uap-side pressure drop. Amonia, menguap dalam proses 5-6,
dilewatkan melalui turbin dalam proses 6-7 dan dikondensasikan dalam kondensor
permukaan dalam proses 7-8. Air laut dingin dihangatkan melewati kondensor, proses 910. Diagram skematik dari sistem hybrid OTEC diilustrasikan pada Gambar. 8.
Air laut yang hangat dipompa dari kedalaman sekitar 10 sampai 15 m. Sekitar 0,5%
8

dari aliran air diubah menjadi uap bertekanan rendah. Selama penguapan flash, gas terlarut
berevolusi. Uap tekanan rendah mengalir ke evaporator amonia, di mana sekitar 95% dari
uap terkondensasi. Semua uap tidak dapat terkondensasi karena adanya gas yang
noncondensable, sehingga mengurangi suhu kondensasi. Oleh karena itu, fraksi optimal
uap yang harus mengembun dalam evaporator amonia perlu ditentukan untuk diatur
kondisi operasi.

Gambar 11. Diagram T-S Sistem Hybrid

Gambar 12. Siklus Hybrid dari system OTEC


Amonia cair dipisahkan dari evaporator sebelum diuapkan untuk menggerakkan turbin dan
menghasilkan listrik. Exhaust uap dari turbin kemudian terkondensasi di kondensor, yang
didinginkan oleh air laut dingin. Perbedaan antara siklus hibrida dan siklus terbuka adalah
penambahan shell-dan-tabung penukar panas, di mana kondensasi uap air digunakan unyuk
menguapkan amonia cair, yang bersirkulasi dalam loop amoniak tertutup seperti pada siklus
tertutup. Siklus hybrid dengan sistem siklus terbuka, sama-sama menghasilkan air desalinasi.
Fluida Kerja
9

1. Hydrogen
Hidrogen merupakan bahan bakar yang sangat baik yang membakar dengan
efisiensi tinggi dan hanya menghasilkan air sebagai produk pembakaran. Ciri-ciri ini
menyebabkan sebagai bahan bakar yang paling diinginkan untuk menggantikan
hidrokarbon di masa depan, namun, hidrogen memiliki dua kelemahan yang parah:
kepadatan sangat rendah, baik sebagai gas dan sebagai cairan, dan titik didih sangat rendah
(- 265 C, - 445 F). Penyimpanan kriogenik diperlukan jika hidrogen akan digunakan
dalam bentuk cair. Estimasi biaya pencairan, penyimpanan, dan transportasi hidrogen dari
plantship OTEC untuk pengguna sangat tinggi. Hidrogen sebagai bahan bakar OTEC
digunakan untuk menghasilkan bahan bakar kendaraan bermotor atau untuk pembangkit
listrik. Namun, perkiraan desain awal mengindikasikan bahwa hidrogen cair OTEC bisa
bersaing dengan pilihan produksi lainnya. Aplikasi yang membutuhkan hidrogen cair
seperti pesawat ruang angkasa atau hipersonik pesawat.
2. Ammonia
Sebuah metode yang menarik untuk menyimpan dan mengangkut hidrogen OTEC
adalah menggabungkan dengan nitrogen pada plantship untuk membentuk amonia, NH3,
yang dapat dengan mudah dicairkan, diangkut, dan disimpan dengan metode standar dan
peralatan. Amonia cair adalah sembilan kali padat seperti hidrogen cair dan dapat
disimpan pada suhu kamar.
Pembakaran dari satu liter cairan amonia menghasilkan panas 30% lebih banyak
dari pembakaran hidrogen cair dengan volume yang sama. Ketika amonia dibakar,
hasilnya berupa air dan nitrogen, air sebagai konstituen utama udara. Karena itu, amonia,
bisa menjadi bahan bakar untuk masa depan karena tidak ada polutan dihasilkan ketika
terbakar. Tes mesin telah menunjukkan bahwa amonia adalah bahan bakar yang sangat
baik untuk mesin pembakaran internal, terbakar dengan efisiensi tinggi dengan jumlah
oktan 111 (Starkman et al., 1966).
Amonia kini diproduksi secara komersial dalam jutaan ton kuantitas dengan proses
yang menggunakan gas alam sebagai sumber hidrogen. Amonia digunakan di seluruh
dunia sebagai pupuk dan merupakan bahan baku utama untuk produksi lainnya, nitrogen
pupuk atau plastik seperti polyurethane. Dengan demikian, fasilitas dan sistem distribusi
tersedia untuk amoniak yang akan cocok untuk pengenalan langsung OTEC amonia ke
pasar dunia jika harga gas alam naik ke nilai-nilai yang akan membuat amonia OTEC
kompetitif (Avery, 1988).
Dalam desain awal dari sebuah awal 40-MWe OTEC plantship, listrik daya yang
dihasilkan digunakan untuk sintesis amonia. Pabrik percontohan menghasilkan 103 metrik
ton (114 ton) per hari amonia, yang disimpan di papan untuk pengiriman ke pantai pada
10

interval sekitar bulanan. Sebuah desain konseptual adalah juga disiapkan untuk pabrik-325
MWe komersial yang akan menghasilkan 1.100 metrik ton (1200 ton) per hari amonia.
3. Freon-R-22 (CHClF2) dan Propan (C3H6)
Freon-R-22 (CHClF2) dan Propan (C3H6) memiliki titik didih yang sangat
rendah, yaitu antara -30oC sampai -50oC pada tekanan atmosfer dan + 30oC pada
tekanan antara 10 dan 12,5 Kg/cm2. Gas-gas inilah yang prosfektif untuk dimanfaatkan
sebagai medium kerja pada konversi energi panas laut.
Efek yang ditimbulkan berupa efek penipisan lapisan ozon. Hidrokarbon juga
dapat digunakan, akan tetapi menjadi tidak ekonomis karena menjadikan OTEC
sulit bersaing dengan pemanfaatan hidrokarbon secara langsung.
Land Based Powerplant
Pabrik percontohan berbasis lahan akan terdiri dari sebuah bangunan. Gedung ini akan
berisi penukar panas, turbin, generator dan kontrol. Ini akan terhubung ke laut melalui beberapa
pipa, dan peternakan ikan skala besar oleh pipa lainnya. Air hangat dikumpulkan melalui screen
dekat pantai. Sebuah pipa panjang diletakkan di lereng untuk mengumpulkan air dingin. Listrik
dan air segar yang dihasilkan. Hasil Air tawar dialirkan ke kolam ikan dan kemudian dibuang oleh
pipa ketiga ke laut.

Gambar 13. Land Based Powerplant


Floating Powerplant
Pada prinsipnya sama dengan berbasis daratan, yang membedakan dimana floating
powerplant terletak di tengah laut atau terapung.

Gambar 14. Floating Powerplant


11

PROSPEK DI INDONESIA
Lautan di wilayah Indonesia potensi termal 2,5 x 1023 joule dengan efisiensi konversi
energi panas laut sebesar tiga persen dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW. Potensi
energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6-9 lintang selatan dan 104-109 bujur
timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata
permukaan laut di atas 28C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman
laut (1.000 m) sebesar 22,8C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan
kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20C. Dengan potensi sumber energi yang
melimpah, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi
listrik di Indonesia.

Gambar 15. Peta Persebaran Panas Laut


Selain itu, Indonesia adalah tempat pertemuan arus laut yang diakibatkan oleh konstanta
pasang surut M2 yang dominan di Samudra Hindia dengan periode sekitar 12 jam dan konstanta
pasang surut K1 yang dominan di Samudra Pasifik dengan periode lebih kurang 24 jam. M2
adalah konstanta pasang surut akibat gerak Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan K1 adalah
konstanta pasang surut yang diakibatkan oleh kecondongan orbit Bulan saat mengelilingi Bumi.
Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi berdasarkan uji coba di beberapa
negara industri maju adalah berkisar 9 sen/kWh hingga 15 sen/kWh.
Perkembangan teknologi konversi energi panas laut di Indonesia baru mencapai status
penelitian, dengan jenis konversi energi panas laut landasan darat dengan kapasitas 100 kW,
lokasi di Bali Utara.
Kelebihan:
Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
12

Tidak membutuhkan bahan bakar.


Biaya operasi rendah.
Produksi listrik stabil.
Dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya: menghasilkan air pendingin,
produksi air minum, suplai air untuk aquaculture,

ekstraksi

mineral,

dan

produksi hidrogen secara elektrolisis.


Kekurangan:
Belum ada analisa komperehensif mengenai dampaknya terhadap lingkungan.
Jika menggunakan amonia sebagai bahan yang diuapkan menimbulkan potensi
bahaya kebocoran.
Efisiensi total masih rendah sekitar 1% - 3%.
Biaya pembangunan tidak murah, ongkos mendirikan OTEC tepi pantai,

setara

dengan membangun PLTU.


Hasil Sampingan
Hasil utama dari system OTEC atau PLT-PL adalah listrik, selain itu juga menghasilkan
hasil sampingan yaitu :
1. Air condition (AC).
2. Irigasi pertanian : saat air laut mengalir melalui pipa bawah tanah, akan mendinginkan
tanah di sekitarnya, sehingga tanah dapat ditanami berbagai tanaman yang cocok untuk
ditanam di iklim dingin.
3. Budidaya perikanan.
4. Desalinasi air laut: proses penawaran air laut (menjadi air minum).
5. Garam laut dan mineral.
Kendala :
Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengembangkan OTEC adalah :
1. Efisiensi pembangkit tenaga panas laut (PLTPL) yang masih di bawah 5%.
Rendemen perpindahan panas yang sangat rendah, karena memerlukan jumlah air
yang banyak baik hangat maupun dingin. Untuk sebuah PLT- KEPL dengan daya 100 MW,
diperlukan kira-kira 450 m3/s, baik air hangat maupun air dingin yang harus dialirkan
melalui pemindah panas.
2. Biaya investasi pembuatan PLT-PL yang sangat mahal
Pemindah panas merupakan komponen yang sangat penting dan juga sangat mahal
bagi sebuah PLT-PL, meskipun dengan sistem tertutup. Biayanya kira-kira 1/3 dari biaya
keseluruhan pembangkit. Untuk pembangkit dengan daya 100 MW diperlukan suatu luas
13

penukaran panas antara 500.000 dan 1.500.000 m2.


3. Gangguan dari organisme laut
Terjadinya pertumbuhan berbagai organisme pada permukaan pemindah panas
merupakan gangguan yang serius terhadap berfungsinya sebuah PLT-PL, yang akan
dengan pesat menurunkan daya dan kemampuannya.
4. Ukuran pipa yang sangat besar
Pipa air dingin merupakan komponen paling menonjol karena ukurannya yang
gigantik. Bagi sebuah PLT-PL dengan daya 100 MW, pipa akan memiliki garis tengah kirakira 500 - 600 meter atau lebih.
5. Pengaruh arus dan ombak air laut, mengakibatkan gaya-gaya hidrolik maupun mekanik
6. Konstruksi plant yang cukup besar
Pembuatan anjungan (platform) untuk memuat bangunan PLT-PL terapung dapat
mempunyai beberapa konfigurasi. Untuk sebuah pusat tenaga listrik dengan daya 100 MW
menurut pandangan terkini akan memerlukan suatu konstruksi yang memiliki daya apung
sebesar 200.000 sampai 300.000 ton, setara dengan sebuah kapal tangki minyak yang
besar. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Stabilitas dan gerakan-gerakan dari laut.
2. Instalasi dan kemungkinan-kemungkinan penyambungan dari pipa air dingin
3. Berbagai kemungkinan konstruksi
4. Biaya yang diperlukan.
7. Anjungan terapung harus memiliki mesin penggerak sendiri sehingga dapat mengatur
sendiri posisinya.
8. Kabel untuk mengalirkan energy listrik ke daratan perlu diatur agar kabel tidak mengalami
tarikan mekanik saat anjungan bergerak.
.
KESIMPULAN
OTEC (Konversi Energi Panas Laut) memiliki potensi dan prospek yang sangat baik
untuk dikembangkan di Indonesia. OTEC memiliki banyak manfaat bagi masyarakat dan
merupakan suatu yang kompetitif untuk dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aldo Vieira Da Rosa, Fundamentals of Renewable Eenergy Processes, 2009.
Kadir, Abdul, Teknologi Konversi Energi Panas Laut : Prinsip, Perkembangan dan Prospek,
2005
Marwan Jafar, Energynomics, Gramedia, Jakarta, 2009
14

Paul A. Breeze, Power Generation Technologies, 2005


Vega Luis A., Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Hawaii, USA,
1999.
William H. Avery, Chih Wu, Renewable Energy From The Ocean: A guide to OTEC, Oxford,
1994.
KOMPETENSI DASAR 1
ENERGI TERBARUKAN

OCEAN THERMAL ENERGY


CONVERSION
OTEC

DISUSUN OLEH :
EDY SURYONO NIM S951208004

15

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


2012

16

Anda mungkin juga menyukai