Anda di halaman 1dari 11

CERPEN

Setiap manusia itu punya kekurangannya masing-masing. Termasuk Fian dan aku. Bedanya, dari
awal Fian gak pernah nutupin kekurangannya itu waktu kami masih temenan, kemudian pacaran,
kemudian sampai sakarang.
Fian ya Fian. Cuek nya dewa, apalagi sifat tenang nya...
Ini bukan tenang yang bikin dia keliatan kalem, cool, atau sangat-sangat dewasa kayak di novel
itu loh guys. Ini tenang yang kalau misalnya tiba-tiba air bah datang dari kali Ciliwung, terus
hidup kami tergantung dari kecepatannya menyelamatkan diri, dia bakal nguap lebar, garuk
garuk kepala sambil bilang "Sendal aku mana?"
Amit amit deh...
Awalnya aku gak pernah ngeributin sifatnya ini. Karena aku udah kebal sama tenaga super
power Cuek-nisme nya Fian.
Sampai pada suatu hari...
"Kina kamu gendutan atau lagi isi sih?" Mona langsung nyelutuk di detik pertama dia melihatku
masuk ke Cafe tempat kami semua janjian.
Padahal aku belum sampai di meja, tapi Mona udah main teriak-teriak aja persis pengumuman
mesjid.
Mataku melotot ke arah mereka, "Mona ih! rese banget sih lo." dan duduk di depan tiga sahabat
yang makin tertawa geli karena wajahku sekarang sudah semerah tomat.
"Hai, udah dua tahun nikah masa masih blushing gitu sih di tanya soal baby. Emang gak mau liat
Fian Fian junior?" goda Lisa makin jauh.
"Iya, gue gak sabar di panggil tante! hihiy!" tambah Dian ikut-ikutan.
Di antara mereka, aku menikah lebih dulu. Di umur 25 tahun dan Fian 23. Fian dulu anak pinter
sampe dua kali lompat kelas di SD, tapi pas di SMP dia udah mulai nolak nerima kelas aksel
lagi, karena gak mau terlalu muda lulus. Alhasil jadi teman kuliah ku, sekelas pula, dan sekarang
Fian udah kerja sebagai staff design grafis, orang yang di bayar mahal cuma buat bikin logo
seupil doang.
"Ngimpi lo semua. Kalau punya anak nanti, gak akan gue kasi deket deket sama lo pada. Bisa
ketularan iblis..."

Mona terkesiap dramatis, "Kina please deh ya, anak lo itu beruntung punya tante secantik gue,
tau."
"Dan gue."
"Gue juga." Lisa gak mau kalah, nyaris kesedak dia cuma buat bilang begitu aja. Mereka saling
pandang dan mulai ketawa gak jelas.
Anehnya gak ilang-ilang, udah tua juga.
Kami bicara soal lain, bagaimana Lisa yang baru balik dari perjalanan 'Super romantisnya' di
Singapur bareng suami barunya, dan anak laki-laki Mona yang sekarang udah berumur 3 tahun.
"Ngomong-ngomong soal baby, Zidane siapa yang jaga Mon?" tanyaku, menutup buki menu dan
mengagguk pada pelayan yang sudah selesai mencatat pesananku.
"Bapaknya lah, siapa lagi."
"Gilang?"
Mona memutar bola matanya, "Lo kira bapaknya Zidane ada berapa Kina..."
"Maksud Kina, bukan Hendri? bukannya lo bilang lagi jalan sama si Hendri ini?" Lisa
menjelaskan.
"Emang, tapi udah putus." Mona menjawab tanpa beban. Ini sudah pria keempat yang dia
putusin di bulan ini.
Dian menggeleng-gelengkan kepalanya, bersecak tidak suka, "Mona Mona, sampai kapan sih lo
mau main-main begini? Kenapa lo gak nikah aja sama Gilang?"
"Bukan tipe gue."
"Tapi dia kan ayah nya Zidane," kataku cepat.
"So? gak musti nikahin dia kan, Gilang udah sepakat mau ngurus Zidane bareng gue, yaudah itu
aja."
Emang korslet nie, si Mona...
"Eh tapi, kapan dong kita jalan jalan bareng lagi kaya dulu. Kangen nih." Mona berusaha
mengubah topik pembicaraan. Ini refleks alaminya kalau kami sudah berusaha menyadarkannya
kalau cowok yang dia cari selama ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Ayah anaknya sendiri.

"Iya bener! Eh tapi gue gak bisa ding minggu-minggu ini. Sweety heart baby bala bala gue mau
ngerayain sebulan pernihakan kami ke Bali." Kata Lisa berseri-seri. Nah kalau Lisa beda lagi, dia
dan suaminya Dion terkenal pasangan norak sejak SMA.
Hobinya balas-balasan puisi kalau udah ketemu, pokoknya persis Romeo dan Juliet. Tapi versi
betawi hihihi...
Dian menyapu wajah Lisa dengan serbet hingga Lisa melotot dendam Nyi pelet ke arahnya, "Eh
dimana-mana ya, ngerayain ulang tahun pernikahan itu setahun sekali bukan sebulan sekali."
"Eh bodoamat."
"Norak lo Lis." Mona geleng-geleng kepala. Aku pun jadi ikut tertawa mendengar mereka.
"Sirik lo Mon."
"Ngapain gue sirik sama lo." cibir Mona, menyeruput jus jeruknya sambil melirik jahil ke arah
Lisa yang membara.
"Lo sirik karena Baby bala bala gue lebih romantis dari Gilang kepala plontos lo itu."
"Enak aja bilang Gilang kepala plontos. Biar lo tau ya, gini-gini Gilang juga bisa Romantis."
Bela Mona tanpa sadar. Berubah defensif tiap ada orang yang menjelek-jelekkan Gilang.
Gayanya aja yang sok gak peduli sama cowok itu.
Yah... gak ada yang tau memang kinerja otak si Mona.
"Apa contohnya?" pertengkaran Lisa dan Mona berlanjut. Aku dan Dian cuma aling pandang dan
tersenyum penuh arti, menikmati makanan di depan kami sambil menonton komedi gratis.
"Gilang pernah masakin makanan pas gue mual-mual waktu hamil Zidane, dia juga bala-belain
beliin coklat tengah malem pas gue mendadak ngidam. Apa lo?!"
Kepalaku dan Dian beralih ke Lisa yang terlihat kurang senang karena moment Mona dan Gilang
emang sweet.
"Baby bala-bala gue nyewa satu restoran buat honeymoon di singapur. Apa lo?!"
Kepalaku dan Dian kembali ke Mona.
"Gilang pernah bikin lagu buat gue."
Dan kembali ke Lisa.
"Baby sweety pie gue bikinin puisi TIAP HARI!"

kembali ke Mona dan Lisa dan Mona dan Lisa dan Mona ini nama mereka udah mirip turnamen
bulu tangkis...
"WOI! udah dong, kita ngerti Dion sama Gilang emang Romeo dan Casanova." cibir Dian salah
keputusan karena sekarang duo aneh itu menatap tersinggung ke arah Dian.
"Lo ngina Baby sweety pie?!"
".... Gilang?!" tanya Lisa dan Mona barengan hingga Dian mengangkat tangan seperti menyerah
ketakutan pada dua singa betina ini.
Aku cuma bisa ketawa ngakak, dan gak bisa berhenti sampai Mona, Dian dan Lisa menatap
aneh.
"Lo ketawa, emang Fian pernah bikin apa sama lo?"
Jleb!
Dan aku terdiam. Mikir keras sampe alis berkerut, pipi kempot tapi tetap tidak menemukan
jawabannya. Dion dan Lisa emang pasangan paling norak seantreo Indonesia, tapi mereka saling
perhatian satu sama lain. Bahkan Mona yang statusnya gak jelas sama Gilang, bisa punya
momen manis mereka berdua.
Lah aku? Fian pernah ngapain?
Asli, pertanyaan itu nyangkut satu harian di kepalaku, bahkan sampe kebawa-bawa pulang.
Waktu ngajak nikah, dia ngajak di teras rumahnya waktu aku di undang selametan kelulusan
kakak cowoknya dari Universitas di Australia.
Gak pake Honeymoon karna aku sibuk wawancara kerja. Gak pake nyewa satu restoran, gak
pakek bikin-bikin lagu, bliin coklat tengah malem, gak pakek masakin khusus buat aku.
Yang pada akhirnya bikin aku mikir, kami sebenarnya nikah atau cuma ngekos bareng sih?!
Ketika aku sampai dirumah minimalis yang punya dua kamar tidur, dua kamar mandi, dan dapur
yang berdempetan dengan ruang santai. Aku disapa dengan suara Fifa world cup yang
dimainkannya dengan serius. Cuma pakai boxer dan t-shirt tipis, sambil berselonjor di sofa.
"Hai." sapa Fian tanpa melepas tatapannya dari layar TV waktu dia mendengar kedatanganku.
"Hai. Udah lama pulang?"
"30 menit sebelum kamu pulang. Gimana acara kumpul-kumpulnya?"
"Seru." jawabku tanpa melepas pandangan dari Fian. Dalam hati cukup senang karna dia
menanyakan. Tapi sepertinya aku terlalu dini merasa senang.

"Bagus deh."
Cuma itu saudara-saudara.
~*~
"Kalau Fian kurang merhatiin, lo kasih kode dong." ujar Dian di telpon. Aku mulai guling-guling
gak jelas di tempat tidur, refleks kalau lagi gundah gulana...
"Caranya?" tanyaku nyaris nangis.
"Ya, lo kasi kode. Bentar lagi kan lo ulang tahun, yaudah coba di pancing, liat dia inget gak
ulang tahun lo."
Bener juga saran si Dian. Aku buru-buru berterima kasih pada sahabat dunia akhiratku itu dan
menyelipkan ponselku ke bawah bantal waktu pintu kamar dibuka oleh Fian.
"Belum tidur?" tanyanya sambil menyusup kebalik selimut di sebelahku.
"Belum. Susu coklat di kulkas ternyata abis, lupa di beli. Jadi payah deh tidurnya." dustaku
lancar.
Fian mencerna kalimatku dan mengagguk kemudian. Dia tau jelas aku selalu minum susu coklat
panas sebelum tidur, tapi bukan itu sepenuhnya alasanku belum tidur...
"Fian, lusa tanggal berapa ya?"
"Huh? tanggal 5 Maret, kenapa?" Fian menoleh, tidak jadi mematikan lampu karena
pertanyaanku walaupun tangannya tetap menempel di tombol lampu di sebelahnya.
"mmmm.... Hari apa Fi?" Ayolah FIAN!! Sadarlaaaaaaaah!!!
"Hari Rabu lah Kina.... kenapa kamu mau tanya tahun berapa lagi?" selanya sebelum aku
berhasil mengeluarkan kata-kata lain.
Nyebelin banget sih!!
"Fian bodoh." aku melengos dan berbalik memunggunginya. Kesal memikirkan Fian yang
sekarang terheran-heran.
~*~
"Gue udah kasih kode, tapi dia gak ngeh Lis!" kataku frustasi pada Lisa yang berdecak-decak
tidak suka pada kebolotan suamiku yang sekarang masih di tempat kerjanya.

"Kalau gitu lo harus coba cara lain Ki, Gimana kalau lo terang-terangan bilang besok ulang
tahun lo. Fian emang udah akut banget bego nya, lo juga harus ekstra ngadepinnya."
"Gue terang-terangan minta kado gitu? idih ngarep amat." kataku tidak setuju, aku bukan
mengharapkan kado mahal ddari Fian. Cuma mau dia perhatian doang, gak muluk-muluk kan?
"Ya lo ngomongnya kayak becanda gitu dong, siapa tau dia emang lupa."
Akhirnya, aku hanya menghela nafas dan mengagguk pasrah, "Iya deh, gue coba."
"Good luck Kina. Muah!" dan sambungan terputus. Kalau udah gini, aku jadi iri sama Lisa yang
punya pasangan super norak kayak Dion.
Kuputuskan untuk mulai memasak makan malam sebelum Fian pulang. Sayangnya waktu masih
setengah jalan menumis kangkung kesukaan Fian, orangnya udah keburu pulang.
"Hai. Udah pulang, makan malamnya sebentar lagi siap kok." kataku memasukkan kangkung
nya, agak sedikit kepayahan karena poniku yang panjang sedikit menutupi mata. Dan dengan
tangan belepotan beginj, jadi kesulitan menyekanya. Alhasil aaku cuma bisa lempar-lempar poni
persis Ex-Kangen band dulu.
"Iya, gak papa." dia mengangguk. Berjalan ke arah kulkas dan mengambil botol air dingin,
menuangkannya ke dalam mug.
Ini saatnya!! Doakan aku ya!!
"Fian, besok aku ulang tahun loh. Kamu gak bikin surprise apa-apa?" tanyaku berusaha supaya
terdengar sedang bercanda. Padahal dalam hati ngarep banget.
Boam deh, biar kedengarannya desperate begini yang penting suami begok ku tercinta, ngeh
sama jurus yang satu ini.
Mata Fian melebar, nah kan ternyata Lisa bener dia lupa. Tega banget sih.
Tapi jawaban Fian jauh lebih tega lagi, "Besok aku lembur." katanya agak sedikit merasa
bersalah. "Gimana dong."
Lembur? LEMBUR?! kata nista macam apa itu!!!!!!
Aku berhenti mengaduk-aduk masakanku, berhenti melempar poni, sambil menutup mata
menahan emosi. Cengkraman tanganku di sodetan pun makin erat, saat berusaha mengendalikan
diri agar tidak melempar sodetannya seperti suriken ke arah Fian.
"Gimana ya.... terserah kamunya aja deh." kataku disela-sela gertakan gigi.
"Kita rayain tahun depan aja ya?" bujuknya.

"Tahun kemaren juga bilangnya tahun depan Fi." kataku makin emosi.
"Iya aku minta maaf. Tahun depan beneran deh, makanya kamu ingetin aku dong." dan setelah
kata-kata itu meluncur keluar dari mulut Fian, kepalaku langsung menoleh cepat ke arahnya.
"Ingetin kamu? Yang punya istri siapa sih?!" bentakku kesal,
"Yang aku ingat ada banyak Kian, Lagian aku kan kerja bukan yang aneh-aneh. Masa kamu
marah cuma karena gak bisa ngerayain ulang tahun sih?" suara Fian ikut meninggi.
Resiko nikah sama cowok yang lebih muda banyak loh Ki. Tinggi emosi kamu, lebih tinggi
emosinya dia. Jadi kalau kamu gak bisa sabar, bisa bisa cepatan bubar. Kamu siap?
Pertanyaan Kakak waktu aku curhat soal lamaran Fian dua tahun lalu.
Aku menatap wajah kesalnya, dan menelan kekesalanku padanya.
Bukan bertengkar yang ku mau. Aku cuma ingin Fian perhatian sedikit saja, cuma itu...
Aku menggeleng pelan, mematikan kompor dan memindahkan tumis kangkung Fian ke dalam
piring, sebelum meletakkannya dengan benar di tengah meja makan.
"Yaudah tahun depan juga gak papa." aku memilin senyum terbaikku. "Kamu makan duluan ya,
aku mandi dulu." kataku pelan, dan bergegas menuju kamar sebelum menangis di depannya.
Fian cuma diam, dan tidak bergerak dari tempatnya. Tidak memanggilku, tidak membujukku.
~*~
Hari ulang tahun.
Fian menepati perkataannya untuk lembur sampai tengah malam. Waktu aku bangun jam 8 pagi,
dia sudah tidak ada. Menungguku membuatkannya sarapan pun tidak.
Percuma hari ini aku off dari tempat kerja.
Hari ulang tahunku, ku habiskan dengan duduk di sofa, di depan TV yang memutarkan film
Shrek 2, sambil menyantap sebaskom es krim coklat. Masih dengan piyam yang sama, dan
sepanjang hari hanya menyantap Es krim ini.
Lisa sudah kembali ke rumahnya di Palembang kemarin, Dian hari ini berangkat ke Malaysia
untuk study S2 nya, begitu juga Mona yang tidak bisa lama-lama di Jakarta karena dia punya
Zidane yang perlu Mamanya.
Walaupun begitu, mereka sudah menelponku memberi selamat, kecuali Fian dan Mona.

Haaah... Fian payah.


Ponselku berdering ketika adegan Fiona dan Shrek berkonflik dengan ibu peri. Di layarnya,
nama Mona berkedip-kedip tidak sabar.
"Hallo." aku menjawab malas, menjepit ponsel itu di antara bahu dan telingaku, agar bisa
menyendokkan es krim ke dalam mulut.
"Hi birthday girl, kenapa suara lo masam gitu?" tanyanya ceria seperti Mona biasanya.
"Gak papa, cuma mau mati aja."
Dia terkikik, " Fian lagi ya?"
"Ketawa lo." kataku sewot.
"Elah, udah deh lo gak usah muram durja persis janda begitu. Mendingan lo mandi, cukur bulu
ketek, bulu kaki, bulu idung terus tungguin hadiah ulang tahun dari gue."
"Hadiah apaan?" tanyaku lagi, masih tidak antusias.
"Pokoknya lo pantengin aja tu pintu rumah. Ini hadiah dari gue yang bisa bikin Fian merhatiin
gak putus-putus."
"Serius lo?" mendadak aku duduk tegak dan buru-buru mematikan TV.
Mona makin ngekeh, "Iyalah. Gerak buruan." katanya geli, "Oh iya, Happy birthday BFF."
Dan sambungan terputus.
~*~
Keluar enggak, keluar enggak... DUH!!! ini kok makin gundah gulana beginiii
Dari tadi aku hanya bisa mondar ma.dir pintu kloset, pintu kloset sampai akhirnya pintu depan
benar-benar kedengaran di buka oleh seseorang, kunci berdenting-denting sebelum di letakkan
ke atas bufet di dekat pintu. Itu Fian!
"Mati mati mati mati!!! Gimana ni ya tuhan tolonglah hambamu ini." doaku sebelum memutar
pintu kamar mandi, menghadapi kamar yang masih kosong.
Lah, Fian nya kok belum masuk.
Kulirik jam digital di atas meja yang menunjukkan pukul 1 dini hari, ini sudah lewat ulang
tahunku.

Lama sekali Fian belum masuk ke kamar sampai aku berprasangka buruk kalau yang masuk ke
dalam rumah bukan Fian tapi maling!
Aduh gimana nih, mana pake beginian lagi.
Aku buru-buru mencari kaos oblong Fian yang cukup besar hingga menutupi sebagian pahaku
sebelum mengambil tongkat softball sebagai senjata yang selalu disimpan di dekat lemari.
Perlahan aku membuka pintu dan langkahku terhenti.
Di hadapanku sudah ada Fian dan kue coklat dengan lilin 27 tahun menyala di tangannya.
Senyumnya ragu-ragu waktu melihatku dan tongkat di tanganku.
"Happy birthday Kinan Shabrina." bisiknya pelan.
Aku tidak bisa melepas mataku darinya, wajah Fian yang tampan dengan mata coklat favoritku.
"I...ini... ini udah lewat ulang tahunku."
Fian mengedikkan bahu, "Happy belate birthday." Fian mencondongkan kepalanya dan mencium
pipiku.
"Makasih Fi." kataku terharu sangat.
"Hembus dong lilinnya, kamu mau makan kerak lilin?"
Oh iya lupa. Aku memejamkan mata, menyebutkan harapan dan menghembus lilinnya.
Senyumku sekarang hampir merobek wajahku.
Dia menarik tanganku ke dalam.kamar, dan meletakkan kuenya di atas meja. Aku agak heran
waktu dia kembali keluar dan ketika masuk lagi, di tangannya sudah ada mug berisi susu coklat
yang kemarin kubilang habis.
Aku makin menyeringai dan menerima mug itu dengan suka cita, "Kamu belanja? katanya
lembur?"
"Waktu jam makan siang, aku belanja sebentar." jawabnya duduk di tepi kasur bersamaku.
"Jadi kuenya juga kamu beli pas jam makan siang?"
Fian tersenyum, "Iya, Kuenya nyaris dicolek kalau enggak seharian aku pangku." dia terkekeh.
Aww, Fian bela-belain gak makan siang buat kue sama susu coklat ku? Imut banget sih, suami
siapa ya...
"Aku juga beli ini." Fian merogoh kantungnya, dan mengeluarkan jepit rambut cantik dari sana.
"Biar poni kamu gak ngalangin mata lagi."

"Makasih loh kadonya." kataku menunjuk ke jepitan, kue, dan susu coklat yang sudah ku
letakkan.di atas meja. Resmi sudah ini ulang tahun paling hebat seumur hidupku.
Fian menggeleng, lagi-lagi merogoh kantungnya tapi bukan jepit rambut yang keluar. Melainkan
kotak beledru merah berbentuk hati.
Waktu Fian membukanya, mataku melebar dan berkaca-kaca. Menatap ke arahnya dan kalung
berbandul lumba-lumba cantik.
"Aku minta maaf karena udah marah-marah sama kamu kemaren. Aku minta maaf kalau sering
bikin kamu kesal, Aku juga berharap kalau kita bisa ngerayain ulang tahun kamu selanjutnya,
sampai kamu tua, sampai kamu keriput dan makin cerewet. Aku sayang sama kamu Kina.
Selamat ulang tahun." kata Fian dengan senyum tulus. Walaupu tanda-tanda capek kelihatan
jelas diwajahnya.
Fian memang cuek. Tapi untuk ku, Fian jauh lebih perhatian bahkan hingga hal-hal detail yang
kebutuhanku.
Aku gak perlu reservasi restoran mahal, aku gak perlu sarapan special. Coklat panas dan jepit
rambut, ternyata jauh dari cukup untukku.
Tanpa menjawab menjawab apa pun lagi, Aku hanya memluknya dan memeluk Fian erat-erat.
Dia balas menelukku, dengan tubuhnya yang hangat dan sedikit bau keringat.
Fian menyeka air mataku waktu aku menatapnya dengan senyum bodoh di wajahku, "Aku juga
sayang sama kamu."
"Iya aku tau."
Sebelah alisku terangkat. Fian menyelipkan rambut di balik telingaku dan tersenyum penuh arti.
"Tau dari mana?"
Fian melirik kaos oblongnya yang kupakia dan menggerak-gerakkan alisnya. "Taulah. Kalau kamu gak
sayang sama aku, mana mungkin repot repot pake lingerie seksi segala."
Wajahku langsung merah padam dan buru-buru kusembunyikan di pundaknya yang sekarang bergetar
karena tertawa.
"Jadi? mau ditunjukin gak?"
"Emang kamu mau liat?"
"Maulah." Fian mencium pundakku.
Aku terkikik, "Mau aja atau mau banget?"

"Alay." dia menjauhkanku dari pelukannya, dan tanpa menunggu konfirmasi, Fian meraih ujung kausnya
dan menariknya melewati kepalaku.
Lingerie hitam super berbahan satin hadiah ulang tahun Mona terpampamg dihadapan Fian yang tidak
melepas matanya dari tubuhku.
"Heh, mesum liat kemana kamu?" tanyaku pada Fian yang sudah hampir semenit lebih tidak bicara.
"Lihat dada kamu."
Aku memukul lengannya, Fian tertawa pelan saat menangkap tanganku, menariknya dengan mudah
hingga aku berada di pangkuannya. Suaranya langsung berubah serak, "Aku juga mau lihat yang lain."
Nafasku ikut-ikutan sesak, mataku naik turun dari matanya ke bibir yang berada sangat dekat denganku.
"Happy birthday Kina."
***

Anda mungkin juga menyukai