Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau
digunakan sebagai makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-
komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1982).

Susu merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri dari lemak, karbohidrat, protein
dan banyak senyawa karbon lainnya serta garam-garam anorganik yang terlarut atau
terdispersi dalam air (Marliyati, 1982).
Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah
dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat namun hingga saat ini kualitas dan
manfaatnya belum banyak dipahami oleh masyarakat (Eirry, 2005).
Tingginya kandungan bakteri didalam susu disebabkan oleh kontaminasi sebagai akibat
penanganan susu yang tidak hygienis. Kontaminasi bakteri pada susu tidak dapat dihindari
kecuali dengan memperkecil kemungkinan terkontaminasi dan menghambat pertumbuhan
bakteri.
Susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan
pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135O C - 145O C) selama 2-5
detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme
(baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan
untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa
yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.
Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis
berteknologi canggih, Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat
masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar
dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya
sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan terlindungnya dari sinar
ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik
multilapis susu UHT disterilisasi satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu.
Proses tersebut secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia
sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar kesehatan
internasional.
Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah simpannya yang sangat panjang ada susuh kamar
yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari
pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya seperti
susu pasteurisasi. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas
dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga
potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. Kontak panas
yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa
khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah.
Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptic multilapis menjamin susu UHT
bebas bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan di
lemari pendingin hingga 10 bulan setelah diproduksi.
1.2 Tujuan

1. Siswa dapat mengetahui prinsip pengolahan Susu UHT


2. Siswa dapat mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pengolahan Susu UHT
3. Siswa dapat memahami pengertian CP, CCP dan CL serta penerapannya dalam
pengolahan Susu UHT
4. Siswa dapat melakukan identifikasi bahaya pada pengolahan Susu UHT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Susu UHT (Ultra High Temperatur) adalah susu yang telah mengalami pemanasan diatas
titik didih. Susu dipanaskan pada suhu 109 1120C selama 20 40 menit. Biasanya kedalam
produk ini harus ditambahkan beberapa vitamin tertentu, antara lain : vitamin C dan vitamin
B1, yang rusak karena pemanasan yang tinggi. Pada produk ini kadang-kadang ditemukan
bau gosong, yang disebabkan adanya gugusan laktosa yang turut terbakar (Mirnawati dkk,
1993).
Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan kemanasan
dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh seluruh mikroba,
sehingga memiliki mutu yang sangat baik. Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu
susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT
cair segar adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Hal
ini didukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca panen yang terintegrasi. Pakan sapi
harus diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari
antibiotika dan bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan menghasilkan
susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara
pemerahan yang benar termasuk di dalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan
mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru
diperah harus diberli perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik.
Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu UHT juga harus
dilakukan dengan sanitasi yang maksimum yaitu dengan menggunakan alat-alat yang steril
dan meminimumkan kontak dengan tangan. Seluruh proses dilakukan secara aseptik (Manik
dkk, 2006).
Kerusakan susu UHT sangat mudah dideteksi secara visual, ciri utama yang umum terjadi
adalah kemasan menggembung. Gembungnya kemasan terjadi akibat kebocoran kemasan
yang memungkinkan mikroba-mikroba penbusuk tumbuh dan memfermentasi susu.
Fermentasi susu oleh mikroba pembusuk menghasilkan gas CO2 yang menyebabkan
gembung. Kerusakan juga ditandai oleh timbulnya bau dan rasa yang masam. Selain
menghasilkan gas, aktivitas fermentasi oleh mikroba pembusuk juga menghasilkan alkohol
dan asam-asam. Fermentasi susu oleh bakteri pembusuk juga pembusuk juga menyebabkan
koagulasi dan pemecahan protein akibat penurunan pH oleh asam-asam organik. Koagulasi
dan pemecahan protein inilah yang menyebabkan tekstur susu rusak yaitu menjadi pecah dan
agak kental (Ali dkk, 2003).
Enzim Dalam Susu
Enzim dalam susu merupakan protein yang dihasilkan oleh sel jaringan ambing dan juga
bakteri dalam susu. Enzim mudah rusak oleh proses pemanasan. Enzim yang normal
ditemukan dalam susu antara lain enzim lipase, protease, laktose, fosfatase, peroksidase,
reduktase, dan katalase (Rahman et al. 1992). Enzim peroksidase dikenal sebagai enzim
laktoperoksidase adalah suatu protein yang mengandung zat besi sebanyak 0,07% (Webb et
al. 1983). Menurut Blanc dalam Downey (1977) kandungan enzim peroksidase didalam susu
segar adalah 4.000 sampai 5.000 IU.
Enzim peroksidase mempunyai aktifitas hidrogen peroksida dan keberadaannya dapat
digunakan untuk pengujian kualitas susu. Enzim peroksidase menjadi tidak aktif pada suhu
pemanasan 80oC (Rahman et al. 1992). Menurut Sanjaya (1990) enzim peroksidase musnah
pada pemanasan 70oC selama 150 menit, suhu 73oC selama 13 menit, suhu 77oC selama 30
detik atau selama 8 detik.
Mikroorganisme Sebagai Penyebab Kerusakan Susu
Mikroorganisme yang berada dalam susu merupakan faktor utama penyebab terjadinya
kerusakan dalam susu. Jumlah bakteri yang tinggi terjadi pada susu yang penanganannya
tidak hygienis atau pada susu yang diperah dari sapi yang sakit(Lampret, 1974).
Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa kerusakan akibat aktifitas dan
pertumbuhan mikroorganisme biasanya lebih berbahaya dibandingkan kerusakan-kerusakan
lainnya. Kerusakan susu karena aktifitas mikroorganisme dapat mengakibatkan terbentukya
asam, gas, ketengikan, perombakan protein dan lemak, perubahan bau, rasa dan warna yang
tidak disukai.
Mikroorganisme Dalam Susu
Mikroorganisme yang ditemukan dalam susu sangat erat hubungannya dengan penanganan
susu. Mikroorganisme yang berada dalam susu berasal dari badan sapi, kandang, alat-alat
pemerah, proses pemerahan dan debu (Gillmour dan Rowe, 1990). Menurut Soejoedono
(1999) pada umumnya jumlah bakteri yang ada dalam susu dari sapi yang sehat sangat sedikit
yaitu kurang dari 50.000 cfu/ml. Apabila penanganan susu dilakukan dengan baik setelah
prises pemerahan, hal tersebut sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Bakteri yang sering terdapat di dalam susu adalah:
Bakteri pembentuk asam yaitu Streptococcus lactis, streptococcus cremoris, Lactobacilli,
Mycrobacterium lacticum, Micrococcuc sp., Mikrococcus terudie dan bakteri koliform.
Bakteri pembentuk gas yaitu golongan Enterobacteriaceae dan Pseudomonas fragi
Bakteri pembentuk lendir antara lain Alkakigenes viscolactis, Aerobacter aerogenes,
Streptococcus cremoris dan Mykrococcus sp.
Bakteri proteolitik yang dapat memecahkan protein yaitu Bacillus subtilis, Bacillus cereus
var. micoides, Pseudomonas putrefacien, Pseudomonas viscora dan Streptococcus
liquifaciens.
Bakteri yang dapat menyebabkan lemak susu pecah antara lain Pseudomonas flourescens
dan Achromobacter lipolyticum (Varnam dan Sutherland, 1994 ; Pasaribu, 1996).
Kemungkinan pencemaran oleh bakteri terjadi pada waktu pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan ditoko atau rumah (Foley dan Buckley dalam Downey, 1977). Keberadaan
bakteri Staphylococcus aureus dalam susu bisa berasal dari alat-alat yang digunakan pada
saat pengolahan dan pengemasan. Sifat bakteri S. aureus adalah gram positif, koagulase
positif dan fakultatif aneorob. Pada keberadaan aneorob S. aureus akan menghasilkan asam
laktat yaitu suatu produk fermentasi glukosa sedangkan pada keadaan aerob menghasilkan
asam asetat (Minor dan Marth, 1976). Asam yang dihasilkan pada metabolisme bakteri
ditunjukkan dengan terbentuknya zona kuning disekitar koloni pada media vogel johnson
agar(VJA), sedangkan tellurite akan direduksi menjadi metalik tellirium menyebabkan koloni
berwarna hitam (Oxoid Manual, 1982).
Minor dan Marth (1976) menyatakan bahwa kehadiran S. aureus dalam makanan akan
membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini disebabkan karena kemampuan bakteri tersebut
dalam memproduksi enterotoksin yang mengakibatkan keracunan makanan (food
intoxication).
Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993) tujuan pemeriksaan S. aureus dan toksinnya
dalam bahan makanan adalah untuk konfirmasi S. aureus sebagai agen penyebab keracunan
makanan. Selain itu untuk menentukan apakah bahan makanan tersebut mengandung atau
merupakan sumber potensial dari enterotoxigenic staplylococci. Pemeriksaan S. aureus dapat
jga memberikan gambaran terjadinya pencemaran setelah pengolahan yang biasanya
berkaitan erat dengan kontak produk olahan dengan manusia atau dengan alat pengolahan
yang tidak bersih.
Penyimpanan Susu UHT (Ultra High Temperatur)
Susu UHT dikemas dengan karton atau plastik yang umumnya merupakan kemasan steril,
sehingga aman digunakan sebagai bahan penyimpanan produk-produk susu. Penggunaan
kemasan karton sangat baik sebab memberi perlindungan terhadap cahaya matahari langsung
sehingga menghindari proses oksidasi terhadap vitamin dan lemak, tidak mudah pecah dan
penggunaan sekali pakai dapat menjamin tidak terjadi kontaminasi ulang (Foley dan Buckley
dalam Downey, 1977). Bahan kemasan karton tidak boleh merupakan sumber pencemaran,
bebas dari bahan racun dan tidak mengganggu sifat fisik susu.
Winarno (1985) menyatakan bahwa kemasan karton harus kedap air untuk mencegah
kontaminasi dari luar. Karton ini dilapisi dengan lilin, plastik atau karton langsung dilapisi
oleh lapisan kertas alumunium, sehingga mencegah keluar masuknya gas atau uap air.
Menurut Allen dan Joseph (1985) bahan dasar kemasan plastik adalah polyethylene, yang
dapat ditembus oleh oksigen. Untuk mencegah penyerapan oksigen pada kemasan karton
yang juga menggunakan pelapis plastik maka diberikan selapis alumunium. Produk susu yang
siap dipasarkan harus disimpan pada suhu dibawah 10oC (Allen dan Joseph, 1985). Hal ini
untuk menghambat pertumbuhan kuman termodurik yang mungkin masih hidup dan dapat
berkembang biak.
Fardiaz (1985) menyatakan bahwa penyimpanan produk susu UHT (Ultra High
Temperatur ) baik dalam karton maupun dalam plastik harus selalu disimpan didalam lemari
pendingin pada suhu dibawah 8oC tetapi diatas titik beku susu (-0,52oC). Demikian juga
pengiriman ketoko dan pasar swalayan harus dilakukan dengan menggunakan pendingin.
Apabila susu dibiarkan terlalu lama disuhu kamar selama pengangkutan maka setiap jam
jumlah mikroorganisme akan bertambah dua atau tiga kali lipat, umumnya bakteri perusak
didalam susu mempunyai waktu generasi sekitar 20 sampai 30 menit pada suhu 32oC sampai
37oC.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Pengolahan Susu UHT


Pada proses pengolahan susu UHT dikenal dua tipe pemanasan, yaitu: (1) tipe pemanasan
langsung (direct heating) dan (2) tipe pemanasan tidak langsung (indirect heating). Pada tipe
pemanasan langsung terjadi pencampuran antara susu dan uap panas, baik dalam bentuk
injeksi uap panas pada susu ataupun injeksi susu kedalam uap panas. Pada tipe pemanasan
tidak langsung tidak terjadi kontak antara uap panas dengan susu, biasanya banyak digunakan
pada berbagai jenis Plate Heat Exchange (PHE) (Legowo, 2005). Menurut Hadiwiyoto
(1983), alat yang digunakan untuk proses UHT misalnya otoklaf (apabila kapasitasnya kecil)
dan retort (apabila kapasitasnya besar).
Proses pemanasan UHT biasanya dilakukan dengan pemanasan sampai temperatur 2700F
(1320C) selama tidak kurang dari satu detik (Soeparno, 1992). Menurut Legowo (2005),
beberapa tahap proses pengolahan susu UHT yang sering diterapkan di industri pengolahan
susu antara lain meliputi: pencampuran (mixing), termisasi, pasteurisasi, homogenisasi,
sterilisasi, regenerasi, dan pengisian (filling).

1. Penerimaan Bahan Baku


Penerimaan bahan baku merupakan titik kendali kritis (CCP), karena akan mempengaruhi
keamanan produk akhir. Pada penerimaan bahan baku untuk susu segar terdapat tiga titik
kendali kritis. Bahaya yang mungkin terjadi adalah penyimpangan terhadap spesifikasi bahan
baku. Dalam hal ini bahaya fisik dapat diabaikan karena disamping masih ada proses
selanjutnya untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya, dilakukan juga pengawasan
terhadap mutu bahan baku yang datang oleh Departemen Logistik dan Departemen QC.
Penyimpangan yang terjadi yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah adanya
bahaya kimia yaitu residu pestisida dan residu antibiotic serta bahaya mikrobiologi yaitu
adanya cemaran mikroba. Untuk mencegah bahaya tersebut maka dilakukan pengawasan
terhadap bahan baku. Pengawasan bahan baku yang dilakukan adalah pengujian visual,
mikrobiologi, kimia dan fisik dan penetapan spesifikasi bahan baku dengan benar yaitu
dilakukan pengontrolan terhadap pemasok (supplier).

2. Tahap mixing

Tahap mixing merupakan tahap awal dari proses pembuatan susu UHT. Pada tahap ini
dilakukan pencampuran susu dengan bahan penunjang seperti gula, bahan penstabil
(stabilizer), bahan pemberi cita rasa (flavor) dan pewarna (Legowo, 2005).

3. Termisasi

Setelah tahap mixing, proses pembuatan susu UHT dilanjutkan dengan tahap termisasi
atau pemanasan awal. Tahap termisasi merupakan tahap dimana susu dipanaskan pada suhu
rendah sebelum di pasteurisasi. Pada tahap ini susu mulai dipanaskan hingga suhu sekitar
650C dalam waktu beberapa detik (Legowo, 2005).

4. Pasteurisasi

Tahap pasteurisasi pada proses pembuatan susu UHT adalah dengan jalan memanaskan
susu pada suhu sekitar 80 900C selama beberapa detik (Legowo, 2005). Tujuan dari
pasteurisasi adalah untuk membebaskan susu dari mikrobia patogen sehingga susu aman
untuk dikonsumsi. Pasteurisasi juga dimaksudkan untuk menurunkan jumlah total mikrobia
khususnya yang merugikan sehingga dapat memperpanjang daya simpan produk susu
tersebut (Widodo, 2003).

5. Homogenisasi
Setelah pasteurisasi susu selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah homogenisasi. Proses
homogenisasi susu dilakukan pada tekanan sekitar 2900 psi (Legowo, 2005). Proses
homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula globula lemak susu
(Hadiwiyoto, 1983).

6. Sterilisasi

Tujuan utama sterilisasi adalah membunuh seluruh bakteri baik pathogen maupun non
pathogen dan menurunkan jumlah spora bakteri agar susu dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama tanpa pendinginan (Widodo, 2003). Pada tahap ini susu homogen yang
dihasilkan setelah homogenisasi kemudian diteruskan ke PHE (Plate Heat Exchange) dan
dipanaskan pada suhu 135 1400C selama 3 5 detik. Proses sterilisasi merupakan
pemanasan utama (main heating) pada pembuatan susu UHT (Legowo, 2005). Sterilisasi
UHT menyebabkan kehilangan sejumlah vitamin C, asam folat, vitamin B12 dan kira kira
20% tiamin serta menyebabkan denaturasi protein protein serum sampai 70%, terutama
hemoglobin. Denaturasi protein protein yang mudah larut menyebabkan susu berwarna
lebih putih (Soeparno, 1992).

7. Regenerasi

Setelah susu dipanaskan melalui proses sterilisasi, kemudian susu segera didinginkan
melalui tahap regenerasi. Pada tahap ini suhu susu diturunkan hingga suhu 280C ( Legowo,
2005).

8. Pengisian (aseptic filling )

Tahap terakhir dari proses pembuatan susu UHT adalah susu steril yang dihasilkan segera
dikemas melalui tahap filling kedalam wadah yang disediakan dan telah disterilkan
(Legowo, 2005). Wadah utama yang digunakan harus melindungi produk dari kontaminasi,
memantapkan kandungan air dan lemaknya, mencegah bau dan benturan, memudahkan
transportasi atau pengangkutan dan lain lain (Winarno, 1980).

3.2 Penentuan CCP, CP, dan CL

a) Penerimaan Bahan Baku untuk Susu Segar dan Susu Bubuk


Penerimaan bahan baku merupakan titik kendali kritis (CCP), karena akan mempengaruhi
keamanan produk akhir. Pada penerimaan bahan baku untuk susu segar. Sehingga perlu
dilakukan pengolahan selanjutnya sampai batas yang dapat diterima konsumen.
b) Proses Pasteurisasi
Proses pasteurisasi yang dilakukan dengan menggunakan pasteurizer ini merupakan CCP
atas bahaya mikrobiologi. Bahaya mikrobiologi yang berupa mikroba pathogen ini dapat
timbul apabila suhu dan waktu yang digunakan pada proses pasteurisasi tidak tercapai.
Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah dengan memeriksa temperature dan waktu
pasteurisasi secara periodic selama proses produksi. Suhu pasteurisasi yang digunakan pada
proses produksi susu UHT di PT. Susu UHT adalah 82oC 86oC, dengan waktu pasteurisasi
30 detik. Hal lain yang perlu dilakukan dalam tindakan pengendalian bahaya adalah kalibrasi
alat pencatat suhu dan waktu yang berada pada pasteurizer dan dilakukan pengendalian
dengan cara CIP yang benar. Tindakan koreksi yang mungkin dilakukan pada proses
pasteurisasi adalah menghentikan proses jika suhu dan waktu pasteurisasi tidak tercapai dan
dilakukan pasteurisasi ulang. Dan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya bahaya perlu
juga dilakukan tindakan koreksi berupa kalibrasi alat dan perketat proses CIP.

c) Proses sterilisasi merupakan CCP. Bahaya yang mungkin timbul pada proses ini
adalah mikroba pathogen, bila suhu sterilisasi tidak tercapai. Suhu sterilisasi yang digunakan
pada proses produksi susu UHT di PT. Susu UHT adalah 142oC 145oC selama 4 detik.
Pengendalian bahaya pada proses ini dilakukan dengan memeriksa temperature secara
periodic (5 kali per kode produksi) selama proses produksi berlangsung.Pemeriksaan ini
dilakukan dengan inspeksi visual terhadap panel pengatur suhu dan layar penunjuk suhu pada
sterilizer. Pencatatan suhu hasil inspeksi dilakukan setiap satu kali dalam satu jam dan
dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap kode produksi. Apabila terjadi penyimpangan pada
proses sterilisasi, maka tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah menghentikan proses
produksi jika suhu sterilisasi tidak tercapai dan dilakukan sterilisasi ulang. Sedangkan
tindakan pencegahan yang mungkin dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
penyimpangan pada proses sterilisasi adalah dengan melakukan kalibrasi alat pengukur suhu
pada sterilizer dan dengan memperketat proses CIP (sanitasi alat).

d) Proses aseptic filling ditetapkan sebagai CCP dikarenakan untuk mengendalikan


kemungkinan bahaya mikrobiologi yang timbul pada saat proses berlangsung. Untuk
menghindari terjadinya kontaminasi cemaran mikroba pathogen, maka pada proses ini perlu
dilakukan tindakan pengendalian berupa control suhu aseptic chamber, control tekanan water
sealing, pemeriksaan mesin filling secara periodic atau teratur serta menjaga filling room agar
tetap se-aseptik mungkin. Tindakan koreksi yang dilakukan jika proses ini tidak sesuai
dengan yang diharapkan adalah dengan menghentikan proses jika suhu dan tekanan tidak
tercapai, serta dilakukan juga pencocokan parameter suhu dan tekanan dari aseptic filling
machine.

BAB IV
KESIMPULAN
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Prinsip pengolahan susu UHT adalah penggunaan suhu tinggi dengan waktu yang
singkat dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroba baik pembusuk maupun patogen dan
sporanya, sehingga memiliki mutu yang sangat baik.
2. Factor- factor yang mempengaruhi pengolaha susu UHT adalah:
a. Bahan baku
b. Proses penanganan
c. Pengolahan dan pengemasan
3. Critical Control Point (CCP), adalah langkah di mana pengendalian/kontrol dapat
dilakukan dan penting untuk mencegah atau menghilangkan bahaya terhadap keamanan
makanan atau mengurangi bahaya tersebut hingga tingkat yang dapat diterima (NACMCF
1997). Pada pengolahan susu UHT, CCP ditetapkan pada tahap penerimaan bahan baku,
pasteurisasi, sterilisasi,dan pengisian (aseptic filling)
4. Control Point (CP), adalah langkah di mana pengendalian/kontrol dapat dilakukan dan
penting untuk mencegah terjadinya cacat ekonomi, dan tingkat bahaya ringan. Dalam
pengolahan susu UHT, CP ditetapkan pada tahap homogenisasi.
5. Critical Limit (CL), adalah suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan dapat
diterima dan tidak diterima, ditetapkan pada setiap CCP yang ditentukan. CL meliputi suhu,
waktu, kelembaban, nilai Aw, nilai pH, kualitas dan kuantitas mikroba, klorin bebas,kondisi
fisik, cemaran, dan nilai kimia.
6. Dalam pengolahan susu UHT, bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya biologis,
fisik, dan kimia.
7. Bahaya biologi pada pengolahan susu UHT adalah bermacam- macam mikroba yang
berasal dari susu, seperti Mycobacterium, Brucella, dan Salmonella.
8. Bahaya kimia yang mungkin timbul adalah
9. Sedangkan bahaya fisik yang mungkin timbul adalah

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013. sterilisasi susu uht dilakukan pada suhu 140 derajat celcius selama 4 detik.
http://www.livestockreview.com
diakses tanggal 10 November 2014 pukul 16:11
Anonim. http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id
diakses tanggal 10 November 2014 pukul 16:44

Anonim. Factor kritis pada proses aseptis susu UHT. http://seafast.ipb.ac.id


dikses tanggal 10 November 2014 pukul 16:29

Callbowo.2008.haccp hazard analysis critical control point.


https://callbowo.wordpress.com
diakses tanggal 10 November 2014 pukul 16:23

Talib,F. 2007.Pengendalian Bobot Bersih Susu UHT. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian :Institut Pertanian Bogor

Widhiastuti,M.2006. Perencanaan Kebutuhan Dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku


Susu UHT. Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian :Institut Pertanian
Bogor

Anda mungkin juga menyukai