Revisi 2 Revisi 2 Revisi 2
Revisi 2 Revisi 2 Revisi 2
oleh:
Rahmat Darmawansyah
1105105010013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pewarna makanan merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang
sangat penting karena dapat memberikan kesan estetika pada makanan. Makanan
yang memiliki warna tentu memiliki daya tarik yang lebih bagi konsumen. Oleh
karena itu, para produsen di tiap industri pangan berlomba-lomba untuk
menghasilkan produk yang memiliki warna menarik. Namun, produsen pangan
tersebut saat ini mulai banyak menggunakan pewarna sintetis daripada alami. Hal
ini disebabkan karena pewarna sintetis dianggap lebih ekonomis, mudah
ditemukan, dan warnanya lebih stabil.
Pewarna sintetis dapat membahayakan kesehatan bila dikonsumsi melewati
ambang batas. Pewarna sintetik bersifat karsinogenik yang berarti dapat
menyebabkan kanker. Oleh karena itu, saat ini mulai digalakkan pemakaian
pewarna alami yang dinilai tidak membahayakan kesehatan sama sekali.
Permintaan terhadap pewarna alami pun kini semakin meningkat. Pewarna alami
dapat diperoleh dengan cara mengekstrak pigmen tumbuhan, salah satunya adalah
ubi jalar ungu.
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang memiliki prospek di bidang industri pangan, terutama penggunaannya
sebagai pewarna alami. Ubi jalar dinilai memiliki keunggulan, salah satunya
mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktivitas yang tinggi. Ubi jalar
ungu merupakan sumber pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru,
ungu dan violet. Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya pigmen
antosianin yang menyebar dari bagian kulit sampai pada daging ubinya (Santoso
dan Estiasih, 2014).
Antosianin merupakan suatu senyawa turunan flavonoid glikosida yang
terdiri dari gugus gula (glikon), gugus bukan gula (aglikon) yang berupa
antosianidin, dan beberapa gugus asil pada antosianin jenis tertentu (Santoni, dkk,
2013). Antosianin juga sudah lama dijadikan zat warna karena dianggap telah
memenuhi persyaratan sebagai pewarna tambahan makanan. Persyaratan tersebut
diantaranya tidak merusak makanan dan kemasan serta tidak beracun atau
menimbulkan efek samping (Nugrahan, 2007). Selain bermanfaat sebagai
pewarna alami, antosianin juga bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat
menangkal radikal bebas. antosianin dapat dilakukan dengan cara ekstraksi
pelarut. Pada penelitian ini ekstraksi ubi jalar ungu dilakukan dengan cara
ekstraksi bertekanan menggunakan pelarut etanol.
Antosianin pada ubi jalar ungu telah diaplikasikan ke dalam beberapa
produk pangan, seperti jelly karagenan dan agar-agar (Winarti, dkk, 2008),
yoghurt dan minuman berkarbonasi (Lindy, 2008), serta sirup (Nugraha, 2013).
Menurut SNI (1994), sirup merupakan merupakan larutan gula dengan atau tanpa
penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Sirup termasuk produk
pangan yang memiliki pH rendah, oleh karena itu antosianin sangat cocok
diaplikasikan ke dalam sirup. Akan tetapi aplikasi antosianin pada produk pangan
ternyata memiliki sejumlah keterbatasan. Tranggono (1990) mengatakan bahwa
keterbatasan penggunaan pewarna alami dari pigmen tumbuhan yaitu meliputi
stabilitasnya rendah dan keseragaman warnanya tidak merata seperti pada
pewarna sintetis. Antosianin termasuk salah satu pigmen warna yang tidak stabil
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari laju degradasi
Hipotesis Penelitian
Suhu pengolahan dan kondisi penyimpanan diduga berpengaruh terhadap
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
mengenai kondisi mana yang sesuai agar diperoleh antosianin dengan kestabilan
paling optimum. Informasi ini penting bagi para produsen pangan yang ingin
menggunakan antosianin dalam memproduksi makanan atau minuman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
yang memiliki daging berwarna ungu. Berikut ini merupakan taksonomi dari ubi
jalar ungu (Suprapti, 2003).
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotylodonnae
Ordo
: Convolvulales
Famili
: Convolvulaceae
Genus
: Ipomoea
Spesies
: Ipomoea batatas
Ipomoea batasas L.(Lamb)
Tanaman ubi jalar diduga berasal dari daerah tropis Amerika Tengah, tetapi
ada yang mengatakan dari polinesia. Penyebaran tanaman ini banyak dilakukan
oleh bangsa portugis dan Spanyol pada abad ke-16, antara lain ke Filipina,
Indonesia, Jepang dan Malaysia. Sekarang tanaman tersebut tumbuh disekitar
katulistiwa hingga 400LU dan 320 LS, dan tumbuh diketinggian 1 2200 m di
atas permukaan laut (Edmond and Ammerman, 1971).
Pewarna Alami
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan yang berfungsi untuk
menambah daya tarik makanan atau minuman. Pewarna makanan terbagi atas 2
jenis, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Dari kedua jenis pewarna
tersebut, pewarna sintetis lebih sering digunakan dalam industri karena dianggap
memiliki kelebihan dibandingkan pewarna alami. Kelebihan yang dimiliki
pewarna sintetis yaitu kestabilan warnanya yang lebih tahan lama serta
keberadaannya yang lebih mudah didapatkan. Akan tetapi, beberapa jenis pewarna
sintetis justru dapat membahayakan kesehatan bila penggunaannya tidak sesuai
dengan aturan yang ditentukan (Enie, 1987).
Antosianin
Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang bersifat larut air yang
berperan dalam penampakan warna biru, ungu, dan merah pada banyak jaringan
tanaman. Secara kimia, antosianin termasuk senyawa flavonoid dan merupakan
glikosida dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium)
tersubstitusi. Antosianin memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus
hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda.
Antosianidin
R1
R2
R3
Pelargonidin (Pg)
Sianidin (Cy)
H
OH
OH
OH
H
H
Delfinidin
Peonidin
Petunidin
Malvidin
Sumber: Yoshinaga et al., 2000.
OH
Ome
Ome
Ome
OH
OH
OH
OH
OH
H
OH
Ome
Stabilitas Antosianin
1.4.1
Suhu
Dalam ilmu kimia, suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dengan
cara
mengubah
arah
kesetimbangannya.
Suhu
juga
dapat
menggeser
yang terjadi pada ikatan glikosidik antosianin sehingga menghasilkan aglikonaglikon yang tidak stabil. Tahap kedua yaitu cincin aglikon terbuka membentuk
gugus karbinol dan kalkon. Degradasi ini dapat terjadi lebih lanjut jika terdapat
oksidator sehingga terbentuk senyawa yang berwarna coklat. Oleh karena itu,
penggunaan antosianin sebagai bahan tambahan pangan harus diusahakan pada
tahap akhir dimana proses pemanasan sudah minimal (SEAFAST, 2012).
Pada proses penyimpanan, antosianin tetap bisa mengalami degradasi
warna walaupun suhu pengolahannya sudah diperhatikan dengan baik. Timberlake
dan Bridle dalam Walford (1980) mengatakan bahwa pada penyimpanan dingin
antosianin cenderung berwarna merah karena basa quinodal (A) dan basa karbinol
(B) bertransformasi dengan cepat menjadi bentuk kationik (AH +). Ini
menunjukkan bahwa penyimpanan minuman antosianin pada suhu refrigerator
menghasilkan intensitas warna yang lebih baik dibandingkan suhu ruang. Selama
penyimpanan pada suhu ruang, antosianin bertransformasi dengan cepat menjadi
bentuk kalkon yang tidak berwarna.
1.4.2
Cahaya
Cahaya, seperti halnya panas, mampu mendegradasi pigmen antosianin
dan membentuk kalkon yang tidak berwarna. Cahaya menghasilkan energi yang
dapat menyebabkan terbukanya cincin antosianin melalui proses fitokimia atau
fotooksidasi.
Semakin
lama
paparan
cahaya
terhadap
antosianin
akan
1.4.3
Oksigen
Menurut Arthey dan Ashurst (2001) pigmen antosianin dapat dirusak oleh
Antioksidan
Z* + AH = ZH + A*
Keterangan: Z = radikal bebas, AH = antioksidan, ZH = non radikal, A =
radikal baru yang bersifat lebih stabil
Ekstraksi Antosianin
dan air untuk mengekstrak antosianin dari bubuk ubi jalar ungu. Selain air dan
metanol, beberapa jenis pelarut yang biasa digunakan pada proses ekstraksi cairan
bertekanan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Sifat dari berbagai pelarut fluida pada ekstraksi fluida bertekanan.
Berat
Suhu
Tekanan
Kepadatan
Pelarut
Molekul
Kritis
Kritis
Kritis
g/mol
MPa (atm)
g/cm3
Karbon
dioksida (CO2)
44.01
304.1
7.38 (72.8)
0.469
Air (H2O)
18.02
647.3
22.12 (218.3)
0.348
Metana (CH4)
16.04
190.4
4.60 (45.4)
0.162
Etana (C2H6)
30.07
305.3
4.87 (48.1)
0.203
Propana (C3H8)
44.09
369.8
4.25 (41.9)
0.217
Etilena (C2H4)
28.05
282.4
5.04 (49.7)
0.215
Propilena (C3H6)
42.08
364.9
4.60 (45.4)
0.232
Methanol (CH3OH)
32.04
512.6
8.09 (79.8)
0.272
Ethanol (C2H5OH)
46.07
513.9
6.14 (60.6)
0.276
Aseton (C3H6O)
58.08
508.1
4.70 (46.4)
0.278
Sirup
Antosianin stabil pada pH rendah. Oleh karena itu, antosianin sebaiknya
gula kering dilarutkan dalam 80 ons. Sirup biasanya akan tahan selama 7-10 hari
tergantung pada suhu penyimpanan. Masa simpan sirup akan menjadi lebih
pendek jika disimpan pada lingkungan yang hangat.
Mulyadi (2009) telah melakukan penelitian tentang pembuatan sirup
tamarillo dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 25%, 50%, dan 75%.
Untuk pembuatan sirup dengan konsentrasi 25%, 75 ml ekstrak dicampurkan
dengan 225 ml larutan gula.untuk pembuatan sirup dengan konsentrasi 50%, 150
ml ekstrak dicampurkan dengan 150 ml larutan gula. Adapun untuk pembuatan
sirup 75%, 225 ml ekstrak ditambahkan ke dalam larutan gula 25 ml.
1.8
dimana:
C = Nilai kuantitatif penurunan mutu
k
= ordo reaksi
d [ C ]=k dt
C0
t0
Ct C0 = - kt
Ct = C0 kt
Waktu paruh (t1/2) dari penurunan mutu orde nol dapat dihitung dengan
persamaan berikut.
Ct = C0 kt
t=
C 0C t
k
t 1 /2 =
C 0C t
2k
Keterangan:
t1/2 = waktu paruh
C0 = Mutu awal produk
Ct = Mutu akhir produk
k
d [C ]/dt =k [C ]
d [C ]/dt=k [C]
d [C ]
=k dt
[C ]
Ct
d [ C]
[C ] =k dt
C
t
0
t 1 /2 =
ln ( C0 ) ln (Ct )
k
t 1 /2 =
ln1ln 1/2
k
ln2
k
0,693
atau t 1 /2 = k
Keterangan:
t1/2 = waktu paruh
C0 = Mutu awal produk
Ct = Mutu akhir produk
k
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu dari
Desa Saree, Kabupaten Aceh Besar. Bahan pembuatan sirup yaitu air, gula dan
asam sitrat. Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah
akuades, kalium klorida, natrium asetat, asam klorida, etanol, asam asetat, natrium
klorida dan DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhidrazyl).
3.2.2. Alat
Alat-alat yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi antosianin adalah labu
ukur, gelas beaker, pisau, baskom, blender, autoklaf, gelas ukur, pipet tetes,
erlenmeyer, pipet ukur, pengaduk gelas, corong Buchner, timbangan analitik,
sentrifuse, rotary vakum evaporator, pH meter, dan spektrofometer
3.3. Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan yang berbeda untuk tiap studi
degradasi antosianin.
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap ekstraksi antosianin
dan tahap studi degradasi antosianin pada sirup ubi jalar ungu.
3.4.1. Ekstraksi Antosianin
Persiapan yang dilakukan sebelum dilakukan ekstraksi yaitu sebagai
berikut.
1. Ubi jalar ungu dikupas kulitnya dan dicuci dengan air.
2. Ubi jalar ungu dipotong dadu dengan ukuran 5x5x5 mm.
3. Umbi ditempatkan dalam gelas kimia (wadah) dan ditambahkan pelarut etanol
(perbandingan jumlah ubi jalar dan pelarut adalah 1:10).
4. Wadah yang berisi campuran bahan dan pelarut ditempatkan ke dalam
autoclave dan dilakukan ekstraksi pada suhu 100oC selama 15 menit.
5. Bahan setelah ekstraksi didinginkan pada suhu ruang dan disaring.
6. Filtrat dari proses penyaringan kemudian di-sentrifuge dengan kecepatan 5000
rpm selama 15 menit.
7. Supernatan hasil sentifugasi dipekatkan dengan menggunakan rotary vacum
evaporator hingga diperoleh ekstrak antosianin dengan volume 1/10 dari
volume awal.
Diagram alir prosedur ekstraksi antosianin dapat dilihat pada lampiran 1.
3.4.2. Studi Degradasi Antosianin pada Sirup Ubi Jalar Ungu
-
(2012), yaitu:
1. Air dan gula dimasukkan ke dalam panci dengan perbandingan 1:1
2. Asam sitrat ditambahkan ke dalam adonan sirup, selanjutnya diaduk dan
dipanaskan hingga mendidih.
3. Sirup didinginkan hingga suhunya turun sesuai dengan perlakuan (70oC, 80oC
dan 90oC).
4. Zat warna antosianin ditambahkan ke dalam sirup dengan kadar 20% pada
suhu 70oC, 80oC dan 90oC, lalu dipertahankan suhunya selama 5 menit.
Selanjutnya didinginkan pada air dan siap untuk dianalisis.
Diagram alir uji stabilitas antosianin akibat suhu pengolahan dapat dilihat
pada lampiran 2.
- Uji Stabilitas Antosianin akibat Kondisi Penyimpanan
1.
Air
Pengupasan
Kulit
Pencucian
Air
Pemotongan
(5x5x5 mm)
Etanol
200 ml
Pencampuran
Penyaringan
Ekstrak antosianin
Ampas
Endapan
Pendinginan
suhubotol
ruang
Pewadahan
dalam
vial
Penyimpanan
pada kondisi
Penambahan
berbeda
Analisis
Analisis
Antosianin
t=
C 0C t
k
t 1 /2 =
ln2
k )
ukur 1 L dan ditambahkan air suling sampai volume larutan 1 L. Sedangkan untuk
larutan buffer pH 4,5 digunakan CH3CO2Na. 3 H2O sebanyak 54,43 gr dicampur
dengan 960 ml air suling. Kemudian pH diukur dan diatur dengan HCl pekat
hingga diperoleh larutan dengan pH 4,5. Selanjutnya larutan dipindahkan kedalam
labu ukur 1 L dan diencerkan dengan air suling sampai volume 1 L.
b. Pengukuran dan perhitungan konsentrasi antosianin total
1. Faktor pengenceran yang tepat untuk sampel harus ditentukan terlebih dahulu
dengan cara melarutkan sampel dengan buffer KCl pH 1 hingga diperoleh
absorbansi kurang dari 1,2 pada panjang gelombang 510 nm.
2. Absorbansi aquades pada panjang gelombang yang akan digunakan (510 dan
700 nm) untuk mencari titik nol. Panjang gelombang 510 nm adalah panjang
gelombang
maksimum
untuk
sianidin-3-glukisida
sedangkan
panjang
Keterangan :
A
L
MW
DF
V
Wt
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N. 2012. Pewarna Alami Untuk Pangan. SouthEast Asian Food
and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Bogor.
Arthey, D. dan P.R. Ashurst. 2001. Fruit Processing, Nutrition Product, and
Quality Management, 2nd Edition. Aspen Publication, Maryland.
Basuki, N., dkk. 2005. Studi Pewarisan Antosianin pada Ubi Jalar. Jurnl
Agravita Vol. 27, No. 1, Hal. 63-68.
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999, Food Chemistry, 2nd Edition. Springer,
Germany.
BPS Aceh. 2006. Aceh dalam Angka 2006. Badan Pusat satistik Aceh, banda
Aceh.
Devasagayam, T.P.A., et al. 2004. Free Radicals and Antioxidants in Human
Health: Current Status and Future Prospect. Jurnal of Assoc. Phys. Hal
794-804.
Edmond, J.B. dan G. R. Ammerman. 1971. Sweet Potatoes: Production,
Processing, Marketing. The AVI Publishing Company, Inc., Westport.
Enie, A. B. 1987. Zat Warna dan Pemakaiannya dalam Industri Pangan. Balai
Penelitian Makanan, Minuman dan Fitokimia. Balai Besar Litbang Industri
Hasil Pertanian (BBIHP), Bogor.
Giusti, M. and R. Wrolstad. 2001. Characterization and Measurement of
Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. didalam Wrolstad, R. and
Schwartz, S. Current Protocols In Food Analytical Chemistry. John
Wiley dan Sons Inc., New York.
Harborne, J.B. 1987. Metode Kimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan oleh Kosasih P. dan Iwang.1992. Penerbit ITB,
Bandung.
Husna, N.E., dkk. 2013. Kandungan Antosianin dan Aktivitas Antioksidan
Ubi Jalar Ungu Segar dan Produk Olahannya. Jurnal Agritech, Vol.33,
No.3, hal 299.
Iversen, C.K. 1999. Black Currant Nectar: Effect of Processing and Storage
on Anthocyanin and Ascorbic Acid Content. Journal of Food Science
Volume 64, Issue 1, pages 3741.